Chapter 25 - Justice
Senin pagi, aku duduk di bangku kelasku untuk menyaksikan Tiger News. Guru kami menyalakan televisi, morning announcement pun dimulai.
Layar televisi menampilkan Faris bersaudara yang sedang bersiap membawakan berita.
"Selamat pagi, Berry High. Saya, Principal Isa dan--" Ashley Faris menoleh ke arah adiknya.
Bruce Faris tersenyum. "Coach Isa."
"Kami akan membawakan Tiger News--"
Tiba-tiba, pintu ruang siaran terbuka. Layar televisi menampilkan Maria dan seorang lelaki berusia 40 tahunan berdiri di depan pintu. Lelaki paruh baya tersebut mengeluarkan lencana dari dalam blazer-nya.
"Saya Stephen Flores, head detective CCPD," ujar lelaki itu.
Aku berusaha menahan tawa ketika melihat ekspresi wajah Faris bersaudara yang sedang terkejut sekaligus bingung.
"Ashley Faris, Bruce Faris, anda ditangkap atas tuduhan pemalsuan identitas, pencucian uang dan memanipulasi siswa di bawah umur," ujar Detektif Flores lagi.
Ashley membelalak, namun mencoba untuk tetap tenang. "Maaf, siapa itu Ashley Faris? Anda salah orang."
Maria membentaknya."Don't play dumb, Lana Harel!"
Seluruh murid di kelasku nampak terkejut, beberapa saling berbisik dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Beberapa murid tertawa dan menepuk tangannya.
Detektif Flores dan Maria mendekati Faris bersaudara.
Ashley merasa terintimidasi. Wanita itu menggigit bibirnya, kemudian ia menoleh ke arah kamera. "Mr. Harrison, matikan kameranya!"
Suara Michael terdengar dari televisi. "Maaf, Principal Isa, sepertinya ada yang salah dengan kameranya. Saya tidak bisa mematikannya."
Detektif Flores menatap Faris bersaudara dengan tajam. "Tidak ada gunanya mengelak. Identitas kalian sudah terungkap!"
Bruce menyikut lengan Ashley. "Sis, apa yang harus kita lakukan?"
"Lari, bodoh!"
Faris bersaudara berlari melewati Detektif Flores dan Maria ke arah pintu keluar. Yeah, mereka berhasil kabur.
Detektif Flores mengambil walkie-talkie dari dalam blazers-nya, kemudian berlari mengikuti Maria ke luar ruangan. Beberapa saat kemudian, siaran dihentikan.
"What's going on here?!" seru salah satu teman sekelasku.
Guru kami meninggalkan ruang kelas dengan panik, diikuti dengan sorakan seluruh murid di kelasku. Beberapa murid meninggalkan bangkunya dan membuat suasana kelas semakin chaos.
Tidak lama kemudian, kami melihat Ashley dan Bruce berlari di koridor sekolah, diikuti oleh Maria dan Detektif Flores yang sedang mengejarnya. Kami juga melihat siswa-siswa dari kelas lain mengejar mereka, jumlahnya sekitar 30 orang.
"Kejar mereka!" Mia berdiri dari bangkunya dan berteriak, kemudian berlari meninggalkan ruangan.
Beberapa murid di kelasku mengikuti Mia, termasuk aku. Kami berlari di sepanjang koridor untuk mengejar Faris bersaudara. Semakin jauh kami berlari, murid-murid yang ikut mengejar pun semakin banyak.
Di persimpangan koridor, aku bertemu dengan Nat, Emma, Myra dan Caleb.
Nat menoleh ke arahku. "Enjoy the show?"
"Hell yeah!" Aku berteriak.
Faris bersaudara berlari ke luar sekolah menuju lapangan parkir. Mereka masuk ke dalam mobil dan hendak menancapkan gas, namun beberapa murid yang kuketahui sebagai hall monitor menghalangi jalan mereka.
Caleb, Morgan dan hall monitor lainnya saling berpegangan tangan mengitari mobil Faris bersaudara, menghalangi jalan mereka untuk kabur
Ashley menurunkan kaca jendela mobilnya, lalu berteriak,"I swear to God, aku akan menabrak kalian kalau kalian tidak menyingkir!"
"Coba saja kalau berani!" Caleb balik membentaknya.
Ashley menggigit bibir, lalu melirik ke sekitarnya, berusaha mencari celah untuk kabur namun nihil.
Beberapa saat kemudian, kami mendengar suara sirine. Beberapa mobil polisi datang dan mengepung Faris bersaudara. Seorang polisi wanita keluar dari dalam mobil dan menodongkan pistol ke arah mereka.
"CCPD! Angkat tangan dan keluar dari mobil!"
Ashley dan Bruce saling berpandangan, kemudian keluar dari dalam mobil sambil mengangkat tangan. Dua orang polisi menghampiri mereka dan memasangkan borgol di tangan kedua bersaudara itu. Seluruh murid Berry High yang menyaksikan penangkapan Faris bersaudara bersorak gembira.
"Tolong, yang melakukan pencucian uang itu Ashley, bukan saya! Saya hanya seorang pelatih basket--" Bruce membela diri.
Detektif Flores memotong. "Yeah, katakan itu pada hakim. Kau juga memalsukan identitas, Bruce."
Faris bersaudara masuk ke mobil polisi dan pergi meninggalkan sekolah, diikuti oleh seluruh tepukan tangan penghuni Berry High. Mereka berdua telah pergi selamanya dari hadapan kami.
Detektif Flores menghampiri Maria. "Dad bangga padamu, nak."
Maria merengut. "Seharusnya Dad percaya padaku sejak awal!"
"I know, and I'm sorry. Dad harus kembali ke kantor. Jangan khawatir, aku akan memberitahumu bagaimana perkembangan tentang kasus Faris bersaudara."
Maria mengangguk. "Okay, Dad."
"Bye, Pumpkin." Beliau mengelus kepala Maria.
"Dad! Don't call me that!" Maria tersipu malu.
*****
Setelah penangkapan Faris bersaudara, seluruh siswa dikumpulkan di gymnasium. Kami semua dikejutkan oleh Principal Hughs yang berdiri di depan mimbar. Seluruh murid di gymnasium bertepuk tangan dan bersorak, beberapa bersiul menyambut kedatangan mantan kepala sekolah tercinta kami.
Salah satu murid sophomore mengangkat tangannya. "Apakah anda akan menjadi kepala sekolah kami lagi?"
Principal Hughs tersenyum dan mengangguk. "Jika itu yang kalian inginkan."
Michael, Morgan dan beberapa siswa bersorak, "hidup skateboard!!"
Caleb mengangkat tangannya. "Bagaimana dengan Coach Burke?"
Principal Hughs tersenyum kecut. "Sepertinya tidak, ia menyukai pekerjaan barunya sekarang."
"Aaaaaaaw ..." Tim basket dan beberapa murid lainnya menekuk wajah.
"Is he okay?" tanya Julian.
Principal Hughs mengangguk. "Jangan khawatir, ia baik-baik saja."
Beberapa murid terlihat kecewa karena coach kesayangan mereka tidak lagi mengajar di sekolah ini.
"Tapi saya membawa kabar baik untuk kalian semua." Principal Hughs tersenyum lebar. "Dana hasil winter festival akan kami kembalikan untuk cheerleader dan klub band, sebagian lagi akan diserahkan kepada komite prom."
"Prom? Thank God!" seru Maria.
Ezra dan Mia terlihat lega ketika dana untuk klub band dan cheerleader akan kembali ke tangan kami. Spring concert dan kompetisi nasional sudah di depan mata.
Beliau melirik ke arah Caleb dan beberapa siswa lain. "Untuk murid yang menerima hukuman dari Ashley Faris, saya akan membebaskan kalian dari hukuman."
"Aku tidak akan dikeluarkan?" tanya Caleb.
"Of course not." Beliau tersenyum.
Seluruh murid di gymnasium bertepuk tangan.
Aku menoleh ke arah Nat di sebelahku, kemudian berbisik. "Spring concert! Konser band pertama kita!"
Nat balik berbisik di telingaku. "Aku tidak sabar! Quarter depan akan menyenangkan. Prom, spring concert, kau. Everything is perfect!"
"Ah, prom, ya?" Aku menunduk dan tersenyum tipis.
"What's wrong?" tanya gadis itu.
Dengan cepat aku menggeleng. "Nothing."
Prom? Yeah, waktu berlalu dengan sangat cepat. Aku harus segera meresmikan hubungan kami dan pergi ke prom bersama-sama.
Setelah beberapa pengumuman di gymnasium, seluruh murid Berry High diizinkan untuk pulang. Kami diliburkan selama tiga hari, kurasa seluruh guru dan staff harus bekerja keras untuk membuat Berry High kembali normal.
Aku, Nat dan Myra berjalan menuju lapangan parkir sambil mengobrol.
Myra meregangkan tangannya dan menguap. "Aku akan marathon menonton Stranger Things selama liburan!"
Nat menoleh ke arah Myra. "Kau belum selesai menonton? Kau tahu tidak, kalau Eleven dan Mike--"
Myra menutup mulut gadis itu. "Jangan spoiler!"
Mereka berdua tertawa bersama. Tiba-tiba, sebuah mobil sedan yang sangat familiar masuk ke dalam lingkungan sekolah.
Aku memicingkan mata. "That's my parents!"
Mobil sedan itu berhenti tepat di depan kami. Mom dan Dad keluar dari dalam mobil, dengan cepat mereka menghampiriku, wajah mereka tampak khawatir.
"Are you okay, kid?" tanya Dad
Aku mengerutkan dahi. "Tentu saja aku tidak apa-apa! Why?"
"Thank God!" Mom memelukku dengan erat. "Seluruh guru di Cedar Cove mendapatkan surel mengenai penangkapan wanita bernama Ashley Faris. Mom tidak menyangka wanita melakukan pencucian uang, memeras klub sekolah, dan memanipulasi siswanya!"
"It's okay, Mom, she's gone," ucapku.
"Mom sadar kalau wanita itu menjadikanmu kambing hitam. Aku khawatir sekali, sampai-sampai mengambil cuti dan langsung berkendara kesini bersama ayahmu!" ujar Mom.
"Mom, kau tidak perlu melakukan itu!" Aku membalas pelukan wanita di depanku,
"Seharusnya kami mendengarkanmu." Beliau menoleh ke arah Nat. "Juga percaya padamu, Nat."
Nat tersenyum canggung ketika Dad mendekatinya dan mengulurkan tangan. "Mari membuka lembaran baru. Aku dan Bridget senang kau sangat peduli pada Aiden, Nat."
Nat menyambut uluran tangan lelaki paruh baya di depannya. "I-iya, Mr. dan Mrs. Zhou. Of course I care about Aiden."
"Panggil kami Glen dan Bridget, Nat." Dad tersenyum hangat.
Myra menyikut lengan Nat, ia menyeletuk. "Wow, kau sudah dapat lampu hijau, tuh!"
"Hei!" Aku menginjak kaki Myra, wajahku berubah menjadi merah padam saat Mom dan Dad tertawa bersama gadis itu.
Myra melirik jam tangannya. "Ah, sepertinya aku harus pulang. Bye Aiden, Nat." Gadis itu melirik kedua orang tuaku, kemudian mengangguk dan memberi salam. "Saya permisi dulu, Mr dan Mrs. Zhou."
Kami berpamitan dengan Myra yang berjalan semakin menjauh dari kami.
Mom memulai topik pembicaraan. "Karena Mom sudah mengambil cuti, bagaimana kalau kita bermain ice skating?" Kemudian menoleh ke arah Nat. "Ikutlah bersama kami."
"Benarkah? Nat boleh ikut?" tanyaku.
"Of course. Why not?" jawab Dad.
Senyumku mengembang, aku menoleh ke arah gadis itu. "Kau harus ikut bersama kami!"
"Dengan senang hati," gadis itu menjawab, senyumnya merekah.
Kami berdua masuk ke dalam mobil, lalu berkendara untuk bermain ice skating bersama kedua orang tuaku.
Kurasa satu masalah sudah selesai. Aku berhasil mendapatkan kepercayaan kedua orang tuaku lagi, begitu pula dengan Nat.
******
Tiga hari kemudian, saat jam pulang sekolah, aku membuka pintu lokerku untuk mengambil beberapa lembaran musik, kemudian aku menutupnya kembali.
Di sebelah kananku, Nat terlihat di kejauhan. Gadis itu sedang mengambil beberapa buku dan memasukannya ke dalam tas, kemudian menutup pintu lokernya.
Ia menoleh ke arahku. "Hi, handsome."
Aku tersenyum lebar. "Hi, pretty." kemudian menguap.
Nat tertawa kecil sambil berjalan menghampiriku. "Tidak biasanya aku melihatmu menguap."
Aku mengusap kedua mataku. "Aku hanya tidur beberapa jam tadi malam."
Nat mengerutkan dahinya. "Apa yang kau lakukan semalaman?"
"Aku menulis lagu untuk spring concert musim semi nanti."
"Aiden, chill. Kau masih punya waktu beberapa bulan, kau harus tidur!"
"Ah, maaf, aku hanya merasa senang karena aku bisa kembali bermusik." Kemudian aku tersenyum. "Dan aku senang bisa kembali bersekolah, bertemu denganmu."
"Aw, you're too sweet."
Nat melangkah mendekatiku, ia berjinjit dan mendongakan kepalanya ke arahku. Sebelum bibir kami bertemu, aku mendengar seseorang berteriak.
"Nat! Aiden!"
Dengan cepat kami berdua saling menjauh satu sama lain dan menoleh ke sumber suara yang ternyata adalah Mia, kapten cheerleader kami.
Aku tersenyum canggung. "A-ada apa, Mia?"
Gadis itu menghentikan langkahnya, ia menutup mulutnya. "Ups! Aku tidak menganggu kalian kan?"
Nat tertawa kecil, aku menutup wajahku dengan kedua tangan karena malu.
"Tidak, kok. Ada apa, Mia?" Nat bertanya.
"Aku mengadakan party di rumahku besok. Semua murid di Berry High diundang! Kalian datang, kan? Aku sudah menyiapkan karaoke machine dan beberapa board game. Caleb juga akan membuatkan minuman racikannya untuk semua orang yang datang ke pestaku!" Mia tersenyum lebar, gadis itu terlihat sangat bersemangat.
"Tentu saja kami akan datang." Nat mengangguk.
Dengan cepat gadis itu memelukku dan Nat. "Yay! Kutunggu kedatangan kalian!"
"See you tomorrow, Mia!" seru Nat.
Kemudian ia melepaskan pelukannya dan berjalan menghampiri murid lain untuk memberitahukan tentang party tersebut.
Aku menghembuskan napas lega. "Tampaknya Berry High sudah kembali normal seperti biasa."
Nat tersenyum dan berbisik. "Sampai di mana kita tadi?"
Aku mengelus kedua pipinya dan tersenyum, kemudian mencium keningnya dan berbisik. "No PDA for now, atau orang-orang akan menangkap basah kita lagi. We can do that later."
Nat tertawa kecil. "Aku mengerti. See you tomorrow, Aiden."
******
Keesokan harinya, party yang diadakan di rumah Mia sudah tiba. Sekitar jam 6 sore, aku mengirimkan pesan untuk Nat.
Aiden
> Kau sudah siap?
> Aku akan menjemputmu 30 menit lagi.
Natasha
> OMG
> I'm so sorry, Aiden.
> Aku pergi bersama Emma
> Ia akan menjemputku sebentar lagi
Aiden
> Aw :(
Aiden
> Kita bertemu di sana, okay?
> See ya!
Aku menghembuskan napas berat, cukup kecewa karena tidak mengirimkannya pesan lebih awal dan mengajaknya pergi bersama. Lagipula, aku belum menjadi pacarnya, Nat bisa berangkat dengan siapapun, kan?
Aku bersiap-siap di depan cermin untuk memakai sweater-ku, menatap cermin selama beberapa saat sambil merapikan pakaianku.
Malam ini, aku berencana untuk meresmikan hubunganku dengan Nat. Setelah semua insiden Faris bersaudara dan hukuman skorsing yang dijatuhkan padaku, hubunganku dengan gadis itu menjadi tidak baik. Namun, kini kami kembali seperti semula. Segalanya sempurna.
Ketika sedang mengambil kunci mobil di meja belajar dan bersiap untuk pergi, langkahku terhenti. Aku melihat parfum yang kugunakan untuk keseharianku.
"Jujur saja, aku nyaris lupa bagaimana harum shampoo-mu, begitu pula dengan harum parfummu." Tiba-tiba saja aku dapat mendengar suara Nat di kepalaku.
Aku memakai parfumku di nadi lengan dan beberapa area badanku, kemudian terdiam beberapa saat. Dengan spontan, aku memakai kembali parfumku di area leher.
Menyadari sudah berperilaku sembrono dan berpikiran kotor, wajahku berubah menjadi merah padam.
"Astaga, apa sih yang kupikirkan?!" gumamku dengan gugup.
Aku menggelengkan kepala, meletakan kembali parfumku di atas meja dan keluar dari kamarku.
Semoga rencanaku hari ini berjalan dengan lancar!
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
*******
GLOSSARIUM
PDA: Public Display of Affection
*******
BONUS
"Lancar ga, ya? Lancar dong plis." - Aiden
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro