Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kenangan bersih bagai salju

Semalam hujan badai salju turun. Menyisakan tumpukkan kristal putih dingin yang menutupi seluruh desa. Dimana-mana putih sejauh mata memandang. Cantik.

Berkat badai salju semalam para orang dewasa dan pemuda bangun lebih pagi untuk membersihkan jalan dari salju yang menumpuk. Walau hanya jalan setapak di pekarangan rumah masing-masing.

Untuk jalanan utama akan dibersihkan oleh mobil dengan sekop besar di depannya. Tapi tetap saja, walau hanya pekarangan rumah, pekerjaan menyekop salju ini sedikit menyusahkan. Tak banyak yang bangun dan mengeluh karena pekerjaan tambahan ini.

Berbeda dengan orang-orang dewasa yang mengeluh karna harus bekerja di pagi yang super dingin, anak-anak berhamburan keluar rumah dengan senyum yang bermekaran di wajah mereka. Mereka sangat bersemangat untuk membuat boneka salju, perang bola salju, seluncur, atau hanya sekedar bermain dengan ranting dan menggambar di atas salju dengannya. Jarang sekali salju turun sebanyak ini, sudah jelas anak-anak akan dengan senang hati bermain dengan si putih dingin ini.

"Ibu! Ibu! Aku main keluar, ya? Teman-teman sudah menunggu di luar," seru anak laki-laki yang wajahnya berseri-seri karena tak sabar untuk menikmati serutan-serutan es yang berhamburan di luar dengan kawannya.

"Di luar dingin," tutur lembut sang Ibu. "Cari pakaian yang lebih tebal jika ingin bermain. Pakai juga topi rajut dan sarung tangan yang ibu buat."

"Siap!"

Anak laki-laki bersurai hitam nan tampan itu melesat dengan cepat ke kamarnya, mencari apa yang ibunya instruksikan tadi.

Kim Chungha melihat keluar pintu yang langsung menampakkan pemandangan putih bersih dan cantik. Sudah lama sekali tidak melihat salju sebanyak ini, ucapnya dalam hati. Meninggalkan lengkungan manis di wajah wanita cantik itu.

Chungha duduk di kursi teras rumahnya. Dilihat anak laki-laki nya sudah berlarian keluar bersama teman-temannya. Ia hanya bisa mengawasi mereka, sesekali tersenyum ketika melihat anaknya melambai. Dan sesekali termenung mengingat potongan-potongan cahaya yang mengingatkannya bahwa ia dulu pernah berada disana, bersenang-senang.

"Ibu! Ibu! Lihat apa yang ayah temukan di gudang." Laki-laki kecil itu menggeret sepotong kayu tua yang tampak tak asing di ingatan Chungha. Wanita itu memperhatikan dengan intens potongan kayu yang sudah lapuk dan berbentuk agak melengkung di sisi-sisinya. Dan Chungha langsung ingat begitu melihat ada gagang sepeda yang menempel di sisi lain kayu.

"Oh, ibu ingat. Itu papan seluncur paman Yoongi."

"Papan seluncur? Kok bentuknya aneh?" Si Kecil memasang wajah bingung. Mana ada papan seluncur berbentuk potongan kayu dan ditempel gagang sepeda seperti ini? Aneh. Tapi anak itu sedikit terkagum dengan benda aneh yang ia temukan. Merasa menemukan harta prasejarah di rumah peninggalan mendiang kakek.

"Iya, paman Yoongi membuatnya sendiri." Chungha sedikit terkekeh melihat raut wajah putra tunggalnya yang lucu, raut wajah norak anak kota.

"Wah! Keren! Ibu, ini boleh untukku, ya?" matanya membulat dengan binar-binar indah, memohon, membujuk supaya bisa mendapatkan apa yang dimau.

"Ibu rasa paman Yoongi tidak akan keberatan." Chungha tersenyum menatap anaknya. Mengelus surai hitam malaikat kecil yang ada di depannya. Kemudian melanjutkan dengan nasihat tentang hati-hati dalam bermain.

Anak laki-laki itu berteriak gembira dan membawa papan kayu tua itu ke teman-temannya.

"Sayang, kenapa kau di luar? Bukankah dingin?" Suara lembut dengan campuran sedikit rasa khawatir tersebut berhasil membuat Chungha menoleh. Wanita tersebut tersenyum menatap asal suara yang tak lain adalah suaminya—Kim Seokjin.

Seokjin mendekat dan duduk di kursi sebelah istrinya. Menggenggam satu tangan wanitanya, kemudian mengelus lembut dengan kedua tangannya. "Ya ampun, tanganmu dingin sekali. Kenapa kau keluar dengan pakaian tipis, sih?" Seokjin mengamit tangan istrinya satu lagi, menggosok dengan kuat tapi juga lembut guna menghangatkan tangan Chungha.

Chungha tersenyum lebar melihat perlakuan suaminya. Padahal yang digosok telapak tangannya, tapi hatinya pun ikut menjadi hangat, sangat hangat sampai mengalir ke seluruh bagian tubuhnya. "Hanya melihat anak-anak bermain," jawabnya, Chungha kembali memperhatikan anak-anak yang bermain.

"Ya ampun, tanganmu membeku. Kau yakin tidak ingin masuk?" sekali lagi seokjin bertanya khawatir. Dan dibalas dengan gelengan kepala oleh chungha.

"Baiklah, aku akan mengambil jaket dan selimut." Seokjin bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Chungha membalas dengan senyum.

Sekarang pikirannya terbang jauh, berusaha mengingat kejadian bertahun-tahun lalu karena melihat sepotong kayu yang barusan dibawa anaknya. Sepotong kayu tua dengan satu memori indah pada musim dingin.

-

Hujan salju turun lebat semalam. Empat sekawan; Chungha, Yoongi, Hoseok, dan Namjoon sudah membuat rencana main sejak kemarin. Mereka sudah sepakat akan bermain seluncuran jika hujan salju turun lebat.

Titik temu mereka adalah padang rumput dekat hutan—walau sekarang sudah menjadi padang salju. Disana terdapat bukit-bukit kecil yang bisa menjadi tempat seluncur mereka dengan aman.

"Noona, bukannya itu papan luncur yang noona gunakan untuk membawa barang? Mau dibuat apa? Katanya kita akan bermain seluncuran?" Rentetan pertanyaan dari si Kecil Jungkook agak membuat Chungha geram, gadia merotasikan bola matanya. Tapi anak kurus dengan gigi kelinci itu hanya menatap bingung kepada kakak sepupunya tersebut.

"Dengar, Jung." Chungha menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Jungkook. "Kita memang akan bermain seluncuran, dan papan ini akan menjadi papan seluncurnya. Tapi kau tidak boleh memberitahu ibu atau ayahku, ya? Nanti mereka bisa mengomel. Kau paham?"

Jungkook membuat huruf 'O' dengan mulutnya tanpa mengeluarkan suara. Kemudian menjawab Chungha dengan anggukan yang mantap.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan Jungkook yang mengekori Chungha seperti anak ayam kepada induknya.

Begitu sampai, Chungha melihat dua anak laki-laki berdiri ditengah padang. Itu Yoongi dan Namjoon. Mereka sampai lebih dulu. Namjoon melambaikan tangan kepada Chungha dan gadis itu membalasnya. Yoongi terlalu malas untuk sekedar melambai, jadi anak laki-laki itu hanya tersenyum tipis.

"Hoi!" Suara nyaring itu membuat Chungha dan Jungkook menoleh kebelakang. Tak jauh dari mereka ada Hoseok yang tersenyum lebar-ciri khasnya-sambil melambaikan tangan dengan tinggi dan semangat.

"Hoi! Cepat kemari!" kali ini Namjoon yang berteriak, tangannya melambai-melambai mengisyaratkan untuk kesana.

Chungha, Jungkook, dan Hoseok segera menghampiri.

"Hei, coba kalian lihat papan seluncur milik Yoongi." jari telunjuk namjoon mengarah kepada sepotong kayu yang ada di sebelah Yoongi. Dan langsung mengubahnya menjadi acungan jempol sambil berkata "keren.." dengan wajah yang cemerlang.

Yoongi yang sedari tadi diam hanya memasang senyum bangga. Bangga akan otaknya yang cerdas dalam memanfaatkan barang-barang bekas. Tak sia-sia waktu akhir musim gugur ia membawa sepotong kayu kering dari hutan. Dengan tambahan gagang sepeda, fitting lampu sebagai penyambung gagang dan kayu kemudian direkatkan dengan lem kayu super milik harabeoji yang diam-diam dia ambil, tada! Jadilah papan seluncur kayu karya tangan Min Yoongi. Tak perlu mengeluarkan uang seperti Namjoon, tak perlu ia merengek-rengek kepada ayah ibunya seperti Chungha dan Hoseok. Kalau ia bisa membuat dengan menggunakan kecerdasan otaknya, kenapa tidak?

Chungha dan Jungkook benar-benar mengagumi hasil karya temannya itu. Terutama Jungkook, wajahnya begitu lucu dengan mulut terbuka seperti berkata "waah.." tanpa mengeluarkan suara, menampakkan gigi kelinci lucunya, matanya benar-benar berkilau.

"Hmm.. Hebat, hebat." Jung Hoseok mulai berkomentar. "Tapi.., aku juga tak kalah kreatif dari Yoongi." Hoseok tersenyum, tapi kali ini senyumnya mencurigakan. Anak-anak yang tadi mengagumi papan seluncur milik Yoongi saling memandang satu sama lain dengan bingung dan sedetik kemudian menatap anak kurus dengan senyum ganjil tersebut.

Hoseok lebih melebarkan senyumnya, gigi-gigi putih kecilnya nampak dengan sempurna. "Tada!" Hoseok dengan bangga mempersembahkan papan..cuci? Milik... Ibunya? Serius?!

Hening. Namun tak lebih dari sedetik suara riuh gelak tawa keluar dari mulut setiap anak. Yoongi tertawa geli sampai memeluk perutnya dengan erat, Namjoon tertawa sambil memukul-mukul pundak Yoongi, Jungkook tertawa sambil terjongkok dan memukul kakinya sendiri, Chungha memeluk perutnya sambil membungkuk.

"Hei.., Jung Hoseok, bukankah itu papan cuci ibumu? Apa ibumu tau?" Chungha bertanya sambil berusaha untuk menghentikan tawanya. Gadis itu mengusap bagian bawah matanya dengan jari, saking gelinya sampai setetes air mata ikut keluar.

"Kau gila?! Mana mungkin ibu tau! Aku bisa mendengar nyanyiannya sepanjang malam." jawab Hoseok sambil bergidik ngeri. "Bahkan Jiwoo- noona tidak tahu. Awas kalau ada salah satu dari kalian yang memberitahu!" Hoseok mengacungkan jari telunjuknya dan menunjuk mereka satu persatu.

"Hahaha..terserah." Namjoon melambaikan tangannya sekali ke arah Hoseok dan mulai menghentikan tawanya. Kemudian mengajak untuk memulai berseluncur.

Mereka mulai bersenang-senang. Meluncur dari bukit satu ke satunya lagi, siapa yang paling cepat berseluncur ke bawah, kadang berhenti untuk saling melempar bola salju. Dengan diiringi suara manis dari tawa kecil mereka.

"Yoongi, aku pinjam papan seluncurmu, ya?" Chungha mengambil papan seluncur yang diagung-agungkan itu.

"Jangan sampai rusak, ya." pesan Yoongi.

"Tenang. Aku, kan, bukan Namjoon yang selalu merusak barang."

"Apa?!" Namjoon mendelik ke arah Chungha. Chungha terkekeh dan memeletkan lidah kepada Namjoon.

"Hei, Kook. Ayo ikut aku meluncur dari bukit yang paling tinggi sebelah sana! Papan ini cukup panjang untuk dipakai dua anak."

Jungkook dengan polos meng-iya-kan ajakan noona-nya itu.

Mereka mendaki ke atas bukit. Sesampainya diatas Chungha merebahkan papan di pinggir bukit dan duduk diatasnya. Posisi Chungha sudah siap.

"Kook, kau duduk dibelakangku, ya. Aku yang pegang kemudinya." Jungkook menuruti perkataan Chungha, ia segera duduk dibelakang gadis itu dan menggenggam jaket tebal warna merah mudanya.

Chungha menoleh sedikit kebelakang, memastikan adik sepupunya duduk dengan baik. "Siap, ya?" gadis itu kembali menghadap ke depan kemudian bersorak kepada ketiga temannya yang sibuk membuat boneka salju.

Chungha sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan dan mendorong dengan kakinya agar papan meluncur kebawah, dengan cepat ia menarik lagi kakinya ke atas papan ketika papan itu mulai meluncur.

Keduanya memekik girang.

Jungkook lebih mengeratkan pegangannya pada jaket Chungha. Dan Chungha menutup matanya sambil terus mengeluarkan suara girang dari bibir kecilnya.

"Chungha! Awas!!" pekik Namjoon, menunjuk ke objek yang dituju Chungha dan Jungkook dengan cepat.

"Noona!! Di depan ada pohon! Lompat!!" dengan cepat Jungkook melompat dari papan seluncur, berguling diatas salju.

Sayangnya, Chungha terlalu lambat menyadari situasi. Ujung papan seluncur menabrak dengan kuat ke batang pohon dan gadis itu terpental ke sisi lain pohon. Chungha meringis dan mendesis, ia merasakan kepalanya berputar.

Yoongi, Namjoon dan Hoseok berlari menghampiri Chungha, begitupun Jungkook yang segera bangkit.

Chungha masih terduduk ditempat memegangi kepalanya, mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha untuk fokus pada satu titik karna pandangannya masih berputar.

Setelah lebih fokus ia menyadari salah satu tangannya menggenggam sesuatu. Matanya terbuka lebar ketika menyadari yang digenggamnya adalah...gagang sepeda yang ada di papan seluncur Yoongi.

Ya ampun, sekarang rasa takut akan terkena amarah Yoongi lebih mendominasi daripada rasa pusing di kepala.

Bruk!

Sepertinya tidak cukup ia berjungkir balik menabrak pohon, sekarang tumpukan salju yang ada di atas pohon jatuh tepat di atas kepala gadis itu.

"Di.. Dingin!!! Waa..!!"

Gadis yang malang. Sekarang ia menangis dengan keras, entah disebabkan sakit di kepala, kaget karna perubahan hati yang tiba-tiba, atau takut akan dimarahi Yoongi karna merusak barangnya.

"Hey, Chungha, kau tak apa?"

Namjoon yang pertama menghampiri Chungha. Ia membersihkan kepala Chungha dari tumpukan salju.

"Noona, kau baik-baik saja?" gadis itu ditanya kembali, kali ini Jungkook yang bertanya.

Tapi gadis itu tidak memberikan jawaban. Hanya suara nyaring yang keluar dari mulutnya beserta air mata yang semakin deras.

"Chungha, kau bisa berjalan?" Namjoon bertanya lagi. Dan kali ini dibalas dengan gelengan kecil.

"Yoongi, bantu aku menaikkan Chungha ke atas papan seluncur. Kita pulang sekarang saja. Jungkook dan Hoseok tolong bawa papan seluncur yang lain." jelas Namjoon dengan tegas. Dan yang lain tak perlu waktu lama untuk mulai bergerak.

Begitu papan seluncur Chungha datang-karna, hanya papan itu yang ada tali untuk menarik- Yoongi dan Namjoon menggotong tubuh Chungha ke atas papan dan mulai menariknya bersama. Jungkook dan Hoseok berjalan dibelakang sambil membawa papan-papan seluncur.

Seiring mereka berjalan mendekati rumah, tangisan Chungha mulai mereda. Matanya bengkak dan merah, hidungnya mengeluarkan banyak ingus. Sepertinya Chungha akan terkena flu.

Namjoon yang melihat berinisiatif untuk menyerahkan syal merahnya kepada Chungha. Dan syal milik Chungha dikorbankan menjadi 'lap ingus'. Yoongi juga menyerahkan syalnya untuk dipakai membalut kepala gadis itu. Dan Hoseok memasangkan topi rajutnya ke kepal Chungha, sedangkan Jungkook-tadinya ingin memberikan syalnya juga, tapi Chungha melarang, "sudah cukup! Kalau kalian trus membalutku dengan syal kalian aku bisa mati sesak." kemudian ia menggerutu dengan diselingi suara cairan yang disedot melalui hidungnya atau suara ketika ia menyingsing.

Jorok, memang. Tapi mau bagaimana lagi. Lebih jorok kalau ia membiarkan cairan kental itu mengalir turun begitu saja. Lagipula ke-empat anak laki-laki itu tidak ada yang keberatan.

"Yoongi," panggil Chungha sambil menunduk menatap kakinya. "Maaf aku sudah merusak papannya." lanjutnya dengan suara seratus persen menyesal.

Sebenarnya sudah daritadi gadis itu memikirkan untuk mengucap maaf, tapi perasaan takut untuk mengaku menahan mulutnya untuk membuka suara. Sekarang ia sudah lebih tenang dan siap untuk mendapat omelan dari Yoongi.

Tapi sebaliknya, bukannya Yoongi marah dan berkata 'seharusnya kau berhati-hati! ' atau semacamnya, ia hanya menghela nafas dan berkata dengan malas, "Sudahlah, tidak perlu difikirkan. Aku sudah melihatnya tadi. Itu masih bisa diperbaiki." Yoongi masih melihat ke depan sambil menarik papan seluncur, sedangkan Chungha menatap Yoongi. Di dalam hati tenang karena reaksi yang diberikan Yoongi, ia tidak marah. Mungkin karna kasihan melihat Chungha atau terlalu malas. Tidak penting apa alasannya, yang penting Yoongi tidak marah, dan itu Bagus.

"Lagipula aku jadi tahu kalau lem super kuat milik harabeoji tidak benar-benar kuat." lanjut Yoongi diiringi senyum tipis.

-

"-setelah sampai rumah, kepala dan kakiku di kompres. Kami sempat dimarahi, tapi cuma sebentar." Chungha berhenti, mendengus karna menahan tawa kemudian melanjutkan ceritanya. "Yang paling lucu adalah saat Hoseok dimarahi ibunya karna papan cuci. Haha.. Kasihan, tapi aku dan yang lainnya tidak bisa menahan tawa saat melihatnya." kali ini wanita itu melepas tawanya dan menyandarkan kepalanya pada pundak Seokjin. "Saat itu benar-benar menyenangkan."

"Berapa umurmu saat itu?" Seokjin menatap Chungha sambil mengelus-elus punggung tangan wanita yang sedang bersandar pada pundaknya itu.

"Berapa, ya? Entahlah, ku fikir, waktu itu aku kelas..tiga atau empat sd. Aku lupa."

Hening sejenak. Hanya suara riang anak-anak yang bermain salju.

"Ibu.."

Mendengar suara manis anak laki-laki nya Chungha menegakkan tubuhnya. Lalu melihat anak tampannya berwajah sedih.

"Kenapa?"

"Ibu.. papan seluncur paman Yoongi..." ucapannya terhenti, anak itu terus menatap kakinya, bibirnya sedikit maju.

"Kenapa dengan papan seluncur paman Yoongi?" Chungha berusaha bertanya dengan nada selembut mungkin. Melihat anaknya dengan wajah sedih seperti itu, kemungkinan ada sesuatu yang buruk dengan papan tersebut.

"Ibu..aku minta maaf.."kini anak itu menatap ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. "..papannya..rusak.." anak itu mengangkat jari telunjuknya ke arah dimana papan seluncur itu terkapar.

Chungha melihat papan itu. Begitu pula Seokjin yang agak penasaran. Dan terlihat papan kayu tersebut terbelah menjadi dua secara horizontal.

"Aku dan temanku menaiki papan itu berdua. Tapi, saat ingin meluncur..kayunya patah. Aku benar-benar tidak sengaja." jelas anak tunggal keluarga Kim tersebut.

Chungha tertawa kecil. Wajah anaknya sangat lucu saat sedang menyesal seperti itu. Wanita itu mendekati anaknya, sedikit merunduk untuk mensejajarkan tinggi mereka, kemudian mengelus kepalanya.

"Tidak apa, tidak perlu difikirkan. Kayunya memang sudah tua dan rapuh."

"Ibu tidak marah, kan?"

Chungha tertawa kecil, gemas dengan tingkah anaknya. Pipinya yang sedikit chubby, bibirnya yang sedang cemberut. anak siapa, sih?

"Tentu saja tidak."

"Bagaimana kalau nanti kita beli papan seluncur?" Seokjin mulai angkat suara.

"Benarkah?!" dalam sekejap wajah anak laki-laki itu berubah terang.

"Tentu. Kita akan beli yang kuat jadi tidak akan patah."

"Asikk..!!" anak itu dengan cepat berlari menghampiri temannya, kemudian bercerita dengan seru.

"Hahaha.. Anakmu lucu sekali. Baru saja dia datang dengan wajah sedih seperti kehilangan anak kucing,tapi, dalam sekejap wajahnya berubah bagai sinar matahari ketika kau bilang ingin membelikannya papan seluncur baru." Chungha kembali duduk di kursi teras, begitu juga Seokjin setelah memastikan anak mereka bermain dengan riang.

"Kau fikir mirip siapa dia? Tentu saja sebagaimana ibu, begitu pula anaknya."

"Hahaha.. Aku tidak bisa membantah."

-fin-

Pertama, aku mau ngucapin terima kasih buat ka notmeforget. Aku bener-bener suka dengan karya-karya kaka. Semoga ka Gi selalu diberi kesehatan dan bisa terus berkarya.
Kedua, serius, aku gugup banget untuk nge-publish cerita ini ::>_<:: . Berbagai macam pikiran negatif bermunculan di otak. Misal 'udah bener blom ya?', 'kata-katanya udah tepat blom ya?', dan yang lainnya.
Dan ketiga, maafkan aku kalau ceritanya rada-rada gak jelas, aneh, atau banyak kesalahan dalam penulisan. Aku akan dengan senang hati untuk menerima kritik dan saran. ^^

Ps: Karna ini bukan untuk giveaway aku jadi word-nya lebih dari 1500

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro