Chapter 23 - We're Not a Couple!
[Flashback, Maria POV]
Setelah dipecat dari jabatanku sebagai broadcaster Tiger News, perasaanku bercampur aduk. Aku merasa sangat marah pada Michael, bagaimana bisa ia menyabotase Tiger News awal minggu ini?!
Aku paham jika ia kesal karena Principal Hughs menghukumnya dan menjadikannya cameraman untuk morning announcement. Tetapi, tidak perlu berbuat sejauh itu, kan? Akibat perbuatannya, aku terkena imbasnya juga.
Aku merasa semakin benci padanya ketika pemuda itu tiba-tiba mencengkram pergelangan tanganku dengan erat dan menarikku ke dalam toilet wanita sore ini. What a jerk!
"Let go of me! Michael Harrison, aku tidak akan membiarkanmu menyentuh satu helai pun rambutku--" Aku berteriak padanya dan meringis kesakitan.
"No, no, Maria, dengarkan aku dulu!" Michael mengelak.
Aku menarik tangan kananku dan melepas cengkramannya, kemudian membentaknya. "Mengapa kau menarikku masuk ke dalam sini?! What a pervert!"
Michael menggelengkan kepalanya dengan cepat. "No! Aku harus berbicara denganmu. Ini penting! Aku menarikmu ke sini karena aku tidak ingin ada orang yang mendengar kita--"
Tiba-tiba pintu toilet terbuka, aku melihat Mia hendak masuk ke dalam ruangan. Gadis itu membelalak dan menutup mulutnya ketika melihat kami berdua di dalam sini.
"Astaga, aku tidak bermaksud--" ucapnya cepat.
"No! Ini semua salah paham!" sanggahku.
Dengan cepat gadis itu pergi keluar dari toilet dan menutup pintu.
Aku menunjuk ke arah pintu dan memelototi Michael. "See? Mia pasti akan menyebarkan gossip yang aneh-aneh!"
Michael mendengkus dan mengacak-acak rambutnya. "Fine, kita berbicara di cafeteria!"
Kami keluar dari dalam toilet wanita. Cafeteria sore ini sepi sekali, tidak ada satupun murid yang ada di sana. Kami berdiri di depan counter makanan yang sudah tutup.
"Apa yang ingin kau katakan? Langsung saja ke intinya." Aku melipat kedua tanganku di dada.
Michael mendekat dan merendahkan suaranya. "Aku berani bersumpah, bukan aku yang menayangkan rekaman CCTV itu. Tetapi, apa kau tidak merasa ada yang aneh? Setelah rekaman itu ditayangkan, Principal Hughs mengundurkan diri dan Principal Isa mengambil alih jabatannya. Lalu, bagaimana dengan posisi pelatih tim basket yang kosong setelah Coach Burke mengundurkan diri? Wanita itu merekrut adiknya sendiri untuk menggantikannya. It's too fishy."
Aku menunduk dan menggigit bibirku. "Kau benar, terlalu mencurigakan. Kalaupun apa yang kau pikirkan itu benar, kita tidak punya bukti."
Ia menyeringai. "Itu sebabnya aku mengajakmu untuk menyelidiki Principal Isa."
Aku menggelengkan kepala. "We can't, Mike."
"Kita bahkan belum mencoba!" Michael meninggikan suaranya.
Aku menunduk dan menghela napas. "Entahlah, Mike, setelah semua yang terjadi pada kita--"
"Kau tidak harus memutuskannya sekarang, Maria."
Aku mendongak dan meninggikan suaraku. "Kenapa juga aku harus melakukan permainan detektif ini bersamamu? We hate each other!"
Michael menghela napas dan merendahkan suaranya. "Jadi, kau akan membiarkannya berkuasa? Kau tidak lihat, Berry High berubah menjadi neraka sejak ia menjadi kepala sekolah?"
Aku menunduk dan terdiam selama beberapa saat, kemudian mendongak ke arahnya dan mengangguk. "Fine, I'm in. Tetapi aku akan berubah pikiran jika kau berbuat sesuatu yang bisa membuatku dikeluarkan dari sekolah!"
Michael menyeringai. "Don't worry, kali ini kita akan bermain bersih."
*****
Kami menghabiskan banyak waktu untuk menyelidiki wanita itu, namun tidak mendapatkan petunjuk apapun. Aku sudah berbicara dengan Dad, seorang detektif ternama yang bekerja sama dengan kepolisian Cedar Cove. Namun, beliau tidak mau membantu jika aku tidak memiliki bukti yang kuat. Lelaki itu hanya menganggap ini sebagai rasa-penasaran-seorang-remaja-dan-itu-wajar. Hal ini membuatku sangat frustasi.
Aku berdiri di koridor sekolah bersama Michael yang sedang bersandar di depan loker.
"Mike, kita tidak menemukan apa-apa! Dad bahkan tidak percaya padaku!" Aku mendengkus kesal dan mengacak-acak rambutku.
Michael menghela napas. "Masih terlalu dini untuk memutuskan. Wanita itu benar-benar pintar menjaga rahasianya."
Aku menekuk wajahku dan menunduk. "I'm tired."
"Oh, Maria. C'mere!" Michael menarikku ke dalam pelukannya dan mengelus rambutku dengan lembut, ia merendahkan suaranya. "Aku tidak akan menyerah sampai kita bisa menyingkirkan wanita itu. Apakah kau akan menyerah begitu saja?"
Aku tersenyum tipis. "Aku lelah, tapi ..." Kemudian mendongak ke arahnya. "Aku tidak akan menyerah!"
Michael tersenyum lebar dan memelukku semakin erat.
Aku merasa sangat nyaman berada di pelukannya hingga mendengar suara langkah kaki di koridor. Aku menoleh ke arah sumber suara dan melihat Aiden berdiri di tengah-tengah koridor, matanya membelalak. Dengan cepat aku melepas pelukan Michael.
"Ups." Michael bergumam.
Aiden menatap kami dengan canggung dan berkata, "ah, maaf aku mengganggu."
Aku membelalak dan membuka mulutku lebar-lebar. "No, no, no. Ini tidak seperti yang kau pikirkan!"
Aiden menggelengkan kepala. "Jangan pikirkan aku, aku bisa merahasiakannya--"
"Aiden, no. Sudah kubilang ini tidak seperti yang kau pikirkan." Aku memelototinya.
"Ah, baiklah, anggap saja aku tidak menyaksikan apapun." Aiden melangkah dengan cepat untuk pergi meninggalkan kami.
Michael mendengkus. "Great! Waktu itu Mia, sekarang Aiden."
"Kalau begitu, cepat selesaikan apa yang kita mulai sebelum ada rumor tidak sedap menyebar di sekolah."
Michael menyeringai. "That's the spirit!"
******
[Flashback, Michael POV]
Winter festival sudah tiba, aku dan Maria masih menyelidiki Principal Isa, kami mengikuti wanita itu ke mana pun ia pergi.
Principal Isa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berkeliling festival, namun ia tidak melakukan apapun. Ia hanya memantau jalannya festival, terkadang sambil memainkan ponselnya.
Aku berdiri di samping booth milik cheerleader sambil menikmati hot chocolate bersama Maria, kemudian mengerutkan dahi dan berbisik di telinganya.
"Kau melihat ada yang aneh dari ponselnya?"
Maria mengerutkan dahi sambil menyeruput hot chocolate-nya. "Apa itu?"
"Ponsel flip-nya. Aneh sekali. Sekarang sudah era Android dan iOS, mengapa ia masih memakai produk keluaran lama?"
Gadis itu mengangkat bahunya. "Dunno, apakah ia tidak pandai memakai teknologi?"
Aku mendengkus. "Impossible! Bahkan nenekku saja memakai ponsel Android!"
"--Kau tahu, tadi Principal Isa mendatangi booth dan bertanya-tanya soal resep hot chocolate buatanku, seolah-olah ia takut aku akan menaruh sianida di dalamnya dan meracuni orang-orang!--" Suara Emma terdengar dari dalam booth.
Aku menoleh ke arah Emma dan tidak sengaja menguping, ia sedang berbicara dengan Myra.
"Kurasa wanita itu sedang mencari-cari kesalahan agar festival dihentikan." Aku kembali berbisik di telinga Maria.
Kami mengamati Principal Isa dari kejauhan, ia berdiri di depan booth milik Mia sambil memainkan ponselnya. Tiba-tiba, Maria menjentikan jarinya,
"Aku punya ide bagus, Mike! Aku akan mengalihkan perhatiannya, kau harus mengecek ponselnya. Kau bisa?"
"How?"
"Aku akan membiarkan klub band menyanyikan sebuah lagu untuk Principal Isa." Maria merespon.
Aku mengangkat bahuku. "Itu sulit, namun aku akan mencobanya."
"Good." Maria meneguk habis hot chocolate-nya yang sudah dingin dan melemparkan gelasnya ke tempat sampah, kemudian ia menoleh ke arahku. "Ayo kita ke booth singing telegram."
Aku menoleh ke arah booth singing telegram, di sana ada Ezra dan Myra yang sedang berlatih, serta Nat yang sedang mengobrol bersama Aiden.
Nat tertawa kecil saat Aiden membisikkan sesuatu di telinganya. Aku berani bertaruh itu pasti kata-kata yang sangat cheesy.
Seriously? Maria mengajakku ke sana dan aku harus melihat mereka berdua bersama? Aku mendengkus kesal dan mengikuti Maria di belakang.
Sesampainya di booth singing telegram, Maria menyerahkan sebuah tiket pada Ezra dan tersenyum lebar.
"Aku ingin sebuah lagu untuk Principal Isa!" ujar gadis itu.
Ezra menerima tiket dari Maria dan tersenyum lebar. "Satu lagu untuk kepala sekolah tercinta kita, let's go!"
Maria dan aku berjalan mengikuti Ezra dan Myra di belakang. Sesampainya kami di depan booth milik Mia, Principal Isa menyimpan ponsel flip-nya ke dalam hobo bag yang ia bawa dan menoleh ke arah kami.
Wanita itu tersenyum tipis. "Hi, kids, enjoy the--"
Belum selesai wanita itu bicara, Ezra sudah memetik gitarnya terlebih dahulu. Maria menepuk kedua tangannya, sedangkan Myra mulai bernyanyi.
"Ooooh, Principal Isa, you're so pretty like Monalisa ..."
Principal Isa membelalakkan matanya dan menatap Myra dengan canggung, namun tidak lama kemudian, senyuman menghiasi wajahnya.
Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil ponselnya dari dalam tas. Dengan sangat hati-hati, aku membuka flip-nya. Sayang sekali, benda sialan ini dilengkapi dengan passcode.
Aku berdecak dan mulai menganalisis, beberapa nomor di keypad ponselnya sudah terhapus, itu menandakan bahwa kemungkinan besar passcode-nya berupa kombinasi angka dari nomor-nomor yang sudah terhapus. Angka-angka yang banyak terhapus adalah angka ganjil.
Aku mencoba menekan angka 5 sebanyak empat kali. Kau tahu, itu adalah passcode paling mainstream sejagat raya. Namun sayangnya, passcode tersebut salah. Aku berpikir cepat dan mencoba menekan angka 1, 7, 3 dan 9, namun, lagi-lagi salah.
Aku memiliki satu kesempatan lagi, jika gagal, mungkin kami tidak memiliki kesempatan lainnya. Setetes keringat mengalir di pelipisku, aku menarik napas dalam-dalam dan menekan angka 1, 3, 5, dan 7.
Bravo! Benda sialan ini akhirnya terbuka. Aku tersenyum lebar dan mencoba untuk membuka kotak masuk. Jantungku seakan berhenti berdetak saat benda ini berbunyi. Dengan cepat aku menutup flip ponsel tersebut dan membungkuk saat Principal Isa menoleh ke arahku.
Principal Isa memelototiku. "Bagaimana bisa kau mendapatkan ponsel itu?!"
"Ponsel milik Anda terjatuh, saya hanya mencoba mengambilnya." Aku merespon.
Beliau merebut benda itu dari tanganku dan menjawab teleponnya, kemudian berjalan menjauh.
Ezra dan Myra menatap kepergian Principal Isa dengan bingung, sedangkan Maria menoleh ke arahku. Aku menyeringai dan mengedipkan salah satu mataku padanya.
Aku merasa senang karena berhasil membuka passcode dari ponsel 'fossil-nya'. Aku juga menemukan sebuah Android phone saat menggeledah tasnya. Aneh sekali, untuk apa dia memiliki dua ponsel? Ia bukan orang penting yang butuh privasi. Maksudku, ia hanyalah seorang kepala sekolah di salah satu sekolah menengah swasta di Cedar Cove.
Setelah Ezra dan Myra pergi, aku memberitahu Maria apa yang baru saja kutemukan.
*****
Beberapa hari kemudian, aku menyadari satu hal, Nat selalu terlihat muram di kelas, ia bahkan tidak menemui Aiden saat jam istirahat. Kurasa mereka sedang bertengkar.
Tetapi ini bagus untukku, siapa tahu aku bisa merebut hatinya kembali suatu saat nanti, kan?
Namun kepercayaan diriku pudar saat mengetahui Aiden diskors selama dua minggu, Wes menceritakannya padaku. Pantas saja mereka tidak bertemu saat jam istirahat!
Aku dan Maria duduk di Golden Griddle sambil menikmati segelas milkshake. Maria terlihat gelisah.
"Mike, kita harus bergerak cepat. Aiden terkena hukuman skorsing! Dua minggu!" oceh gadis itu.
Aku tidak merespon dan terus menyeruput milkshake vanilla milikku.
Maria meninggikan suaranya. "Michael Reginald Harrison!"
"Whoa!" Aku terkejut dan menoleh ke arahnya dengan cepat.
Maria mendengkus kesal. "Aku tahu kau dan Aiden punya masalah pribadi, tapi ..." Tiba-tiba wajahnya berubah muram. "Aiden is our friend. Kita harus cepat menggulingkan Principal Isa sebelum wanita itu memakan korban yang lainnya!"
"Chill out, Maria. Itu kan, yang sedang kita lakukan?" Aku meletakkan gelasku di atas meja dan bertanya, "ngomong-ngomong, Detektif Flores bagaimana?"
Ia menggeleng. "Dad masih tidak mau membantuku sebelum aku memiliki bukti yang kuat. Kurasa kita harus menggeledah ruang kepala sekolah untuk menemukan ponsel flip itu. Sejak festival, kita tidak pernah berhasil menemukan benda tersebut di mana pun! Mencurigakan sekali, bukan?"
"Yeah, you're right."
"Android phone miliknya juga hanya bisa dibuka dengan face recognition. Kita akan langsung ketahuan kalau berusaha membobolnya."
Aku mengangguk. "I see. Aku tidak bisa membobol pintu ruangan, kita harus meminta bantuan Wes."
"Itu benar, aku benci mengatakan ini ..." Maria menggigit bibirnya, "Tetapi kita butuh bantuan orang lain."
Aku menghela napas dan bersandar di sofa restoran. "I'm not sure about that, hall monitor berkeliaran setiap saat, malam hari alarm keamanan pun akan aktif, kita bahkan belum menemukan waktu yang tepat untuk membobol ruang kepala sekolah!"
Maria menunduk. "Kalau begitu, kapan kita akan memberitahu semua orang?"
"Nanti saja, saat kita sudah menemukan waktu yang tepat kapan harus membobol ruang kepala sekolah."
Maria mengangguk setuju.
Benar saja, hall monitor selalu berkeliling setiap saat, kami benar-benar tidak menemukan celah sedikitpun. Setelah Aiden terkena hukuman skors, semua orang saling berkelahi.
Berry High benar-benar berubah menjadi neraka saat Caleb dikeluarkan dari sekolah. Kami benar-benar harus melakukan sesuatu.
Setelah perang makanan yang terjadi di cafeteria tadi siang, aku kembali ke kelas untuk menghadiri jam pelajaran terakhir, yaitu kelas sejarah Amerika.
Saat tertidur di kelas, aku merasakan ponselku bergetar. Aku mengecek benda itu dan menerima sebuah pesan dari Maria.
Maria
> Ini saat yang tepat untuk memberitahu teman-teman kita
> Kita harus segera menggulingkan wanita itu agar Caleb tidak jadi dikeluarkan!
Aku membalas pesan dari Maria.
Michael
> Aku akan memberitahu yang lain, kau beritahu Aiden
> Dia kan teman sekelasmu
Maria
> Why?
> You still hate him, don't you?
Michael
> Aku malas menyimpan nomor anak itu
> But, yeah. A little
Setelah itu, aku mengirimkan pesan pada Nat, Emma, Caleb dan Myra.
Michael
> Temui aku dan Maria di koridor lantai 1 sepulang sekolah
> Penting
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
Kalian pasti tahu lah, adegan selanjutnya gimana. Selamat menikmati Winter Serenade kembali di next chapter! Jangan lupa Vote dan Comment❤
BONUS DARI AUTHOR
Detektif Remaja Dadakan, Michael & Maria
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro