03 Lake Baikal
Hari ketiga di dalam kereta,
Pukul 09.10 pagi ini rupanya kami sudah melewati kota Ulan-Ude.
Itu artinya sebentar lagi jalur kereta ini akan melintasi garis selatan danau Baikal, danau tertua, terluas, dan terdalam di dunia. Dengar-dengar airnya juga terjernih di dunia. Danau Baikal memang serba "ter". Saking luasnya, banyak orang berpikir bahwa danau Baikal tidak seperti danau, melainkan laut.
Aku sudah memberitahu Renjun soal danau ini sebelumnya. Dia ikut penasaran dan ingin melihat penampakannya secara langsung. Namun, Renjun masih tidur dibalik selimut. Aku mencoba membangunkannya, karena perkiraanku sebentar lagi kami akan melintasi danau Baikal.
"woy Renjun. Bangun! Jangan kebo"
"oy, mau lihat danau Baikal gak sih?"
Renjun menyibak selimutnya perlahan-lahan. Saat aku melihat wajahnya, aku bisa melihat kalau matanya bengkak dan berair.
Dia menangis?
Kalau dia benar menangis, artinya ini adalah kali pertama aku melihatnya menangis sejak 4 tahun kami berteman.
Dia adalah pria yang tangguh. Dia banyak mengajarkanku arti kerja keras dan perjuangan, meskipun dia terlahir dari keluarga kaya (tidak jadi kaya kalau tidak ada perjanjian dengan iblis), dia benar-benar mengajarkanku untuk jangan sering-sering mengeluh saat dihadapkan dengan kesulitan selama kuliah, dan yang paling sering ia ajarkan: jangan pernah menangis. Renjun sering mengajakku deep talk soal kehidupan, dan ia selalu menegaskan untuk jangan pernah menangis karena kau akan menyesal karena tidak memiliki pertahanan yang kuat dalam menjalani hidup.
Apa yang sering dia ajarkan kepadaku jelas terlihat dalam dirinya. Dia tidak pernah mengeluh (kecuali saat diajak naik kereta Trans-Siberia), selalu berjuang untuk tidak terlalu bergantung pada orang tuanya, dan tidak pernah menangis.
"Renjun, matamu? Kau menangis?" aku memberanikan diri untuk bertanya.
"eh, Kat, gapapa kok, kayanya agak kelelahan aja nih jadi agak bengkak mukaku" Renjun menjawab sembari menyedot lendir dari hidungnya.
Mana ada kasus mata bengkak disertai lendir di hidung kalau bukan sehabis menangis? Oh, atau mungkin dia kedinginan? Aku tidak mau mempermasalahkan ini. Kuasumsikan dia memang kelelahan.
Kami bergegas singkat kemudian sarapan dari persediaan makanan kami yang menipis, lalu kami duduk di kasur dalam kamar kami, dan melihat apa yang terjadi di luar jendela kereta. Ngomong-ngomong, dua penumpang lain yang bermalam di kamar kami sedang tidak dikamar. Mungkin mereka sedang sarapan di gerbong khusus restoran.
Di dalam kamar kami yang pintunya sedang tertutup itu, aku hanya berdua dengan Renjun.
"Kat, kamu sedih gak kalau aku hilang?"
"dih, kok pertanyaannya kaya gitu?" aku kaget setengah mati mendengar pertanyaan Renjun
"hahaha gapapa Kat, aku cuma mau cerita lagi. Satu fakta terbesar yang berhubungan sama perjanjian iblis ini"
Di luar jendela, aku mulai melihat keberadaan danau Baikal dari jauh. Artinya sebentar lagi kami akan melintasinya.
"Kat, jangan kaget ya, plis"
"kamu pernah mikir gak kalau iblis sudah ngasih harta sebanyak ini ke generasi-generasi bawah setelah kakek buyutku, iblis itu meminta bayaran?"
Aku tidak kepikiran dengan apa yang barusan ditanyakan Renjun. Jujur, kupikir segala yang diberikan iblis ke keluarga Huang itu gratis.
Aku baru sadar kalau ini adalah "perjanjian". Sebuah perjanjian harus ada pihak yang memberi dan membayar.
Jadi, iblis di keluarga Huang minta bayaran?
"nah, iblis itu baru meminta bayaran sekarang. Memang, kakek buyutku melakukan perjanjian iblis sudah lama sekali sejak anaknya masih kecil"
"tapi tahukah kamu? Perjanjian yang dilakukan kakek buyutku akan menghasilkan kekayaan kepada tiga keturunan. Yaitu kakek buyutku, kakekku, dan ayahku"
"hanya tiga keturunan. Keturunan keempat, alias aku, tidak mendapatkan harta lagi"
Hah? Aku bingung. Apakah artinya kekayaan keluarga Huang akan berhenti sampai di ayahnya Renjun saja?
"Maksudnya, kamu gak bakal dapat harta dari ayah kamu?" Aku mencoba mengkonfirmasi kepadanya sebelum bertambah bingung
"Benar, Katya. Karena iblis itu meminta bayarannya sekarang."
Dia terdiam cukup lama. Jadi apa bayarannya? Mengapa dia tidak mengatakannya to the point?
"Katya. aku minta maaf" Renjun kembali bicara.
Anak ini kenapa sih, kok tiba-tiba minta maaf.
"Katya, iblis itu meminta aku sebagai bayarannya"
"Maksudnya jun? iblis itu minta kamu buat balikin harta yang selama ini kamu pakai?" jujur, aku tidak paham apa maksudnya iblis meminta Renjun sebagai bayarannya. Yang terlintas dibenakku adalah iblis itu meminta harta yang sudah digunakan Renjun kembali.
Nasib tidak percaya pada iblis, aku jadi susah memahami apa yang Renjun bilang.
"Jadi Kat, iblis itu m-meminta nyawaku"
"R-roh dan t-tubuhku, a-akan menjadi bayaran untuk iblis yang selama ini ada di keluargaku"
Deg!
Apakah artinya dia akan meninggal?
Ini benar-benar mimpi buruk.
Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku saking tidak percayanya. Nafasku jadi tidak beraturan. Jantungku sepertinya sudah copot. Seluruh badanku lemas. Ototku seperti sudah tidak berfungsi lagi.
Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa sahabatku itu akan meninggal.
Kulihat Renjun gemetar, dia pasti sangat ketakutan.
"s-sekali lagi, m-maaf ya Katya. Maaf baru memberitahu soal ini kepadamu. Maaf, aku tidak bisa menemanimu lebih lama. Maaf kalau aku banyak membuatmu marah. Aku tidak lama lagi akan pergi"
"RENJUN! KATAKAN PASTI ADA CARA UNTUK MENGHENTIKANNYA!" emosiku tidak terkontrol. Aku berteriak kepadanya didalam kamar kami. Aku menjadi histeris.
Sebisa mungkin aku tidak menangis.
Aku tidak mau mengecewakan sahabatku karena aku menangis. Aku tidak mau membuatnya kecewa disaat-saat sebelum ia pergi dari dunia ini.
"Katya, percayalah kepadaku. Bahkan saat ayahku masih muda dia sudah berusaha keras mencari jalan keluar untuk semua ini. Dia juga tidak mau kehilangan aku. Tapi bagaimanapun, janji adalah janji. Ketika kakek buyutku sudah sepakat dengan iblis, maka iblis akan melakukan apa yang sudah disepakati, yaitu mengambilku."
Nafasku semakin tidak beraturan. Rasanya aku seperti sudah tidak punya jantung lagi.
"KAPAN SI IBLIS SIALAN ITU MENGAMBILMU?!! AKAN KUMARAHI DIA. SEENAKNYA DIA MEMBUNUHMU!"
"Katya, watch your words. Tidak baik menantang iblis"
Tak lama kemudian, kereta kami akhirnya melewati pesisir danau Baikal. Sebenarnya indah sekali danau ini saat musim dingin. Rasanya seperti membelah laut yang hampir beku.
Persetan dengan danau Baikal. Tak peduli indah atau tidak. Aku masih tak terima dengan fakta menyakitkan ini.
Kemudian Renjun menjawab pertanyaanku sebelumnya.
"Katya, iblis itu akan mengambilku tiga bulan sebelum usiaku 21 tahun"
Tiga bulan sebelum tanggal 23 Maret 2021 atau hari ulang tahun Renjun ke-21, adalah tanggal 23 Desember 2020.
Sial, ini sudah 15 Desember, waktu yang tersisa sebelum Renjun pergi tinggal 8 hari lagi.
Delapan hari terakhir yang harus kumanfaatkan sebelum ia pergi.
Delapan hari terakhir sebelum aku tidak bisa bermain dan bercanda dengannya lagi.
Delapan hari terakhir dimana aku harus menahan tangis di depannya.
Delapan hari terakhir sebelum aku tidak bisa melihat wajahnya lagi.
Ini benar-benar berat.
Renjun melihat keluar jendela. Melihat penampakan danau Baikal yang indah. Memandangi danau dengan wajah datar seperti kehilangan harapan.
Seharusnya kami takjub dan senang saat melintasi danau Baikal, tetapi mau bagaimana lagi? Aku sudah seperti orang gila sekarang. Aku benar-benar tidak bisa menikmati keindahan danau Baikal setelah mengetahui fakta bahwa Renjun akan pergi dan tak kembali.
Aku mencoba sekuat tenaga untuk menarik nafas dalam-dalam. Aku harus tenang, meskipun sekarang keringat dingin membanjiri telapak tanganku karena syok.
Aku masih gemetar.
" Tak apa, Katya. Jangan panik, kalau kau panik, siapa yang akan menghibur dan menenangkan Renjun? Kau harus menjadi teman yang berguna sebelum ia pergi. You can do it, Katya!"
Suara dari dalam hatiku masih berbaik hati untuk mengingatkanku agar tetap tenang.
"Renjun, maaf aku berteriak padamu tadi" kurasa aku sudah mendapatkan nafasku kembali, jadi aku memutuskan untuk meminta maaf padanya.
"apakah tidak apa-apa meninggal saat kau jauh dari orang tuamu? Tanggal 23 Desember kita sedang di Moscow, kan?" aku bertanya dengan suara lirih.
Ia terdiam.
"Kalau kau mau kembali ke orangtuamu sebelum kepergianmu, silahkan. Kita bisa turun di stasiun pemberhentian selanjutnya dan mencari bandara terdekat, agar kau bisa pulang ke kampung halamanmu" suaraku semakin lirih.
"tak apa jika kita batal ke Moscow, kita bisa cari alasan ke kak Doyoung" sambungku.
"yang terpenting orang tuamu, jun. kau harus ada di sisinya sebelum kau pergi"
Aku jadi panik sendiri. Apa alasan yang harus kuberikan ke kak Doyoung? Dia pasti marah saat tahu tiba-tiba kami batal kesana. Kalaupun aku memberitahu soal apa yang menjadi masalah Renjun kepada kak Doyoung, dia pasti akan melongo seperti orang kebingungan karena tidak paham dengan apa yang terjadi padanya sekarang.
Ini sulit sekali.
Aku rela tidak jadi ke Moscow untuk menemani Renjun pulang. Bagaimanapun dia harus bersama orang yang ia cintai sebelum kepergiannya.
"kembali ke Tiongkok adalah tindakan bodoh. Ingatkah kamu saat ulang tahun kita yang terakhir? Saat kau ulang tahun, permohonanmu adalah agar bisa mengunjungi Moscow. Begitu pula saat ulang tahunku, aku memohon agar bisa ke Moscow juga denganmu!" Renjun bersuara.
"tak apa Kat, aku sudah berpamitan dengan orang tuaku sebelum keberangkatanku dari Tiongkok minggu lalu"
"mereka juga tahu kalau aku sangat ingin ke Moscow. Mereka sudah ikhlas tidak akan melihatku lagi setelah aku berpamitan untuk pergi ke Moscow minggu lalu.."
Kalau aku menjadi orang tuanya, aku juga tidak akan melarang Renjun untuk pergi ke Moscow, tapi sekaligus sedih karena tidak bisa berada di sisinya di saat-saat sebelum ia diambil oleh iblis. Bagaimanapun, dia harus mewujudkan impiannya sebelum kepergiannya, yaitu mengunjungi kota Moscow.
Ya sudahlah, yang terpenting aku harus membuat ia senang dan memiliki pengalaman berharga sebelum iblis meminta tubuh dan roh nya delapan hari lagi.
Pemandangan diluar jendela masih danau Baikal. Entah sudah berapa kilometer kami melintasi pesisir danau ini.
Danau Baikal, tolong dukunglah aku. Aku harus membuat delapan hari kedepan menjadi delapan hari paling berharga bagi Renjun.
Yap, berbicara kepada alam adalah salah satu caraku mendapatkan kekuatan kembali. Meski sepertinya akan sangat sulit untuk menemukan kekuatan setelah mendengar fakta mengejutkan ini.
Aku ingin menangis.
Oh Tuhan, bisakah aku lenyap dari pandangannya hanya untuk menangis? Aku tidak mau membuatnya kecewa karena aku menangis di depannya.
Yang bisa ku lakukan saat ini hanyalah memandangi pemandangan diluar jendela. Aku belum bisa menatap Renjun. Aku tidak mau tiba-tiba menjadi emosional saat memandanginya.
Diluar, pemandangan danau Baikal sudah berakhir. Aku sangat menyayangkan hal ini. Seharusnya, setelah kami melewati danau Baikal, perasaan kami senang karena puas telah melewati danau terluas, terdalam, tertua, dan terjernih di muka bumi ini.
Rupanya kami tidak senang. Perasaan sendu dan khawatir tengah merasuki diri kami.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro