Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lost Memory

"Kwangmin !!" Pekik Youngmin

Youngmin segera menghampiri adiknya yang sudah tergeletak tidak sadarkan diri. Youngmin meraih wajah Kwangmin dan menepuknya agar bangun, namun ia tidak juga membuka matanya.

"dia terluka. Sepertinya kakinya di tusuk" ujar si namja berjaket hitam itu.

Namja itu mengambil beberapa bebatuan, ranting dan dedaunan yang ada di sekitarnya lalu membuat sebuah tanda disana.

Ia menyuruh Youngmin untuk menyingkir, kemudian menggendong Kwangmin dan membawanya kembali ke tempat mereka tadi bertemu. Namja itu memberikan ponselnya pada Youngmin dan memintanya menelpon polisi, dan temannya yang ada di perkemahan yang tidak jauh dari sana.

...

Namja dengan jas hitam itu terus mengelus pelan punggung Youngmin. Namja itu merupakan salah satu dari anggota tim yang dikirim untuk menyelesaikan kasus penculikan ini. Sedangkan si namja yang tadi menggendong Kwangmin sudah kembali menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda.

Youngmin masih belum berhenti menangis dari saat ia menemukan Kwangmin hingga sekarang. Sudah hampir setengah jam yang lalu Kwangmin masuk ke ruang perawatan. Menurut pemeriksaan awal, kondisi Kwangmin tidak parah, sayangnya kabar itu tidak cukup untuk menghibur Youngmin.

Youngmin mendongak mendengar suara langkah kaki yang semakin nyaring di telinganya. Ia menolehkan wajahnya dan melihat eomma dan appanya datang dengan langkah cepat. Youngmin segera berdiri menghampiri mereka dan memeluknya erat.

"eommaaa .." Rengeknya

Eomma dan appa Youngmin segera memeluk anak angkatnya itu. Walaupun tidak ada hubungan darah secara langsung, setidaknya mereka boleh berharap pelukan ini cukup untuk mengurangi rasa sedih Youngmin.

"bagaimana adikmu ?" Tanya appanya. Youngmin hanya menjawabnya dengan gelengan kepala

Appa Youngmin mengalihkan pandangannya pada namja berjas hitam yang berdiri di belakang Youngmin. Namja itu membungkuk memberi salam pada appa Youngmin, appa Youngmin membalasnya dengan perlakuan yang sama kemudian mereka berjabat tangan

"saya dari kepolisian bagian penyelidikan. Kim kibum" ia mengeluarkan kartu pengenalnya dari balik jas hitamnya.

"kami orang tua Youngmin dan Kwangmin. Terima kasih sudah menolong anak kami."

"oh, itu sebenarnya ada orang lain yang menyelamatkan mereka. Aku disini karena mendapat laporan soal kejadian penculikan yang menimpa anak anda dan akan membantu yang lain melakukan penyelidikan atas kasus ini."

Kemudian mereka duduk di bangku tunggu yang ada di depan ruang perawatan menunggu Kwangmin selesai di obati. Mereka membicarakan beberapa hal, namun terkait kejadian ini mereka hanya membahasnya sekilas saja.

Pintu ruang perawatan akhirnya terbuka di ikuti keluarnya dokter pengoperasi dan beberapa perawat lainnya.

"apa kalian keluarga dari Kwangmin ?" Tanyanya

"ya. Kami orang tuanya dan dia kakaknya."

"bagaimana kondisi anak kami ?" Tanya eomma

Dokter itu melepas maskernya lalu tersenyum pada mereka "lukanya tidak begitu serius. Dirawat seminggu pun pasti sudah sembuh. Kami juga sudah memberi obat penurun demam. Sekarang dia masih belum sadar, mungkin beberapa saat lagi."

"apa kami boleh menjenguknya ?" Tanya Youngmin

"ya, masuklah."

Si dokter mempersilahkan mereka masuk, tapi ia menahan appa Youngmin untuk masuk. Ada beberapa hal yang harus di jelaskan padanya, jadi yang menjenguk Kwangmin hanya Youngmin, eommanya, dan Kibum.

Youngmin meremas baju bagian bawahnya, air matanya yang tadi sempat berhenti sebentar mengalir lagi melihat adiknya yang masih belum sadarkan diri di ranjang. Kondisinya tidak begitu mengenaskan, tapi masih cukup membuat Youngmin menangis untuk yang kesekian kalinya.

"aku .. Hyung .. Yang buruk" ujarnya terbata. Terlalu lama menangis membuatnya sulit untuk bicara lancar seperti biasanya.

Eommanya meraih pundak Youngmin "kau sudah melakukan yang terbaik Youngie. Berikan dia kekuatan sekarang." Kemudian ia mengelus pelan rambut pirang Youngmin.

Youngmin berjalan perlahan menghampiri adiknya lalu duduk di kursi yang tidak jauh dari ranjang Kwangmin. Ia membelai lembut rambut Kwangmin kemudian menyandarkan kepalanya di sebelah tubuh Kwangmin.

"ireona" bisiknya.

...

Kwangmin membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali untuk beradaptasi pada cahaya lampu yang begitu terang. Setelah pandangannya jelas, barulah ia mulai mengamati kondisi sekitarnya untuk tau dimana ia sekarang.

Tirai putih, bau obat-obatan yang melekat, lampu terang, udara sejuk dan jangan lupakan kaki kanannya yang terasa nyeri. Pasti ini rumah sakit. Tapi, bersama siapa ? Apa ia sendirian ? dan yang terpenting, untuk apa ia ada di rumah sakit ?

Mata Kwangmin menatap rambut pirang yang ada di depannya. Wajahnya tidak kelihatan karena kepalanya membelakangi wajah Kwangmin. Orang itu sepertinya tertidur begitu lelap di samping Kwangmin.

Tangan Kwangmin bergerak meraba rambut pirang itu perlahan, sejurus kemudian kepala itu mulai bergerak. Ia bangun. Dia bangun seperti orang linglung selama beberapa saat kemudian menatap Kwangmin. Matanya membulat dan seulas senyumnya terkembang di bibirnya.

"Kwangmin !" Panggilnya

Orang itu segera memeluk Kwangmin namun Kwangmin tidak bergeming. Orang asing ! Main peluk !!

"he..hei .." Kwangmin mendorong pelan tubuh si pirang itu untuk menjauh darinya "siapa kau ?" Tanyanya

Si pirang itu mengerjap beberapa kali menatap Kwangmin heran "ini aku ! Youngmin !"

Kwangmin mengulang lagi nama itu, tapi siapa ? Apa mereka pernah bertemu ? Nama itu terasa asing tapi seperti begitu dekat. Ia juga punya huruf akhir yang sama 'min'. Oh, mungkin eommanya bisa menjelaskan semuanya.

"eommaku, dimana ? Apa eomma dan appaku sudah datang ?" Tanya Kwangmin.

"eomma .. Sedang .."

Youngmin tidak langsung menjawabnya, ia ingat tadi eommanya keluar sebentar. Ia meraba pakaiannya mencari handphonenya. Bagus ! Handphonenya waktu itu tertinggal di vila, jadi sekarang ia tidak tau bagaimana mencari eommanya. Semoga mereka ada di depan ruang rawat Kwangmin.

"tunggu sebentar. Biar kupanggilkan"

Youngmin pergi meninggalkan Kwangmin dan tak lama kemudian ia datang dengan eomma. "kau sudah bangun. Merasa lebih baik ?" Tanya eommanya.

Kwangmin tersenyum simpul "tubuhku rasanya perih. Kepalaku juga terkadang terasa sakit"

"tunggu sebentar ne, appamu sedang memanggil dokter." Ujarnya sembari membelai lembut rambut Kwangmin.

"eomma, dia itu siapa ? Kenapa wajahnya mirip denganku ?"

...

"Jika kalian liat ini, seperti ada bekas benturan. Mungkin ini yang menyebabkan sedikit gangguan pada ingatannya" dokter itu menjelaskan hasil scan yang tadi dilakukan pada Kwangmin.

"maksudmu, amnesia ?"

"ya, seperti itu."

Orang tua Kwangmin terdiam sejenak, saling menatap satu sama lain. Sulit di percaya Kwangmin bisa melupakan hyungnya sendiri. Youngmin pasti sangat terkejut saat ini.

"dia mengingat kami tapi tidak mengingat Youngmin sama sekali. Kenapa bisa begitu ?"

"menurut cerita Kwangmin, kemungkinan ingatan terakhir yang ia ingat adalah saat ia belum bertemu Youngmin. Seperti yang kalian katakan sebelumnya, mereka baru bertemu satu tahun terakhir ini. Berarti ia tidak ingat kejadian satu tahun terakhir ini."

"apa bisa sembuh ?"

"bisa, asalkan ia sering di kenalkan dengan beberapa hal yang mungkin dulu sering ia lakukan bersama youngmin." Jelasnya

...

Youngmin masih menunggu Kwangmin di ruangannya. Sehabis dokter memeriksanya, orang tuanya meninggalkan mereka lagi. Biasanya, Kwangmin akan bercertia banyak hal kalau mereka hanya berdua, sampai Youngmin muak dan akhirnya mereka bertengkar. Sayangnya, kwangmin tidak mengenalnya sekarang. Mereka seperti dua orang asing yang bertemu di halte bis.

Sekilas terlintas di benak Youngmin sebuah adegan dalam drama yang dulu pernah ia tonton. Si pemeran wanita mengingat semua teman-temannya kecuali satu orang, dan itu terjadi pada Kwangmin. Apa dia melupakan hyungnya karena kecewa ?

Youngmin tersenyum getir, wajar jika Kwangmin kecewa. Jika dia jadi Kwangmin, dia juga pasti akan merasa kecewa karena hyungnya datang terlambat menyelamatkannya. Yah, mungkin itulah yang akan Kwangmin rasakan.

Youngmin pov

Maafkan hyungmu. Aku memang tidak berguna.

Pintu terbuka, kulihat bumonimku masuk. Aku segera berdiri mempersilahkan eommaku duduk disana lalu berjalan meninggalkan mereka.

"mau kemana ?" Tanya appa

"kantin. Aku lapar"

Geotjimal.

Aku tidak lapar, aku hanya butuh tempat lain untuk menangis. Tempat dimana tidak seorangpun mengenalku. Aku tidak ingin menangis disini, entah kenapa rasanya malu menangis di depan Kwangmin yang tidak mengingatku. Rasanya begitu asing.

Sampai di kantin, aku memesan beberapa makanan rekomendasi dari si pelayan. Kantin disini lumayan sepi, hanya ada beberapa orang. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling lalu menentukan tempat untuk duduk.

Aku meraih sendok lalu menyendok kuah sup yang tadi kupesan. Rasanya, hambar. Tidak, bahkan tidak ada rasanya. Aku menghela nafas, meletakkan lagi sendok itu lalu mengambil sumpit dan memakan nasiku.

Aku mendongak, mendengar kursi di depanku bergeser. Appaku yang menggesernya lalu duduk di hadapanku.

"butuh teman untuk menghabiskan makan siangmu ?" Tanyanya. Aku mengangguk

"kukira kau berbohong, ternyata kau benar-benar makan disini" ujarnya sembari menyendok sup yang tadi kumakan. "kenapa menghindar ? Tidak seperti kau yang biasanya"

"aku memang ingin makan."

"makan apa ? Lihat laukmu" dia menunjuk laukku dengan sendok bekas supnya "kau hanya mengaduknya dari tadi. Itu yang kau sebut lapar?"

Bagus ! Appa memang selalu bisa menebak kelakuanku. Baru satu tahun mengenalku, tapi dia benar-benar mengenalku seperti anaknya sendiri. Sungguh, dia tidak pantas jadi ayah tiriku.

Lalu sekarang aku harus jawab apa ? Aku sudah kehilangan kemampuan bicaraku semenjak tahu Kwangmin tidak mengingatku lagi. Rasanya aku begitu menyedihkan untuk hidup sekarang.

"jangan begitu. Dia hanya amnesia, nanti juga dia mengingatmu."

"kuharap begitu"

Aku menjauhkan beberapa piring makanan yang ada di dekatku lalu menyandarkan kepalaku disana. Kalau dia membenciku, bukankah lebih baik jika tidak pernah mengingatku untuk selamanya ? Mengingat orang yang di benci itu hanya akan menambah rasa sakit di hati. Benar begitu kan ?

"kami pasti akan membantunya mengingat semua yang terjadi satu tahun belakang"

Aku mengangguk tidak peduli sampai proses pencernaan kata-kata appa di otakku selesai. Semua yang terjadi satu tahun belakang, kata-kata itu terdengar ganjil tapi menarik untuk di bahas.

"maksudnya ?"

"ya, dia tidak mengingat kejadian satu tahun belakang. Saat ia belum bertemu denganmu, makanya ia tidak mengingatmu. Begitu kata dokter"

"jadi, dia bukan membenciku dan melupakanku ?"

Appaku terkekeh kecil mendengar pertanyaanku. Hei, apa ada yang salah dengan ucapanku ?

"yang benar saja ! Kau adalah impiannya selama lebih dari lima belas tahun, mana mungkin dia akan membencimu"

Aku mendongak menengakkan lagi tubuhku "impian ?" Tanyaku

Bibirku bergetar saat aku mendengar kata-kata itu. Appa, kau sedang memujiku ? Rasanya terdengar begitu manis di telingaku. Mendadak aku merasa begitu senang, bersemangat sampai bisa duduk tegak lagi seperti ini. Aku, impiannya ?

Appa mengangguk mantap "dia sangat ingin punya hyung, itulah yang membuatnya dekat dengan Hyunseong dan Donghyun." Kemudian appa menyandarkan tubuhnya, matanya menerawang menatap langit-langit "aku masih ingat betapa senangnya ia begitu aku bilang aku akan merawatmu juga"

Setetes air mata itu keluar lagi dari mataku, bukan karena sedih tetapi karena begitu bahagia. Aku adalah impiannya, rasanya itu begitu istimewa. Seulas senyum tak bisa kutahan lagi, rasanya begitu senang mendengarnya.

"nah, begitu" appa menepuk-nepuk pelan pundakku "kalau begitu habiskan makananmu lalu kita temui Kwangmin lagi."

...

Aku menghela nafasku setibanya di depan pintu kamar Kwangmin. Aku gugup, bagaimana harus menyapa Kwangmin ? Aku beredehem sebentar kemudian membayangkan aku membuka pintu dan berteriak 'haii'. Aku menggeleng, tidak boleh begitu, pasti akan terlihat buruk nanti.

Aku membayangkan beberapa ekspresi lainnya lagi, tapi gagal. Tidak ada yang sesuai dengan kata hatiku. Hatiku bilang semuanya terlihat aneh. Aku menghela nafas sebentar lalu masuk kedalam dan menyambutnya seperti biasa. Entahlah, aku hanya mengikuti kata hatiku

Aku melihat eommaku masih duduk di dekat Kwangmin memunggungiku. Mataku dan mata Kwangmin bertemu pandang, kemudian eomma menoleh ke arahku. Kurasa Kwangmin melihatku dan memberitahu eomma soal kedatanganku.

"oh, kau sudah selesai makan ? Kemari .." Panggilnya

Aku menutup pintu ruangan itu berjalan menuju kursi di sebelah eomma dengan agak ragu. Aku masih takut kalau nanti Kwangmin menyambutku dengan sedikit buruk. Bayangkan saja kau sebagai anak tunggal, tiba-tiba ada orang lain mengakui dirinya sebagai kakakmu, kurasa itu akan sedikit menyebalkan.

Tapi Kwangmin punya otak lain yang beda dari manusia biasa kan ? Siapa tau dia malah senang karena dapat hyung baru atau pikiran-pikiran lain yang membuatku tidak merasa di benci. Hanya sekedar harapanku. Kalaupun tidak terwujud, aku harus memutar otakku supaya Kwangmin tidak membenciku.

"nah, sampai mana tadi kita kwang ?" Tanya eomma

"hngg, sampai dia main ke rumah."

"ah iya ... jadi begini .."

Eommaku rupanya menceritakan beberapa hal tentang kami, tentang bagaimana kami bertemu dan apa saja yang sudah kami lakukan bersama. Kuakui kemampuan mengingat eomma menakjubkan, sesekali aku menambahkan atau meralat pembicaraan eomma. Kulihat Kwangmin, wajahnya terlihat agak tidak senang.

"eomma" panggilku

"ya, kenapa young ?"

"aku ingin pulang. Aku mau membenahi diriku di rumah. Lihatlah, pakaianku rasanya sudah tidak berbentuk lagi."

"kalau begitu hubungi appamu, biar nanti dia yang mengantarmu pulang." Eomma merogoh tas kecilnya dan memberikan ponselnya padaku.

Youngmin pov end

...

Youngmin terbangun dengan nafas terengah, tubuhnya penuh dengan keringat. Ia mengusap pelan wajahnya, merasakan wajahnya yang basah karena keringatnya. Perlahan, ia mengatur nafasnya agar normal kembali.

Begitu nafasnya normal, barulah ia melirik jam yang ada di atas meja belajarnya. Masih menunjukkan pukul 3 pagi, masih ada waktu melanjutkan tidur yang tertunda tadi. Youngmin melangkah keluar kamarnya mengambil segelas air putih supaya bisa lebih tenang.

Youngmin menghela nafasnya menandakan ia sudah tenang. Ia ingat tadi bermimpi, mungkin lebih tepatnya teringat kenangan kemarin saat ia melarikan diri dari si penculik. Bukan mimpi yang bagus. Pasti akan menyenangkan jika tidak mengingat itu lagi.

Mata Youngmin membulat, menyadari sesuatu dari pemikirannya. Ia baru sadar betapa beruntungnya Kwangmin kehilangan ingatan itu. Itu bukanlah suatu kenangan manis yang harus di ingat.

...

"appa kenapa repot-repot menjemput ?" Seru Youngmin ketika melihat mobil appanya sudah ada di tempat makan yang tidak jauh dari sekolahnya

"yak ! Apa tidak ada kata-kata yang bagus untuk menyambutku ? Jarang-jarang kan aku menjemputmu begini ?"

Appa Youngmin memencet tombol pada gentungan kuncinya sehingga menimbulkan bunyi pada mobilnya. Kemudian ia membuka pintu depannya membiarkan anaknya masuk ke dalam barulah ia menyusul masuk dan menyalakan mesin mobil.

"ajhusii, apa lama menunggu ?"

Youngmin segera menoleh ke belakang ketika mendengar suara pintu belakang terbuka dan mendapati Hyunseong dan Sungjae yang baru saja masuk ke dalam.

"tidak, kami baru saja masuk mobil. Sudah pasang sabuk pengaman ? Youngmin-ah, pasang sabuk pengamanmu juga !"

"ada apa ini ? Kenapa mereka ikut juga ?" Youngmin menatap appanya dan dua orang sepupunya di belakang bergantian.

"tentu saja menjenguk Kwangmin !" Sahut Sungjae

"kemarin malam ajhumma memberitahu kami kalau Kwangmin masuk rumah sakit. Jadi hari ini kami berniat menjenguknya. Donghyun hyung juga sudah ada di sana." Jelas Hyunseong.

Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, akhirnya mereka tiba di rumah sakit tempat Kwangmin di rawat. Eomma Kwangmin sedang mengobrol bersama Donghyun dan Kwangmin begitu mereka tiba. Seperti biasa, Sungjae dan Hyunseong segera berhambur mengelilingi Kwangmin.

Youngmin ingin segera menyusul mereka, namun kakinya menahannya untuk tidak bergerak. Ada sedikit rasa iri yang mengikat tubuhnya untuk tidak bergeming di ambang pintu. Melihat Kwangmin tertawa bersama bumonim dan ketiga sepupunya, pemandangan yang indah. Sedangkan ia, tidak pernah melihat itu saat mereka sedang berdua. Kwangmin selalu menatapnya bingung, seolah-olah Youngmin masih orang asing baginya.

Youngmin sebenarnya sudah terbiasa berkumpul bersama enam orang itu karena ada Kwangmin, lem yang membuatnya bisa berbaur dengan mereka. Tapi mengingat kondisi Kwangmin yang tidak mengingat Youngmin, membuat Youngmin sedikit agak enggan bergabung dengan mereka. Pemikiran Kwangmin yang dulu dengan Kwangmin yang sudah hilang ingatan, pasti berbeda ketika melihat Youngmin berbaur dengan orang-orang itu.

Youngmin tersenyum pahit di tempatnya berdiri, berharap Kwangmin melihatnya lalu menyuruhnya bergabung dengannya dan tertawa bersama. Harapan yang berlebihan, dan juga menyedihkan. Yah, memang hidupnya tidak pernah jauh dari hal-hal yang menyedihkan.

Suara mereka semakin terdengar gaduh ditambah Sungjae yang selalu bertengkar dengan Hyunseong karena Sungjae terus-terusan bicara tanpa mau bergantian dengan Hyunseong. Perlahan Youngmin mundur kemudian keluar dari ruangan itu diam-diam. Sampai di luar ruangan ia menghela nafasnya perlahan, mengeluarkan semua rasa sesak di dadanya kemudian duduk di kursi tunggu. Menunggu mereka menyadari bahwa Youngmin tidak bersama mereka.
...

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro