Part.05 - Hilang
Update
Saturday, 28/09/2019
ACARA TELEVISI menampilkan idol grup yang beranggotakan enam wanita cantik, tengah bernyanyi dengan dance enerjiknya. Suara air yang mendidih terdengar saling menyusul. Ditambah suara hentakan pisau yang sedang memotong bawang bombay. Ternyata Chanyeol sedang memasak, ia memasukan potongan sayur pada air yang telah mendidih. Seperti chef profesional ia juga memasak omelet dan membalikanya sampai membuat api menyambar cukup tinggi dari yang seharusnya.
"Me gustas to gustas to, oneul boteo urineun (Lirik lagu G-Friend Me Gustas To)," senandung Chanyeol mengikuti lagu yang berasal dari televisinya.
Brakk~
Pintu terbuka cukup keras, memperlihatkan Sehun yang memasuki rumah dengan ekspresi yang tak dapat diartikan. Tentu saja itu membuat Chanyeol terhenyak kaget, dan api menyambar begitu ia membalikan omelet dengan bentuk sempurna. Segera ia matikan kompornya…
"Wah kedatanganmu membuat apinya emosi!" keluh Chanyeol menatap Sehun yang sudah duduk di sofa tepat menghadap televisi.
Suasana di ruangan menjadi berangin, hembusannya sejuk namun tetap saja tak benar karena benda-benda ringan seperti koran, tisue dan post it yang tertempel di kulkas beterbangan.
Vas bunga di meja pun bergetar mencoba bertahan dari terpaan angin yang semakin menjadi. Beberapa sendok dan garpu yang tertata juga serbet bergeser karenanya. Chanyeol mencoba sebisa mungkin menahan peralatan dapurnya agar tidak berantakan.
"Kau mulai lagi, kau akan membuat rumah berantakan! Kendalikan emosimu!" Teriak Chanyeol dengan apron yang berkibar. "Pikirkan hal yang menyenangkan dan jangan mengingat kejadian yang membuatmu marah!" Serunya lagi mengamankan pisau yang bisa saja terlempar karena angin yang berhembus.
Tak sengaja Sehun melihat acara televisi, dia mulai bisa meredam kemarahanya yang sudah berlangsung dari jam terakhir sekolah.
"Iya begitu, atur napasmu dengan baik." Chanyeol mengarahkan sambil membereskan peralatan dapurnya, melepas apron dan sedikit merapihkan rambut.
Hembusan angin semakin kecil hingga akhirnya berangsur menghilang. Chanyeol segera menghampiri Sehun, hendak bertanya apa yang terjadi pada Sehun. Chanyeol sudah duduk di sofa, melirik hati-hati Sehun yang pandangan matanya tertuju pada layar televisi.
"Aku paling suka Yuju (salah satu anggota girlband G-Friend)." ucapnya membuat Chanyeol tertohok.
"Wah hebat sekali kau! Datang-datang membuat rumah berantakan dan sekarang asyik melihat acara musik! Pokoknya kau harus membereskan kekacauan ini!" Titah Chanyeol tak terima, ia bersikap tegas dengan ekspresi marahnya yang tak membuat Sehun takut sama sekali.
Sedetik kemudian Sehun merubah posisi duduknya ke arah Chanyeol yang sontak mencondongkan tubuhnya ke belakang. "Berhenti membuatku terkejut!" protes Chanyeol memposisikan tubuhnya menghadap Sehun.
"Masih ingat tentang ceritaku mengenai teman sebangku baruku," pertanyaan pertama terlontar dan Chanyeol mengangguk mengiyakan, "Ternyata dia memiliki kemampuan mengendalikan api dengan pikiran."
"Benarkah?! Wah Daebak (hebat, ungkapan kata kagum)," respon tak percaya Chanyeol diiringi ekspresi serius Sehun. "Jangan bercanda!" Lanjutnya terkekeh lalu menyandarkan tubuhnya kasar pada sandaran sofa.
"Ini serius, aku baru mengetahuinya tadi pagi. Kemampuannya tak terkontrol dan terkadang secara tiba-tiba ada suatu benda yang terbakar. Bahkan semua murid sudah mengetahuinya, dia pun menjadi murid buangan dan terasingkan." Penjelasan Sehun mampu membuat Chanyeol sejenak terdiam.
"Pasti sangat sulit untuknya, lalu apa masalahnya denganmu? Sampai kau mengeluarkan emosi yang berlebih hingga membuat isi rumah berantakan." tuntut Chanyeol menginginkan penjelasan.
Mengetahui Chanyeol yang masih marah, Sehun segera meraih vas bunga di depannya agar kembali berdiri dengan senyum bersalahnya. "Setelah aku selidiki dia itu korban bully, jadi aku mencoba menawarkan bantuan untuk melindunginya."
Seolah sudah mengerti Chanyeol mengangguk-angguk dengan tangan bersedekap. "Tapi dia menolak tawaranmu, begitu?" Tebaknya mendapat jawaban 'iya' dari lawan bicaranya.
"Membuatku kesal dan terus menghindariku, itu terlihat seperti aku yang membutuhkannya!"
Merasa sudah tahu apa yang mengakibatkan emosi Sehun tak terkendali, Chanyeol beranjak dari duduknya menuju kulkas. Menempelkan kembali post it yang sebelumnya memang tertempel di sana.
"Lalu apa kau akan menyerah?" Sehun terlihat agak bingung menjawabnya.
"Ketika aku dalam kesulitan, Hyung ada untukku begitupun dengan Doyoung, tapi dia sendirian dalam ketakutan akan bayang-bayang kemampuannya." pikir Sehun masih belum menjawab.
"Jadi kau tidak akan menyerah?" Pandangan Chanyeol tertuju pada bingkai yang miring, potret gambar dirinya dan Sehun ada di dalamnya. Tak butuh waktu lama untuknya membenarkan posisi bingkai tersebut.
"Aku harus mencobanya lagi besok!" Semangat Sehun.
Dua mangkuk berisikan nasi telah berada di hadapan Sehun. Dengan langkah pelan yang terkesan hati-hati, Chanyeol membawa panci berisi sundubujigae (sup tahu pedas) hasil masakannya dan menaruhnya di antara mangkuk nasi.
"Jika kau berpikir untuk melakukannya maka aku akan mendukungmu." Ucap Chanyeol terdengar berwibawa, dia sudah duduk di lantai diikuti Sehun yang merosot dari sofa.
Dua pasang sumpit mendarat perlahan di meja, disusul beberapa menu lain yang tertata rapih. Sering sekali Sehun melihat kemampuan Chanyeol, maka selama itu pula dia terus dibuat takjub.
"Aku harap aku dapat bertemu lagi dengan si obat penenang." kata Sehun.
"Kau akan menemukannya jika mencarinya, atau mungkin kau akan dipertemukan dengannya melalui takdir." Chanyeol menanggapi ucapan Sehun dengan mulut penuh makanan.
Takdir? Mendengar kata itu Sehun manggut-manggut, tak lama ia menggeleng dengan sekali hentakan. Sepertinya ia tak percaya dengan kalimat terakhir dari kakak sepupunya itu, maka dia akan mencoba mencari wanita itu, toh mereka satu sekolah. Bukankah mencari lalu bertemu termasuk takdir juga.
~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~
Kamar dengan pencahayaan lampu yang agak redup, terlihat berantakan. Seprai, selimut, bantal dan boneka line yang tersenyum tak tertata rapih di atas ranjangnya. Meja belajar dengan buku tak beraturan dan lacinya terbuka memperlihatkan isi di dalamnya yang juga berantakan. Begitu pun dengan meja rias, alat make up berjatuhan seperti habis kemalingan.
Pemilik ruangan keluar dari kamar mandi, jaraknya hanya lima langkah untuk menuju kasurnya yang tanpa penghalang.
"Kim Sejeong, ayo ingat-ingat lagi di mana kau taruh gelangnya." kesal Sejeong pada diri sendiri, mencoba tenang dengan merebahkan tubuhnya di kasur yang tetap terasa nyaman walau berantakan.
Kim Sejeong merupakan anak tunggal dari sepasang suami istri yang sibuk dengan pekerjaannya. Dua tahun lalu dia mulai terbiasa sendiri, nyatanya rumah besar yang di tinggalinya selalu sepi. Meski begitu dia masih berhubungan baik dengan orang tuanya, yang lebih sering menghabiskan waktu di kantor atau mungkin keluar kota bahkan keluar negeri. Jadi sekarang ini dia hanya sendiri, tanpa peringatan air matanya menetes begitu saja.
"Hanya gelang pemberian eomma (ibu) yang menemaniku selama ini, jika gelang itu menghilang maka tidak ada lagi benda yang mampu membuatku merasa lebih baik." Tangisnya menutupi wajah dengan kedua tangan.
Untuk beberapa saat suasana hening, hanya isakan tangis yang terdengar. Seperkian detik kemudian Sejeong terduduk dengan air mata yang mulai kering.
"Apa besok tawarannya masih berlaku? Dengan begitu aku akan memiliki teman yang selalu menemaniku, dia bilang dia akan melindungiku,” sebuah titik terang itu muncul, namun Sejeong menggeleng keras diikuti dengan kata 'tidak' yang ia ucapkan berulang kali.
“Kelebihannya dari sebuah gelang tentu saja dia bisa mendengar, melihat dan berbicara! Aku tidak perlu benda mati itu lagi, tapi masalahnya apa yang harus aku katakan?" Menyadari kesalahan yang sudah dibuatnya, Sejeong mengerucutkan bibir dengan ekspresi lemas mengingat pertemuannya dengan Sehun sepulang sekolah.
"Tidak, tidak akan pernah!"
Kata-kata penolakan yang dilontarkan dengan percaya diri itu terus terngiang, meneror pendengarannya. Sejeong benar-benar menyesali ucapannya, ia kembali merebahkan tubuhnya lalu menendang-nendang ke segala arah.
"Aku sudah gila, kenapa berbicara seperti itu. Dan anginnya kenapa bisa muncul dengan tiba-tiba di cuaca cerah, seingatku hanya ada angin di sekitarku." Suara Sejeong memelan di akhir kalimat, kakinya meraih selimut yang segera ditarik oleh tangannya,
"Itu hanya kebetulan, kenapa aku harus takut!" Dengan cepat selimut sudah menutupi seluruh tubuh Sejeong.
~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~
Laci meja rias dibuka oleh Yeonjoo yang tengah duduk menatap pantulan wajahnya di cermin. Dirapihkannya kerah dan memakai dasi sebagai pelengkap seragam sekolahnya. Gelang kayu koka alami berwarna coklat muda dengan sekat manik unik yang berada di dalam laci mengalihkan penglihatannya.
Perlahan tangan Yeonjoo terulur untuk meraih gelang tersebut. Pandangannya nanar menatap gelang yang bukan miliknya. Ia teringat bagaimana menemukan benda itu.
~ ~ ~
Toilet semakin ramai dengan orang-orang yang ingin melihat apa yang sedang terjadi. Sejeong terlihat basah kuyup dan Yeonjoo tersenyum puas, tangannya terlihat menggenggam lengan Sejeong erat.
"Kau tidak akan bisa mengambil milikmu kembali, karena aku telah mengambilnya dan memegangnya dengan erat agar kau tidak bisa merebutnya dariku." bisik Yeonjoo tepat di telinga Sejeong.
Dengan keras Sejeong menepis tangan Yeonjoo, sehingga membuat gelang di pergelangan tangannya terlepas, terjatuh tepat di depan kaki Yeonjoo. Pandangan mata Yeonjoo tertuju pada gelang tersebut, kakinya terangkat untuk menginjak benda yang didominasi oleh warna coklat muda.
~ ~ ~
Lee Yeonjoo terlihat tak menyukai benda yang sedang ia pegang. "Bukankah benda ini sangat berarti untukmu, tapi sayang sekali kau menghilangkannya." sinis Yeonjoo seolah memiliki maksud lain dengan gelang yang terpaksa dia ambil.
Sambil memakai gelang, ia tersenyum penuh arti. "Dan sekarang benda ini adalah milikku." Liciknya memandang benda yang kini melingkar di pergelangan tangannya.
Pintu kamar terbuka, lelaki jangkung dengan mata setajam elang itu memasang muka masam berkata dengan marah.
“Sedang apa sih kau! Lama sekali, ayah sudah memanggilmu sedari tadi!” ia menatap tak senang Yeonjoo lalu kembali berujar. “Cepat turun sekarang juga!”
“Iya, iya… lagian ini masih belum terlambat.” tukas Yeonjoo selagi lelaki itu menjauh dari pintu kamarnya, ia menambahkan. “Dasar Lee Taeyong, kalau saja kau bukan anak ayah… sudah aku bakar kau!”
~Ŵĩńďŷ Ďàŷ~
Bersambung,
Sampai di sini bagaimana pendapat kalian mengenai usaha Sehun yang menawarkan pertemanan pada Sejeong?
Kasih komentar kalian dan vote setelah membaca ceritaku… ^^
THANKS FOR READING
SEE YOU NEXT WEEK
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro