Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 29 - Nemesis

Musim semi telah tiba, quarter baru pun dimulai. Aku duduk di cafeteria bersama Maria, Michael, Caleb dan Myra untuk makan siang.

Emma berjalan menghampiri kami dan duduk di sebelah Myra, diikuti oleh Nat di belakangnya. Gadis itu menghampiriku dan mencium pipiku cepat.

"Hi, handsome!" Ia berbisik di telingaku, lalu mengambil tempat duduk di sampingku.

Aku terkejut dan merasakan seluruh darah di tubuhku mengalir ke kedua pipiku.

Myra tertawa kecil, kemudian ia menopangkan dagunya. "Ah, kalian manis sekali." Namun, tak lama kemudian, wajahnya berubah muram. "Bagaimana kalian bisa sesantai ini setelah mengetahui murid Hearst High akan bersekolah bersama kita?"

"Itu karena mereka baru jadian, Myra." Ucap Maria sambil menggigit burrito.

"Poor Mia. Kara adalah kapten cheerleader Hearst High. Itu artinya ia akan berlatih bersama kami." Emma menghembuskan napas berat. "Gadis itu pindah sekolah ke Berry High untuk menghindari Kara, namun kini mereka malah bertemu lagi."

"What happened?" tanya Maria.

"Mia korban bullying. Hidupnya seperti neraka ketika ia bergabung bersama cheerleader Hearst High dengan Kara sebagai kaptennya," ucap Michael.

Caleb mengerutkan dahi. "Kurasa tidak ada yang sesial diriku quarter ini. Aku akan mengikuti tryout untuk pemain softball, aku yakin Brian juga akan bergabung bersama kami!"

"Jangan lupakan Max." Michael menambahkan.

Caleb merengut. "Right, Max. Thank you, Mike."

Emma mengangkat bahunya. "Well, kudengar Zoe juga akan bergabung dengan tim cheerleader kami."

Nat mengaduk-aduk mushroom soup di depannya dan menopangkan dagunya dengan tangan. "Bisakah kita mengganti topiknya? Mendengar nama mereka membuatku tidak nafsu makan."

Maria memutar bola matanya. "Kurasa aku yang paling sial di antara kalian! Aku adalah class president yang terpilih di Berry High. Principal Hughs memintaku untuk mengadakan tur sekolah bagi murid-murid Hearst High besok. Dan kalian tahu apa bagian terburuknya? Aku harus berpura-pura menyukai mereka!"

Caleb menjentikan jari. "Astaga! Aku hampir lupa memberimu selamat karena sudah terpilih menjadi class president! Kau adalah sophomore pertama yang terpilih menjadi class president sepanjang sejarah Berry High berdiri."

"Wooohooo! Hidup Maria!" Nat bersorak dan menepuk tangannya, begitu pula kami.

Michael menyeringai. "Ada gunanya juga kau hidup dengan ambisius!"

Wajah Maria berubah menjadi merah padam. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Aaaah, aku tidak bermaksud menyombongkan diri!"

Myra mengangguk dan menggoda Maria. Ia menyikut lengan gadis itu. "Oke, oke. Kami mengerti."

"Kurasa tidak semua murid Hears High buruk." Aku mengambil lemon tea di meja makan, kemudian meminumnya. "Aku punya tetangga yang bersekolah di Hearst High, namanya Terrence. Ia pemain klarinet yang luar biasa. Klub band kita kan belum memiliki pemain klarinet. Kurasa ia--"

"Aiden, aku benci membuat semangatmu pudar, tetapi mereka hanya bersekolah disini selama satu quarter." Myra memotong perkataanku.

"--Sial. Aku lupa." Aku menghembuskan napas berat.

"Kau tahu Terrence?" Caleb bertanya padaku.

"Yeah, tapi kurasa ia tidak mengenalku. Kenapa?"

"Dia pacar Zoe yang sekarang." Caleb menjawab.

Nat mengerutkan dahi. "Caleb, are you okay? I mean, she's your ex!"

Caleb menggelengkan kepala. "Ah, aku hanya bilang. Itu bukan berarti aku masih suka pada Zoe atau apa--"

"Guys! Listen!" Maria memotong perkataan Caleb, ia menatap kami satu persatu dengan wajah memelas. "Adakah yang mau menemaniku menjadi tour guide untuk besok?"

Kami saling menatap satu sama lain dan tidak merespon pertanyaan Maria.

Michael mengangkat salah satu alisnya. "Memberikan tur untuk Brian dan Max? No. Thank you."

Maria melirik ke arah kami satu persatu, kemudian berhenti di Nat.

"Nat? Please?"

Nat menekuk wajahnya. "Maria, don't give me that look. I hate them too."

Maria menunduk, ia menghembuskan napas berat.

Pada akhirnya, Nat mengangguk. "Baiklah, aku akan menemanimu."

Maria tersenyum lebar. "Benarkah?!"

"Yeah. Hanya memberikan tur saja, kan?"

Maria mengangguk dengan semangat, ia tersenyum lebar. "Thank you! Thank you, Nat!"

Aku menoleh ke arah Maria. "Kalau begitu, aku juga ikut."

Nat mengerutkan dahi. "Kau yakin?"

"Yeah." Aku tersenyum lebar. "Siapa tau aku bisa bertemu Terrence. Aku akan mengajaknya bergabung di klub band."

Maria mengambil kertas dan pulpen dari dalam saku blazers-nya, ia menuliskan sesuatu di atas kertas. "Kalau begitu, Terrence akan kumasukkan ke dalam kelompokmu."

Myra melirik ke arah kertas yang dipegang Maria. "Siapa saja yang menjadi tour guide untuk besok?"

Maria mendongak ke arah Myra. "Nat, Aiden dan aku. Julian masih memikirkannya."

******

Keesokan paginya, aku berjalan menuju koridor dan melihat beberapa grup murid yang wajahnya cukup asing, mereka berbaris membentuk kelompok. Aku menghampiri Nat yang berdiri sendirian di depan loker.

"Nat?"

Ia menoleh ke arahku dan tersenyum tipis. "Hai."

Aku mengerutkan dahi. "Is something wrong?"

Nat berjinjit dan berbisik padaku, ia menyentuh bahuku dengan telapak tangannya. "Zoe dan Brian ada di kelompok kita."

Aku mengerutkan dahi, kemudian melirik ke arah kerumunan di depanku.

Aku melihat Brian Crandall berdiri sendirian, ia menyandarkan tubuhnya di loker.

Tidak jauh dari sana, Zoe Leon sedang mengobrol dengan seorang murid laki-laki berkacamata, terkadang mereka saling tertawa satu sama lain.

Tiba-tiba, Zoe mencium pemuda di depannya. Suara dari pertemuan kedua bibir mereka mengalihkan perhatian seluruh murid yang ada di koridor.

"Ew. Gross. Itu pasti Terrence." Nat mengerutkan hidungnya.

"Kurasa aku akan mengajak Terrence untuk bergabung di band lain kali saja," ucapku jijik.

"Setuju!"

Brian Crandall mendengkus kesal, ia berpura-pura tidak melihat apa yang mantan pacarnya lakukan bersama Terrence.

Aku mengambil beberapa lembar catatan dari ranselku kemudian beralih pada Nat. "Kau siap?"

Nat melirik catatan yang ada di tanganku. "Apa ini?"

Aku tersenyum lebar. "Ah, ini beberapa fakta menarik tentang Berry High. Kurasa kita perlu intermezzo sedikit saat memberikan tur."

Nat mengangkat alisnya. "Wow, great job, Mr. Perfectionist." Ia tersenyum. "I'm ready."

Aku mengangguk. Kami beralih ke antrian murid Hearst High di depan kami.

Nat berdeham untuk menarik perhatian kerumunan di depan kami. "Halo, teman-teman dari Hearst High!"

Seluruh murid di depan kami berhenti berbicara dan menoleh ke arah kami. Nat melanjutkan kalimatnya. "Halo, aku Natasha. Aku adalah tour guide kalian hari ini. Dan di sebelahku ini namanya Aiden."

"Hai." Aku tersenyum lebar. "Aku juga akan memberitahu kalian fakta-fakta menarik mengenai Berry High!"

Seorang murid perempuan berkulit eksotis berambut keriting tersenyum pada kami, ia memperkenalkan dirinya. "Hai, aku Jade. Jade Ali!"

Beberapa murid lain juga memperkenalkan diri pada kami.

"Yeah, kalian berdua tahu siapa aku." Kini giliran Brian yang berbicara.

Terrence mengangkat tangannya, Nat mengangguk dan mempersilahkan ia untuk berbicara.

"Apakah kalian akan menunjukan padaku di mana ruang musik berada? Karena aku tertarik untuk bergabung dalam klub band," tanya pemuda berambut silver tersebut.

"Em, ruang musik tidak ada dalam list kami, tetapi kami akan mengantarmu kesana di akhir tur." Nat merespon, ia memimpin kami semua dan mulai berjalan. "Ayo, ikuti kami!"

Kami berjalan menelusuri koridor sekolah, Nat menunjuk beberapa ruangan dan mulai memberikan Tur untuk murid Hears High. "Baiklah, ini ruang kesehatan, ini ruang sains, dan mulai ruangan sebelah sini hingga lima ruangan setelahnya, adalah kelas untuk senior--"

Kami terus berjalan, hingga sampai di gymnasium. Kini giliranku untuk memberikan fakta yang spektakuler seputar ruangan ini.

"Oke, ini gym milik Berry High. Dalam bahasa yunani kuno, gym berasal dari kata gymnasium, yang artinya berolah raga sambil telanjang."

Beberapa murid tertawa. Salah satu murid berbisik kepada temannya. "Hei, aku suka dia. Dia lucu sekali!" namun beberapa murid yang lainnya tidak menunjukan ekspresi apapun, sedangkan Brian memutar bola matanya dengan malas.

Terrence membelalakkan matanya kemudian mendengkus. "Astaga, aku lebih baik drop out daripada melihat murid Berry High telanjang!"

Beberapa murid tertawa bersama Terrence. Kami melanjutkan perjalanan kami untuk mengelilingi Berry High. Akhirnya, kami sampai di cafeteria.

Nat tersenyum lebar. "Ini cafeteria Berry High." Gadis itu kemudian berbisik."Pst, quarter kemarin, di sini terjadi perang makanan!"

Zoe mengerutkan hidungnya. "Menjijikan!"

Jade membelalak, kemudian bertanya. "Benarkah? Lalu, apa yang terjadi?"

Aku tertawa kecil. "Kepala sekolah kami waktu itu sangat marah. Beberapa dari kami harus membersihkan cafeteria hingga bersih kembali."

Kami melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir, yaitu cafeteria bagian outdoor. Aku dan Nat berdiri di depan Ollie.

"Teman-teman, ini Ollie, maskot sekolah kami," ucapku.

Zoe memutar bola matanya. "Oh, jadi karena patung bodoh ini kalian mencuri spirit stick milik kami?"

"Rupanya kalian yang mencuri spirit stick milik kami?!" tanya seorang gadis di sebelah Zoe dengan ketus.

"How dare you!" Bentak murid lainnya.

Nat mengerutkan dahi. "Pardon?"

"Tidak usah berpura-pura, Winchester! Kami tahu kalian membenci kami!" Brian yang berdiri di depan Zoe ikut membentak kami.

"Tapi--" Nat melangkah maju untuk menjawab argumen Brian, namun dengan cepat aku mengulurkan tanganku untuk menahannya.

Beberapa murid Hearst High saling berbisik satu sama lain. Jade menoleh ke arah teman-temannya satu persatu.

"Hei, tidak bisakah kita memberikan kesempatan untuk sekolah ini sekali saja? I mean, kita harus berteman sekarang!" lirih gadis itu.

"Screw about friendship! They hate us, Jade!" bentak Zoe.

"Well, kami tidak akan melakukan itu jika mantan pacarmu tidak mencorat coret patung ini!" Nat mulai naik pitam.

"Nat!" Aku menegurnya.

Brian melipat lengannya di dada kemudian menggelengkan kepalanya. "Aku tidak akan buang-buang waktuku mendengar semua omong kosong ini! Ayo, kita pergi saja!"

Pemuda itu membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah sekolah.

Zoe menoleh ke arah Terrence, kemudian pemuda itu mengangguk. Mereka mengikuti Brian masuk ke dalam sekolah. Murid Hearst High yang lain saling bertatapan dan berbisik, kemudian pergi meninggalkan kami. Murid yang tersisa di cafeteria hanyalah Jade.

Jade melirik ke arah kami, ia menggigit bibirnya. "Sorry, mereka tidak bermaksud berbuat kasar. Please, tidak semua di antara kami benci pada kalian."

"I know." Nat tersenyum lemah.

"Sorry, guys, aku tidak bisa berlama-lama di sini." Jade membalikan tubuhnya, kemudian pergi meninggalkan kami.

"Hei! Tunggu--" Nat memanggil Jade, tetapi gadis itu tidak menghiraukannya.

Nat menghembuskan napas berat, kemudian duduk di salah satu bangku. Aku melangkah mengikutinya dan duduk di sebelahnya.

"Kacau, kacau sudah!" Nat menopang kedua pipinya dengan tangan. Ia menoleh ke arahku. "Aku mencoba untuk berbuat baik pada murid Hearst High, tidak peduli apa yang kulakukan, mereka tetap membenci kita!"

"Kurasa Jade tidak begitu," ucapku.

Nat mengangkat bahunya. "Yeah, tapi ia pergi meninggalkan kita."

Aku melirik arloji di tangan kiriku. "Mungkin mereka pergi karena kelas sudah hampir dimulai."

"Kau benar. Kita harus kembali ke kelas." Nat berdiri dari bangku cafeteria, kemudian tersenyum. "See you at lunch?"

Aku tersenyum lebar dan mencium keningnya. "See you!"

******

Jam pelajaran terakhir, aku mengambil kelas Geografi dan duduk di bangku paling belakang. Aku melihat ke sekitarku, banyak sekali murid yang wajahnya cukup asing. Beberapa dari mereka sudah memulai pembicaraan dengan teman-teman sekelasku.

Ketika aku sedang menyalin dari papan tulis, tiba-tiba sebuah pulpen berwarna hitam menggelinding di samping kakiku. Aku menunduk dan mengambil pulpen tersebut.

Seorang anak perempuan yang duduk di depanku menoleh ke arahku.

"Ah, itu pulpenku," ujarnya

Aku menyerahkan pulpen tersebut padanya. Ia tersenyum dan merendahkan suaranya. "Terima kasih." Kemudian ia membalikkan badannya kembali ke depan.

Wajah anak perempuan itu juga cukup asing bagiku, kurasa ia salah satu dari murid Hearst High. Gayanya cukup unik. Ia berambut cepak dan memakai kemeja berwarna coklat. Meskipun ia merupakan salah satu murid Hearst High, ia cukup ramah padaku.

Setelah bel pulang berbunyi, aku bersiap untuk pulang. Ketika aku sedang merapikan alat tulis dan buku-bukuku, anak perempuan tadi menoleh ke arahku.

"Hai, aku Cam, Cameron Levy." Ia mengulurkan tangannya padaku.

Aku tersenyum, kemudian menjabat tangannya. "Hai, Cam. Selamat datang di Berry High!"

Gadis itu mengangkat salah satu alisnya. "Wow, kau tidak benci padaku karena aku murid Hearst High?"

"Huh? Tentu saja tidak!"

Ia tertawa kecil, lalu menoleh ke arah mejaku dan melihat binder musikku yang terbuka. "Kau anggota band sekolah?"

Aku mengangguk. "Yeah."

Wajah Cameron berubah cerah. "Wah, aku juga anggota band di Hearst High! Kebetulan sekali!"

"Begitukah?" Aku tersenyum lebar. "Itu artinya kau akan ikut latihan bersama kami? Kami berlatih setiap Rabu dan Jumat."

"Tentu saja! Kudengar kalian akan mengadakan spring concert akhir musim semi nanti?"

"Ah, itu masih dua bulan lagi. Kau boleh bergabung kalau kau mau."

Cameron mengangkat salah satu alisnya. "Murid Hearst High boleh bergabung?"

Aku mengangkat bahuku. "Kalian kan bersekolah di sini selama satu quarter. Artinya kalian menjadi bagian dari kami juga."

"Aku senang sekali! Kukira seluruh murid Berry High akan membenciku." Ia menghembuskan napas berat.

Aku tersenyum. "Aku tidak begitu, kok."

"Kuharap semua murid Berry High sepertimu."

"Kau harus bertemu Nat, Myra dan Ezra. Aku yakin mereka akan menerimamu di band."

"Can't wait!" Ia tersenyum lebar.

Kami diliputi keheningan selama beberapa saat, Cameron masih tersenyum padaku. Tidak lama kemudian, ponsel milikku bergetar. Aku mengambilnya dari saku dan membaca pesan dari Nat.

Natasha
> Kau di mana?
> Aku menunggumu di lapangan parkir.

Aku membalas pesan Nat, kemudian kembali menoleh ke arah gadis di depanku. "Sorry, aku harus pergi."

"No problem!" ucap gadis itu.

Aku memasukkan binder musikku ke dalam ransel, kemudian berdiri dari bangku dan melangkah keluar kelas.

Cameron berteriak dari bangkunya. "Hei, kau belum menyebutkan namamu!"

Aku menoleh ke belakang dan berteriak. "Aku Aiden!"

Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙

******

GLOSSARIUM

CLASS PRESIDENT: Kalau di Indonesia semacam ketua OSIS😆

******

BONUS
The New Friend, Cameron Levy

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro