Chapter 43 - 2 AM Thoughts [17+]
[WARNING 17+]
Bukan 17+ yang vulgar kayak di cerita nganu, tapi tetep aku mau kasih warning aja, barangkali hati kalian ga siap 😂
🔥Once again, you've been warned🔥
*****
"Are we good? Tak ada yang kau sembunyikan lagi dariku, kan?" tanya Nat serius.
Mendengarnya bertanya seserius itu, apakah aku harus berkata jujur tentang apa yang kurasakan?
Yeah, masih di kamar motel yang kami sewa setelah pulang dari New Jersey. Kami terjebak dalam perjalanan pulang karena aku nyaris menabrakkan mobilku dengan sebuah truk.
Bagaimana caranya mengatakan pada Nat bahwa suasana temaram kamar ini dan harum tropical breeze dari shampoo yang dipakainya benar-benar membuatku nyaris kehilangan akal sehat?
"Hey," lirihnya. "Aku tidak akan tahu salahku apa kalau kau tidak memberitahuku."
"It's not your fault, Nat," jawabku.
"Lalu?"
"Please don't hate me," lirihku. "Aku berpikiran aneh sejak tadi."
"Aneh bagaimana?" tanyanya.
Aku menegakkan tubuhku menghadap ke arahnya, kemudian mengusap lembut pipinya dengan ibu jariku. Pandanganku bertemu dengan kedua netra berwarna emerald miliknya yang berhasil menghipnotisku malam ini.
"Aiden?" tanyanya lagi.
"You're so gorgeous tonight, Nat. It's like my heart is going to burst. I can't stop thinking about doing this," bisikku.
Aku meraih kedua pipinya, secara perlahan bibir kami bertemu. Nat membalas ciumanku, menyisir dan membelai rambutku lembut. Semakin lama, ritmenya semakin cepat.
Dengan cepat aku mendorongnya berbaring di atas ranjang, tubuhku berada tepat di atasnya. Gadis itu tidak menolak, ia melingkarkan lengannya di sekitar tengkuk leherku dan mengelusnya. Sentuhannya membuat seluruh tubuhku merasakan sengatan-sengatan listrik kecil.
Aku meletakkan kedua tanganku di pinggangnya, menggerakan jemariku ke dalam oversize sweater-nya dan menggerayangi setiap inchi pemukaan kulitnya yang bisa kugapai.
Secara perlahan Nat menggerakan kedua telapak tangannya melewati bahuku, dadaku, hingga sampai di pinggangku. Ia meraih t-shirt yang kupakai dan melepasnya melewati kepalaku, kemudian melemparnya sembarang ke lantai.
Gadis itu meneliti dada bidangku, menggerayanginya secara perlahan dan berpindah kembali ke leherku, membuatku merasakan sesuatu yang aneh ketika jemarinya berseluncur di permukaan kulitku. Pada akhirnya ia menarikku kembali ke dalam ciumannya.
Nat mempercepat ritme ciumannya dan berusaha melepas sweater yang dikenakannya, namun dengan cepat aku menahannya. Dengan refleks, aku melepaskan ciumannya.
Nat benar-benar kehilangan akal sehatnya sebelum berhenti melakukan apa yang dilakukannya. Kurasa ini tugasku untuk menghentikannya sebelum ia bertindak semakin jauh.
"Too fast?" tanyanya.
"Yes!" jawabku spontan. "Please, don't! Kau ingin membuatku menyerangmu lebih jauh?!"
Setelah penolakan itu, ia terlihat terkejut. Astaga, aku jadi merasa bersalah!
"We can't do any farther! We're teenagers and I don't have a c--" bisikku.
"Protection? Goddamnit, don't say that word!" Nat menjawab.
"S-sorry-yeah-something like that. Kau mengerti, kan?"
Nat mengangguk. Kedua netra kami bertemu selama beberapa saat, aku melihat semburat merah di kedua pipinya.
Ia berbisik ragu."So, if I'm 19 and you're 18, do you want to--"
Aku terkejut. "Hah?!"
Nat panik, menarikku mendekat dan mengubur wajahnya di dadaku. "M-maaf, lupakan apa yang kubilang tadi!"
Jantungku berdetak semakin cepat ketika ia melakukan itu, aku yakin Nat dapat merasakannya.
Aku melepas pelukannya, mengangkat dagunya dengan ibu jariku dan tertawa kecil ketika melihat wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus. Sangat imut!
"Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau tersipu malu seperti ini," tanyaku.
"Maaf, lupakan apa yang kukatakan tadi," cicitnya.
"Jangan merasa bersalah, I want it too. But--"
"But what?"
"I think it's too early. Kita bahkan belum 18 tahun."
Nat tersenyum pahit, kemudian menunduk.
"Hey, hey, listen to me," lirihku sambil mengangkat dagunya dengan ibu jariku. "Jangan merasa ditolak, aku tidak bermaksud begitu."
"Aku sangat memalukan, kan?! Jika aku bisa, aku akan menghapus ingatanmu sekarang juga!" cicitnya.
Aku tertawa kecil. "Don't! Aku ingin malam ini terekam selamanya di memoriku!"
"Really?" tanyanya.
Aku mengangguk. "Yeah."
"You know what? You taste like a cheeseburger," bisiknya.
"Yeah, salahkan motel ini. Mereka tidak menyediakan sikat gigi dan pasta gigi untuk kita," gerutuku.
"But I don't mind," bisiknya lagi, gadis itu menyisir rambutku lembut.
Lampu tidur yang temaram merefleksikan lekukan wajahnya, membuatnya berkali-kali terlihat lebih cantik malam ini.
"You're breathtaking," bisikku.
"Come closer to me." Nat balas berbisik.
Perlahan, aku mendekat ke arahnya. Dahi kami saling bertemu, tidak ada lagi jarak yang memisahkan kami.
"I just want to feel you tonight," bisiknya lagi.
Sebelum Nat berbicara lebih jauh, aku kembali menciumnya dengan lembut. Namun lama kelamaan, ritmenya kupercepat.
"You drive me crazy," racauku sambil terus menciumnya.
"So do you," ucapnya dengan napas yang memburu.
Aku berpindah mencium pipi, rahang, kemudian lehernya, merasakan tiap inchi kulitnya yang dapat kusentuh. Nat mencengkram tengkuk leherku dengan kencang saat ritme napasnya menjadi semakin tidak beraturan.
"I've never felt like this before," bisiknya.
Aku kembali mencium bibirnya. "Me too. You make me feel so much at once."
"Stop talking, just kiss me!" titahnya.
Aku melakukan apa yang ia perintahkan. Tidak lama kemudian, Nat melepas ciumanku dan beralih mencium leherku.
Tentu saja aku terkejut, bagaimana bisa ia mendominasiku di saat-saat seperti ini?
Aku memejamkan mata dan tenggelam dalam ciumannya. Napasnya memburu cepat saat aku mencengkram pinggangnya dengan erat. Jemariku bergerak untuk menyisir rambutnya dan menari-nari di atas punggungnya.
Dang! My girlfriend is an animal!
*****
Setelah puluhan ciuman yang menguras oksigen, kami berhenti dengan sendirinya. Sambil mengatur napas, aku berbaring dalam posisi telentang, sedangkan Nat menjadikan bisepku sebagai bantal dan melingkarkan lengannya di tubuhku.
"That was amazing," bisikku.
Nat tertawa kecil. "Nampaknya adrenalin sisa-sisa konser tadi belum sepenuhnya hilang dari tubuhmu. Dari mana kau mempelajari hal seperti itu?"
"I don't know. Semuanya terjadi begitu saja!"
"You're soooo dangerous!"
"So are you! Please, jangan mandi dan keramas di depanku lagi!" Aku menghirup dalam-dalam pucuk kepalanya. "Aroma shampoo-mu membuatku gila!"
"Yeah, dan jangan tiba-tiba menjatuhkanku ke atas ranjang dan menimpa tubuhku seperti tadi! Aku juga nyaris gila juga, kau tahu?!"
"Okay, okay! That was our fault! Simpan sisanya ketika kita sudah dewasa, okay?"
Nat tertawa kecil, ia mengangguk setuju.
Selama beberapa waktu ke depan, aku menatap langit-langit kamar sambil mengelus lembut surai pirang milik gadis di pelukanku. Jam dinding menunjukan pukul setengah tiga dini hari.
"Kau tahu, Nat? Kau adalah gadis pertama yang berhasil membuatku memikirkan hal lain selain musik. Kau membuatku lebih percaya diri untuk mencoba melakukan hal yang tidak pernah bisa kulakukan," ucapku.
Aku menghela napas. "Maksudku, kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Aku bahkan tidak berani untuk berbicara denganmu. Bagaimana jika aku salah tingkah dan kau menganggapku aneh? Kau ingat ketika aku menjalani hukuman skorsing? Aku menjadi lebih berani untuk membela harga diriku, orang tuaku tetap mengizinkanku untuk bergabung di band karena aku berani mengungkapkan perasaanku. Musik adalah hidupku, aku meminta mereka untuk membiarkanku melakukan apa yang kusukai.
"Kau ingat ketika pertandingan basket melawan Hearst High? Meskipun aku harus keluar dari gym, aku berani untuk mempertahankan harga diriku di depan Ashley. Dan berkat aku, seluruh murid di sekolah bersatu untuk menggulingkan Faris bersaudara. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa hidupku jika aku tidak pernah mengenalmu.
"You're the best thing that ever happened to me, Nat. You broke my heart when you gave me silent treatment a few weeks ago. I knew that's all my fault and I deserved that. But I just want you to know, I was afraid of losing you. But I glad you're here with me now, in my arm.
"Okay, semua itu mungkin akan terdengar cheesy di telingamu, tapi ini lah yang kurasakan."
Pada akhirnya aku berhenti berbicara dan menoleh ke arahnya.
"Nat. I lo--"
Aku menghentikan perkataanku. Nat tak bergeming, kedua netranya terpejam.
"Nat?" Aku mencolek pipinya.
Gadis itu tidak merespon perkataanku, kurasa ia benar-benar tertidur. Jantungku kembali berdetak dengan cepat saat melihat wajah cantiknya yang sedang tertidur di pelukanku.
"Jadi, kau tidak mendengarku sejak tadi?"
Perasaan kecewa dan lega bercampur menjadi satu. Kecewa karena ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya kurasakan terhadapnya, namun aku juga merasa sedikit lega seandainya apa yang kukatakan tadi terdengar konyol di telinganya, Nat tidak tahu akan hal itu.
Setidaknya aku sudah mengungkapkan apa yang kurasakan, kan?
Aku tersenyum lebar dan mencium pucuk kepalanya. "Good night, sweetheart."
*****
Aku membuka kedua netraku saat mentari bersinar menembus tirai jendela, nyaris terkejut karena baru menyadari bahwa aku tertidur sepanjang malam dengan bertelanjang dada. Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, aku menguap dan mengusap kedua mataku.
Rasanya aneh, ketika kau membuka matamu, seseorang yang kau sayangi tertidur tepat di sampingmu. Hal yang lebih aneh lagi, kau tahu kalau semua ini bukanlah mimpi. Melihatnya tertidur di pelukanku membuat hormon serotoninku kembali terisi penuh.
Nat masih tertidur, aku mencium keningnya dengan senyuman yang merekah.
"Good morning, Nat," bisikku.
Gadis itu membuka kedua netranya secara perlahan, kemudian membalas senyumanku.
"Morning, Aiden." Gadis itu memelukku dengan erat. "You know, when I open my eyes, you're the best thing I've ever saw."
Aku menyeringai. "Aku harap kita tidak perlu pulang ke Cedar Cove. But we're too young and broke."
"Aku suka mendengarmu mengucapkan 'good morning' secara langsung padaku, bukan melalui telepon atau chat." Gadis itu menatap kedua netraku lekat sambil memainkan jemarinya di atas dadaku, kemudian berbisik, "and I love seeing you half naked."
"And I love seeing your messy hair in the morning." Aku balas berbisik, "with that oversize sweater."
"Let's grow up fast and do this thing every morning," ujarnya.
"Baiklah, Nona Tidak Sabaran." Aku tersenyum dan mencubit hidungnya gemas. "Can I kiss you one more time before we have to go home?"
Nat tersenyum, surai pirangnya berkilau saat mentari pagi menyinarinya. Secara perlahan gadis itu mendekat ke arahku dan naik ke atas pangkuanku, menciumku sekali lagi.
Aku memejamkan mata dan membalas ciumannya, mengelus kedua pipinya dengan lembut. Ketika mengetahui harus berpisah dengannya saat pulang ke rumah, ciuman kami terasa sangat singkat.
Aku benar-benar berharap kami tidak perlu kembali ke Cedar Cove.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
*****
BONUS
"You know, when I open my eyes, you're the best thing I've ever saw." - Natasha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro