Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04 Irkutsk

Pukul 17.45

Masih di hari yang sama, 15 Desember 2020.

Delapan hari menuju kepergiannya.

Ah, aku harus meninggalkan kenangan yang baik untuknya. Tapi aku tidak tahu harus apa untuk membuatnya terus bahagia selama delapan hari berturut-turut.

Untuk membahagiakan diriku sendiri saja rasanya sangat sulit. Bagaimana tidak, mengetahui bahwa sebentar lagi Renjun akan pergi masih menyisakan rasa tidak rela dalam hatiku.

Aku tak tahu harus melakukan apa untuk menghabiskan delapan hari kedepan agar Renjun bisa pergi dengan perasaan senang. Jangankan untuk delapan hari kedepan, untuk menghabiskan sisa hari ini dengan Renjun saja aku tak tahu harus bagaimana.

Mengetahui fakta menyedihkan – bahwa ia akan pergi – sungguh membuat semua rencana seru kami hancur berkeping-keping. Bagaimana tidak, hati semua orang pasti akan hancur saat mengetahui salah satu orang terdekatnya akan pergi sangat jauh dan tidak dapat kembali.

Begitulah kira-kira hatiku hari ini. Saking hancurnya, alih-alih melakukan hal seru selama berada di jalur kereta Trans-Siberia, aku samasekali tidak berenergi untuk melakukan apapun. Cupu memang, harusnya aku tetap positif agar Renjun bisa terhibur dan menjadi lebih ceria. Ya, mungkin aku butuh waktu untuk menerima semua ini.

Tapi tidak boleh terlalu lama.

Karena besok pagi sudah menjadi hari ketujuh sebelum kepergian Renjun.

***

Setelah melewati danau Baikal, kami sebentar lagi akan tiba di kota Irkutsk.

Dua penumpang di kamar kami akan turun di stasiun kota Irkutsk. Mereka berdua berpamitan kepada kami. Tak lupa, kami memberikan ucapan terima kasih atas cerita dan pengalaman yang mereka berikan selama kami berbincang di dalam kamar. Rasanya senang sekali bisa mengenal mereka.

"Terima kasih sudah menjadi roommate kami yang baik! Semoga perjalanan kalian di Irkutsk menyenangkan!"

"Terima kasih kembali, semoga kalian selamat sampai di Moscow"

Kereta kami berhenti di stasiun kota Irkutsk selama 1 jam. Waktu yang cukup untuk makan malam dan membeli persediaan makan untuk hari-hari berikutnya.

Setelah kereta kami benar-benar berhenti, kami turun untuk memberi salam terakhir kepada dua orang yang menjadi roommate kami sejak keberangkatan dari Vladivostok itu. Setelah itu, kami bergegas mencari bahan makanan untuk hari selanjutnya. Renjun berjalan di belakangku. Kami menuju minimarket dan memutuskan untuk membeli banyak sereal, makanan instan, roti, dan susu. Untuk makan malam nanti , Renjun rupanya sudah membelikanku mashed potato dengan daging dan saus dalam kemasan yang dijual oleh para Babushka di stasiun Irkutsk.

"Jun, menurutmu setelah penumpang yang tadi pergi, kira-kira siapa penggantinya, ya?"

"Mana aku tahu, memangnya aku petugas kereta yang tahu semua data penumpang yang bakal naik?!"

"hahaha, ih kok jadi marah, sih" aku meledeknya

"tapi semoga saja penumpang yang menempati kamar kita selanjutnya seseru penumpang sebelumnya"

Perbincangan barusan membuatku sedikit menjadi lebih positif. Rupanya Renjun masih berselera untuk bercanda.

Aku jadi merasa bersalah padanya. Harusnya aku lebih ceria lagi untuk mengalihkan pikirannya dari kematian. Aku tahu pasti Renjun daritadi tidak berhenti memikirkan peristiwa delapan hari kedepan – sama sepertiku – tapi aku kagum karena dia tidak mau terlalu larut dalam kesedihan dan malah bercanda seperti biasa. Itulah salah satu sifat yang ia miliki, yaitu tidak mau membuat masalah terlihat lebih besar.

Renjun, aku kagum sekali padamu.

***

Setelah kami rasa cukup untuk meregangkan tubuh di stasiun dan membeli persediaan makan, kami kembali naik ke gerbong dan menuju kamar kami.

Saat kami hendak masuk, aku terkejut karena ada orang asing yang memasuki kamar kami. Dia laki-laki, rambutnya nyaris botak.

"Eh, ini siapa?" Renjun bertanya kepada orang asing tersebut.

Sambil menaruh tas yang  dibawanya, ia menjawab:

"hai, maaf mangagetkan kalian. Aku penumpang baru di kamar ini, aku baru saja naik dari stasiun ini"

Aku dan Renjun saling bertatapan. Sesaat kemudian tawa kami pun pecah.

Betapa bodohnya kami karena tidak menyadari bahwa penumpang baru bisa saja naik saat kereta berhenti di stasiun besar seperti di stasiun Irkutsk seperti sekarang. Kami tidak kepikiran hal tersebut, jadi kami curiga bahwa orang asing itu bermaksud jahat karena memasuki kamar kami tanpa izin. Rupanya dia adalah roommate baruku dan Renjun. Kamipun bergegas membantu pria yang nyaris botak tersebut untuk menaruh barang-barangnya di kamar kami.

Rupanya, penumpang baru yang menempati kamar kami hanya satu orang. Itu artinya kami hanya bertiga di kamar ini dan masih ada satu kasur tersisa. Aku senang karena kamar kami tak sepenuh sebelumnya.

"Terima kasih sudah membantuku tadi. Namaku Boris." Penumpang baru itu memperkenalkan diri.

"hai Boris! Aku Katya, ini temanku, Renjun. Kami dari Vladivostok dan akan turun di Moscow. Kau sendiri dari mana dan akan kemana, Boris?" balasku

"kalian dari Vladivostok? Wah, kalian sudah melalui perjalanan panjang. Aku dari Irkutsk dan akan ke Moscow juga! Kita akan menjadi roommate sampai tujuan"

"wah, semoga sampai Moscow nanti formasi di kamar kita tetap bertiga. Kalau slot kosong dalam kamar ini terisi, nanti ruang gerak kita tak akan seleluasa ini! Hahaha" Renjun menyahut

"benar, jun! apakah sebelumnya kamar ini terisi 4 orang?" tanya Boris

"iya, tapi sebenarnya tidak apa-apa kalau terisi full. Tetapi lebih baik bertiga saja!" sahut Renjun

Aku bersyukur kami kedatangan orang yang ramah dan penuh canda seperti Boris. Meskipun baru kenal, kehadiran Boris membuat kami lebih banyak mengobrol, bermain, berdiskusi, dan bercanda di dalam kamar.

Setidaknya semua hal itu bisa mampu mengalihkan pikiran kami dari kelakuan iblis jahat yang akan mengambil Renjun.

Pukul 23.00.

Kami sudah lelah berbincang dan merebahkan diri di kasur kami masing-masing.

Sebuah kenyataan pahit yang kuhadapi besok pagi saat terbangun adalah, besok sudah tujuh hari sebelum iblis mengambil Renjun.

Aku berdoa sejenak dan meminta pertolongan Tuhan agar bisa menghadapi hari-hari esok dengan ceria dan tenang.

Hari ini tidak ada yang berbeda dengan Renjun. Dia hanya sedikit sedih setelah menyampaikan fakta mengejutkan itu padaku di danau Baikal tadi siang. Setelah itu dia sudah bisa bercanda lagi. Tidak seperti aku yang malah sedih tak karuan maskipun aku tak menunjukkan kesedihanku pada Renjun.

Aku masih ingin menangis. Tapi aku tidak mau mengecewakannya. Aku tahu pasti dia akan kecewa jika melihatku menangis. Jadi sebisa mungkin, aku akan menahannya.

***

Pukul 01.27

Lagi-lagi, aku terbangun di tengah malam.

Renjun tidur sangat pulas, begitu pula Boris yang tidur di kasur tepat di bagian atas Renjun. Andai saja aku bisa tidur pulas seperti mereka tanpa harus terbangun seperti ini. Terbangun di tengah malam itu mengganggu, percayalah.

Aku melihat jendela, di luar sana terlihat hanya sedikit cahaya lampu dari rumah-rumah yang terletak di tepi rel kereta. Sesekali pemandangan jadi gelap gulita karena kereta tengah menyeberangi sungai ataupun padang rumput. Di kejauhan, sesekali terlihat seberkas cahaya dari sebuah pembangkit listrik.

Tidak ada suara apapun selain suara deru kereta yang melaju di tengah dinginnya wilayah Siberia.

Pikiranku soal Renjun kembali menghantuiku.

aku masih berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis. Karena tidak lucu bila Renjun bangun dan memergokiku sedang menangisinya.

Aku melakukan latihan pernapasan sederhana – kalian bisa melakukannya jika sedang panik atau stress – dengan menarik napas dalam dalam dan hembuskan perlahan. Aku mengulangi pola tersebut perlahan-lahan sampai pikiranku stabil. Teknik pernapasan seperti ini sangat berguna.

Dilangit rupanya ada bulan. Dia sudah bukan bulan sabit lagi. Melainkan bulan setengah.

"Hai bulan, ada kamu lagi disini. Terima kasih sudah mau menemani"

"menurutmu, aku bisa, kan melewati ini? Aku mau jadi orang yang ceria selama tujuh hari kedepan, agar Renjun juga ceria. Bisa kan, bulan?"

Kebiasaanku berbicara dengan alam kembali terulang.

Memikirkan soal iblis, gara-gara Renjun aku jadi percaya dengan adanya iblis di dunia ini, padahal sebelumnya aku tak tahu apa-apa soal itu karena tidak percaya. Kalau dipikir-pikir, mengerikan juga pekerjaan iblis, mereka bisa mencabut nyawa seseorang.

Aku jadi takut. Seperti malam sebelumnya, aku berpikir bagaimana jika ada iblis yang mengikuti kami dan mengawasi kami sepanjang jalan di kamar ini? Bagaimana jika iblis itu sebenarnya menjelma menjadi penumpang lain agar kami tidak ketakutan?

Bagaimana jika sebenarnya Boris adalah jelmaan iblis?

Tidak, tidak. Please, Katya. Hentikan pemikiran konyol ini

Boris sangat baik pada kami. Kalau memang dia jelmaan iblis, pasti dia baik pada kami karena ingin menghasut kami.

Sial, pikiranku mulai mengada-ada

Tapi kalau benar seperti itu bagaimana? nasib kami akan terancam.

Oh sial. Aku yang awalnya tak paham soal iblis mendadak berpikir tentang hal mengerikan seperti ini. Ayolah, pasti Boris itu manusia. Kalau dia iblis, dia tidak mungkin tidur mendengkur seperti sekarang ini.

Dini hari ini sudah memasuki tanggal 16 Desember. Ya, tujuh hari lagi sebelum tanggal 23 Desember.

Oh, aku tiba-tiba terpikir kak Doyoung. Mau tidak mau kak Doyoung harus tau mengenai fakta bahwa Renjun akan berubah jadi asap dan pergi meninggalkan kami semua saat tengah berlibur di Moscow. Jika kami menceritakan fakta ini, bagaimana kalau kak Doyoung malah menganggap kami bercanda dan saat Renjun sudah pergi, dia kebingungan mencari kemana perginya pria bermarga Huang itu.

Kalaupun dia paham dengan hal ini, aku tidak mau kak Doyoung jadi sedih atau terbebani karena akan kehilangan Renjun. Niat awalku dan kak Doyoung kan hanya untuk berlibur di Moscow, bukannya mau melepas kepergian sahabatku itu.

Ah, bagaimana aku harus mengatakan fakta ini ke kak Doyoung?

"Bulan, menurutmu, aku harus bilang apa ke kak Doyoung?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro