Chapter 48 - Myra Khandaar [Part 2]
Masih di dalam Danielle's Boutique, aku dan Nat memergoki Myra yang sedang berdiam diri di salah satu bangku fitting room. Gadis itu menunduk sambil memainkan kuku-kuku jemarinya, rona keruh di wajahnya tak kunjung hilang.
"Sudah kubilang kan, ia hanya berpura-pura ceria," bisikku.
"Kurasa kita harus berbicara dengannya," Nat balik berbisik.
Aku menjawab dengan anggukan. Kami berjalan menghampiri Myra.
"Hai, Myra," lirih Nat.
Gadis itu terkejut, dengan cepat mendongak ke arah kami dan tersenyum lebar. Meskipun berusaha menutupinya, kami tahu persis bahwa senyumannya dibuat-buat.
"Hi guys!" jawabnya.
"Mana gaunmu?" tanyaku.
Myra tersenyum simpul dan menggeleng, "Nah. Aku akan pakai gaun homecoming-ku saja."
Nat mengambil posisi untuk duduk di sampingnya. "Are you sure? Aku bisa membantumu mencari gaun yang sesuai untukmu."
Pada akhirnya, Myra melepas topengnya. Gadis itu menggeleng, senyuman di wajahnya pudar.
"Untuk apa? Prom-ku sudah hancur berantakan karena ulah Brian Crandall, kan?" Myra tertawa miris.
Aku menekuk wajahku. "Bukankah prom adalah hari yang kau tunggu-tunggu?"
"Not anymore," lirih gadis itu. "Prom hanya pesta dansa biasa di hari yang biasa. Tidak ada yang spesial untukku."
Tiba-tiba, Emma berlari kecil menghampiri kami, diikuti oleh Maria dan Caleb.
"Myra! Gaun ini cantik sekali! Benar-benar serasi denganmu!" seru Emma sambil mengangkat sebuah gaun putih yang berkilauan.
Myra menoleh ke arah Emma. "Benarkah?"
"Yup. Kau harus mencobanya!" Emma merespon.
Maria mengangguk. "Aku yakin 100% kau akan sangat cantik jika memakai gaun ini!"
Myra menggeleng. "Tidak usah, aku berubah pikiran. Aku masih punya gaun homecoming."
Caleb berjongkok dan menepuk pundak Myra, kemudian tersenyum. "Hei, ingat, ini untuk prom. Siapa pun berhak tampil keren saat prom!"
"Yeah. Try it!" Nat tersenyum. "Try it, at least for us. Please?"
Myra menggigit bibir, atensinya tertuju pada gaun di tangan Emma untuk waktu yang cukup lama. Pada akhirnya, gadis itu beranjak.
"Baiklah, jika kalian memaksa," lirihnya.
Emma menyerahkan gaun yang dipilihnya pada Myra. Setelah itu, gadis keturunan India itu berjalan memasuki fitting room dan mencoba gaun tersebut selama beberapa menit.
Kami semua menunggu gadis itu di depan fitting room. Bagaimana dengan gaun yang dipilihkan Emma? Apakah itu cocok untuknya? Apakah ia menyukainya?
Tidak lama kemudian, tirai fitting room terbuka, kami semua terpana melihat gaun yang dikenakan Myra. Harus kuakui, gadis itu terlihat sangat manis mengenakan gaun tersebut. Warna putih dan silver sangat cocok dengan warna kulitnya!
Nat berdecak kagum. "Wow, Myra, you look stunning!"
Myra menunduk dan berputar, gaun pilihannya berkibar dan berkilauan.
"Benarkah?" tanyanya.
Emma mengacungkan kedua jempolnya pada gadis itu sambil tersenyum. "Kalau kan menjadi salah satu kandidat prom queen, aku yakin kau bisa bersaing ketat dengan Nat!"
Maria mengangguk antusias. "Kau pantas mengenakan gaun itu, Myra. Buatlah Brian menyesal!"
"Itu benar. Aku ingin melihat Brian menyesal sudah menyakitimu!" Michael merespon.
Nat menyilangkan lengannya di dada dan tersenyum, kemudian mengangguk setuju. "Tetapi yang paling penting dari semua itu adalah, kau pantas untuk bahagia, Myra. Jadilah putri kerajaan walaupun hanya satu malam! Jangan biarkan siapapun merusak prom nite-mu!"
Myra tersenyum lebar, kedua netranya memburam karena air mata. "Guys. Aku suka gaun ini, tapi ..." Tiba-tiba wajah Myra berubah muram. "Aku tidak membawa uang banyak. Gaun ini mahal sekali dan diskonnya tidak terlalu besar."
Kami semua terdiam dan saling bertukar pandangan. Hening, tidak ada yang berbicara saat itu. Perlahan, kami saling melempar senyuman dan mengangguk, paham akan kode yang saling kami berikan.
"Aku akan menambahkan beberapa dollar untukmu," ujarku.
Myra membelalak. "What?! Aiden, kau tidak perlu--"
Nat tersenyum. "Aku juga!"
Emma mengangguk. "Uangku masih cukup. Aku juga akan membantumu, Myra."
"You're my friend. Of course I'll help you." Maria mengangguk dan tersenyum hangat.
Myra menggigit bibirnya, kemudian menoleh ke arah Michael dan Caleb yang juga memberikan anggukan.
Tangis gadis itu pecah, aku melihat bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Gadis itu mengusap kedua pipinya kasar, tidak dapat menahan senyum. Nat mendekat perlahan ke arahnya, kemudian memberinya sebuah pelukan.
"Guys, I don't deserve this, but thank you. Thank you so much!" ucapnya sambil terisak. Myra mendongak ke arah kami dan tersenyum lebar. "Bolehkah aku memakai gaun ini hingga sampai ke rumah?"
Tawa kami pecah mendengar respon Myra, begitu pula dengan Nat. Ia memeluk Myra lebih erat.
"Simpan gaun ini untuk prom, Princess!" ujarnya.
*****
Setelah keluar dari Danielle's Boutique, Nat memecah keheningan. "Aku lapar, ayo kita makan!"
Caleb mengelus dagunya. "Kita mau makan apa, guys?"
"Fast food saja. Aku ingin cheeseburger!" Michael merespon.
Maria memutar bola matanya jengah. "Tidak di sekolah, tidak di rumah, kau selalu memakan fast food!"
"Fast food boleh juga." Emma mengangguk setuju.
"See?" Michael menjulurkan lidah pada Maria.
Aku tersenyum. "Ya sudah kalau begitu. Ayo!"
Kami sampai di restoran fast food yang ada di dalam mall dan duduk bersama dalam satu meja. Di antara kami, yang paling terlihat lapar adalah Nat, Michael dan Myra. Mereka melahap makanan di depannya lebih cepat dari yang lain.
Atensiku tertuju pada Nat yang sedang mengunyah fried chicken, tidak lama kemudian pandangan kami bertemu. Aku tertawa kecil ketika melihat kedua pipinya yang mengembung seperti hamster.
"What?" Nat bertanya dengan polosnya sambil terus mengunyah.
"Tidak bisakah kau anggun sedikit di depanku?" Aku protes.
Nat terkekeh. "Kalau perempuan sedang lapar, mereka akan lupa segalanya!"
Myra menyikut lenganku. "Nat benar. Masa bodoh dengan anggun!"
"Senangnya bisa makan dengan lahap," lirih Caleb. tiba-tiba, wajahnya berubah muram. "Aku tidak nafsu makan ketika mengingat pertandingan softball minggu depan."
Maria mengangkat salah satu alisnya. "Pertandingan final? Why? Kalian sudah berlatih keras, kan?"
"Kami akan melawan Kepler High School." Caleb merespon.
"Oh, no." Michael menghembuskan napas berat. "Kalau selama ini Berry High selalu menganggap Hearst High sebagai rival kalian, itu salah besar. Kalian pasti belum pernah menghadapi Kepler. They're the real monster!"
"Yeah. Bergabung dengan tim softball adalah kesalahan terbesarku. Seharusnya aku tetap bermain football saja," keluh Caleb.
"Wow, sehebat itu kah mereka?" Emma bertanya.
Caleb mengangguk. "Tidak hanya softball, mereka terkenal pintar di bidang akademis juga."
Myra tertawa. "Chill, apa yang bisa mereka lakukan pada kita saat pertandingan? Melempari penangkap bola kita dengan kalkulator?"
Caleb menggeleng. "Kau tidak bisa meremehkan mereka, Myra. Mereka punya pelempar bola legendaris. Namanya Finn."
Michael membelalak. "Fastball Finn? Wow, aku sering mendengar namanya saat masih bersekolah di Hearst High!"
"Lemparan Finn hampir tidak terlihat, jarang sekali ada orang yang berhasil memukul bola lemparannya. Aku sangat frustasi melihat anggota softball Berry dan Hearst yang tidak bisa berhenti berkelahi. Kalau kita tidak bisa bekerja sama, kita bisa kalah," keluh Caleb lagi.
Emma menekuk wajahnya. "Tidak hanya kalian, cheerleader juga tidak pernah berhenti berkelahi. Kara selalu mencari-cari masalah!" Gadis itu menoleh ke arah Nat. "Ia bahkan mempengaruhi semua anggota cheerleader untuk membenci Nat saat rumor itu tersebar."
Aku menghela napas berat. "Meskipun masalah internal klub band sudah selesai, suasana di antara kami memanas karena Brian Crandall--"
"Sssttt!" Nat menyikut lenganku, gadis itu melirik ke arah Myra.
Ketika menyadari sudah berkata hal yang bodoh, aku terdiam dan mengangguk cepat.
"Oke, oke. So, apakah Fastball Finn ini benar-benar sehebat reputasinya?" Maria mengalihkan pembicaraan.
"Kau harus melihatnya sendiri di lapangan!" Michael merespon. "I told you. Kepler is the real monster!"
Emma tersenyum hangat. "Kalian sudah berlatih keras, kan? Jangan terlalu dipikirkan, lakukan saja yang terbaik!"
"Yeah, but--"
Sebelum Caleb menyelesaikan kalimatnya, Nat memotong. "Emma benar. Jika kau terus berpikiran buruk, mentalmu justru akan drop, kalian akan benar-benar kalah nantinya!"
Caleb mengangguk. "Emma dan Nat benar. Berpikir negatif tidak ada gunanya."
"Don't worry, anggota band akan menonton pertandingan kalian. Kau harus menunjukan yang terbaik pada kami!" ujarku.
Nat mengangguk antusias. "Yeah! Tentu saja kami akan datang."
"Yeah, aku penasaran dengan yang namanya Finn itu." Myra mengangguk sambil meminum cola.
Caleb menghembuskan napas berat, perlahan senyumnya mengembang. "Yeah, berharap saja ada keajaiban turun dari langit."
******
Setelah selesai makan, kami berjalan menuju lobby utama dan berpisah untuk pulang ke tempat tujuan masing-masing. Maria pergi ke venue prom untuk bertemu dengan Kara, sedangkan Myra dan Michael pulang ke rumah masing-masing. Mereka melambaikan tangan dan berpamitan pada kami.
"Aku akan pulang bersama Aiden. Bagaimana denganmu? Sudah pesan Uber?" tanya Nat pada Emma.
Emma menggeleng, gadis itu mengambil ponselnya. "Belum. Aku akan pesan sekarang."
"Tidak perlu, kau pulang bersamaku saja!" Caleb menawarkan tumpangan.
Emma panik. Gadis bersurai pirang itu menoleh ke arah pujaan hatinya, semburat merah perlahan muncul di kedua pipinya.
"T-tidak usah!" tolak Emma.
"Are you sure?" tanya Caleb lagi.
"Emma hanya tidak ingin merepotkan," ujar Nat.
"Tapi aku tidak merasa direpotkan." Caleb tersenyum pada Emma.
"Ah, baiklah," jawab Emma gugup. "Terima kasih sudah mengantarku, Caleb."
Pada akhirnya, mereka pulang bersama-sama. Emma dan Caleb berjalan berlawanan arah dengan kami. Gadis itu menoleh ke belakang dengan wajah yang cukup panik. Nat mengacungkan kedua jempolnya dan tersenyum lebar pada sahabatnya.
Setelah mereka berdua menghilang di kejauhan, aku dan Nat melanjutkan perjalanan ke basement mall.
"Apa kau tidak terlalu membebani Emma? I mean, Caleb sudah memilih Jade, kan?" tanyaku.
"Jade dan Caleb hanya pergi sebagai prom date, kan? Mereka tidak berpacaran." Nat mengangkat bahu. "Lagipula, Emma hanya akan mengungkapkan perasaannya pada Caleb. Technically, it's legal. Caleb tidak berkencan dengan siapapun."
"Wow, Emma akan mengungkapkan perasaannya?!" seruku antusias. "Terakhir kali berbicara dengan Emma, ia tidak punya keberanian untuk melakukan itu!"
Nat mengernyit. "Kau dan Emma pernah membahas soal Caleb? Kapan?"
"Saat Caleb melakukan promposal untuk Jade, Emma menangis di gym sendirian. Aku datang ke sana untuk menghiburnya," jawabku.
"I see."
"Kau dan Emma selalu berbicara tentangku? Bahkan sebelum kita berkencan?" tanyaku penasaran.
"Yeah. That's what girls do, right? Bergosip tentang pemuda yang mereka sukai?" jawab Nat jujur.
"Apa yang kau ceritakan tentangku?" Aku memicingkan mata.
Nat menyeringai. "That's secret!"
"Oh, come on. That's not fair!" keluhku.
"Bukan sesuatu yang buruk, kok." Nat tersenyum, gadis itu meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat.
Ketika sampai di basement mall, kami masuk ke dalam mobil dan bersiap memakai seat belt.
"Kau masih tidak mau memberitahuku?" tanyaku sekali lagi.
Nat terkekeh. "Astaga! Aku bahkan sudah melupakan detailnya! Kurasa tidak ada yang aneh, kami hanya berbicara tentang kau dan kemampuan bermusikmu. Atau mungkin ketika kita menghabiskan waktu bersama?"
"Are you sure? Kau tidak berbicara hal buruk tentangku, kan?
"Positive! Lagipula, mengapa juga aku harus membicarakan hal yang buruk?"
Aku mencubit hidungnya karena kesal sekaligus gemas, sedangkan gadis itu hanya menjawab dengan tawa.
"Ngomong-ngomong, aku tidak tahu apakah sudah pernah membicarakan tentang ini padamu atau belum. Aku bahkan tidak pernah membicarakan hal ini pada Myra atau Ezra."
"What's that?" tanya Nat.
Aku menoleh ke arahnya. "Kau memiliki special power untuk mempengaruhi orang-orang, In a good way, obviously. Kau mengajariku bagaimana caranya untuk lebih percaya diri dan berani, kau juga meyakinkan Myra untuk lebih percaya diri mengenakan gaun yang dipilihkan Emma. Aku tidak tahu kebaikan-kebaikan apa lagi yang kau lakukan untuk orang lain ..." Aku tersenyum padanya. "But that's one of all the reasons why I like you, Nat."
Nat membalas senyumanku. "Myra tidak akan membeli gaun itu jika kau tidak berinisiatif untuk menyisihkan uangmu."
"Bukan itu intinya." Aku tersenyum hangat. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku kagum padamu."
"I know." Nat berbisik. "And I love the way you express your feeling, that's why I choose you over anyone else. Kau benar-benar sudah banyak berubah."
Aku mengelus pucuk kepalanya lembut. "Aku berubah berkat kau juga."
"Aku senang jika apa yang kulakukan bisa membuatmu menjadi lebih baik."
Aku tersenyum, kemudian mencium keningnya sebagai tanda ucapan terima kasih.
"Jadi, setelah aku berkata jujur seperti tadi, kau masih tidak mau memberitahuku apa yang kau dan Emma bicarakan?" tanyaku lagi.
Nat tertawa renyah, masih tidak mau menjawab rasa penasaranku. Pada akhirnya, aku menyerah. Setelah mesin mobil menyala, kami berkendara pulang ke rumah.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
*****
BONUS
Myraaaa😺
Aiden si Petualang
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro