Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 7 | SHAREN POV

Hari ini pasti sibuk sekali! pagi-pagi Bunda Intan sudah meneleponku katanya hari ini akan ada siswa baru jadi aku harus mempersiapkan semuanya termasuk beberapa berkas yang harus di isi karena orangtua dari siswa tersebut belum mengisi administrasi. Bunda Intan bilang wali siswa tersebut datang beberapa hari yang lalu dan aku pasti tahu. hadeuh, boro-boro tahu. memangnya yang datang hanya satu atau dua orang saja ? sejak beberapa hari yang lalu yang berdatangan ke daycare itu banyak sekali. aku dan bunda-bunda lain sampai benar-benar kewalahan. dan rata-rata dari mereka masih melihat-lihat, lalu akan menelpon untuk keputusannya sekalian langsung menitipkan anaknya. untung saja tenaga disini sudah bertambah, bulan kemarin Pak Husni pemilik Daycare ini menambah 15 bunda-bunda yang akan membantu menjaga anak-anak nanti dan sampai hari ini masih ada 4 bunda yang belum memegang anak.

Karena jam kerja ku tidak full disini, aku tidak memegang penuh satu anak. Agni pengecualian, karena saat dia masuk aku masih bekerja full disini dan sampai sekarang dia tetap bersamaku, dengan bantuan bunda Intan tentu saja. dan saat ini aku hanya mengasuh anak yang sekali-kali saja di titipkan disini. itu pun sesuai dengan jadwalku.

"Bunda Sharen.." seseorang memanggilku. aku mendongakkan kepalaku.

"Ya? kenapa bunda Mela?"

"itu siswa sudah datang bersama ayahnya, mereka menunggu di kantor." Bunda Mela berkata seraya terkekeh pelan padaku. aku mengerutkan kenningku, kenapa sih ?

"ya sudah nanti saya kesana." tukasku.

Mengambil beberapa berkas yang diperlukan, aku segera membenahi penampilanku dan melangkahkan kaki menuju kantor.

"Maaf menunggu lama." aku membuka suaraku seraya membuka pintu dan menutupnya kembali. dan saat aku mengangkat kepalaku..

"loh?" ASTAGA!

"TANTE SHAREEEEN!!!"

Dalam secepat kilat anak kecil itu berlari ke arahku, dan secara refleks aku berjongkok dan meraihnya ke dalam pelukanku lalu menggendongnya.

"Haru." Gumamku tak percaya. Aku mengangkat kembali kepalaku dan kali ini tepat aku bertatapan dengan ayahnya Haru dan matanya, mengunci mataku. astaga.. ya tuhan.. tampannya makhluk ciptaanmu! jas dan celana berwarna krem dan kemeja biru dongker tanpa dasi dengan satu kancing dibuka, rambut yang masih kelimis dan berantakan karena belum sempat disisir juga wangi parfum yang menyerebak kedalam rongga hidungku. oh my god, dewa darimana pria ini? aaaa mamaaa.. kenapa sexy dan tampan sekali.

"Ehm.." sebuah gumaman menyadarkanku. aduh, gimana nih.. ketauan yah lagi terpesona.

"kita bertemu lagi." Ucapnya. aku tersenyum kaku, sebenarnya ingin tersenyum lebar sekali. tapi aduh cukup sharen cukup!

"Iya pak.." Ucapku, langsung mendapat ekspresi keterkejutan dan tidak suka dalam wajahnya. salah ya?

"Saya tidak setua itu, panggil saja Reno." Ucapnya lembut. Gila! kenapa rasanya seperti dia bilang 'panggil saja aku sayang' aaaah otak otak otak tolong berhenti dulu berpikir.

Gerakan dalam pangkuanku membuatku terperanjat. eh, aku nyaris saja melupakan keberadaan Haru.

"Kenapa sayang?" Tanyaku. Haru menggelengkan kepalanya seraya terkekeh pelan. ayahnya mendekat ke arahku dan dengan sekejap dia mengambil Haru dari gendonganku.

"Haru jangan begitu dong, kasihan bundanya." Ucap ayahnya. jantungku berdetak dengan sangat cepat saat mendengarnya. ya Tuhan.. semua ayah dari siswa yang dititipkan disini juga menyebutku Bunda tapi kenapa yang ini berbeda sekali rasanyaa? dan demi tuhan Sharen.. kamu baru ketemu dia tiga kali!

"Tidak apa-apa ayah." Jawabku. dia terperanjat dan kemudian menormalkan kembali wajahnya. Kenapa rasanya berasa kita keluarga kecil yang bahagia sih ?

"silakan duduk" ucapnya. ah, aku hampiir saja lupa duduk.

Dengan sangat kaku, aku akhirnya mendudukkan tubuhku di sofa yang tepat berhadapan dengannya. Haru yang berada dalam gendongannya tengah memainkan kerah kemeja ayahnya dan menepuk nepuk dada ayahnya. Haru,bisa tukeran posisi dulu gak ? haaa.. CUKUUPPP.. KENAPA JADI BEGINI! Aduh Shareeen.. ayolah professional, professional! baiklah!

"Jadi hari ini Haru mau di titip disini?" Tanyaku. Ayah Haru—Reno menganggukkan kepalanya.

"Sebenarnya saya paling gasuka kalau menitipkan Haru di tempat seperti ini. Perhatian untuk Haru pasti terpecah belah dengan anak yang lain." Jelasnya. Aku mencibir dalam hati, kalau mau perhatiannya penuh kenapa gak sewa baby sister aja duhai bapak tampan?

"Tapi, yah waktunya mepet sekali dan benar-benar mendadak. Saya gak punya pilihan lain." Tangannya terulur untuk mengusap lembut rambut Haru. Aku mengangguk-anggukkan kepalaku saja.

"Kalau begitu silakan di isi dulu datanya." Aku menyodorkan berkas yang ku bawa ke hadapannya. Ia mengambil pulpen yang tersemat di jas nya lalu mengisinya, dengan Haru yang masih berada di pelukannya.

"Haru mau bermain dulu?" Aku mencoba membujuk Haru, kasihan juga ayahnya kesusahan. Dan berhasil, Haru menganggukkan kepalanya dan dalam sekejap sudah turun dari pangkuan ayahnya.

"Ayo tante! Haru mau bermain! Tadi Haru melihat ayunan, Haru mau main itu." Pintanya. Aku menatap ke arah ayahnya,mencoba meminta persetujuan padanya untuk membawa Haru bermain ayunan.

"Sebentar aja ya sayang?" Ucap Reno pada akhirnya, ia mengucapkan itu pada Haru kemudian tersenyum manis padaku.

"Kalau begitu saya mengantar Haru dulu."

Saat membuka pintu dan berhasil keluar dari kantor, aku merasa tubuhku benar-benar bebas dan tidak tertahan apapun lagi. Ya Tuhan, entah ada apa dengan makhluk tampan beranak satu di dalam sana sampai-sampai membuatku seperti ini. Cukup kemarin aku bertingkah so imut di hadapannya.

Ah,bicara soal kemarin.. apa telinga Haru sudah sembuh?

"Haru.."

"Ya tante?"

"Telinga Haru sudah sembuh?" Tanyaku. Dia menganggukkan kepalanya yakin kemudian tersenyum dengan manis.

"Sudah! Kemarin masih ada suara bulukbuk bulukbuk tapi sekarang ga ada."

"Ah, syukurlah.." Gumamku. Ia tersenyum lalu menarik tanganku ke arah arena bermain. Bunda Yeni melihatku membawa Haru dan menghampiriku.

"Biar sama saya aja ya? bunda Sharen masih mengurus administrasi kan?" Tanyanya. Aku menggaruk kepalaku, sudah tahu sengaja membawa Haru bermain untuk menenangkan jiwa dan raga yang mendadak gempa bumi, kenapa Bunda Yeni malah menawarkan untuk menemani Haru? Dan apa itu, senyuman yang tiba-tiba datang dari wajah Bunda Yeni.

Aku hendak menatap Haru dan berbicara padanya tapi dia sudah berlari ke arah ayunan dan dengan penuh tawa mencobanya, tak ada pilihan lain. Pada akhirnya aku menitipkan Haru pada bunda Yeni dan kembali ke kantor.

Saat aku kembali ke kantor, Reno sudah selesai dengan kegiatannya mengisi beberapa data dan saat ini ia tengah berbicara di telpon.

"Iya, ma.. udah.. iya. Apa sih? Mamah aneh deh.. iyaaa.. assalamualaikum."

"Eh, maaf tadi mama saya menelpon." Rupanya ia sedikit terkejut saat memasukan ponselnya ke dalam saku dan mendapati diriku yang sudah berada di hadapannya. Aku tersenyum saja padanya.

"Datanya sudah selesai?" Tanyaku. Dia mengangguk.

"Ya, silakan di cek." Ucapnya. aku mengangguk dan melihat sekilas datanya yang sudah terisi penuh lalu memberitahunya untuk mengurus pembayaran.

Setelah urusan pembayaran selesai, ia membenahi dirinya dan kami keluar kantor dengan bersamaan.

"Tadi Haru baru minum susu dan makan roti sedikit, tapi saya sudah membekali dia tadi. Bekal makannya ada di tasnya yan bergambar Frozen." Aku tersenyum mendengarnya menyebut tas Frozen. Itu pasti yang waktu itu dia bawa kan?

"Untuk makan siangnya ada beberapa buah dan kotak bekal juga disana."

"Makan siang kami menyiapkannya." Ucapku, memang sudah menjadi salah satu fasilitas disini.

"Hmm sudah terlanjur membawa, tolong beri makan Haru makanan yang saya bekali saja."

"Oh, baik.."

"Kalau tidur biasanya Haru tidur jam satu atau jam dua belas, tapi sebelumnya dia harus nonton Hi-5 dulu, kalau tidak ada disini saya sudah simpen tab nya dia yang isinya video. Dia bisa nonton disitu. Tabnya ada dalam tas besar, di dalam tas ada tas lagi bergambar marsupilami."

"Biasanya kalau lagi tidur Haru suka tiba-tiba terbangun dan tolong usap punggungnya atau peluk dia sebentar, ditemani tidur juga boleh, dia bakalan suka hal itu."

"Saat memandikannya, hati-hati dengan rambutnya. Haru paling sayag sama rambutnya. Kalau sore tidak di keramas ya, saya sudah menyiapkan shower tub untuk menutupi kepala Haru mana tahu kesiram air nanti. Itu ada di dalam tas besar, di dalamnya ada lagi tas bergambar Ariel. Isinya ada perlengkapan mandi Haru dan yang lainnya."

"Nanti ibu saya menjemput mungkin sore, kalau bisa sudah memandikan Haru langsung suruh pakai baju untuk tidur saja. Saya pulang malem jadi kasihan kalau Haru pakai baju untuk main, takutnya dia tidur dan gak nyaman kalau tidur pakai baju main."

Demi mamaku yang cerewet, pria ini seratus kali lebih cerewet. Kupingku sampai panas medengarnya. Ini memangnya aku sedang mengikuti seminar? Ya ampun, tanpa dia memberi tahu pun aku juga akan melakukannya.

Apa perlu di ingatkan berapa tahun aku bergelut di bidang ini? Pria ini memberitahuku seperti aku orang asing yang tidak pernah tahu mengenai anak-anak saja! Lagipula aku ini wanita, meskipun dia ayahnya ya tetap saja yang paling tahu urusan anak adalah wanita, dan itu aku. Wanita yang sudah sejak lama bergelut dengan anak-anak. Jangankan anak seusia Haru yang sudah bisa melakukan segala hal sendiri, anak bayi yang masih merah pun aku sudah bisa mengurusnya.

"Kalau begitu, saya titip Haru ya.." dia kembali membuka suaranya saat langkah kami berhenti tepat di depan arena bermain.

"Iya." Aku menjawabnya dengan ketus, biarkan saja. Lagipula aku sudah cape sekali mendengar petuahnya itu.

Reno melangkahkan kakinya menuju ayunan dan ia mengambil Haru kemudian menggendongnya dan menciumnya sepanjang jalan menuju ke arahku. Sepertinya memang dia sayang sekali pada Haru, yah.. tentu saja. Kalau tidak se sayang itu, petuahnya padaku tidak akan sepanjang tadi.

"Nah, sekarang Haru sama bunda Sharen ya? gak boleh manggil tante, disini manggilnya harus bunda." Jelas Reno dan kini Haru berpindah ke dalam gendonganku. Umurnya kan sudah empat tahun tapi dia seperti bayi saja, Reno mengopernya pada gendonganku seperti bayi saja dan aku menerimanya dengan sedikit kesusahan karena Haru cukup berat.

"Papa pergi dulu ya? nanti Haru dijemput oma.." Ucapnya lagi. ada sebuah ketidakrelaan yang begitu besar terpancar di wajahnya. Wajah tampannya mendadak berubah menjadi sendu, dan aku terbawa suasana. Sialan! Gue baperr!

"Iya papa.."

"Cium?" Reno memajukan mulutnya di monyong-monyongkan di depan Haru dan aku sedikit kaget karena hampir saja mengarah padaku. Aduh pikiran.. tolong jangan macam-macam!! Haru menyambut bibir ayahnya dan mengecupnya dengan secepat kilat lalu Reno tertawa dan aku pun ikut tertawa.

"Kalau begitu, saya pergi ya? titip Haru..Sharen." Ucapnya. aku menganggukkan kepalaku.

"Ya, Reno.." Gumamku. Dan dia kembali tersenyum lalu membalikkan badannya menjauhi kami.

Setelah ia menghilang, aku membawa Haru ke dalam kelas dan memperkenalkannya pada yang lain lalu Haru ikut bergabung bersama mereka dan bermain bersama. Aku memutuskan untuk kembali ke kantor dan menginput data yang sudah diisi oleh ayah Haru. Ehm.. Reno.


*****


Saat perjalanan menuju kantor, bunda-bunda lain yang berada di lorong melirikku dengan senyuman tersungging di bibir mereka. Apa sih? Mereka kenapa? Sejak tadi pagi semuanya tersenyum aneh begitu padaku.

"Ehm.. cieee ganteng ya ren papanya Haru."

"Neneknya Haru juga cantik kan kemarin, pasti papanya juga ganteng. Duh, gak nyangka deh."

Apa ini? Mereka kenapa? Salah makan?

"Jadi sekarang sudah istiqomah ya Sharen, sama yang ini?"

HAH?

"Cocok kok Ren, seriusan.."

Semakin kesini kenapa mereka semakin aneh sih? Aku tidak mengerti sama sekali dengan apa yang mereka katakana.

"Gak apa-apa kok Ren, menikahi seorang duda dan mau menerima anaknya itu justru lebih mulia. Kamu sudah memilih jalan yang tepat, semoga saja papa Haru itu pria yang tepat."

WHAAAAAT??

"Ih bundaa.. kenapa pada ngaco gitu sih? Salah makan ya? aduh kalian semua ngeri omongannya." Ucapku. Memang benar-benar ngeri, kenapa mereka menyangka aku ada apa-apa sama papa Haru dan apa tadi? Menikahi duda beranak satu? Mereka benar-benar salah makan? Siapa menikahi siapa? Mereka berimajinasi?

"Kamu suka pura-pura begitu, kemarin kan neneknya Haru kesini. Pas mau pulang dia bilang ke semua bunda yang sedang mengajak main semuanya katanya suruh baik-baik sama kamu, kamu juga calon menantunya. Udah jelas kan Sharen kalau sudah begitu."

Dan aku hanya bisa diam membeku mendengar apa yang Bunda Ani katakan kepadaku. Mamanya Reno mengatakan bahwa aku calon menantunya? APAAAA? Jadi ini bukan kesalahpahaman yang ringan? Aku kira dia hanya menyangka saja padaku karena Haru yang memelukku. Tapi lebih parahnya dia justru malah mengatakan pada bunda-bunda disini bahwa aku calon menantunya? KENYATAAN MACAM APA INI?

Aku kembali menatap bunda-bunda yang masih tersenyum padaku. Aku hanya bisa membalas senyuman mereka tanpa bisa berkata apa-apa. Dan segera pamit untuk segera masuk ke dalam kantor dan memeriksa formulir pendaftaran Haru.

Dengan mengenyahkan pikiran-pikiran yang bersliweran di kepalaku aku mencoba fokus untuk membaca formulirnya dan menginputnya.

Nama : Haruna Isnaini Putri Renova

Nama ibu : Nova aryandita Subagja

Nama ayah : Marena Adzanul Ilham Saputra

Pekerjaan ayah : Pengusaha

Perusahaan : Paleo Hotel

Aku menajamkan penglihatanku. Tunggu dulu.. Paleo Hotel? Sebentar.. paleo pa..le..o? PALEO ?/ MEGANTROPUS PALEO JAVANICUS??

Bukankah itu Hotel yang tempo hari menjadi tempat seminar Kampusku? Dan PALEO? MEGANTROPUS PALEO JAVANICUS?

Haaaa.. tempo hari aku sudah mempertaruhkan sesuatu untuk nama hotel ini? Dan astaga! Jadi pemilik hotel yang masih muda yang kata Icha begitu tampan itu dia? Papanya Haru?

Astagfirullohaladzim.. Tuhannn.. kesalahan apa yang aku perbuat?

Semoga.. semoga nama hotel itu bukan diambil dari nama purba itu, tapi..

Megantropus Paleo Javanicus! Mudah sekali di tebak! Aku berani mempertaruhkan hidupku untuk nama hotel ini. Malaikat-malaikat pencatatku, tolong catat ini baik-baik. Demi nasibku yang sekarang begitu menyedihkan karena kesepian, aku mempertaruhkan diriku untuk nama hotel ini. Jika benar namanya sesuai tebakanku, aku bersedia menikah dengan pemilik hotel ini. Jika salah, aku tidak bersedia terus kesepian tapi aku bersedia untuk mengabdikan diriku pada hotel ini. Siapa tahu pengabdianku berbuah cinta. Hahaha

Jika memang pemilik Hotel ini memang masih muda, sudah pasti dia belum menikah kan? Demi semua kesepianku selama ini, dengan senang hati aku rela menjadi istrinya.

Pikiranku tempo Hari tiba-tiba saja kembali terbayang dalam kepalaku. Astaga.. ya tuhan.. inilah! Kenapa mama selalu mengatakan kalau jadi manusia itu jangan asal ucap, dan aku sudah mengucapkannya dan bahkan aku meminta malaikat untuk langsung mencatatnya saat itu juga. Bagaimana kalau benar-benar dicatat? Lalu kalau suatu saat tiba-tiba papanya Haru memintaku menikahinya aku harus menerimanya tanpa berpikir panjang? Begitu? Hyyaaa.. tidaaaak.. ya Tuhaaan.. semoga sajaa, semoga saja setelah ini aku tidak bertemu lagi.

Pelajaran utuk hari ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang belum tentu bisa kau lakukan. Ingat! Ucapan adalah do'a ! tapi lagipula, aku kan mengucapkan itu karena aku menyangka pemilik hotelnya belum menikah. Bukan salahku, dan kenyataannya adalah pemiliknya sudah menikah. Hah, jadi tidak dihitung ya malaikatku.


****


Tepat jam satu siang Haru tertidur, tadi dia habis bermain dengan anak-anak yang lain dan mungkin kelelahan. Tidak sulit membuatnya tertidur karena dia benar-benar anak yang baik dan penurut.

Aku memperhatikan Haru yang tertidur meringkuk di ranjang dengan senyuman dibibirnya, mungkin dia bermimpi indah. Membuatku tanpa sengaja juga ikut menyunggingkan senyumku.

Saat ini adalah pertama kalinya aku memperhatikannya dalam-dalam. Pertemuan pertama saat rambutnya tersangkut aku hanya memperhatikannya sekilas, lalu waktu di daycare bersama neneknya pun aku tidak terlalu memperhatikannya, dan kemarin saat di klinik pun aku hanya fokus untuk menenangkannya.

Sebenarnya saat di klinik kemarin aku sudah melihat sejak mereka pertama kali datang, ingin menyapa tapi tentu saja aku tidak berani, memangnya aku kenal mereka?

Aku memperhatikan dari sejak mereka menunggu nomor antrian dan sempat mendengar juga pembicaraan Reno di telpon, menanyakan apa yang akan terjadi ketika periksa ke THT. Saat itu kebetulan aku duduk di belakangnya dan sedang menyuapi salah satu pasien anak yag dirawat disana sambil berjalan-jalan.

Setelah selesai menyuapi pasien, aku tanpa sengaja menikuti mereka. Haru berada dalam gendongan papa nya dan ia sedikit ketakutan, tapi perlahan anak itu sudah bisa menormalkan dirinya dan dia kembali pada anak yang ceria, tapi ayahnya tentu saja parah sekali. Wajahnya pucat dan ekspresinya sangat gelap, sarat akan ke khawatiran.

Apalagi ketika Haru selesai di periksa dan mereka duduk menunggu giliran untuk dbersihkan telinganya. Aku dapat dengan jelas melihat bahwa Reno benar-benar khawatir, dalam hatiku ingin sekali menghampiri mereka dan mencoba mengajak mereka mengobrol untuk sekedar mencairkan suasana, tapi aku terlalu bingung dan sibuk berpikir dalam kepalaku.

Hingga tiba saatnya giliran Haru, dia diam tapi tiba-tiba saja dia menjerit dan meronta, disusul oleh teriakkan amarah dari ayahnya yang ditujukan untuk dokter. Aku terkejut dan tanpa berpikir apa-apa aku langsung menghampiri mereka dan mengambil alih Haru dari pangkuan ayahnya.

Tidak sulit menenangkan Haru karena dia benar-benar anak yang penurut, bujukan dan bisikan pelan bisa dengan mudah membuatnya tenang, rasanya hatiku lega sekali.


*****


Jam sudah menunjukkan pukul empat, Haru sudah bangun sejak satu jam yang lalu dan kembali bermain bersama anak-anak lain. Aku membereskan tas nya yang banyak dan begitu besar.

Sebenarnya tas yang paling besar sama sekali tidak tersentuh selama Haru disini. Isi tas itu adalah beberapa buku milik Haru dan juga mainannya yang mungkin selalu di mainkannya. Tapi sudah ku bilang itu tak berguna, karena disini Haru main bersama teman-temannya yang lain.

"Bunda Sharen, barusan nenek Haru menelpon katanya setengah jam lagi beliau menjemput." Ucap Bunda Yeni. Aku menganggukkan kepalaku lalu merapikan tas Haru setelah sebelumnya meraih baju tidur dan perlengkapan mandinya.

"Haru.. mandi yuk sayang?" Aku mendekati Haru, dia sedang bermain dokter-dokteran.

"Sebentar ya bunda? Haru suntik pasien dulu." Jawabnya seraya mengangkat tinggi-tinggi suntikan mainan yang ia pegang. Aku tertawa.

"Oke, bunda tunggu.." Ucapku padanya.

"Kalau nunggu ga boleh disin, harus disana. itu ruangan tunggunya!" Haru kembali bersuara seraya menunjuk arah sofa padaku. Yayaya, baiklah ibu dokter.. aku akhirnya menurutinya dan duduk manis menunggu dokter Haru.

Selang beberapa menit, Haru berlari kecil ke arahku. Ia sedikit kesusahan dengan peralatan dokternya dan aku membantunya melepaskannya.

"Jadi kita bisa mandi sekarang?" Tanyaku padanya. Ia menganggukkan kepalanya.

"Iya tante!" Pekiknya. Ah, dia pasti lupa. Berkali-kali dia memanggilku tante hari ini.

"Mandi nya pakai air hangat?" Tanyaku. Dia mengerucutkan bibirnya.

"Loh kenapa?"

"Haru mau mandi air dingin."

"Ini udah sore loh.."

"Tapi Haru suka air dingin, airnya seger. Kata oma kalau mandi air hangat nanti keriput."

Bwahahaha.. ya tuhan, aku nyaris saja tertawa dengan kencang. Omanya Haru sama seperti mama! Kalau aku mandi air hangat di rumah mama pun selalu bilang begitu.

"Mandi air dingin besok pagi aja ya? sekarang Haru mandi air anget."

"Gak mau! Kalau pagi papa gak bolehin Haru mandi air dingin."

"Kalau begitu biar tante yang bilang sama papa ya?" Aku membujuknya dan Haru kembali menggelengkan kepalanya.

"Oma juga pernah bilang tapi papa tetep gak bolehin Haru. Kata papa nanti Haru sakit."

Hadeuh.. memang susah yah kalau hidup diatur oleh seorang pria. Haru, apa jadinya kamu sudah dewasa nanti? Daughter complex ini mah..

"Hmm begitu ya? kalau gitu, gimana kalau mandinya airnya sedang. Gak anget dan gak dingin. Tetap seger tapi Haru gak akan sakit." Aku mencoba bernegosiasi dengan Haru, menawarkan suhu air yang hangat kuku.ya, jalan tengah dari permasalahan kali ini.

"Boleh tante!"

Dan Haru bersorak dengan girang lalu aku mulai masuk bersamanya ke dalam kamar mandi dan tak lupa memakaikan kepalanya shower tub lalu mulai memandikannya.

"Tante! Nyanyi!" Saat sedang menyabuni Haru, dia memegang pipiku dan menyuruhku bernyanyi. Baiklah, konser di mulai..

Doe, a deer, a female deer
Ray, a drop of golden sun
Me, a name I call myself
Far, a long long way to run
Sew, a needle pulling thread
La, a note to follow so
Tea, a drink with jam and bread
That will bring us back to Do, oh oh oh

Haru berteriak mengatakan awalannya dan aku melanjutkannya. Dia mengucapkan do re mi fa so la si do, berbeda dengan lirik aslinya. Kami bernyanyi bersama sampai tubuh Haru bersih dan wangi. Bahkan saat sudah memakai handuk dan hendak memakaikannya baju, Haru kembali memintaku bernyanyi.

After a bath, I try, try, try
To wipe myself 'till I'm dry, dry, dry.
Hands to wipe, and fingers and toes,
And two wet legs and a shiny nose.
Just think how much less time I'd take
If I were a dog, and could shake, shake, shake!

Aku bernyanyi seraya mengeringkan tubuh Haru dengan lembut dan memakaikannya baju. Sejauh ini dia benar-benar anak yang baik, sama sekali tidak merepotkan untukku. Dan setelah ini, mungkin akan lama sekali untukku bertemu dengannya lagi.

"Sini, tante sisirin ya?" Aku membuka shower tub nya saat tinggal rambutnya yang belum ditata rapi. Meraih rambut panjangnya dan menyisirnya pelan. Ah, halus sekali rambutnya.

"Bunda.." Panggilnya. Aku terkekeh, sekarang dia menyebutku bunda lagi?

"Ya sayang?"

"Haru mau rambutnya kayak rambut Elsa!"

"Ah, di kepang?" Tanyaku. Haru mengangguk.

"Iya, yang bisa kepang rambut Haru Cuma oma dan tante Renita. Kalau papa suka jelek, kata oma kalau rambut Haru di kepang papa malah kaya kue tambang, bukan kaya Elsa."

Muahaha demi apa? Aku tertawa dengan keras seraya menyuarakan kemenanganku dalam hati dan menyuarakan sebuah dukunganku untuk neneknya Haru. Memang pekerjaan seperti ini akan berbeda sekali jika dilakukan oleh seorang laki-laki, dan yah.. aku bisa memaklumi. Lagipula Reno juga kan mengurusnya sendiri, sudah untung dia begitu sabar. Kalau masalah mengepang rambut dan mirip kue tambang, ya.. segitu juga udah Alhamdulillah!

"Haru lucu ya.." Ucapku.

"Terimakasih tante!" Lah, tante lagi? tsk! Dasar Haru labil.


*****


Setelah rambutnya terkepang dengan rapi, bunda Yeni menghampiriku dan mengatakan kalau oma nya Haru sudah menjemput Haru. Aku segera merapikan Haru dan mengambil semua tas nya. Dan berjalan bersama Haru menuju ruang tunggu. Aku sedikit kesusahan dengan tas-tas Haru dan saat melihatku, neneknya Haru langsung membantuku membawa tas tersebut.

"Ya ampun, ini pasti kerjaannya Reno nih bekelin Haru sebanyak ini." Gerutunya. Aku mengiyakan dalam hatiku dan tersenyum padanya.

"Maaf ya Sharen, merepotkan kamu.."

"Gak apa-apa kok bu, saya seneng."

"Eh kok bu? Mama. Panggil mama. Ya?" Aku terdiam sebentar. Mama lagi?

"Ehm maaf bu, tapi saya sama Reno—"

"Ah, kalian suka pura-pura aja. Asal tahu ya, mata orang tua itu jeli tau."

"Tapi saya memang—"

"Nak Sharen sudah pulang?" Nah ibu, kenapa memotong omonganku terus? Kapan aku menjelaskannya?

"Eh? Hm.. saya sebentar lagi pulang." Jawabku dengan jujur. Tidak mungkin kan aku mengatakan kalau aku lembur disini?

"Kalau begitu ikut kita ya? kita makan malem di rumah mama.."

"Tapi bu—" Aku mencoba kembali berbicara. Makan malam di rumah nenek Haru? Ya Tuhan.. bisa berabe urusan. Bagaimana kalau kesalahpahamannya semakin bercabang?

"Bunda-bunda.. Bunda Sharennya mau saya pinjem, sudah boleh pulang duluan kah?" Sebelum aku hendak protes, neneknya Haru malah menghampiri bunda-bunda yang lain dan berbicara pada mereka. Aku dari belakang memberikan isyarat pada mereka, tapi mereka malah tersenyum penuh arti padaku.

"Silakan bunda, sudah boleh kok." Tuh kaaan!

"Tapi bu—"

"Udah ah nurut aja ya? mama tunggu di mobil. Haru, sini gendong oma dulu. Nanti Bunda Sharen nya mau ambil tas dulu ya?"

"Iya oma.."

Neneknya Haru mengambil Haru dari gendonganku dan aku membalikkan tubuhku, berjalan dengan lemas menuju loker untuk mengambil tas ku. Kalau saja aku bukan mahasiswa semester akhir, aku mungkin akan mengatakan kalau aku kuliah dan tidak bisa ikut, tapi nyatanya aku tidak punya urusan apapun untuk datang ke kampus. Kalau hanya beralasan saja padaa neneknya Haru, para bunda-bunda tadi pasti bilang kalau aku tak akan ke kampus. Jadi intinya, aku sama sekali tidak punya pilihan lain. Matilah kau Sharen..


*****


Setelah mengambil tas ku, aku dan nenek Haru duduk bersebelahan di dalam Freed putihnya. Haru berada dalam gendonganku karena dia sejak tadi mengajakku bernyanyi dan aku tak mungkin menolaknya, setidaknya Haru membuat suasana canggung mencair diantara kami.

Aku sempat melirik pada neneknya Haru dan dia tersenyum ke arah kami berdua dengan bahagia. Kenapa? Ada yang menyenangkan kah?

"Letit go.. letit go..."

Aku tertawa mendengar suara Haru yang tiba-tiba, lucu sekali. Ternyata Haru ini adalah anak yang senang sekali menyanyi. Sudah banyak lagu yang di hafal olehnya, meskipun kadang pengucapannya tidak lancar tapi Haru bisa menyanyikan semuanya. Dia memang anak yang menyenangkan, selain penurut dan baik.

"Ayo sayang, sudah sampai." Ucapan nenek Haru terdengar saat mobil berhenti tepat disebuah halaman rumah yang luas sekali. Aku hampir saja terperangah tapi mencoba menyembunyikan kekagumanku.

Kami turun dari mobil dan Haru sudah berlari-lari masuk ke dalam rumahnya.

"Haru memang selalu begitu, kalau kesini dia seneng banget." Jelas neneknya. Aku tersenyum.

"Dia itu mau ketemu sama Honey.."

"Honey?"

"Iya Honey.. kucing piaraan mama!"

APAAAAA????!!

KUCIIING ??!!!

Mukaku sepertinya langsung memucat saat ini juga, demi mamaku yang cerewet, demi agni yang ku urus sejak kecil, dan demi Icha temanku yang super heboh.. aku adalah orang yang amat sangat begitu takut sekali pada kucing!

"Kucing mama itu ada lima. Yang paling disukai Haru ya si Honey, anaknya ada empat. Yang satu di rumah anak pertama mama, yang tiga disini. Kalau yang lain ada Laura, Clara, Angel, dan Barbara. Mereka punya anak masing-masing tiga. Malahan si Clara lagi hamil lagi sekarang."

Astaga..

Ya Tuhan..

Jadi sebenarnya, ini rumah atau peternakan kucing?

Dan sebanyak itu? Serangkaian bersama anak-anaknya?

Mamaaaa... aku mau pulang sekarang juga, aku mau pulang! Masa bodoh dengan ketidaksopananku terhadap neneknya Haru tapi aku mau pulang sekarang juga.



- TBC –



HAHAHA sebenernya nanggung sih mungkin ada empat halaman lagi yang ngikut ke part ini tapi ya sampe disini dulu aja deh, waktu mepet buat lanjutin empat halaman itu.

Maaf kalau ngaco yah, otak aku ya beitu sih :D

Terimakasih ya untuk semua yang membaca dan mengomentari juga memberi vote..

Aku sayang kalian :* ini masih POV Sharen, next part baru masuk pov author. *ribet yee -__- 

Minta do'a nya juga yak arena aku mau operasi haha

Cuman cabut kuku kok bukan operasi plastic /?

Sekian, bye..

Nih aku kasih bocoran buat part 8



- NEXT PART –


"Kamu mau menikah dengan saya?" 

"APAAAA???!!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro