Chapter 16 - New Beginning
Malam pesta dansa homecoming masih berlangsung, tiba lah saatnya untuk dansa terakhir, yaitu slow dance.
Aku menuntun Nat ke lantai dansa dan melingkarkan lenganku di pinggangnya dengan gugup. gadis itu meletakkan kedua tangannya di kedua bahuku, kemudian kami berdansa mengikuti alunan musik yang lembut.
Sejujurnya, aku merasa sangat tegang. Untuk pertama kalinya, aku akan melakukan slow dance bersama seseorang yang kusukai. Setelah Myra mentertawai gerakan dansaku, aku banyak melihat-lihat video di Youtube dan menonton benerapa film klasik untuk melatih kemampuanku.
Nat melirik ke arahku, kemudian tersenyum dan berbisik. "Kau tampan sekali malam ini."
"Oh, finally you said that!" jawabku.
Gadis itu tertawa kecil. "Kau masih menungguku untuk mengucapkan itu?"
"Yes!" ucapku cepat, diikuti oleh tawa kecil dari Nat.
Atensiku tertuju pada tiara yang dikenakan Nat, kemudian beralih pada selendang 'Homecoming Queen' di dadanya, serta dress selutut warna biru muda yang ia pakai hari ini. Dalam diam, aku menyadari satu hal. Betapa beruntungnya diriku bisa berdansa dengan gadis paling populer di sekolah. Hal seperti ini biasanya hanya terjadi di film-film.
"I like this song," bisiknya.
Aku bergumam. "B major, 147 beats per minute."
Nat tertawa kecil. "Kau tahu, kini aku tidak kaget lagi saat melihatmu bisa mengetahui detail sebuah lagu dalam hitungan detik." Ia menatap kedua netraku."You're amazing, Aiden."
"Kau juga luar biasa, terutama untuk malam ini, Nat." Aku menyibakkan rambutnya ke belakang telinganya. "Kau cantik, dengan dress yang kau pakai, dengan make-up yang kau pakai, meskipun tanpa itu semua, kau sudah cantik bagiku. Semuanya sempurna ketika kau menjadi homecoming queen."
Aku berhenti berbicara, senyumku perlahan pudar. Nat menatapku sambil mengerutkan dahinya, seakan bertanya-tanya apa yang membuatku berhenti berbicara.
"Apa yang ada di pikiranmu?" tanyanya.
Aku mengangkat kedua alisku. "Aku baru saja mengatakannya, kan?"
Nat menggeleng perlahan. "Tidak, tidak semuanya."
Aku tersenyum tipis. "Aku merasa senang sekaligus takut, terkadang juga merasa bingung."
Ia mengangkat salah satu alisnya. "Karena?"
"Untuk pertama kalinya, aku menemukan sesuatu yang bisa kusimpan di hatiku selain musik. Terkadang aku takut mengacaukan segalanya, Aku juga bingung mengapa hal ini bisa terjadi padaku." Aku menelan salivaku. "Aku tidak mengacaukan gerakan dansa kita, kan?"
"Nope. Everything is perfect."
"Are you sure?" Aku menekuk wajahku.
Nat sedikit memiringkan kepalanya. "Kau belum pernah menyukai seseorang selain aku sebelumnya?"
Aku menggelengkan kepala. "Pernah, tetapi kau berbeda. You know, a girl like you, everything's too good to be true."
Tiba-tiba, Nat mendongak dan mendekat ke arahku hingga bibir kami bertemu. Aku memejamkan mataku untuk membalas ciumannya. Dari jarak sedekat ini, aku dapat merasakan harum parfumnya, hangat napasnya, dan lembut bibirnya bercampur menjadi satu, membuatku mabuk dan nyaris gila.
Sejujurnya aku merasa terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Maksudku, gadis yang kusukai tiba-tiba menciumku! Segalanya terjadi begitu cepat, namun butuh waktu cukup lama bagi otakku untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.
Beberapa saat kemudian, ia melepas ciumannya dan berbisik, "It is real, okay?"
Jantungku berdetak dengan cepat ketika pandangan kami bertemu. Aku berusaha untuk tenang, namun gagal.
"That's not fair!" cicitku.
Nat membelalak, ia tampak terkejut. "What do you mean?"
"Tadi itu ciuman pertamaku. Kembalikan!"
"How?!" tanya Nat gemas.
"I don't know!" ucapku.
"Well, aku harus mencoret hal tadi dari bucket list-ku," ucap gadis itu.
"What's that?"
"Have a first kiss with the guy I like in the middle of slow dance," bisiknya.
"That was your first time too?" tanyaku.
Nat tersenyum, ia mengangguk sebagai jawaban.
Kami menghabiskan sisa malam ini dengan berdansa dalam diam, tenggelam dengan kehangatan masing-masing. Rasanya ingin terus bersamanya, menghabiskan waktuku hanya berdua saja dengannya.
"Beberapa minggu yang lalu, aku menulis sebuah lagu, kucoba memainkannya dengan piano. Ternyata hasilnya lumayan. Kau ingin mendengarnya?" Aku memecah keheningan.
Nat mengerutkan dahi. "Jadi? Kita pergi ke rumahmu sekarang?"
Aku menggelengkan kepala secara perlahan. "Siapa bilang kita harus ke rumahku? Ruang musik lebih dekat dari sini."
Gadis itu menyeringai. "Kau mengajakku untuk menyelinap?"
"Menyelinap adalah kata yang cukup berlebihan, but, yes," jawabku.
Nat meraih tanganku, ia tertawa kecil dan menarikku untuk pergi mengikutinya.
*****
Sesampainya di ruang musik, aku duduk di bangku piano, diikuti oleh Nat yang duduk tepat di sampingku. Kumulai memainkan lagu yang kuciptakan dengan menggerakan jari-jariku di atas tuts piano sesuai dengan apa yang ada di kepalaku. Nada demi nada terdengar sempurna.
"Nice song. Kapan kau menulis lagu ini?" Nat memujiku.
"Kau ingat ketika kita bermain piano bersama untuk pertama kalinya? Setelah sampai di rumah, tiba-tiba aku ingin menulis lagu ini." Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum. "I think you gave me an inspiration."
Nat tersenyum, ia memperhatikan gerakan jari-jariku, terkadang juga ia melirik ke arahku.
Tiba-tiba, aku merasakan keringat membanjiri dahi dan pelipisku, jariku tidak mau bergerak sesuai keinginanku dan menghasilkan nada yang salah. Aku menurunkan tanganku dari atas piano dan berhenti bermain.
Aku memejamkan mataku dan menggelengkan kepala. "No, no, no, not again."
"Kenapa kau berhenti bermain?" tanyanya.
"Ah maaf." Aku menghela napas berat. "Selama ini aku selalu bersembunyi di balik musik yang kumainkan, karena itulah hal termudah bagiku untuk mengungkapkan apa yang kurasakan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencoba mengungkapkan perasaanku padamu secara langsung, tetapi itu sulit bagiku." Aku menekuk wajahku. "You deserve more than this."
Nat menggelengkan kepala. "Stop trying so hard to impress me. I'm already impressed. I mean, you're my crush too, Aiden, dan aku suka lagumu."
Aku mendengkus. "Bagaimana kau bisa setenang ini ketika berhadapan denganku?"
Nat tersenyum tipis, ia meraih dan mengelus punggung tanganku. "Aku merasakan hal yang sama denganmu pada awalnya. Aku tidak menunjukannya padamu karena aku berusaha melawan segala ketakutanku untuk berbicara denganmu." Ia menoleh ke arahku. "Kau juga harus melawan rasa takutmu."
"Gadis paling cantik di Berry High menciumku sekitar satu jam yang lalu, bagaimana bisa aku tidak merasa takut?"
"Dan pemusik paling tampan di Berry High mengungkapkan perasaannya padaku sekitar seminggu yang lalu. Kalau kau mau tahu, perasaanku bercampur aduk. Tentu saja aku senang ketika seseorang yang kusuka mempunyai perasaan yang sama denganku. Tetapi, terkadang aku merasa semua ini hanya mimpi bagiku. Sebenarnya, kita ini sama, Aiden." Ia mencondongkan tubuhnya ke arahku. "It's just me, the ordinary Natasha."
Aku terdiam sambil terus menatap kedua netranya, kemudian menunduk dan menggigit bibirku.
"Yeah, just ... Natasha."
"Bisakah kau jelaskan padaku arti dari lagu tadi?" tanyanya.
"Well, berjanjilah untuk tidak tertawa, okay?"
"Just tell me!" Nat tertawa gemas.
Aku tidak menjawab, melainkan mendekatkan kembali ke arahnya hingga bibir kami bertemu. Aku menutup mataku dan menciumnya, lagi, dan lagi.
Setelah beberapa ciuman, Nat menarik dirinya dari genggamanku, ia terengah-engah dengan wajah sedikit terkejut. "Who are you? And what have you done with Aiden?"
Aku tertawa kecil. "Huh? It's me!"
"You're an amazing kisser! Kau yakin yang tadi itu adalah ciuman pertamamu?"
"Benar, kok!"
"Jadi, lagu itu mewakilkan apa yang kau lakukan tadi?"
"Yeah," lirihku. "Please, don't laugh. I always wanted to kiss you but I didn't know how to ask you."
Nat menunduk, tetapi aku dapat melihat ia berusaha menahan tawa.
"You laugh!" Aku menekuk wajahku.
"Kau bisa langsung melakukannya tanpa meminta izin dariku, kan?" tanyanya, masih menahan tawa.
"I didn't know you like me too," lirihku.
"Well, now you know," jawabnya.
"Pepatah bilang, trumpet players are the best kissers. Kurasa pepatah itu benar."
Nat tersenyum. "Bagaimana? Apakah kau sudah lebih percaya diri sekarang?"
Aku tidak menjawab pertanyaannya, namun dengan impulsif membaringkan tubuhnya di bangku piano. Gadis itu nampak terkejut ketika aku menyibakkan rambut pirangnya ke belakang telinga. Aku tersenyum hangat dan menciumnya lagi, melumatnya lembut, merasakan senyumannya ketika bibir kami kembali bertemu. Kedua ibu jariku mengelus lembut pipinya. Kupu-kupu yang tertidur di perutku kini kembali menggelitik dinding lambungku, namun aku menikmatinya.
Nat melingkarkan lengannya di leherku, kemudian menggerakan tangannya untuk membelai rambutku. Aku merasakan hangat napasnya, detak jantungnya, dan lembut sentuhan tangannya, lagi dan lagi.
Setelah beberapa saat, aku melepaskan ciumanku dan berbisik, "pertanyaanmu sudah terjawab?"
*****
Kami kembali ke gymnasium untuk bergabung bersama dengan yang lain. Kurang lebih sepuluh menit kami mencari di mana keberadaan teman-teman.
"Hei, di sini rupanya kalian. Kalian menghilang setelah slow dance!" ucap Emma ketika kami semua bertemu.
Aku dan Nat saling bertatapan, mencoba berkomunikasi dengan kode yang Emma tak mengerti.
Emma melirik ke arahku, kemudian ke arah Nat dan terkejut. "OMG, Nat!"
Gadis itu berbisik di telinga Nat. Ia mengambil sebuah cermin kecil dari dalam tasnya, kemudian memberikannya pada Nat.
Nat bercermin, kemudian ia tertawa. "OMG, boleh aku pinjam lipstick-mu, Emma?"
Myra menarik tanganku, membuatku merunduk ke arahnya. Gadis itu berbisik, "dasimu dan rambutmu berantakan! Seharusnya kau bercermin dulu sebelum kembali ke gym!"
Mataku membelalak, kemudian aku menunduk dan berusaha merapikan dasiku. "Apa?! Benarkah?!"
Myra tertawa renyah. "Nah, I'm kidding. Kau terpancing oleh jebakanku!"
Aku mengusap wajahku kasar, kemudian menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang memerah.
"Aku kan tidak berbuat apa-apa, bisa-bisanya aku terjebak oleh perkataanmu!" cicitku.
Myra menyikut lenganku dan berusaha untuk menggodaku. "Kau yakin? Tidak usah berbohong padaku!"
"No! Kami hanya--" Aku merendahkan suaraku. "--we just kissed."
Myra tersenyum lebar dan mengangguk. "I see."
******
Malam ini sangat cepat berlalu, aku mengendarai mobilku untuk mengantar Nat pulang. Setelah semua yang terjadi di gym dan ruang musik, perasaanku padanya semakin besar, hingga terkadang membuatku ingin meledak.
Sesampainya di rumah Nat, aku memarkirkan mobilku di depan rumahnya. Gadis itu menoleh ke arahku dan tersenyum lebar. "Terima kasih sudah mengantarku pulang, Aiden."
Aku mengangguk. "Tadi sore kan aku menjemputmu, tentu aja aku harus mengantarmu pulang atau ayahmu akan membunuhku."
Ia mengerutkan bibirnya. "Kau mengantarku pulang hanya karena kau takut pada ayahku?"
Aku tertawa. "Of course not! Aku mengantarmu pulang karena aku mau." Kemudian aku mengelus rambutnya. "And that's one of my plans to have you to myself for a little longer."
Kami saling bertatapan selama beberapa saat. Astaga, ia benar-benar cantik hari ini! Rasanya tidak rela membiarkannya pulang.
Nat mengecup cepat pipiku, kemudian berbisik, "sampai jumpa di sekolah!"
Sebelum aku menjawab, gadis itu sudah keluar dari mobilku dan berjalan memasuki rumah. Aku menunggu di dalam mobil dan memalingkan pandanganku ke arah jendela lantai atas rumahnya, yaitu jendela kamar Nat
Lampu ruangan di lantai atas mulai menyala, kulihat Nat berjalan menuju jendela dan berkata sesuatu kepadaku melalui mulutnya tanpa mengeluarkan suara.
"Pulang!" serunya.
Aku tertawa dan melambaikan tangan kepadanya, begitu pula dengannya. Setelahnya, aku menutup jendela mobilku dan mulai berkendara pulang.
Di tengah perjalanan, aku menyalakan radio dan mengganti salurannya hingga menemukan musik yang cukup bersemangat. Sepanjang perjalanan, aku tidak dapat berhenti tersenyum, terkadang bersenandung ketika reff dari lagu kesukaanku diputar.
Kurasa kencan pertamaku malam ini sukses besar!
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
BONUS
Cia ciaaaa, yang barusan abis....😚
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro