Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 33 - Threat

Di malam yang menusuk tulang belulang, aku berkeliling menelusuri rumah Mitchell bersaudara untuk mencari Nat. Sudah hampir setengah jam, namun gadis yang kucari tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Kutanya semua orang yang ada di sini, namun tak ada satupun yang berbicara dengannya setelah ia menghilang.

Aku berjalan jauh, jauh sekali menelusuri halaman belakang rumah Mitchell bersaudara, hingga sampai di ujung pantai pribadi milik mereka. Ketika berjalan di atas pasir, aku melihat banyak pasang jejak langkah kaki. Ketika kuikuti jejaknya, kulihat siluet seseorang dari kejauhan.

Seseorang duduk di tepi pantai sambil menekuk kakinya, melepas sepatunya dan membiarkan ombak menyapu kakinya, pandangannya tertuju jauh ke seberang lautan.

Setelah mendekatinya, ternyata ia seseorang yang kucari.

"I'm worried about you!" ucapku.

Gadis itu menoleh ke arahku, tatapannya kosong.

"Promise me that you'll never do this again!" ucapku lagi.

Nat tidak menjawab, gadis itu kembali mengalihkan pandangannya ke seberang lautan.

Melihat rona keruh di wajahnya, aku memutuskan untuk duduk di sampingnya, melepaskan sepatuku dan membiarkan ombak menyapu kakiku.

Setelah keheningan yang panjang, aku menoleh ke arahnya. "Aku tidak akan tahu masalahmu jika kau tidak mau berbicara padaku."

"Don't worry about me," lirih gadis itu.

"Kau tidak akan menyendiri seperti ini kalau itu bukan masalah besar!" Aku menoleh ke arahnya. "I'm not a psychic. Just tell me!"

"Nevermind. Aku hanya kesal pada Kara dan Max," jawabnya.

"Anything else?" tanyaku.

Ia terdiam selama beberapa saat. "Dan Cameron ...."

Aku mengusap wajahku dengan kasar. "Apakah ini karena perkara solo saxophone itu?"

Nat terdiam selama beberapa saat sebelum menjawab. "Yes."

Aku meraih tangannya, menggenggam dan mengelusnya dengan lembut.

"I believe in you," lirihku. "Jika aku mau, aku bisa meloloskanmu. But I can't do that. Hearst High will be so mad at us."

Gadis itu menunduk. "It's okay. Biarkan aku mendapatkan posisi itu dengan usahaku sendiri."

Aku menghembuskan napas berat, kemudian menarik gadis cantik itu ke dalam pelukanku. Nat melunak, ia membiarkan tubuhnya bersandar padaku.

"I was terrified, okay?" lirihku. "Please, if you have something on your mind, just tell me. Jangan pergi sendirian seperti ini lagi!"

"Sometimes I just need a little time to be alone. Party dan semua manusia itu lumayan menggangguku," jawabnya.

Aku tertawa kecil. "Who are you? Aiden Zhou?"

Pada akhirnya, gadis itu tersenyum. "Tidak selamanya aku suka dikelilingi banyak orang, kau tahu?"

Kami diliputi keheningan selama beberapa saat.

"I don't wanna lose you," lirihnya. "Just promise me that you will never leave me."

"Of course. Mengapa juga aku harus pergi meninggalkanmu?" ucapku santai. "Kau yang pergi meninggalkanku!"

Nat tertawa. "I'm sorry, okay? I lost my mind for a bit."

Aku memeluknya semakin erat, kedua pipi kami saling bersentuhan. "I forgive you."

Pantai pribadi Mitchell bersaudara di malam ini sangat indah. Suara deburan ombak dan kicauan burung berubah terdengar seperti melodi yang indah di telingaku. Tanpa sadar, aku bersenandung.

"Lemme guess, kau mendengar musik yang tidak bisa kudengar di telingaku?" tanya Nat.

Aku tersenyum dan menunduk. "Yeah. Kau tahu kan, kalau jiwa musisi dalam diriku tidak pernah tertidur?" Aku melepas pelukanku dan menoleh ke arahnya.

"Terkadang aku iri pada talentamu, kau tahu?"

"Aku begini karena kau juga." Aku tersenyum. "Thanks to you, you're my muse."

Gadis itu menatap kedua netraku dalam, kemudian tersenyum dan berbisik, "I don't deserve someone as sweet as you."

Aku tertawa kecil. "Are you kidding me? I don't deserve you! Bayangkan, murid paling cantik di Berry High tiba-tiba menjadi pacarku!"

"Neither I am. Aku selalu terbangun di pagi hari dengan voice note darimu! Entah itu permainan piano atau biolamu. Kau tahu? Hal kecil seperti itu bisa membuatku tersenyum seharian!" Gadis itu tersenyum, kemudian bersandar di bahuku. "I think we made for each other." 

"Apakah kau sadar betapa beruntungnya kita berdua?" tanyaku.

Nat mengangguk. "Yeah."

Mendengar ucapannya, senyumku mengembang. Aku menoleh ke arahnya dan menatap kedua netra emerald miliknya dalam-dalam.

"Tell me. Inspirasi apa yang bisa kau dapatkan dari suara percikan air?" tanya gadis itu.

"Um, what?"

Tiba-tiba, percikan air mengenai wajahku, membasahi wajah dan kemejaku.

"Nat!" protesku.

Nat melepas tawanya. "C'mon, Aiden, kau harus bisa menjawabnya!"

"Aku terinspirasi untuk melakukan ini!"

Aku membasahi tanganku dengan air laut dan memerciki air ke arahnya. Sebelum percikan air tersebut mengenainya, gadis itu sudah berdiri dan berlari untuk menghindariku.

"Not fair, Nat!" Aku beranjak untuk mengejarnya.

Kami tertawa dan berlari searah garis pantai, merasakan ombak yang menyapu kaki kami dan butiran-butiran pasir pantai yang lembut.

Di bawah sinar bulan, kami melepaskan beban terberat yang ada di pikiran masing-masing, mencoba untuk menikmati momen ini sebaik-baiknya. Pantai ini seolah-olah milik kami berdua sekarang, aku tidak memperdulikan apapun dan hanya terfokus padanya.

Surai pirangnya berkibar saat ia menoleh ke arahku, kedua irisnya merefleksikan cahaya bulan, membuatku merasa beruntung mempunyai gadis secantik dirinya dalam genggamanku.

Aku hampir berhasil mengejarnya, namun tanpa sengaja tersandung sesuatu yang keras dan membuatku kehilangan keseimbangan. Kami berdua terjatuh di atas pasir. Nat meringis kesakitan ketika tubuhku menimpa dirinya.

Dengan cepat aku menopangkan tubuhku dengan kedua lengan agar ia bisa bernapas. "Oops, are you okay?"

Nat membalik tubuhnya, kini tubuhnya dalam posisi terlentang. Alih-alih menjawab, gadis itu menyisir rambutku. "Rambutmu dipenuhi pasir."

"Itu tidak menjawab pertanyaanku!" Kemudian aku tertawa kecil. "Pipimu juga dipenuhi pasir."

"Benarkah?" Ia mengusap-usap pipinya.

Senyuman menghiasi wajahnya ketika aku mengelus lembut pipinya untuk membantunya menyingkirkan pasir yang ada di sana. Kedua netra kami saling bertemu untuk waktu yang lama.

Aku memejamkan mataku dan mendekatkan bibirku padanya, memberikannya sebuah ciuman.

Nat mengelus kedua pipiku, aku merasakan napas miliknya seirama denganku. Kini, harum shampoo-nya lagi dapat kurasakan lagi, aku menghela napas dalam-dalam untuk menikmati aroma yang paling kusukai. Secara perlahan, gadis itu menyisir rambutku.

Setelah beberapa ciuman, aku melepasnya, menyandarkan keningku di keningnya. Hidung kami saling bersentuhan, tidak ada lagi jarak diantara kami.

"You're breathtaking," bisikku.

"So are you." Kemudian gadis itu mengecup bibirku dengan cepat."Happy now?"

"Tentu saja aku senang--"

Nat memotong perkataanku. "Bukan, maksudku, akhirnya kita dapat menyelesaikan apa yang kau lakukan padaku beberapa minggu yang lalu. 'Fantastic Beast' di rumahku, kau ingat?"

Dengan cepat aku menarik tubuhku menjauh darinya. "Ah, itu--"

Nat tertawa. "Pipimu memerah!"

Aku mencubit pipinya. "Kau bohong! Di sini gelap, mana bisa kau melihat apakah aku blushing atau tidak!"

Nat tersenyum dan memutar bola matanya. "Maybeee, tetapi aku selalu tahu kapan kau blushing dan tidak!"

Aku tertawa kecil dan menegakkan tubuhku, kemudian membantu Nat untuk bangun.

Di bawah sinar bulan, kami duduk di atas pasir sambil bertekuk kaki, gadis di sampingku kembali bersandar di bahuku. Atensi kami tertuju pada batas horizon lautan nun jauh di sana. Sebuah keheningan yang panjang, namun menenangkan.

Kuharap kami tidak perlu kembali ke rumah Mitchell bersaudara dan tetap berada di sini sepanjang malam.

******

Kami kembali ke rumah Mitchell bersaudara dan melihat semua orang berkumpul di ruang keluarga. Aku dan Nat bertukar pandangan, kami memutuskan untuk menghampiri Ezra yang berdiri di ruang keluarga dan sedang berbicara dengan menggunakan mic. Pemuda itu dikerumuni oleh banyak orang.

"Thank you, thank you, Berry dan Hearst sudah datang ke pesta Mitchell bersaudara. You guys rock!" Kerumunan di sekeliling Ezra bersorak sebelum pemuda itu berbicara kembali. "Ada satu hal penting yang harus dibicarakan sebelum pesta ini berakhir."

"Just tell them, bro!" ucap Caleb. 

"Okay, okay." Ezra melirik ke arah Nat di antara kerumunan. "Natasha Winchester, majulah!"

"What? Me?" Gadis itu mengernyit.

"Yeah, you! Hanya kau Natasha Winchester yang ada di sini!" jawab Ezra.

Nat mendongakkan wajahnya ke arahku, aku membalasnya dengan sebuah anggukan.

"Go!" bisikku.

Nat berjalan menghampiri dua bersaudara Mitchell, kemudian berdiri di sebelah mereka.

"Aku, king prom Berry High dua tahun yang lalu, mencalonkan Nat sebagai nominator!" Ezra berseru, ia meraih tangan Nat dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

Kerumunan di sekitar kami bertepuk tangan dan bersorak setelah mendengarkan pengumuman itu, begitu pula denganku.

"Excuse me!"

Kerumunan di sekitar kami berhenti melakukan apa yang mereka lakukan ketika mendengar seseorang berteriak, seketika suasana menjadi senyap. Aku melihat Kara dan Max berjalan ke depan dengan cepat, tidak peduli sudah berapa orang yang ditabraknya.

Gadis itu merebut mic yang ada di tangan Ezra. "Hearst, ingatlah kesetiaan kalian hanya untuk kami!" Kemudian melirik Nat dengan tajam. "Itulah mengapa kalian harus memberikan vote kalian untuk aku dan Max!"

Terdengar tepukan tangan dan sorakan dari kerumunan murid Hearst High.

Nat tertawa meremehkan. "Seriously? Setelah menyogok, kau juga mengancam orang-orang untuk memilihmu? News flash! Kalian bersekolah di Berry High sekarang!"

"Who cares? Hearst belongs to Hearst, not Berry," ucap gadis itu sinis.

"This party sucks, actually," cibir Max.

"Nobody invites you, Mr. High and Mighty!" desis Caleb.

"Fine. Hearst, let's get outta here!" Max mengembalikan mic tersebut pada Ezra, kemudian berjalan menuju ke luar rumah. Hampir seluruh murid Hearst mengikuti pemuda itu.

Jade melangkah maju untuk mengikuti Max, namun Caleb meraih pergelangan tangannya, wajahnya berubah muram. "Kau juga mau pergi?"

Gadis itu menghembuskan napas berat. "Maaf, tetapi aku tidak mau buat masalah dengan Max. Aku masih harus berlatih softball bersamanya senin depan, remember?"

Caleb mengangguk lemah dan melepas cengkramannya. Pemuda itu menatap kepergian Jade dengan sendu.

Setelah semua murid Hearst pergi, Kara berjalan menghampiri Maria yang sedang duduk di salah satu sofa.

"What do you want?" tanya Maria pasrah.

"Sampai jumpa hari senin saat rapat prom committee!" Gadis itu menyeringai.

"What? Kau mendaftarkan diri menjadi anggota?!" Maria terkejut.

"Zoe and I, actually. Ini prom antar kedua sekolah. Tidak adil jika hanya murid Berry yang mengatur jalannya acara, kan?"

"Who do you think you are, Kara?! Kau hanya tamu di sekolah ini!" desis Maria.

"Katakan itu pada Principal Hughs dan Principal Warren, darling. Mereka yang memintaku untuk membantumu." Kara menyeringai, ia menyibakkan rambutnya ke belakang, kemudian membalikkan tubuhnya dan pergi menjauh. "Bye!"

Terdengar suara pintu yang dibanting ketika Kara keluar dari rumah Mitchell bersaudara. Suasana menjadi hening setelah kepergian seluruh murid Hearst.

"I can't believe this! Dad meminta gadis sepertinya untuk mengatur jalannya prom?!" gerutu Mia. "Max pasti berkata sesuatu pada Dad!"

Ya, Principal Warren adalah kepala sekolah Hearst High sekaligus ayahnya Mia.

Maria menghembuskan napas berat, gadis itu menyibakkan rambutnya ke belakang, wajahnya terlihat frustasi. "Astaga, aku akan berkerja sama dengan Kara sebagai prom committee?"

Mia menekuk wajahnya. "Well, you have to."

Nat berjongkok lalu, memeluk gadis yang terlihat frustasi itu. "You have me. Aku akan menemanimu di prom committee, jangan khawatir."

Caleb mendekati Nat dan Maria, terdapat kekesalan dari raut wajahnya. "Aku juga akan ikut serta sebagai prom committee! Kara dan Max sudah menghancurkan pestaku. Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan prom!"

"Oh my God." Maria tersenyum, kemudian memeluk Nat dan Caleb bersamaan. "I'm so lucky to have you guys by my side."

Melihat apa yang baru saja dilakukan Max dan Kara, aku mengerti mengapa Nat ingin sekali menghajar mereka berdua.

******

Beberapa hari kemudian, saat istirahat makan siang, aku dan Nat berjalan menuju koridor sekolah.

"Aku harus mengambil copy dari draft lagu yang kau buat di lokerku." Nat menoleh ke arahku.

Aku mengangguk. "Baiklah, ayo! Kebetulan letak lokermu searah dengan kelasku."

Kami sampai di depan loker milik Nat. Gadis itu menekan passcode dan membuka pintu lokernya. Tiba-tiba, sebuah kertas yang dilipat menjadi empat bagian terjatuh dari dalam.

Nat membungkuk untuk mengambil kertas tersebut, kemudian menoleh ke arahku dan tersenyum lebar. "Aw, Aiden, you're sweet!"

Aku mengangkat salah satu alisku. "Hah?"

"Kau mengirimkanku pesan setiap jam ketika aku berada di kelas dan kini kau memberiku surat juga?"

"What? This paper?" Aku menujuk kertas yang dipegangnya, kemudian menggeleng. "Itu bukan kertas dariku."

"C'mon! Admit it!" Nat menyikut lenganku.

Aku mengernyit. "Hei, jangan-jangan itu surat dari penggemar rahasiamu!"

"What?!"

"Jika itu benar, aku akan cari orangnya sampai dapat!" tegasku. "Ayo buka kertasnya!"

Gadis di sampingku membuka lipatan kertas tersebut, kemudian terdiam mematung ketika melihat isinya.

"Apa?! Apa isinya?!" Aku mengintip untuk melihat isi surat tersebut, lalu terkejut ketika membacanya.

Surat tersebut berisi kumpulan huruf yang digunting dari majalah, kemudian dirangkai menjadi sebuah kalimat.

[mEnYeRaH SaJa! KAu tiDaK aKaN BiSa mEnJaDi PrOm quEEn!]

"Ew, who did this?" Aku mengerutkan hidung.

"Kara. Siapa lagi?! She's going too far!" Nat meremas kertas tersebut, kemudian berjalan dengan cepat menelusuri koridor, meninggalkanku di belakang.

"Hei! Nat!" Aku berlari untuk mengejarnya.

Gadis itu berjalan cepat menuju cafeteria dan berhenti di meja tempat Max, Kara dan Zoe duduk.

"Explain this!" Nat melemparkan bola kertas tersebut ke arah Kara.

Kara mengerutkan dahi dan membuka gulungan kertas tersebut. "Explain what? Apa ini?"

"Don't play dumb, Kara!"

Kara membaca isi kertas tersebut dan tertawa sinis. "Kau menuduhku membuat ini?"

Nat meninggikan suaranya. "Lalu siapa lagi?!"

"Kau menghancurkan harga diriku. Aku tidak mungkin berbuat sesuatu yang tidak berkelas seperti ini!" jawab Kara, masih tertawa.

"Lalu, siapa lagi yang berambisi untuk menyingkirkan seluruh kompetitornya selain kau?" desis Nat.

Kara melemparkan kembali kertas tersebut ke arah Nat. "Tuduhanmu tidak valid. Kembalilah padaku kalau kau punya cukup bukti."

"Yeah! Who do you think you are? Berjalan menghampiri kami dan dengan seenaknya menuduh orang?!" Max menyeringai.

Zoe tersenyum sinis. "You hear that, Winchester? Get lost!"

Nat mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras, terlihat jelas dari ekspresinya bahwa gadis itu sedang dikuasai oleh amarah. Ia dan Kara saling melemparkan tatapan membunuh satu sama lain.

Dengan cepat aku meraih bahunya, menariknya untuk mundur dan berbisik. "Nat, sudah. Semua orang melihat."

Nat menoleh ke sekeliling cafeteria, menyadari bahwa beberapa murid menatapnya dan saling berbisik. Ia menghembuskan napas berat, kemudian berbalik arah dan berjalan cepat keluar dari cafeteria.

"Nat, wait!" seruku.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya gadis itu berhenti di tengah koridor dan kembali terfokus padaku.

"Maaf, Aiden," lirihnya.

Aku tersenyum tipis. "It's okay. Aku mengerti kalau kau merasa sangat marah."

Nat memejamkan mata, kemudian menghela napas dalam dalam, lalu menghembuskannya.

"Better?" tanyaku.

Gadis itu mengangguk. "Much better."

"Ayo kembali ke kelas!" Aku mengulurkan tanganku padanya.

Nat meraih uluran tanganku dan mengangguk. Kami berjalan untuk kembali ke kelas masing-masing.

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

******

BONUS: Duo rusuh

Kara Sinclair

Zoe Leon

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro