Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 42 - 1 AM Thoughts

Aku dan Nat melanjutkan perjalanan pulang ke Cedar Cove setelah membeli makanan di restoran fast food. Gadis itu tidak banyak berbicara di dalam mobil, kurasa ia kelelahan karena terlalu banyak bergerak di dalam stadium.

Jam di dashboard mobilku menunjukan tepat pukul satu dini hari.

Kedua netraku terasa sangat berat, beberapa kali aku terkantuk-kantuk saat sedang mengemudi. Rasanya seperti setengah melayang di alam mimpi, kurasa tidak hanya Nat saja yang kelelahan setelah konser itu.

"Aiden, awas!" Nat berteriak.

Tiba-tiba energiku terisi penuh, membuatku membuka lebar-lebar kedua netraku yang sedari tadi nyaris terpejam. Aku membanting kemudi ke kiri setelah melihat lampu sorot sebuah truk tepat di depan kami. Suara klakson yang memekikkan telinga membuyarkanku dari kantuk. Cheeseburger yang kubeli di drive-thru terjatuh dari atas dashboard.

Setelah nyaris meregang nyawa, aku memutuskan untuk parkir di tepi jalan.

"You almost kill us!" bentak Nat.

"I'm sorry! I'm sorry!" aku mengusap-usap wajahku kasar.

"Kau kelelahan dan belum menyentuh cheeseburger-mu sama sekali!" ucapnya.

Aku mengambil cheeseburger-ku yang terjatuh dari atas dashboard. "I'm sorry, aku akan memakannya sekarang."

"No! Kau tetap harus tidur!" titahnya. "I mean, look at you! Kau bisa benar-benar membunuh kita kalau tetap bersikeras melanjutkan perjalanan!"

"Where? Here?!" pekikku. "Leherku akan pegal-pegal!"

"Apakah kita punya opsi lain?" tanyanya.

"Di mana pun, asal jangan di sini!"

Nat terdiam, gadis itu menoleh ke sebelah kirinya, sebuah tempat di tepi jalan dengan papan tanda berwarna-warni.

"Are you thinking what I'm thinking?" tanya gadis itu.

Aku mengikuti arah pandangannya, kemudian meneguk saliva dengan gugup.

"Are you kidding me, Nat?!" protesku.

*****

Yeah, di sini lah kami, sebuah motel di tepi jalan.

Nat membuka pintu kamar yang kami pesan dan menyalakan saklar lampu, kemudian melihat-lihat ke sekeliling ruangan.

"Not bad, berhubung ini kamar termurah yang bisa kita sewa," ujarnya.

Sungguh, aku tidak peduli dengan kemewahan kamar ini. Hal yang kupermasalahkan, tipe ranjang di kamar termurah yang siap disewa malam ini hanya tinggal double bed. Itu artinya, aku dan Nat akan tidur dalam satu ranjang!

Bad idea, bad idea!

Mendengarnya saja sudah membuatku pusing, kupu-kupu di perutku tidak henti-hentinya menggelitik dinding lambungku, membuatku ingin muntah. Rasanya persis ketika sedang presentasi di depan kelas seorang diri dan menyaksikan semua pasang mata tertuju ke arahmu.

Well, well. Introverts problem.

"So ..." Aku memecah keheningan. "Double bed, huh?"

"Yeah, ini satu-satunya kamar termurah yang tersedia," jawab gadis itu.

Aku melirik gadis di sampingku dengan perlahan. Tiba-tiba, Nat menangkap pandanganku. Dengan cepat aku mengalihkan atensiku ke arah lain, begitu pula dengannya. Semburat merah muncul di kedua pipinya.

Gadis itu masih terdiam mematung ketika aku masuk ke dalam ruangan untuk menghindarinya. Langsung saja aku duduk di tepi ranjang dan berpura-pura sibuk memakan cheeseburger yang sedang kugenggam.

Sedangkan Nat, gadis itu memutuskan untuk berjalan-jalan keliling ruangan, meneliti semua furnitur yang ada di sini dan melihat isi kamar mandinya.

"Wow, ada bathtub dan air hangat di sini!" seru gadis itu. "Ada shampoo dan sabun juga!"

Aku berpura-pura tidak mendengar teriakannya dan masih berpura-pura sibuk memakan cheeseburger-ku.

"Aiden." Nat mengintip dari pintu kamar mandi.

Aku menoleh ke arahnya dengan gugup. "Y-yeah?"

"Aku mau mandi. Is it okay? Kau boleh tidur duluan kalau kau mau," ujarnya.

"I'm fine, really. Mandi lah selama yang kau mau," celetukku.

Gadis itu mengernyit, kemudian menutup pintu kamar mandi. Aku nyaris gila ketika mendengar suara kran air yang menyala dari dalam sana. Apakah Nat sudah berada di dalam bathtub? Totally naked?

"Oh God, oh God, oh God!" gumamku panik. Aku meringkuk di atas ranjang sambil mengacak-acak rambutku kasar.

Naluriku sebagai remaja laki-laki muncul. Itu wajar, kan? Maksudku, bagaimana jika aku tidak bisa menahan diri? Mengapa Nat bisa bersikap sesantai itu ketika kami akan tidur dalam satu ranjang?!

Meskipun mencoba untuk tetap tenang, tubuhku tidak mau bertingkah sesuai yang kuinginkan. Semakin ditahan, jantungku malah berdetak lebih cepat dibandingkan biasanya. Ketika aku bercermin, semburat merah di pipiku tidak kunjung hilang.

Bagaimana jika Nat tahu isi pikiranku? Sungguh memalukan!

Tidak lama kemudian, suara kran air di kamar mandi padam, Nat membuka pintu, membuatku menoleh ke arahnya dengan refleks.

Gadis itu memakai oversize sweater berwarna putih dengan hot pants berbahan jeans, dilengkapi dengan handuk yang terlilit di atas kepalanya. Wajahnya tampak lebih segar setelah mandi, semburat merah di pipinya muncul karena suhu di malam hari yang cukup dingin.

Ketika menonton BMTH, Nat hanya mengenakan sabrina top dan hot pants, meninggalkan oversize sweater-nya di dalam mobil. Karena pakaian itu sudah dibanjiri keringat, gadis itu melepasnya, beralih mengenakan sweater.

Ajaibnya, gadis itu justru terlihat lebih manis ketika berpakaian tertutup!

Nat berjalan ke arahku sambil mengendus sweater yang dikenakannya.

"Kuharap shampoo dan sabun motel ini bisa meredam bau keringatku," gerutunya. Nat menoleh ke arahku. "Kau mau mandi?"

"Yeah!" ucapku cepat.

Aku beranjak dari ranjang, meninggalkan cheeseburger-ku di sana dan berjalan cepat menuju kamar mandi.

"Aiden, wait!" seru gadis itu.

Dengan cepat aku menoleh ke belakang. "Yeah?"

Nat melepas handuk di kepalanya, menampilkan surai pirangnya yang sudah setengah mengering, kemudian menyisirnya dengan tangan. Dari sini, aku dapat mencium harum semerbak tropical breeze dari shampoo yang dikenakannya. Setelah menyisir rambutnya dengan jari, gadis itu menyibakkannya ke belakang, tanpa sadar mengekspos leher jenjangnya.

Seseorang, bunuh aku sekarang juga!

Nat menyerahkan handuk yang ia kenakan padaku. "Handuknya hanya satu."

"Oh." Aku meraih handuk yang diberikannya. "Okay."

Gadis itu mendekat ke arahku, kemudian meletakkan telapak tangannya di dahiku.

"W-what are you doin'?" tanyaku gugup.

"Wajahmu merah, matamu sayu. Apakah kau sakit?" tanyanya. "Hmm, I think not. Suhu tubuhmu normal. Sebaiknya kau segera mandi. Habiskan cheeseburger-mu dan tidur."

"Yeah, yeah, well noted!" Aku menepis tangannya dan menjauh darinya, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi secepat yang kubisa.

Aku bersandar membelakangi pintu kamar mandi sambil mengusap wajahku kasar.

"Relax, Aiden, relax!" gumamku. "You will be okay, you will be okay."

Aku menyalakan kran air sambil melucuti seluruh pakaianku dan menggantungnya di pintu. Setelah setengah terisi, aku melangkahkan kaki kananku untuk masuk ke dalam bathtub, merasakan sensasi air hangat yang membuat pikiranku menjadi rileks. Sesaat kemudian, tubuhku sudah terendam di dalam sana.

Dengan posisi kaki yang tertekuk, aku menyandarkan daguku ke lutut, kemudian menghembuskan napas berat. Rasanya ingin berlama-lama saja di sini hingga Nat tertidur sehingga aku tidak perlu khawatir akan berbuat lebih jauh.

Berada dalam satu ruangan tertutup bersamanya mambuatku gila. Kami berada jauh dari Cedar Cove, apapun bisa terjadi malam ini, kan?

Kilasan memori terlintas di otakku, surai pirang Nat yang setengah basah, rona merah muda di pipinya, leher jenjangnya, lekukan bahunya, bibir ranumnya ... Dengan refleks aku menampar pipiku sendiri dan membuyarkanku dari lamunan sinting ini.

"Berhenti berpikiran kotor!" Aku merutuki diriku sendiri.

*****

Setelah berendam cukup lama, aku memberanikan diri untuk keluar kamar mandi. Entah sudah berapa lama aku di sana. Mungkin setengah jam?

Gadis cantik itu sudah tertidur pulas menghadap area kosong di ranjang, tempat di mana aku akan tidur nanti. Hanya dua lampu tidur yang menemaninya di sana. Sejujurnya, aku jadi sedikit merasa bersalah karena sudah mengabaikannya sepanjang malam.

Setelah menjemur handuk yang kukenakan, aku naik ke atas ranjang, menarik selimut dan berbaring menghadap ke arahnya.

Ketika terpejam, baru kusadari bahwa bulu matanya cukup lentik dan panjang. Kukira semua itu hanya tipuan mascara, ternyata tidak. Sebagian dari surai pirangnya menutupi wajah. Senyumku mengembang ketika mengelus lembut pipinya dan menyibakkan rambutnya ke belakang telinga.

Tiba-tiba, gadis itu membuka matanya perlahan, membuatku agak terkejut.

"Kau mandi lama sekali, aku sampai bosan menunggumu," lirihnya.

"Sorry," ucapku panik.

"Why? What happened?" tanya Nat. "Kau menghindariku sepanjang malam ini."

Aku meneguk salivaku, tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaannya.

"Do you hate me?" tanyanya lagi, gadis itu duduk tegak. "Karena aku memarahimu saat kau hampir menabrak truk?"

"Of course not!" ucapku, dengan cepat aku menyibakkan selimut yang kukenakan dan duduk tegak sepertinya.

Gadis itu meraih tanganku dan mengelusnya dengan lembut. "Atau karena aku memaksamu menonton BMTH hingga kau kelelahan?"

"No! I like that, really!" ucapku cepat. "Menonton konser band metal adalah pengalaman paling epik dalam hidupku! Aku juga senang karena kau ada bersamaku di sana."

Nat menghembuskan napas lega. "Me too! Setelah rumor bodoh itu, aku senang sekali akhirnya dapat mengekspresikan diriku dengan bebas tanpa peduli seseorang akan menilaiku buruk atau tidak!"

"I know, right! Hormon adrenalinku mengalir deras, membuatku gila! Seakan-akan aku dapat dengan bebas menjadi diriku sendiri!" seruku bersemangat.

Nat tertawa kecil. "Senang melihatmu banyak berbicara seperti sedia kala!"

Melihatnya tertawa, perlahan senyumku mengembang

"Are we good? Tak ada yang kau sembunyikan lagi dariku, kan?" tanya Nat serius.

Mendengarnya bertanya seserius itu, apakah aku harus berkata jujur tentang apa yang kurasakan?

"Hey," lirihnya. "Aku tidak akan tahu salahku apa kalau kau tidak memberitahuku."

"It's not your fault, Nat," jawabku.

"Lalu?"

"Please don't hate me," lirihku. "Aku berpikiran aneh sejak tadi."

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

*****

Hayoloh, Aiden🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro