Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part.39 - Kemampuan [END]

WINDY DAY
22/02/2020

ORIGINAL SOUND TRACK PART.2
D.I.A "Flower, Wind and You"

Silahkan putar video ke-2, aku buat khusus untuk pembaca Windy Day :')

Happy reading!

~~~

Sudah lebih dari sebelas bulan Doyoung menetap di Kobe dan ia semakin fasih berbahasa Jepang, menikmati kesehariannya dengan tenang. Di antara teman-temannya, Doyoung menjadi satu-satunya yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri, memilih Jepang karena tertarik dengan budayanya.

Selebihnya ia ingin bisa menguasai setidaknya satu bahasa asing, dan menemukan kebahagiannya di kota baru.

Meski begitu dia sering berbalas e-mail dengan teman-temannya yang berada di Korea, mengetahui hubungan Sehun dan Sejeong yang semakin mesra dari Yebin. Dan sesekali Taeyong mengadu padanya tentang Yeonjoo yang selalu memarahinya. Semua itu membuatnya tertawa kecil, kali ini dia diberitahu oleh Taeyong bahwa si pemilik kemampuan pyrokinesis kembali menggunakan apinya untuk menakuti orang.

“Tetap awasi dia jangan sampai berlebihan menggunakan kemampuannya, bagaimana kalau dia ketagihan!” Doyoung memperingati, ia sampai tak menyangka Taeyong yang perhitungan malah meneleponnya.

“Aku tutup ya, panggilan luar negeri kan mahal!” seru Taeyong setelah apa yang dipikirkan Doyoung tentang dirinya yang perhitungan terlintas.

Namun alasannya menutup telepon karena Yeonjoo datang, “Siapa yang kau telepon?”

Doyoung mampu mendengarnya, dan Taeyong menjawab, “Kim Doyoung, dia bilang kalau dia menemukan takdirnya.” Jawab Taeyong asal.

“Takdir apa?” desis Doyoung.

“Aku ingin berbicara dengannya!” seru Yeonjoo.

“Tidak, biayanya sudah sangat tinggi! Kau telepon saja pakai handphone-mu!” tolak Taeyong menjauhkan ponsel dari jangkauan Yeonjoo, “Doyoung, Doyoung, lain kali kau yang menelepon ya!” tambahnya mendekatkan ponsel pada mulut, lalu panggilan pun terputus.

“Kakak adik itu, benar-benar,” decak Doyoung.

Setelah menjauhkan ponselnya dari telinga, Doyoung dikagetkan dengan kehadiran sepeda yang tiba-tiba saja menabraknya. Wanita yang membawa sepeda itu terjatuh cukup keras, sama seperti Doyoung terduduk dengan ponsel genggam yang layarnya retak, tergeletak di aspal.

“Maafkan aku,” ucap gadis itu dalam bahasa jepang.

“Seharusnya kau hati-hati,” tegur Doyoung membersihkan celananya, dan meratapi ponsel yang sudah tak berfungsi, “Apa ini bisa diperbaiki?”

“Biaya perbaikannya biar aku yang tanggung!”

Mereka saling tatap, dalam beberapa detik tidak ada yang berbicara dan hanya saling memikirkan apa mereka pernah bertemu sebelumnya.

“Im Seola, Seola Noona?”

Wanita yang telah menabraknya itu mencoba mengingat, ia menelisik wajah Doyoung dan membulatkan mulut seraya berkata, “Oooo, lunarkinesis!”

Kenapa ia tidak mengingat nama Doyoung dan malah mengatakan kemampuan yang dimiliki lelaki itu. Tak mau menunggu lama untuk Seola yang mencoba mengingat, Doyoung pun memberitahukan namanya.

“Doyoung, Kim Doyoung.”

“Oh kau pernah menabrakku dengan sepeda!” ingat Seola, dia terlihat berbeda mungkin karena sudah lama mereka tak bertemu.

"Jadi kita impas, maksudmu..." celetuk Doyoung.

Gadis itu terlihat lebih muda dengan potongan rambut panjang, ponytail hitam legamnya menutupi dahi.

Takdir mempertemukan mereka kembali, selalu dengan kecelakaan kecil. Ini tidak mungkin kebetulan, Doyoung dan Seola yakin bahwa ini adalah takdir. Mengingatnya mereka tersenyum geli, ada perasaan aneh dalam hati yang bergemuruh. Apakah ini kebahagiaan lain itu?

Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan bersama, membicarakan apa saja yang sudah dilakukan selama ini dan bagaimana dia bisa keluar dari lingkaran hitam yang sempat menyesatkannya. Seola ingin mengetahui tentang Sejeong dan si pemilik pyrokinesis itu.

Dia berkata sempat menyesal karena sama sekali tak memukul Yeonjoo, mengingat Sejeong bisa sesabar itu maka dia memilih untuk memaafkannya saja. Dan menurut Doyoung itu adalah keputusan yang bagus.

“Apa kau ingin melihat kunang-kunang?” tawar Doyoung mengambil alih sepeda yang sedari tadi dituntun oleh pemiliknya.

Seola membiarkan Doyoung memegang sepedanya, mempermudahnya untuk melangkah dan menanggapi, “Tentu saja mau! Tapi dimana tempatnya? Aku belum pernah mendengar tempat yang memiliki kunang-kunang untuk dilihat di malam hari,” pikirnya heran.

“Dimana pun asalkan kau bersamaku,” bangga Doyoung mengedikan bahu.

Yang mendengarnya berasumsi kalau laki-laki itu bisa berkomunikasi dengan kunang-kunang, karena dia juga mahluk yang memiliki beberapa aliran listrik di tubuhnya. Walau sedikit tak yakin, Seola mengangguk senang untuk melihat hewan bercahaya itu besok setelah pekerjaannya di galeri seninya selesai.

Dia cukup terkenal di Kobe, dan baru membuka galeri potonya dua bulan lalu. Ia mengajak Doyoung untuk mengunjungi galerinya itu. Sepertinya setelah ini mereka akan sering bertemu.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~


Mulai dari berjalan-jalan di hutan tradisional korea yang hanya ada tanaman asli korea yang ditanam, sampai mengunjungi sungai dengan bebatuannya. Sehun dan Sejeong tak lupa mengabadikan kenangan mereka dengan berpoto, mengambil self camera bersama. Merasakan segarnya air sungai yang mengenai kaki, mereka duduk di salah satu batu di pinggir sungai dengan mencelupkan kaki ke dalam air.

Sehun tak tahan untuk berbuat jail, mencipratkan air pada Sejeong yang tengah mengayunkan kaki di dalam air bening.

“Oh Sehun kau membuat bajuku basah!”

“Panggil aku Oppa!”

“Tergantung bagaimana sikapmu, maka aku akan memanggilmu Oppa.” tawar Sejeong balas memercikan air tepat mengenai wajah Sehun.

Hingga keduanya saling balas mencipratkan air…tertawa bersamaan ketika air itu mengenai wajah mereka.

Perang air tak berlangsung lama karena pakaian mereka bisa saja basah kuyup dan itu tidak boleh terjadi, mereka harus melanjutkan kencan, seperti kejar-kejaran di lapangan rumput hijau. Berbaring di lapangan luas itu ketika merasa lelah, di saat terik matahari tak terlalu menyengat karena hari menjelang sore. Kebetulan sekali karena sedang ada pertunjukan di lapangan budaya, keramaian tak membuat Sehun protes tentang tempat tenang yang ingin dikunjunginya.

Senyum kebahagiaan terus terpancar dari keduanya, ikut bersorak, bertepuk tangan ketika seorang penyanyi menyelesaikan lagunya. Tak ketinggalan membeli gelang pasangan, penjualnya bilang dengan menggunakannya mereka akan terus bersama. Apa pun yang dikatakan si penjual, Sehun dan Sejeong tak ambil pusing, toh sekarang ini mereka sedang bersama dan akan tetap bersama tanpa gelang itu.

Biar begitu mereka ingin melakukan hal yang sering dilakukan oleh pasangan lain, memiliki benda yang sama tanpa peduli arti dari benda tersebut.

“Aku haus,” kata Sejeong memelas meminta dibelikan minuman, “Di sana ada penjual es loli,” tambahnya menunjuk tempat yang dimaksud.

“Kau mau?” tanya Sehun lembut, melihat kekasihnya mengangguk senang dengan mata berbinar, “Tunggu di sini, aku akan membelikannya.” lanjutnya memegang kedua pundak Sejeong, mendudukannya di bangku yang berada di sisi jalan.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~


Tak lama Sehun datang dengan mengangkat es loli yang baru dibelinya, dia berlari kecil menghampiri Sejeong yang melambaikan tangan. Mereka mengemut es loli pertama kalinya saat berjalan-jalan.

“Ayo kita melihat bunga sakura!” ajak Sejeong menghabiskan es lolinya yang tinggal sedikit.

Sambil berjalan Sehun masih mengemut es loli, dia memperhatikan Sejeong yang berada di hadapannya. Gadis itu sesekali menoleh ke belakang, menyuruhnya untuk lebih cepat. Karena Sehun tak kunjung datang, ia pun berjalan mundur memperhatikan laki-laki yang sedang menghabiskan es loli dengan terburu-buru.

“Sinar matahari yang hangat, angin yang lembut. Apakah musim semi di hatiku telah datang?” gumam Sejeong tersenyum melambaikan tangan.

Setelah es loli habis Sehun membuang bungkusnya ke tong sampah di sisi jalan yang lalu berlari menuju Sejeong.

Beruntung sekali mereka masih bisa melihat bunga sakura di akhir musim semi, sepanjang 60km bunga yang berusia 30-40 tahun itu berjajar menjatuhkan kelopaknya. Sejeong mencoba menengadahkan tangan untuk mendapatkan kelopak bunga, ketika satu kelopak terjatuh di tangannya maka ia akan segera meniupnya. Hembusan angin sejuk mampu menerbangkan kelopak-kelopak bunga yang berada di aspal, bahkan membuatnya berjatuhan dari pohon.

Sejeong tahu siapa yang melakukannya, dia merapihkan rambutnya di sela telinga saat angin menerpa tubuh. Pandangannya mendapati Sehun yang berdiri dua meter di depannya, tersenyum mengedikan kepala ke atas pohon sakura.

“Kau tidak boleh melakukannya, tidak seru jika semua bunga rontok sekaligus!” ujar Sejeong.

Tak ada banyak orang di sekitar mereka, jadi aman untuk berbicara aneh mengenai angin yang bertiup sedang mengitari mereka karena ulah seseorang yang mampu mengendalikan pergerakan angin dengan pikirannya.

“Aku menyukaimu!” seru Sehun bergeming di tempatnya.

Sebelum menjawab Sejeong mengedarkan pandangannya, berkata pelan, “Aku tahu, cepat ke sini.” ucapnya menggerakan tangan sebagai isyarat agar Sehun segera melangkah.

Namun laki-laki itu enggan menuruti perkataannya, Sejeong memberengut imut, bibirnya mengerucut. Mungkin dia sedikit malu bila ada yang melihatnya sekarang. Tunggu, kenapa harus malu jika yang lain juga sering melakukan hal yang lebih romantis di tempat umum seperti mereka.

Angin masih terasa sejuk, bunga sakura juga berjatuhan, rontok dari tangkainya. Jatuh mengenai orang-orang yang berlalu lalang, mengenai rambut dan bergulir ke bawah, ada pula yang tersangkut di pucuk rambut.

Sejeong melangkahkan kakinya, memandang lurus Sehun yang berada di hadapannya, jarak mereka semakin dekat. Rambutnya benar-benar dibuat berantakan oleh angin, sehingga dia harus menyibakan beberapa helaian rambut ke belakang.

“Aku menyukai angin ini,” bisik Sejeong ke telinga Sehun, “Dan aku sangat menyukai seseorang yang dapat mengendalikan angin ini,” tambahnya mengecup pipi Sehun lalu berbalik, berlari menutup wajah malu.

Oh Sehun memegang pipinya yang mulai memanas, dia tersenyum merekah seperti bunga. Mengejar Sejeong sembari berteriak, “Ayo kita menikah!” serunya menambah rasa malu dalam diri Sejeong yang semakin menutupi wajahnya.

Hari-hariku terasa berangin, meski begitu aku menyukainya. Dia adalah pemilik kemampuan aerokinesis, sedang aku adalah obat penenangnya yang memiliki aura positif untuk mengendalikan emosinya. Kita saling melengkapi dan berjanji untuk terus bersama.

Sejeong berhenti berlari, tersenyum melihat Sehun menuju ke arahnya dengan angin yang selalu mengikuti mereka.

Sekarang apakah ia sudah bisa bersahabat dengan angin? Pertanyaan yang sebelumnya sangat susah untuk dijawab, kini sudah Sehun temukan jawabannya.

Ternyata kau adalah jawaban dari segala ketakutanku akan angin ini. Sehun membatin seraya memeluk Sejeong, mengangkatnya yang lalu dibawa berputar-putar.

Sebelum merasa pusing, Sehun menurunkan Sejeong tanpa melepas pelukan yang melingkar di pinggang ramping kekasihnya itu. Sebuah senyuman terus terukir menghiasi wajah berseri Sehun dan Sejeong, sambil bertukar pandang penuh arti, tak lama bibir mereka bertemu dan saling mengulum lembut seiring bergugurannya bunga sakura.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

THE END
.
.
.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA WINDY DAY

‘Seberapa banyak kita sering mengucap syukur, maka sebanyak itu pula kebahagiaan yang dirasakan. Kami mendukung kemampuanmu dalam mengolah emosi. Jadilah dirimu sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan.’


EPILOG AKAN DI UPDATE SABTU DEPAN

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro