Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part.18 - Hentikan Anginnya

Update
Friday, 08/10/2019


Kafe One n’ Tulip sudah mulai sepi, para pegawai kantoran kembali melanjutkan pekerjaannya. Sedang Sejeong dan Yebin sibuk membersihkan meja dan merapihkan beberapa bangku yang sudah digunakan pelanggan. Ada juga yang menyapu, membuang sampah dan pergi ke pantry untuk sekedar beristirahat.

Pintu kaca berdecit, seseorang masuk ke dalam. Betapa terkejutnya Sejeong dan Yebin melihat kedatangan Sehun untuk kedua kalinya.

“Aku pesan segelas ice lemon tea!” ucap Sehun dengan napas yang masih memburu.

Yebin tertunduk menutupi wajahnya dengan tangan, “Kenapa dia balik lagi,” gerutunya menghindari pandangan Sehun.

“Sejeong-ah kenapa kau tidak masuk sekolah kemarin, kelas rasanya hampa dan aku sempat kesal karena tidak bisa menemukanmu dimana pun,” kata Sehun posisinya semakin dekat dengan Sejeong, otomatis Yebin berjalan menjauh dan terus berusaha tidak terlihat oleh teman sekelasnya itu, sampai-sampai Sejeong membantu menghalanginya.

Penglihatan Sehun teralihkan pada wanita yang sejak tadi menutupi wajahnya dengan tangan, sambil berjalan bungkuk. Alih-alih menyingkir, Sejeong malah terus mengikuti arah kemana Yebin pergi. Tapi apa yang dilakukannya tidak begitu membantu karena Sehun tetap bisa mengenali Yebin.

“Baek Yebin,” panggil Sehun sedikit ragu.

Merasa sudah ketahuan dan tidak ada gunanya lagi menghindar, Yebin menegakan tubuhnya dan berjalan mengabaikan panggilan Sehun yang kembali terdengar untuk kedua kalinya, “Yebin, machi (iyakan)?” Sehun memperjelas dugaannya dengan menghadang jalan gadis itu.

Kali ini dengan yakin Yebin mengangkat kepalanya memperlihatkan wajah angkuh seperti biasanya, “Iya ini aku, apa ada masalah!” sewotnya terpaksa mengakui karena sudah ketahuan.

“Sebelum kau bertanya aku akan menjawabnya terlebih dulu, aku juga bekerja di sini dan aku adalah seniornya,” mata Yebin melirik Sejeong yang tersenyum kikuk.

“Lagi pula aku tidak akan menanyakan hal itu,” ucap pelan Sehun melengos menuju tempat duduk dekat jendela.

Selanjutnya Yebin menghela kesal sembari menatap nanar kepergian teman sekelasnya itu. Di sisi lain Sejeong berpura tak mendengar, karena itu dia memilih untuk menyiapkan minuman yang Sehun pesan.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

Tak butuh waktu lama Sejeong kembali datang menghampiri teman laki-lakinya yang kini tengah memandang keluar jendela. Rupanya di luar tengah hujan deras, tetesan air yang jatuh terdengar menyeruak namun terdapat irama khas. Sejeong sempat menghentikan langkahnya, ia terpesona dengan ekspresi Sehun yang tenang dan damai saat memperhatikan air langit yang membasahi bumi.

“Cepat kemarilah, aku haus!” tiba-tiba suara yang cukup dikenal Sejeong terdengar, menyadarkannya.

Sehun mengalihkan pandangannya pada Sejeong yang dia sadari kehadirannya sejak tadi. Senyum manis tersungging menyambut wanita yang kini tengah menaruh segelas lemon tea pesanannya,

“Jangan tersenyum seperti itu,” ucap Sejeong menghindari mata teman yang sekarang berlagak sebagai pelanggan.

“Memangnya kenapa?” heran Sehun semakin menggoda, tersenyum lebih lebar  hingga gusinya terlihat.

Dengan masih berusaha menghindari tatap wajah, Sejeong berujar. “Aku tidak suka melihatnya!”

Seketika senyum Sehun memudar, dia meraih gelas dan menegaknya hingga meyisakan setengah, “Kalau begitu aku tidak akan tersenyum lagi padamu,” kesalnya menaruh gelas.

Untuk mencairkan suasana yang sempat canggung, Sejeong berdehem, “Kenapa kau balik lagi ke sini, apa kau tidak mengantar Yeonjoo?” tanya Sejeong menaruh nampan di meja sebelum duduk berhadapan dengan Sehun.

“Oh apa mungkin dia kehujanan?” pikir Sehun menambahkan, “Aku harap dia sudah sampai,”

Ada sedikit perasaan tak suka saat Sejeong mendengar perkataan Sehun.

“Aku ke sini karena ingin bertemu denganmu, begitu banyak yang ingin aku tanyakan, kenapa kau tidak masuk sekolah kemarin?”

Perasaan tak suka itu berubah menjadi senang, “Aku tahu kau merasa hampakan karena tidak ada aku, jadi aku tidak akan pernah bolos sekolah lagi!”

“Jadi kemarin kau membolos? Kenapa? Ada masalah apa?” kekhawatiran Sehun jelas terlihat.

Merasa lega ada yang memperhatikannya, Sejeong malah tersenyum senang. “Aku dikeluarkan dari akademik seni, ya itulah yang mereka inginkan dan aku mengundurkan diri.”

“Berani sekali mereka mengeluarkanmu, apa perlu aku kasih pelajaran?!”

“Tidak, tidak usah, kau sendiri tahu aku selalu membuat masalah dengan api. Meski bukan perbuatanku…”

“Lain kali kalau bolos ajak-ajak aku, pasti kau sangat bosan.” Kata Sehun.

“Seorang Eonni menemani…”

Pembicaraan mereka terhenti karena Yebin menyela, “Kim Sejeong kau belum membersihkan meja kasirnya!” seru Yebin dengan nada kesal menyuruhnya untuk segera kembali bekerja.

Tak suka akan sikap teman sekelasnya, Sehun hendak memarahi Yebin dengan memberitahu bahwa pemilik kafe tempatnya bekerja adalah kakak sepupunya. Mengingat ia sudah berjanji pada Chanyeol untuk merahasiakannya, ia urung berbicara dan menyuruh Sejeong untuk berhati-hati pada Yebin.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

Pandangan Yebin lurus menatap pintu di depannya. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang, namun sampai jam bekerja selesai, orang yang ditunggunya tak kunjung datang.

"Biasanya dia datang lagi untuk makan siang." hela Yebin kecewa.

Masih di meja yang sama, Sehun ditemani Sejeong sedang asyik mengobrol. Entah ada angin apa laki-laki itu masih saja berada di kafe, tak beranjak hingga hari menjelang petang. Dia bilang akan menunggu Sejeong, dan mengantarnya pulang. Ada rasa cemburu yang timbul ketika melihat kedekatan mereka, sama halnya dengan Yebin.

Kafe memang dalam keadaan sepi, makanya Sejeong berani duduk untuk menghilangkan lelah barang sejenak, "YA, Kim Sejeong! Kau masih baru disini jadi lakukanlah sesuatu, karena aku akan pulang jadi kau harus lebih giat!" seru Yebin sebelum berlalu pergi.

"Wah dia bertingkah selayaknya senior," timpal Sehun.

Sedetik kemudian Sejeong bangkit dari duduknya. "Kau mau kemana?" Sehun tak mau ditinggal karena merasa bosan jika sendiri.

"Pulanglah, masih satu jam lagi untukmu menungguku." titah Sejeong.

"Tidak apa-apa, aku sudah terlanjur menunggumu,"

"Lagi, kau begitu lagi! Terserahlah!"

Selepas Sejeong pergi, Sehun hanya tersenyum manis sambil memainkan tisu dengan angin kecil buatannya. Kenapa dia bisa mempengaruhi gerak udara disaat emosinya baik-baik saja? Dia tidak sedang marah, hanya saja merasa baik setelah bertemu dengan Sejeong.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

Sebelum benar-benar keluar dari kafe, Sejeong merapihkan rambut dan pakaiannya di depan cermin yang berada di toilet. Setelah yakin dengan penampilannya, ia beranjak keluar menghampiri Sehun yang masih setia menunggu di depank. Ada apa dengan gadis pendiam itu? Tak biasanya dia sesenang sekarang, apalagi sampai berdandan.

Tersadar dengan apa yang baru saja dilakukannya, Sejeong menghentikan langkah tepat satu meter di belakang Sehun.

"Kenapa aku harus tampil cantik di depannya?" heran Sejeong mengingat apa yang dilakukannya lima menit lalu.

Sehun menoleh, dan mendapati Sejeong telah berdiri di sebelahnya. "Kau lama sekali! Mana ada pekerja paruh waktu yang kerja hampir sembilan jam!"

Angin berhembus pelan menandakan Sehun yang tengah kesal. Cuaca mendadak menjadi dingin, sampai pelanggan yang baru keluar mengeratkan mantelnya. Sejeong juga melakukan hal yang sama, sembari berlagak kedinginan.

"Karena pekerja lain tidak bisa datang dan hari minggu kafe ramai pengunjung, jadi aku menggantikannya." jelas Sejeong mulai berjalan beriringan dengan Sehun. "Aku juga sudah menyuruhmu untuk pulang lebih dulu, kau sendiri yang ingin menunggu jadi jangan kesal padaku."

Saat ini hembusan angin masih terasa pelan.

Tiba-tiba saja Sehun berdiri di depan Sejeong dengan memegang kedua pundak wanita yang kini menatap terkejut padanya.

"Aku ingin memberitahumu rahasia lain dariku," seperti dalam pengaruh sihir Sejeong segera mengangguk mempersilahkan, seketika hembusan angin hilang, “Tentang Aerokinesisku yang tak terkendali saat emosiku muncul, Yeonjoo,” mendengar nama sahabat lamanya disebut Sejeong yang tadinya tersenyum mendadak merubah raut wajahnya menjadi biasa, kenapa bisa Sehun menyebut nama itu.

“Lee Yeonjoo. Dia bisa menenangkanku, anginnya akan berhenti dengan cepat hanya karena dia ada!” rasa senang Sehun tak mendapat respon serupa dari lawan bicaranya.

Sejeong melepaskan tangan Sehun dari pundaknya, “Syukurlah,” ucapan singkatnya disambut antusias, mereka kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

“Hari pertamaku masuk ke sekolah yang sama denganmu, aku menyelamatkan dia dari Taeyong dan mengembalikan uangnya,”

"Taeyong?" Sejeong menggumamkan nama yang sangat ia kenal, penasaran akan kelanjutan ceritanya maka ia menoleh pada Sehun.

“Tak ku sangka ternyata ketua geng itu adalah kakaknya, bagaimana bisa dia melakukan itu pada adiknya sendiri. Awalnya aku tidak tahu bahwa gadis itu adalah Yeonjoo, waktu itu aku tidak sempat melihat wajahnya hanya gelang itu yang aku ingat,”

“Gelang?” tanya Sejeong merasa aneh, di hari yang sama dia juga mendapatkan perlakuan tak adil dari Taeyong.

Angin… Masih jelas dalam ingatan Sejeong bahwa laki-laki yang menolongnya hendak memukul Taeyong dan ia berlari memeluknya untuk mencegah hal tersebut terjadi.

“Hmm dia memelukku dan tanpa sengaja aku melihat gelang yang dipakainya,”

Terjawab sudah dugaan Sejeong. Yang dimaksud dia itu adalah aku, kau menyelamatkanku bukan Yeonjoo. Ia membatin walau merasa kecewa karena Sehun mengiranya sebagai orang lain, tapi Sejeong juga merasa senang bisa bertemu dengan superhero-nya.

“Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?” ingin rasanya Sejeong mengatakan bahwa dia adalah gadis itu, tapi tidak sekarang.

“Aku akan mendekatinya dan berteman dengannya,”

Perasaan takut akan kehilangan, itulah yang sedang dirasakan Sejeong sekarang dan Sehun tidak mengetahuinya. “Kau tidak keberatan, kan?” tanya Sehun meminta persetujuan.

Aku keberatan, Sejeong tak bisa berkata seperti itu. Bagaimana kalau Sehun berpikir bahwa ia egois, “Tidak, kau harus memiliki banyak teman untuk melatih emosimu,” akhirnya ia menyesali ucapannya.

Sayangnya Sehun dapat melihat sedikit rasa kecewa dalam raut wajah Sejeong, “Tenang saja, meski aku berteman dengannya kau tetap prioritas utamaku, karena aku adalah pengawalmu!” tegasnya seraya menepuk dada bersamaan dengan kata ‘aku’ di akhir kalimat, dia bahkan menunjukan ototnya yang sama sekali tak terlihat besar.

Setidaknya hal itu dapat menghibur Sejeong, dia tertawa melihat tingkah laki-laki yang mengaku sebagai pengawalnya itu.

“Pengawal Oh!” seru Sejeong ikut bertingkah sebagai orang penting yang harus menerima perlindungan.

Ye, Agasshi (Ya, Nona),”

Sehun dan Sejeong saling tatap, keduanya tertawa menyadari tingkah konyol yang mereka lakukan. Malam itu mereka bercerita sepanjang jalan, menikmati kebersamaan yang entah kapan akan mereka alami lagi.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

Keluar masuk ruang guru bimbingan pelajar sudah menjadi keharusan bagi Sejeong. Tercatat sebagai pembuat onar dengan nilai turun drastis, ditambah mulai berani membolos. Semua yang dilakukannya banyak menyita perhatian pihak sekolah. Jika Sejeong kedapatan bolos dan mendapat nilai buruk lagi, maka terpaksa dia harus keluar dari sekolah.

Hukuman akibat ledakan tabung gas di kantin yang seharusnya selesai dilakukan, kini bertambah satu hari lagi. Baginya membersihkan area sekolah juga sudah seperti kebiasaan, sehingga masalah bersih –membersihkan di tempat kerjanya dapat dilakukan dengan baik.

“Kenapa permen karet ini tidak mau lepas!” gerutu Sejeong mencukil lebih kuat lagi, dia menjadi tak suka mengunyah permen karet akibat sering membersihkannya. “Cuacanya juga panas…” ia menambahkan sambil memukul-mukul lutut merasa pegal karena terlalu lama jongkok.

Sebuah bayangan menghalangi sinar matahari, disusul dengan suara decakan. “Ckck, tak baik mengeluh terus.”

Sejeong mendongak, mendapati Sehun berdiri menunjukan satu minuman kaleng dan sebungkus roti. “Kau harus makan dulu,” kata Sehun.

“Aku alergi biji wijen.” balas Sejeong mengedikan kepala, ia berdiri dari jongkoknya. “Tapi aku suka minuman bersoda,” ia mengambil kaleng minuman.

“Kalau begitu biar aku belikan roti yang lain,” Sehun hendak pergi, namun Sejeong menghentikannya.

“Tidak usah!” ia memberi isyarat agar Sehun mengikutinya, mereka memilih duduk di bangku dengan sandaran yang terletak di luar koridor bertiang.

“Aku belikan saja rotinya ya, kau tadi tidak ke kantin… apa tidak lapar?” Sehun bersikukuh dan lagi-lagi Sejeong menggeleng, dia tak mau merepotkan lelaki itu.

“Lagi pula pelajaran selanjutnya akan dimulai,” tolak Sejeong menegak minumannya, anak rambutnya bergerak menutupi wajah. Dia mencoba merapihkannya dengan tangan masih menggunakan sarung tangan…

Ini benar-benar mengganggu Sehun, “Jauhkan tanganmu, biar aku saja,” kata Sehun menarik lepas tali rambut hitam yang mengikat berantakan rambut Sejeong.

Mendorong pelan tubuh Sejeong agar merubah posisi duduknya menjadi miring ke sebelah kiri.

“Kenapa harus repot-repot diikat ulang, kan tidak perlu,” ucap Sejeong selagi tangan Sehun merapihkan rambutnya dengan menyentuh lembut setiap helai menggunakan jari-jari lentiknya.

Sehun fokus pada rambut yang tak kunjung rapih, ia lepas kembali talinya dan menarik tinggi-tinggi rambut Sejeong. Angin mulai berhembus di sekitar, Sejeong tahu ini karena Sehun merasa sedikit kesal. Dia terkekeh pelan saat mendengar ungkapan kegagalan,

“Kenapa sulit sekali!” desis Sehun saat berhasil mengikat rambut yang menurutnya lumayan rapih. “Selesai.” tambahnya cukup puas.

Sejeong bergerak, mengarahkan tubuhnya pada Sehun. Dia tersenyum simpul, “Terima kasih atas kerja kerasmu.”

Dari lantai tiga, seseorang menumpahkan sampah mengenai mereka. Botol plastik yang sepertinya sengaja di lempar juga menghantam kepala Sehun, di ikuti jeritan STRIKE!

“APA-APA-AN-INI!” marah Sehun seketika itu juga angin berhembus kencang, sampah plastik, kertas sampai botol bekas bereaksi akan kemampuannya.

“Kelas berapa itu!?” lanjut Sehun dengan kesal mendongak memastikan dari mana asal sampah-sampah berhamburan.

Alhasil sampah berserakan, terbawa menjauh oleh angin. Sejeong memandang pergerakannya tak suka, artinya dia harus membersihkannya lagi.

“Sehun-ah hentikan anginnya sekarang juga!”  katanya bangkit dari bangku, mulai mengambil sampah-sampah sebelum semakin bergerak jauh.

“Jangan diambil, kenapa juga kau harus memungutnya!” angin itu sama sekali tak berkurang, “Siapa itu tadi, awas saja kalau aku menemukannya, habislah kau!” gertak Sehun mendapat pekikan dari Sejeong yang menyuruhnya agar segera menghentikan anginnya.

~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~

Bersambung,
Begitulah hari-hari Sejeong yang terasa berangin akibat kemampuan tak terkendali yang Sehun miliki.
Masih kurang sama moment SeSe? Tunggu update selanjutnya!

Terus bagaimana menurut kalian tentang part kali ini?
Kasih komentarnya yuk! Jangan lupa vote juga^^

Alesta Cho


NB: Part terpanjang sejauh ini, aku harap kalian bisa melihat inti cerita dan pesan yang terkandung dalam cerita. Bukan hanya terfokus sama Main Couple.

THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT WEEK

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro