Chapter 44 - Serenade for You
[Aiden POV]
Dua minggu kemudian, spring concert dan prom semakin dekat. Aku duduk di cafeteria outdoor untuk makan siang. Tiba-tiba, Emma berlari ke arah kami sambil membawa selembar flyer.
"Guys, check this out!" Emma meletakkan flyer tersebut di atas meja, kami mengerumuni kertas tersebut untuk melihat apa isinya.
Wajah Myra berubah cerah. "Astaga! Danielle's Bridal & Boutique mengadakan sale besar-besaran untuk prom? Up to 80%?"
Nat membelalakkan matanya. "Wow! Dress di sana kan semuanya mahal. Diskon 80% lumayan juga!"
Michael mengangkat salah satu alisnya. "Apa itu Danielle's Bridal?"
"Itu butik paling terkenal di Cedar Cove!" Emma merespon.
"Yeah!" Myra mengangguk dengan antusias. "Guys, kita harus pergi ke sana!"
Michael mengernyit. "Big nope, I hate shopping. Aku juga masih punya jas homecoming-ku."
Maria mencubit lengan Michael dan memelototinya. "No way, Mr. Slob! Outfit prom kita harus serasi!"
Emma membelalakkan matanya, "What?! Kalian pergi ke prom bersama-sama?"
Michael mengangguk. "Yeah, as a friend."
Caleb tertawa, seakan-akan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "But, how?"
Maria memutar bola matanya. "Kalian tidak akan mau tahu detailnya!"
Aku terkekeh. "Aku masih ingin tertawa ketika mengingat promposal mereka berdua!"
Nat menoleh ke arah Michael dan tertawa kecil. "Nampaknya semua yang ada di sini ingin pergi kesana kecuali kau, Mike!"
Michael mengernyit. "Aiden dan Caleb diam saja. Mereka juga pasti tidak mau pergi!"
Caleb menyeringai. "Sorry, aku butuh jas baru. Aku tidak ingin mengecewakan prom date-ku kelak."
Aku mengangkat bahu. "Meski aku belum mempunyai prom date, aku ingin terlihat keren saat prom dengan jas baru!"
Michael memutar bola matanya malas. "Alright, alright. Aku ikut!"
Aku mengambil selebaran tersebut dan membaca detailnya. "Diskonnya diadakan sehari setelah spring concert."
Caleb tersenyum lebar dan bertanya pada seluruh anggota band yang ada di meja. "Sooo, bagaimana latihannya? Apakah kalian gugup akan tampil di depan banyak orang?"
Myra merangkul bahu Nat. "Nah! Meskipun ini penampilan keduaku di spring concert, aku merasa sangat bersemangat! Tetapi, ini menjadi penampilan pertama bagi Nat dan Aiden!" Kemudian ia menoleh ke arahku. "Seperti biasa, lagu yang Aiden ciptakan selalu sempurna!"
Emma bersorak. "Wooohooo, beri tepuk tangan untuk virtuoso kita!"
Aku tersenyum simpul dan tersipu malu saat semuanya bertepuk tangan.
Nat merespon dengan antusias. "Kalian harus datang menonton kami tampil!"
Maria mengangguk. "Tentu saja aku akan datang, seluruh anggota prom committee juga! Kami akan menggalang dana untuk prom dengan menjual bunga mawar spesial dengan kartu ucapannya."
"That's soooo romantic!" Emma tersenyum simpul sambil menopangkan pipinya.
Myra tersenyum lebar dan terlihat sangat antusias. "Musim semi selalu menjadi musim kesukaanku! Prom, spring concert, roses, couple, love. OMG! Aku tidak pernah merasa bersemangat seperti ini seumur hidupku!"
"Sebenarnya aku penasaran. Kau senang sekali menyatukan pasangan-pasangan yang ada di sekolah, Myra. Tetapi, apa kau pernah terpikir untuk mencari pacar?" tanya Maria.
Myra menggelengkan kepala. "Nah. Aku tidak pernah terpikir untuk mencari pacar. Aku lebih suka membantu teman-temanku sebagai cupid!"
Tiba-tiba, wajah Caleb berubah muram. "Kau tahu, Brian selalu membicarakan tentangmu saat latihan softball. Apakah kau sudah terpikir untuk menolaknya?"
Myra menghembuskan napas berat. "Aku sudah menolaknya saat pertama kali ia mengirimkan pesan padaku, aku juga sudah memblokir Instagramnya. Tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja!"
Suasana menjadi hening dan serius ketika membicarakan seorang Brian Crandall. Rasanya tidak akan ada habisnya ketika membicarakan pemuda brengsek yang satu ini.
Aku berdecak kesal. "Aku melihatnya mengirimkan banyak sekali pesan padamu. Kau harus bertindak tegas, Myra!"
"Yeah! Itu sudah termasuk pelecehan!" tambah Nat.
Myra tersenyum tipis. "No, it's okay! Kalian terlalu berlebihan. Aku tidak masalah dengan itu. Kalau aku diam saja, lama-lama ia akan menyerah, kan?"
Caleb mengangguk. "I see, kalau itu maumu."
Myra berusaha tersenyum dan menunjukan wajah yang ceria. "Ayolah, jangan membicarakan tentang Brian! Kita membicarakan yang lain saja!"
Kami semua menghabiskan sisa waktu istirahat dengan berbincang-bincang mengenai prom, spring concert serta diskon yang akan diadakan seminggu lagi. Semua orang tampak bersemangat. Namun, tentu saja yang paling bersemangat di antara kami adalah Myra.
******
[Natasha POV]
Seminggu kemudian, hari di mana spring concert diadakan sudah tiba, aku dalam perjalanan menuju ke sekolah dengan menaiki bus.
Waktu menunjukan pukul lima sore, aku datang lebih awal untuk menggalang dana terlebih dahulu bersama prom committee, sedangkan Dad akan datang ke sekolah sekitar dua jam lagi saat konser akan dimulai. Aku senang sekali ketika mengetahui beliau akan datang untuk menonton konser pertamaku, kudengar orang tua Aiden juga akan datang!
Aiden tidak bisa berhenti membicarakan tentang konser hari ini. Pemuda itu selalu merasa bersemangat ketika lagu yang ciptakannya akan dinikmati oleh banyak orang. Aku mengirimkannya sebuah pesan satu jam yang lalu, namun ia belum membalasnya. Kurasa Aiden sudah sampai terlebih dahulu di sekolah.
Bus yang kunaiki hampir sampai di sekolah, tiba-tiba ponselku berdering. Aku mengambilnya dari ranselku dan menjawab panggilan telepon dari Myra.
"Nat! Where are you?" Myra terdengar panik, suara di sekitarnya terdengar gaduh.
Aku mengerutkan dahi. "Lima menit lagi aku sampai, why?"
"Aiden ..." lirih Myra, suaranya terdengar parau. "Kau harus segera ke sini! Kami semua akan pergi ke rumah sakit. Aiden mengalami kecelakaan saat berkendara menuju ke sekolah, ia ..." Myra berhenti berbicara dan terisak.
Seakan-akan ada ribuan anak panah yang menghunjam dadaku, seisi perutku bergejolak dan membuatku mual dalam sekejap. Tidak tahu harus merespon apa ketika mendengar kalimat terakhir yang gadis itu katakan.
"Nat?!" Tiba-tiba, terdengar suara Ezra dari speaker ponselku. "Please! Hurry!"
Aku terdiam, masih juga tidak merespon, tidak mampu mengeluarkan suara meskipun hanya satu patah kata saja.
"Nat!? Are you there?"
Dengan jemari yang bergetar hebat, aku menutup panggilan telepon, kemudian dan menatap kosong ke arah layar ponselku Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi di hari yang sangat spesial baginya? Spring concert sangat penting bagi Aiden, sama pentingnya bagiku!
Bagaimana aku bisa bermain solo saat mengetahui Aiden tidak akan hadir satu panggung denganku? Bagaimana perasaan Aiden ketika tidak bisa memainkan lagu yang dengan susah payah ia ciptakan sendiri? Bagaimana dengan Myra? Spring concert sangat penting baginya, juga sangat penting bagi anggota band lain. Aku termenung dan tidak bisa berhenti memikirkan seribu hal buruk lainnya.
Mencoba tenang, aku berusaha menelepon Aiden. Namun, tentu saja ia tidak menjawab teleponku.
Bulir air mata mengalir di pipiku, aku tidak tahu harus bagaimana. Hal terakhir yang bisa kupikirkan adalah menelepon Emma.
"Halo, Nat! Aku akan sampai di sekolah satu jam lagi! Tunggu aku!" Emma merespon.
Dengan cepat aku memotong. "No, bukan itu. Aiden ...."
"Aiden kenapa?"
Aku menggeleng cepat dan memutus telepon Emma. Gadis itu meneleponku berkali-kali, namun aku mengabaikannya, seakan-akan tidak ingin menceritakan padanya apa yang baru saja kudengar.
Dengan kedua tangan yang bergetar, aku mengusap kedua netraku kasar sambil berkomat-kamit.
Aiden akan baik-baik saja. Aiden akan baik-baik saja. Aiden akan baik-baik saja.
Meskipun aku mengulang kalimat tersebut hingga puluhan kali, perasaanku tak kunjung tenang.
Setelah bus berhenti di halte depan sekolah, aku berlari secepat mungkin menuju ruang musik, mencoba untuk menahan air mataku agar tidak menetes lagi.
Sesampainya di depan ruang musik, aku melihat Terrence berdiri di depan pintu. Pemuda bersurai silver itu menoleh ke arahku.
"Nat, aku tahu kau sedih, tetapi kau harus tenang!" ucapnya cepat sambil menghalangiku dari pintu ruang musik.
Aku mendorong tubuhnya kasar dan berteriak, "biarkan aku masuk!"
Terrence terhuyung, nyaris terjatuh karena doronganku. Aku memanfaatkan hal itu untuk masuk ke dalam ruang musik.
Dengan emosi yang meledak-ledak, aku membanting pintu ruang musik. Aku melihat Aiden berdiri di depanku bersama seluruh anggota band lainnya sambil membawa sebuah biola.
https://youtu.be/qQ2ftU-Jc6A
*Play this video for a better experience
Aiden mengenakan pakaian yang rapi dan formal sambil memainkan biola, ekspresi wajahnya terlihat serius seperti ketika ia bermain alat musik lainnya. Meskipun kedua tangannya terfokus memainkan biola, pandangannya tidak lepas dariku. Terkadang, pemuda itu menggerakan kepalanya untuk menyibakkan rambut panjangnya. Tangan kanannya menggesek senar biola dengan dramatis, sedangkan jemari tangan kirinya bergerak lincah di atas senar biola.
Tepat di sampingnya, aku juga melihat Myra yang sedang memainkan piano. Lagu yang mereka mainkan sangat romantis! Aku terdiam mematung dan berusaha untuk mencerna apa sebenarnya yang terjadi di sini.
Aku melirik ke arah dinding ruang musik di belakang Aiden. Sebuah banner bertuliskan [PROM?] tergantung di sana.
Setelah beberapa saat, Aiden dan Myra menyelesaikan lagu mereka. Pemuda itu membungkuk untuk memberi hormat, diikuti oleh tepukan tangan seluruh anggota band yang ada di dalam ruang musik. Atensinya tertuju padaku dengan kedua netra yang berbinar. Aiden tersenyum hangat padaku.
"Hai, Nat," ucapnya.
Tangisku pecah, aku menunduk, berusaha untuk menghapus bulir-bulir air mataku. Aiden meletakan biolanya, berlari ke depan pintu untuk memelukku.
"Nat, are you okay? I'm sorry, is it too much?" bisiknya.
Aku memeluknya dengan erat. "I have no words ..." Kemudian terisak. "I was so afraid!"
Aiden melepas pelukannya, menghapus air mataku dengan kedua ibu jarinya.
"What was that? Your new compotition?" tanyaku parau.
"Technically, no. Aku menulis lagu itu sudah lama sekali, saat--" Tiba-tiba pemuda itu berhenti berbicara dan menggelengkan kepala. "A-apa yang kubicarakan? Bukan itu intinya!"
"What?!"
Pemuda itu tersenyum lebar dan bertanya, "jadi, apa jawabanmu?"
"Jawaban apa?" lirihku.
Aiden mengambil napas panjang, kemudian menghembuskannya melalui mulut. Pemuda itu menatap kedua netraku lekat dan tersenyum.
"Natasha Winchester, will you go to prom with me?" bisiknya.
"Of course I will, silly!" jawabku dengan nada tinggi.
Senang dan kesal bercampur menjadi satu. Bisa-bisanya ia bersandiwara sebelum melakukan promposal! Dibandingkan rasa kesal, tentu saja aku lebih merasa senang berpuluh-puluh kali lipat.
Lagu yang dimainkannya masih mengalun indah, terekam sebaik-baiknya di dalam kepalaku. Is it real? Aku akan pergi ke prom bersama music prodigy di depanku, komposer terbaik di sekolah ini?
Ezra tertawa lepas. "Astaga, aku tidak menyangka Nat akan menangis seperti tadi!"
Myra menendang kakinya. "Ini kan idemu untuk membuat seolah-olah Aiden kecelakaan, kau kejam!" kemudian tertawa.
Terrence melipat tangannya di dada dan tersenyum simpul."Dang! Aku harus mencoba belajar memainkan biola. Zoe pasti menyukainya!"
Aku mengusap kedua netraku, masih merasa sedikit kesal. "Aiden, how dare you!"
Ia tertawa kecil. "Tapi kau suka, kan?"
Tidak lama kemudian, Maria dan Caleb berdiri di depan pintu, meneliti sekeliling ruang musik.
"Promposal-nya sudah selesai kan? Tolong katakan kalau kami tidak merusak momen kalian!" tanya Maria.
Aiden menoleh ke arah Maria dan tersenyum. "Tidak, kok. Kami baru saja selesai."
Aku mengernyit. "Tunggu, jadi Maria dan Caleb tahu tentang ini?"
Caleb tertawa. "Tentu saja kami tahu! Semua orang tahu kecuali kau!"
Aku melirik Aiden tajam sambil merengut, sedangkan pemuda itu menjawabnya dengan tawa.
"Kami membutuhkan Nat untuk menggalang dana. Masih banyak mawar yang belum terjual," ucap Caleb lagi.
Aku mendongak ke arah Aiden, pemuda itu tersenyum dan berbisik, "go! Aku punya kejutan lain. Tunggu lah hingga konser selesai!"
Senyumku mengembang, aku mengangguk antusias, kemudian memeluk Aiden dengan erat. "Thanks, Aiden! Aku akan kembali lagi ke sini 15 menit sebelum konser dimulai untuk mengganti pakaianku."
Setelah berpamitan dengan Aiden dan seluruh anggota band, aku berjalan keluar dari ruang musik, mengikuti Maria dan Caleb untuk kembali menggalang dana.
Tiba-tiba, ponselku berdering, Emma meneleponku.
Aku mengangkat teleponnya. "Iya?"
Emma tertawa renyah di seberang telepon. "Myra mengirimkanku pesan kalau kau menangis saat sampai di ruang musik. Maaf, Nat. Sebenarnya aku sudah tahu kalau Aiden akan melakukan promposal hari ini. Aku hanya berpura-pura panik saat kau menutup teleponku tadi."
Aku menggerutu. "Sialan kau, Aiden!"
Namun, pada akhirnya aku tidak dapat menahan diri untuk tersenyum. Kurasa promposal tadi adalah hal termanis yang pernah Aiden lakukan untukku.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
BONUS
Ekspresi Nat waktu kena prank Aiden. Mau marah tapi seneng.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro