Chapter 10 - Tidsoptimist
Dua minggu sebelum homecoming, aku sedang sibuk berlatih untuk penampilan kedua klub band, yaitu pertandingan football melawan Hearst High. Selain itu, aku juga sedang menulis lagu untuk Nat karena aku berencana untuk mengajaknya ke homecoming.
Well, itu idenya Myra. Tapi tetap saja, aku ingin segalanya sempurna.
Siang ini, aku duduk berhadapan di cafeteria bersama Myra untuk makan siang. Gadis itu memesan lemon tea dengan spaghetti carbonara, sedangkan aku memesan paprika beef dengan jus strawberry.
Myra tidak banyak berbicara hari ini, ia menatap spaghettinya untuk waktu yang cukup lama sambil memutarnya berkali-kali dengan garpu.
"Are you okay?" tanyaku.
Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arahku, ia tampak terkejut. "Yeah, I'm fine. Aku--um--hanya memikirkan kuis bahasa Spanyol yang diadakan pagi ini."
Aku mengangkat salah satu alisku. "Sejak kapan kau peduli pada nilaimu?"
Myra menendang kakiku di bawah meja dan tertawa kecil, "Hei, aku juga ingin lulus dan berkuliah di universitas yang layak!"
"Fine, fine." Aku tertawa. "But I'm not stupid. You are my best friend, I know you have a lot in your mind now."
"Bagaimana denganmu?" Myra bertanya balik. "Lagumu untuk Nat, apakah sudah selesai?"
Aku tersenyum simpul. "Sebenarnya sudah, tetapi aku masih mencoba beberapa opsi. Aku ingin memilih yang terbaik untuknya."
"Jadi kau tidak hanya menulis satu lagu?"
"Yeah." Aku mengangguk.
Myra melirik ke arah spaghetti carbonara miliknya dan terdiam cukup lama, kemudian ia melirik ke arahku lagi.
"Apapun yang kau ciptakan, sebaiknya cepat selesaikan dan ajak dia ke homecoming!" ucapnya.
"Whoa whoa, homecoming masih dua minggu lagi, chill--!" sanggahku.
"No, bukan masalah itu!" Myra memotongku berbicara, ia terdiam sebentar lalu melanjutkan perkataannya. "--Intinya, jangan terlalu lama."
"Why?" tanyaku.
"Girls hate that," jawab gadis itu.
"Hi, guys!"
Aku menoleh ke belakang dan melihat Ezra menyapa kami. Pemuda itu memegang nampan dengan mac and cheese di atasnya, kemudian duduk di sampingku.
"Kau akan mengajak seseorang ke homecoming? Siapa dia?" tanya Ezra.
"Who said that?" Aku mengelak.
Ezra mengerutkan bibirnya. "Ya sudah kalau kau tidak mau memberitahuku. By the way, apakah kalian akan ikut menonton tryout football untuk posisi quarterback sore ini?" Ezra bertanya pada kami berdua.
"Karena besok akhir pekan, yeah, aku akan ikut menonton." Myra mengangguk dengan antusias.
"Good. Aku juga mengajak Nat, dia bilang akan ikut menonton." Ezra menoleh ke arahku. "Kau ikut?"
Aku mengangkat kedua alisku dan tersenyum simpul. "Yeah."
Kami menikmati makan siang sambil mengobrol tentang penampilan kami selanjutnya melawan Hearst High, tetapi Myra tetap terlihat tidak menikmati percakapan ini. Gadis itu terlihat sedang memikirkan sesuatu, entah apa.
******
Sore hari setelah jam pelajaran berakhir, aku, Nat dan Myra duduk di tribun untuk menyaksikan tryout tim football. Murid yang mendaftar tidak banyak dan dapat dihitung dengan jari. Aku melihat Michael di tengah lapangan, memakai pakaian football lengkap dan bersiap untuk melakukan tryout.
Tidak lama kemudian, kami melihat seseorang yang sangat familiar berjalan menuju ke tengah lapangan, ia membuka helmnya dan menoleh ke arah kami, kemudian melambaikan tangannya.
"Ezra?!" Kami terkejut dan secara bersamaan menyebut namanya.
"Wish me luck, guys!" Ia berteriak dari tengah lapangan dan melambaikan tangan pada kami.
Myra mengerutkan dahi. "Jadi, ini maksudnya ia meminta kita untuk menonton tryout?! Untuk mendukungnya?"
Aku terkekeh. "Aku tidak ingin mematahkan semangatnya, namun, bukankah yang terpilih sudah pasti Michael?"
"Oh my God, aku tidak percaya ia mendaftar untuk tryout! Aku bahkan tidak tahu ia bisa berolahraga atau tidak!" seru Nat.
"Rude! I can hear you all from here!" Ezra protes, ia berteriak.
Tryout untuk pencarian quarterback dimulai, satu persatu murid menunjukan kemampuannya. Waktu semakin berlalu dan matahari nyaris terbenam, tibalah giliran Ezra.
Pemuda itu bersiap di samping Julian yang sedang menggenggam bola. Setelah peluit dibunyikan, Julian mengoper bolanya pada Ezra, ia mengambil posisi untuk mengoper, kemudian melemparkan bolanya pada Caleb yang sedang berlari. Pemuda itu dengan mudah menangkapnya.
"Bagus sekali, Big Bro!" pemuda itu berteriak.
Namun, Ezra tidak menggubris teriakan adiknya, ia mengibaskan jari-jarinya, kemudian menggenggam erat pergelangan tangannya.
Caleb merasa ada yang salah dengan kakanya, ia berlari menghampirinya. "Bro, are you okay?"
Ezra meringis kesakitan, namun ia tetap mencoba tersenyum. "Aku baik-baik saja, namun sepertinya salah satu jariku terpelintir. Sepertinya aku berubah pikiran, aku mengundurkan diri menjadi quarterback dalam tim. Aku perlu tanganku untuk bermain drum."
Caleb menekuk wajahnya. "Oh, no. You're the right person to our team!"
"Yeah, your're amazing, buddy!" tambah Julian.
Ezra menghela napas berat. "Aku tidak bisa membiarkan tanganku cedera, bagaimana bisa aku bermain drum untuk pertandingan selanjutnya jika tanganku cedera?"
"Kalau begitu, pemain cadangan saja, please?" Caleb memohon.
Julian menekuk wajahnya. "Kurasa kita tidak bisa memaksanya." Pemuda itu menepuk pundak Ezra. "Beristirahatlah!"
Ezra mengangguk dan berlari ke arah sekolah. Tidak lama kemudian, ia menghampiri kami di tribun dengan jaket kulit dan celana jeans.
"Apa yang kau pikirkan?! Bagaimana dengan band, bodoh?! Bagaimana bisa kau menjadi quarterback sekaligus pemain drum?!" Myra protes.
"Easy!" Ucap Ezra cepat. "It was a dare. Aku kalah taruhan dan Wes menyuruhku untuk melakukan dare, yaitu mengikuti tryout football!" Pemuda itu mengangkat tangan kanannya. "Lagipula, Caleb dan Julian percaya bahwa tanganku benar-benar cedera, jadi aku resmi didiskualifikasi!"
"Whatever!" gerutuku.
Menit demi menit berlalu, langit Cedar Cove sudah menjadi gelap secara keseluruhan, kini giliran murid terakhir yang melakukan tryout, yaitu Michael.
Michael bersiap mengambil posisi quarterback. Peluit dibunyikan, Julian mengoper bolanya pada Michael. Beberapa anggota football lain mencoba untuk menghadangnya, namun Michael menghindar dengan cepat, gerakannya cukup lincah. Setelah posisinya cukup dekat dengan Caleb, ia melemparkan bolanya pada pemuda itu. Caleb menangkap bolanya dengan sempurna, seluruh pemain football yang duduk di bangku cadangan bertepuk tangan, begitu pula dengan beberapa penonton di tribun.
Percobaan kedua, Michael mencoba menbawa bola hingga ke end zone untuk mencetak angka. Permainannya sangat luar biasa. Ia berlari sangat cepat dan sangat lincah menghindari pemain bertahan. Dengan mudah ia bisa mencetak skor.
Ezra membelalakkan matanya. "Wow, he's good. Aku yakin quarterback yang terpilih adalah Michael!"
"Kurasa semua kemampuannya datang dari niat untuk membalaskan dendam." Nat berbisik.
Tiba-tiba, Caleb berjalan menuju ke tengah lapangan, ia membawa sebuah pengeras suara dan memberikannya pada Michael.
Pemuda itu mengambilnya dan mengetes suaranya. "Tes. 1 2 3."
Suara Michael cukup keras terdengar hingga bangku tribun. Murid-murid yang menonton pertandingan ini terlihat bingung.
Pada akhirnya, pemuda itu melihat ke sekeliling lapangan dan bangku tribun, kemudian berhenti di kami kami.
"Natasha Winchester, turunlah ke lapangan!" Ia berbicara dari balik pengeras suara.
Seluruh murid di lapangan dan bangku tribun terdiam, kemudian mengalihkan pandangannya pada Nat. Gadis yang dimaksud membelalakkan matanya, mulutnya setengah terbuka.
Michael tertawa kecil dan kembali berbicara dengan menggunakan pengeras suara. "Yeah, kau. Kemarilah."
Nat perlahan melirik ke arah sekitarnya, tatapan semua orang tertuju padanya.
Ezra tersenyum dan menyikut lengan Nat."Go!"
Dengan ragu, gadis itu berdiri dan melangkah menuruni tangga tribun menuju lapangan.
Myra menggelengkan kepalanya secara perlahan dan bergumam. "No no no no, jangan sekarang."
Aku menoleh ke arah Myra dan mengerutkan dahiku. "Myra, what is this?"
Myra menunduk dan menggigit bibirnya, ia tidak merespon pertanyaanku. Sedangkan Ezra, pemuda itu menepuk kedua tangannya.
"Yeah! Go, Nat!" Ezra bersorak.
What the hell is going on here?!
Aku memalingkan pandanganku kembali ke tengah lapangan, tepat ke arah Nat yang berjalan menuju pemuda yang baru saja memanggilnya. Setelah mereka berhadapan di tengah lapangan, Michael mendongak ke atas langit. Dengan refleks Nat juga memalingkan pandangannya ke atas.
Tiba-tiba, kembang api berwarna merah dan orange menghiasi langit malam Cedar Cove, disusul oleh beberapa kembang api berwarna ungu dan hijau. Lapangan football Berry High dipenuhi oleh suara gemuruh kembang api dan suara tepukan tangan. Seluruh murid yang berada di lapangan maupun tribun turut memeriahkan kembang api tersebut, kecuali aku dan Myra.
Michael memalingkan pandangannya ke arah scoreboard, tiba-tiba sebuah spanduk terbuka dan berkibar di udara.
[Natasha, Homecoming?]
"Ezra, you know about this?!" tanya Myra.
"Yeah!" Ezra tersenyum lebar. "Michael meminta Caleb untuk membantu mempersiapkan homecoming proposal-nya. Ia juga memintaku untuk mengajak Nat, karena gadis itu adalah salah satu anggota band, sama sepertiku. Akan lebih masuk akal jika aku yang mengajaknya, bukan?"
"Oh, no," lirih Myra.
"What's wrong?" tanya Ezra polos.
"I think you made a mistake," jawab Myra.
Perutku mual. Tidak sanggup lagi melihat Nat dan Michael saling berpegangan tangan, dengan cepat aku berdiri dari bangku tribun dan berjalan cepat menuju ke dalam sekolah.
"Where are you going!?" Aku mendengar Ezra berteriak memanggilku, namun tidak kuhiraukan.
******
Aku berjalan dengan cepat menelusuri koridor yang sepi sambil mengepalkan tangan, rahangku mengeras. Langkah kakiku berdecit dan bergema di seluruh koridor.
Dadaku sesak, berusaha menahan amarah. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain terus berjalan.
Aku berjalan keluar sekolah dan sampai di lapangan parkir, kemudian melanjutkan langkahku untuk masuk ke dalam mobil.
Setelah membanting pintu mobil, dengan cepat aku mengambil tas dan mengeluarkan binder musikku. Kubuka binder-ku hingga lembaran yang paling baru, lalu mereobeknya.
Lagu yang kutulis di lembar paling akhir adalah salah satu draft yang seharusnya kumainkan untuk Nat. Aku menatap kosong lembaran tersebut, kemudian meremasnya menjadi bola dan kulemparkan ke arah tasku.
Napasku berderu cepat namun pendek. Aku melipatkan lengan kananku dan memukul kemudi mobil. Pandanganku menatap kosong ke depan, jauh melewati kaca depan mobilku, kemudian menyandarkan dahiku di kemudi mobil, mencoba untuk mengatur napasku sambil memejamkan mata.
Apa yang sudah kulakukan? Aku benar-benar lupa dengan Michael. Seharusnya aku menyelesaikan laguku lebih cepat.
Aku benci pada diriku sendiri.
Tiba-tiba, aku mendengar seseorang mengetuk kaca mobilku. Aku menoleh ke arah jendela dan melihat Ezra dan Myra berdiri di samping mobilku.
"Man, kau tidak akan membukakan pintunya untuk kami?" Ezra mengetuk kaca jendela, ia tampak khawatir.
Aku menghembuskan napas berat, kemudian membuka pintu mobil.
"Aiden, let me explain," ucap Myra cepat.
Ezra menekuk wajahnya. "it was my fault. Seharusnya aku tidak mengajakmu untuk menontonku melakukan tryout. Aku tahu Caleb dan tim football akan membantu Michael untuk melakukan rencananya, mengajak Nat ke homecoming. Hal yang tidak kuketahui adalah kau juga menyukai Nat."
Dengan cepat Myra memelukku. "Tadi pagi, seluruh murid di homeroom-ku membicarakan tentang ini, maka karena itu aku menyuruhmu untuk secepat mungkin mengajak Nat. Namun aku tidak tahu Michael akan melakukannya hari ini. Aku tidak mengatakannya padamu karena aku takut itu akan mematahkan semangatmu."
"Kalau saja aku tahu, aku tidak akan membiarkan Caleb membantu Michael," lirih Ezra.
Aku terdiam selama beberapa saat, lalu tersenyum lemah. "Sudahlah, sebagaimana pun aku berusaha, seseorang selalu lebih baik dariku, kan?"
"Aiden! Jangan bicara seperti itu!" Myra meninggikan nada suaranya.
"Aku mau pulang, biarkan aku sendiri," ucapku dingin sambil melepas pelukan Myra.
"Aiden--" Ucapan Myra terpotong ketika aku membanting pintu mobil.
Aku menancapkan gas dan berkendara pulang, meninggalkan Ezra dan Myra yang sedang mengkhawatirkanku di belakang.
Siders gapapa ga comment, tapi ⭐-nya diklik ya! It means a lot to me, thank you so much💙
******
BONUS
Jangan sedih ya, bang😔
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro