PART 5 | Penyelamat
All is.. author POV
-
-
-
Maryam tak henti-hentinya tersenyum saat dirinya sudah meninggalkan Daycare yang sengaja di kunjunginya untuk mendaftarkan Haru. Haru duduk pada Car Seat nya di kursi belakang sementara dirinya berada di kursi samping pengemudi di depan.
"Pah, jadi Reno ternyata udah punya pacar. Mama sama sekali gak nyangka!" Matanya masih menyala-nyala, secercah kebahagiaan tumbuh pada iris matanya. Suaminya hanya diam tak menanggapi.
"Kita langsung aja ke kantor Reno ya pa? mama bener-bener mau mastiin!"
"Kita pulang saja ma, kasian Haru. Udah dibawa berenang, terus di bawa ke Daycare itu. Sekarang udah jam tiga, tunggu saja di rumah. Reno juga sebentar lagi pasti pulang"
"Ih papa ga asik!" Maryam mencibir kea rah suaminya. Ia kemudian berbalik menghadap ke samping dan matanya tenggelam dalam jalanan yang ramai di luar.
******
Reno baru saja kembali dari sebuah pertemuan dengan penyelenggara seminar tadi pagi. Seminar di adakan selama kurang lebih empat jam. Karena jadwalnya kosong, penyelenggara seminar mengajaknya bergabung untuk makan siang dan terlibat dalam berbagai macam obrolan. Pikirannya menjelajah kemana-mana. Ia merasa konyol, merasa tolol, dan merasa ingin sekali menertawakan dirinya sendiri. Saat tak sengaja melihat seseorang yang bahkan tak dikenalinya, ia begitu dilanda kepanikan yang luar biasa. Dan saat berhasil melarikan diri, pegawainya mencegatnya untuk menyampaikan beberapa pesan dan sialnya ia harus mendengar suara seorang wanita memanggil nama seseorang yang justru ia hindari, dan bodohnya ia malah melihat ke arah mereka. Lebih bodoh lagi ia kembali melarikan diri saat seseorang yang di hindarinya akan segera berbalik ke arahnya. Kemudian, sebuah pikiran melintas dalam benaknya.
Kenapa ia harus menghindar? Memangnya ia punya salah pada wanita itu? Lalu, kenapa ia harus amat sangat panik dan ketakutan kalau saja wanita itu melihat mukanya? Memangnya dia seorang penjahat, atau mungkin pernah bertindak asusila?
"Oh Tuhan cukup! Kenapa malah semakin kepikiran!" Reno menjambak rambutnya kasar. Ini sudah di ambang batas kewajaran. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya saat ini, yang ia tahu saat ini adalah ia harus pulang, harus bertemu dengan anaknya. Ya, Haru adalah pengalihan yang tepat untuk saat-saat seperti ini.
Menyambar tas kerja juga kunci mobilnya, Reno segera bergerak pergi meninggalkan ruangannya. Dalam perjalanannya menuju Lift, iPhone nya bergetar. Reno merogoh saku celananya lalu membuka sebuah pesan dari ibunya.
'Mama sama papa tunggu kamu di rumah. Cepet ya sayang, mama pengen banget ketemu sama kamu'
Sebuah kerutan di keningnya terlihat saat matanya membaca segaris pesan dari ibunya. Apa katanya tadi? Ibunya ingin sekali bertemu dengannya? Memangnya ada apa?
Tiba-tiba saja perasaannya menjadi tak menentu. Apa terjadi sesuatu yang mengharuskan ibunya harus mengatakan hal itu?
"Selamat sore pak" sapaan dari Karyawannya saat ia keluar dari lift mengalihkan tatapannya. Reno tersenyum membalas sapaannya. Ia berjalan keluar hotelnya, memasuki parkiran, masuk ke dalam mobilnya, dan mulai mengemudikan mobilnya. Membelah jalanan di sore hari.
***
Tiga puluh menit kemudian mobilnya berhasil menepi di pekarangan rumahnya. Saat ia membuka pintu mobilnya, Haru berlari ke arahnya seraya berteriak menyambutnya.
"Papaaa!"
"Hai sayang" Reno mensejajarkan dirinya dengan Haru lalu menggendong Haru di pangkuannya. Pipinya terasa basah saat Haru menciumnya.
"Anak papa senang sekali sepertinya?" Reno menatap anaknya seraya melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Haru mengangguk antusias.
"Iya, tadi Haru berenang"
"Memangnya Haru bisa berenang?" Reno menimpali ucapan anaknya. Haru tersenyum dan mengangguk yakin.
"Bisa dong! Tadi oma belikan Haru ban bebek, buat membantu Haru berenang"
"Bukannya Haru yang mau di belikan ban bebek sama oma?"
"Nggak, itu oma yang belikan untuk Haru"
"Yakin? Papa tau looh"
"Itu omaaa.. Haru gak minta"
"Tapi Haru mau kan sama ban nya?"
"Iya, tapi Haru cuman bilang kalau Haru mau berenang sama bebek. Terus oma belikan Haru itu"
"Kenapa bebek? Gak Frozen?"
"Ih papa! Kasian kalau Ana harus berenang, nanti dia basah. Nanti rambutnya kusut. Tadi juga Haru rambutnya kusut, terus oma sisirin Haru tapi sakit. Susah, Haru takut kalau rambut Haru nyangkut lagi terus nanti Haru botak, kata Jino kan Haru gak boleh botak!"
Reno tertawa mendengar ocehan anaknya tentang rambut. Sejak Haru lahir, rambutnya sangat tebal dan saat ia tumbuh, rambutnya semakin tebal juga panjang. Reno sengaja memanjangkan rambut Haru karena Haru juga begitu menyukai rambutnya yang panjang. Kalau sudah menyangkut rambut, Haru selalu mengaitkannya dengan Jino, tetangganya di komplek sebelah. Haru bilang Jino menyukai rambutnya dan Jino bilang Haru tidak boleh botak. Itulah yang mendasari betapa Haru sangat berhati-hati terhadap rambutnya.
Langkah Reno sudah sampai tepat di ruang tamu rumahnya. Ia menurunkan Haru, juga menyimpan tas nya dan duduk bersandar di sofa seraya membuka kancing kemeja nya dan melonggarkan dasinya.
"Eh, anak mama udah pulang" Maryam menghampirinya seraya membawa satu gelas air putih. Reno menerimanya dan meneguknya. Ia melihat Haru berlari menuju halaman belakang rumahnya.
"Kenapa sih ma? Tumben banget kasih air putih segala" Ucap Reno. Memang sedikit bingung dengan sikap ibunya. Maryam hanya tersenyum, tangannya menyambar tas Reno lalu membawanya dan menyimpannya di kamar Reno. Beberapa detik kemudian Maryam kembali dengan membawa kaos putih Reno. Ia menyimpannya di sofa kosong samping Reno dan kemudian tangannya bergerak melepas dasi Reno.
"Mama kenapa? Aneh deh" Reno semakin mengernyitkan keningnya. Memang aneh sekali. Ini mamanya apakah salah minum sesuatu?
"Gak apa-apa. Ayo, ganti dulu baju kamu" Menyimpan dasi Reno, Maryam kemudian menyodorkan kaos putih Reno yang sejak tadi di bawanya. Reno tidak banyak mengeluarkan suara, ia membuka kemeja nya lalu segera memakai kaosnya. Maryam mengambil kemeja Reno lalu membawanya dan menyimpannya ke keranjang kotor dekat mesin cuci.
"Makanannya udah siap Ren, makan yuk!" Suara Maryam terdengar lagi saat ia sudah kembali dan sekarang menggiring Reno menuju meja makan.
"Ini mama kenapa sih ma?" Reno kembali mengeluarkan pertanyaanya tentang keanehan ibunya untuk satu hal ini. Maryam hanya tersenyum dan menatap dalam anaknya. "Tidak apa-apa sayang. Ayo, makan"
"Tapi.. eh mana papa?"
"Papa kamu lagi main catur di belakang sama pak Jafra"
"Pak Jafra? Kakeknya Jino?"
"Iya, kakeknya Jino. Jino nya juga ada di belakang. Dari tadi Haru main sama Jino"
"Oh.."
Reno hanya menimpali ucapan ibunya dengan ber 'oh' ria. Tangannya membalik piring yang ada di hadapannya dan hendak mengambil sendok nasi ketika ibunya sudah lebih dulu menyendokkan satu sendok besar nasi ke dalam piringnya. Reno kembali mengerutkan keningnya, tapi ia membiarkannya. Mungkin ibunya sedang ingin memanjakannya. Pikirnya.
"Yang itu ma!" Tangan Reno spontan menunjuk kea rah semur tahu saat ibunya sedang mengambilkan makanan untuknya. Satu, dua, sampai tiga menu makan sudah tersaji di piringnya dan semua dari tangan dan hasil masakan ibunya. Reno dengan tenang memakan makanannya.
"Hmm.. Reno udah lama gak makan masakan mama" Ucap Reno dengan mulutnya yang penuh dengan makanan.
"Kalau gitu habiskan. Tadi mama udah belanja, di kulkas kamu makanannya instan semua. Cuman ada beberapa sayuran yang itu pasti buat Haru kan? dan mama gak tau bagaimana rasa masakan kamu buat Haru"
"Enak kali ma, Haru gak pernah protes kok"
"itu karena dari kecil Haru makannya masakan kamu! Coba kalo makannya masakan mama,pasti Haru gak pernah mau lagi makan masakan kamu"
"Hmm.. terserah mama aja"
"Gimana rasanya?" Tiba-tiba saja Maryam menatapnya penuh antusias. Reno menghentikan makannya dan menatap ibunya.
"Apa?" Tanyanya.
"Bagaimana rasanya bekerja tanpa membawa Haru?"
"Sepi ma, Reno udah biasa bawa Haru"
"Tapi lancar kan?"
"Iya sih"
"Terus, Bagaimana rasanya pas kamu pulang kerja, di sambut anak, disiapin minum, dibukain dasi, di siapin baju sama di sediain makanan enak yang udah pasti terjamin kualitasnya"
Reno kembali menatap ibunya, kali ini penuh selidik. Pantas saja ibunya aneh sekali sejak dia pulang tadi. Ternyata ada maksud terselubung di dalamnya. Sepertinya Reno tahu maksudnya.
"Mama mau nyuruh Reno nikah lagi?" Tanya Reno. Maryam menggelengkan kepalanya.
"Lalu?" Tanya Reno lagi. Maryam tersenyum menatap anaknya. Ia menggenggam tangan Reno yang berada di atas meja dan mengusapnya.
"Kenapa kamu gak bilang sama mama?" Tanya Maryam. Reno semakin bingung. "Bilang apa ma?"
"Tentang kamu"
"Tentang Reno?"
"Iya, tentang kamu.. dan.."
"Dan?"
"Dan calon istri kamu!"
"Uhukk!!" terbatuk dengan keras, Reno meraih segelas air putih di sampingnya dan meminumnya.
"Tuh kan, kamu langsung kaget. Langsung batuk gitu. Emang bener kan kamu sembunyiin sesuatu"
"Apa sih ma?" Reno sudah selesai meneguk air minumnya dan menatap ibunya dengan tatapan 'Apa yang sedang di pikirkan ibuku?'
"Kamu tuh jahat loh Ren, mau bahagia sendiri aja. Mama juga kan pengen kenal sama calon kamu"
"Ini mama kenapa sih? Kok ngomongnya ngelantur gitu."
"Hush! Kamu malah bilang mama ngelantur. Salah siapa! Kenapa kamu gak bilang ke mama kalau kamu sudah punya calon!! Kenapa juga kamu gak bilang ke mama kalau kamu udah kenalin Haru ke calon kamu!"
"APAAAAA????"
"Gak usah pura-pura deh Ren. Mama udah tau semuanya. Kamu diam diam punya hubungan kan? kamu mau yakinin diri kamu dulu apa dia memang cocok untuk kamu dan Haru, lalu kamu kenalin dia ke Haru, berusaha deket sama Haru. Kalau Haru bisa cocok sama dia, baru kamu lamar dia. Ia kan?"
"WHAAAT??"
"Udah ah, kamu masih malu kayaknya. Masih belum mau ngomong"
"Ini apa sih ma? Calon apanya? Kok mama bilangnya begitu!"
"Udah ah. Bahas yang lain aja ya? Mama gak mau ganggu hubungan kalian"
Sedetik kemudian Maryam pergi meninggalkan Reno yang kini dilanda sebuah kebingungan besar dalam kepalanya. Kenapa? Kenapa mamanya berkata seperti itu? Memangnya siapa yang dekat dengan Haru? Dan siapa pula orang yang dekat dengannya? Selama ini Reno tidak pernah dekat dengan wanita mana pun, apa mamanya tadi pagi melihat ia mengobrol bersama Ami? Tapi tidak mungkin juga, ibunya sangat kenal dengan Ami dan Ami memang dekat dengan Haru. Tapi tidak Ami saja, semua karyawan Hotelnya memang dekat dengan Haru karena tidak jarang mereka selalu bermain bersama Haru. Lagipula hari ini ibunya mengajak Haru berenang kan? karyawannya juga tidak ada yang melihat mereka di Hotel. Lalu sebenarnya kenapa ibunya bisa berkata seperti itu? Sebenarnya ibunya dan Haru bertemu dengan siapaa?
******
Sharen duduk di atas motornya dengan pandangan kosong begitu sampai di parkiran kampusnya. Di dalam kepalanya tengah berada sebuah roda gigi yang berputar. Ia bahkan tidak sadar dengan tatapan-tatapan semua orang di parkiran yang menatapnya dengan penuh tanya.
"WOY!" Seorang pria berkacamata memukul bahu Sharen sedikit keras, membuat Sharen tersentak kaget.
"Ya ampun kak! Bikin kaget aja!"
"Abisnya kamu! Kalau mau melamun jangan di parkiran begini dong. Kenapa sih? Ada masalah?"
Sharen menatap laki-laki itu pelan. Apa ia harus mengatakannya?
"Hmm.. kak?"
"Ya?"
"Kalau misalkan ada yang menganggap kita calon menantunya, itu bagaimana?"
"Maksud kamu?"
"Hmm.. aduh, jadi bagaimana ya. Aku bingung"
"Kamu bisa cerita pelan-pelan Sharen" Laki-laki itu tersenyum lembut ke arahnya. Sharen membalas senyumannya singkat.
"Ya, tapi mungkin tidak disini" Ucapnya lagi. Laki-laki itu tersenyum kembali. "Kita masuk dulu saja, kamu ada bimbingan kan?" Ucapnya. Sharen mengangguk. Lalu mereka pergi meninggalkan parkiran dan Sharen pergi meninggalkan pikiran yang mengganggunya.
******
Robot Number One. Hit the switch and turn me on.
Robot Number One. We're gonna have some fun.
Robot Number One. Hit the switch and turn me on.
Robot Number One. We're gonna have some fun.
Have some fun
Haru bernyanyi seraya menonton video Hi-5 pada tab yang sudah di download oleh Reno. Gadis kecil itu menari-nari serta menggumamkan lirik-liriknya yang masih belum jelas terdengar karena liriknya berbahasa inggris. Reno hanya bisa tertawa melihat tingkah anaknya yang begitu mengidolakan Hi-5. Meskipun setiap hari Haru menontonnya di TV, Haru tidak pernah bosan sama sekali. Setelah mempunyai inisiatif untuk mendownload video nya untuk Haru, anak itu setiap saat mendengarkannya, ikut bernyanyi dan tak jarang berlompat-lompat saking senangnya. Reno malah sampai hafal sekali liriknya, tak jarang ia juga sering bergumam menyanyikan salah satu lagu Hi-5 yang khusus untuk anak kecil itu.
"Papa, ayo menari bersama Haru!" tiba-tiba saja Haru sudah berada di dekatnya dan menarik tangannya menuju karpet di depan sofa yang ia duduki.
Let's try dancing,
Twirl me 'round,
Our feet are tapping on the ground.
Swing me this way,
That way too,
I love dancing next to you.
Haru bernyanyi seraya berteriak. Sementara Reno kembali tertawa. Haru sudah mengganti lagu Robot no 1 tadi dengan lagu ini. Kemudian Reno ikut bernyanyi bersamanya.
Show me an L.
Show me an O.
Show me a V,
And finish with an E.
Reno menggerak-gerakkan tangannya membentuk huruf L,O,V, dan E. haru menjerit senang dibuatnya.
L.O.V.E. I love you and you love me.
L.O.V.E. that's the way it's meant to be.
L.O.V.E. I love you and you love me.
L.O.V.E. I love you and you love me.
L.O.V.E.
L.O.V.E.
Haru meneriakkan kata L.O.V.E sementara Reno yang melanjutkan liriknya. Mereka berdua bersenang-senang, menari dan bernyanyi dengan keras. Haru menjerit jerit senang dan Reno semakin mengeraskan suaranya. Bersorak bersama.
Begitu seterusnya, sampai lagu itu habis. Sampai Haru tertidur kelelahan, dan sampai Reno menghentikan gerakannya, mematikan tab nya dan menahan sebuah serangan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang hatinya.
Setiap harinya hanya seperti ini. Ia membawa Haru ke hotel, anak itu bermain bersama semua mainan dan bukunya, kadang juga ada beberapa karyawannya yang bermain bersama Haru. Lalu ketika sampai rumah, mereka akan bersantai bersama-sama. Energy Haru tidak pernah habis, sepulang dari Kantor selelah apapun Reno, ia selalu menemani Haru bermain dan terkadang berteriak-teriak juga menari seperti tadi.
Sebuah kenyataan menghantam dirinya begitu keras, ia menyapukan pandangannya ke setiap penjuru rumah ini. Rasanya begitu sepi dan kosong. Rumah ini selalu ramai hanya oleh suara music tab nya dan suara Haru. Tidak ada suara teriakkan dari seseorang yang mungkin terganggu oleh suara music dan suaranya, tidak ada suara protes dari seseorang yang mungkin akan marah dengan semua keadaan yang begitu berantakan, tidak ada suara sebuah tawa yang menertawakan tingkahnya yang menari konyol bersama Haru, tidak ada sebuah suara yang akan mengatakan padanya untuk berhenti membuat Haru kelelahan. Tidak ada, berapa kali pun Reno mencoba mengharapkan mendengarnya, suara itu tidak akan pernah terdengar oleh telinganya.
Dia hanya punya Haru yang bisa protes jika susunan bonekanya berubah. Dia hanya punya Haru yang akan menangis jika tak dipenuhi keinginannya, dia hanya punya Haru yang akan berteriak senang saat dibelikan mainan baru. Hanya Haru. Dan Haru hanya punya dirinya. Hanya punya seorang ayah yang hanya bisa memenuhi apa yang ia inginkan saja, bukan apa yang dia butuhkan.
Seorang ibu. Kenyataan ini benar-benar meremas hati reno, mengoyak perasaannya. Disaat anak seusia Haru bermain dengan sesamanya, Haru hanya berkutat dengan benda mati, terkadang dengan orang dewasa yang sebenarnya tidak cocok diajak bermain bersama. Disaat anak-anak lain dimasakkan sesuatu yang sangat enak oleh ibunya, Haru hanya dimasakkan sesuatu yang ala kadarnya olehnya. Haru tidak pernah protes,Haru anak yang baik, Haru jarang sekali menangis. Tapi ia akan menangis dengan begitu keras saat melihat anak lain bersama ibunya sementara dia hanya punya seorang ayah.
Itu juga hal yang mendasari Reno untuk tidak banyak membawa Haru keluar rumah. Ia takut, ia hanya takut hatinya akan semakin sakit saat melihat Haru membutuhkan sosok wanita yang akan dipanggilnya ibu.
"Nova.. apa kamu bahagia disana?" Sebuah gumaman keluar dari mulutnya di sertai sebuah tetesan air mata yang tiba-tiba jatuh di matanya. Dengan kasar Reno menghapusnya. Ia mengangkat Haru dan menggendongnya menuju kamarnya lalu menidurkannya diatas ranjang.
Putri kecilnya begitu damai saat tertidur, begitu cantik bagaikan seorang bidadari. Reno mengusap rambut Haru dengan sayang. Ia kemudian mencium kening anaknya dan menggumamkan sebuah kata sayang dan syukur karena mempunyai seorang yang begitu berarti di hatinya.
"Selamat malam juga untuk kamu, nova" Gumamnya lagi saat ia mulai berbaring di samping Haru.
Ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba memejamkan matanya tapi kemudian sebuah pikiran kembali melintasi kepalanya. Yang dimaksud oleh ibunya, saat makan tadi.. siapa?
Apa mungkin Haru tau? Sepertinya ia harus bertanya pada Haru. Mungkin besok pagi. Ya, besok saja jika Haru sudah bangun. Sekarang adalah waktunya tidur, waktunya untuk mengistirahatkan semua tubuhnya dan menyimpan sementara sebuah beban berat yang menimpa hatinya.
******
Pagi harinya, Reno terbangun oleh suara tangisan Haru yang begitu memilukan. Reno begitu kewalahan, ia bertanya pada Haru apa yang terjadi tapi Haru malah semakin menangis dengan kencang. Anak itu menatapnya dengan penuh kecemasan.
"Haru kenapa sayang? Tolong jangan kagetkan papa" Reno memangku Haru yang sudah terduduk di atas kasur. Ia memindahkannya ke pangkuannya.
"Papaaa" Suara tangisan Haru semakin meledak, sementara Reno benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya.
"Haruna, sayang.. bicara sama papa ya? Haru kenapa?" Reno mencoba bertanya selembut mungkin pada anaknya seraya mengusap rambutnya pelan. Tetapi Haru malah teteap menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Air matanya tumpah ruah begitu deras, Reno menghapusnya tapi air mata itu tetep berlomba-lomba turun dari pelupuk mata Haru.
"Haruna.. sayang.."
"Papa ngomong apa? Haru gak bisa denger papa!" Haru menjerit dan kembali menangis sementara Reno menatapnya cemas.
"Kenapa?" Tanya Reno tak percaya. Haru kembali menangis.
"Haru gak bisa denger papa, papa terus-terusan ngomong tapi Haru gak bisa denger!" Tangisannya semakin pilu dan Reno membulatkan matanya. Haru tidak bisa mendengarnya bicara? Apa? Apa yang terjadi sebenarnya? Semalam Haru masih bisa bernyanyi, masih bisa mendengarkan musik. Dan sekarang tiba-tiba saja telinganya tidak berfungsi dengan baik? Ya Tuhan.. bunuh saja Reno jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya.
Reno menangkupkan tangannya pada wajah Haru, matanya menatap anaknya penuh kecemasan dan ketakutan. Ia mencoba menetralkan ekspresinya, menyembunyikan kecemasannya, dan menenangkan perasaannya.
"Kita ke dokter hari ini. Haru sabar ya? Kita periksa" Suara bergetarnya begitu kentara terdengar meskipun sekuat tenaga ia mencoba baik-baik saja. Haru menghentikan tangisnya tiba-tiba, ia lalu menatap Reno.
"Papa! Haru bisa mendengar lagi!" Pekiknya. Reno menatapnya tak percaya.
"Apa? Sekarang bisa?" Tanya Reno lagi. Haru mengangguk. "Bisaaa"
"Kalau sekarang?" Tanyanya lagi, memastikan untuk sesaat. Haru mengangguk lagi. "Bisa papaa!"
"Dan sekarang?" Lagi, ia keluarkan pertanyaannya. Haru kembali mengangguk.
"Bisaaa.. tapi papa, ada suara gelembung dalam telinga Haru" Ucap anak itu lagi. Reno menghela napasnya lega. Syukurlah, tidak ada yang terjadi.
"Suara gelembung?"
"Iya, bulukbuk bulukbuk. Gitu. Terus ada suara sirine.. nguuuuuunggg.. dan suara haru seperti penyanyi yang pakai mic" Jelasnya. Reno mencium kening Haru dan memeluknya. Kalau gejalanya seperti itu, berarti telinga Haru hanya kemasukan air. Tidak ada sesuatu lain yang harus ia khawatirkan.
Secepat kilat ia mengambil iPhone nya yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Ia terlihat memencet beberapa digit angka dan menghubunginya.
"Kenapa sayang?" Suara di sebrang sana terdengar.
"Mama, berapa lama kemarin Haru berenang?" Desak Reno, langsung pada intinya.
"Dua jam Ren, kan kata kamu dua jam"
"Apa Haru kemarin tenggelam?"
"Nggak kok, dia kan pake ban bebeknya. Memangnya kenapa Ren?"
"Sekarang Haru menangis katanya dia gak bisa denger apa-apa, terus barusan udah bisa denger tapi telinganya berdengung!"
"Ya Tuhan! Reno! Mama lupa, kemaren waktu pertama pake ban bebeknya Haru begitu lincah sampe-sampe ban nya ngebalik, tapi Haru nya seneng-seneng aja jadi mama kira—"
"Kenapa mama bisa ceroboh sekali!"
"Mama—"
"Itulah kenapa Reno melarang Haru berenang ma! Bahaya! Lihat sekarang apa yang terjadi! Reno sudah bilang Reno akan membawa Haru berenang tapi nanti! Dan mama tetap memaksa, dan sekarang lihat akibatnya! Haru malah jadi begini. Telinga itu organ penting ma! Bagaimana kalau sesuatu terjadi sama telinganya?!!"
"Ya ampun reno.. iya maafin mama sayang maaf. Sekarang kamu langsung bawa saja Haru ke THT ya, ada THT khusus anak-anak di jalan burangrang. Kamu kesana saja, nanti mama sama papa nyusul"
PIIIPP
Tanpa menjawab ucapan ibunya, Reno segera mematikan sambungan teleponnya. Dia marah, dan berteriak pada ibunya. Pada orang yang nyaris tidak pernah berlaku seperti itu padanya. Tapi dia bisa apa, dia benar-benar panik dan tidak tahu harus berbuat apa-apa lagi.
"Papa kenapa marah-marah?" Haru menyentuh dagu Reno dengan telunjuknya, membuat Reno menatap ke arahnya dan tersenyum.
"Tidak, papa tidak marah. Papa hanya khawatir" Ucapnya. "Sekarang Haru mandi ya, kita ke dokter.."
"Ga akan ke hotel? Haru kangen marsupilami"
"Nanti kalau sempat kita ke hotel ya?" Bujuknya. Haru menganggukkan kepalanya dan Reno melangkah masuk ke kamar mandi menyiapkan air hangat untuk digunakan oleh Haru setelah ia mengabari sekretarisnya bahwa hari ini dia tidak akan datang ke hotel.
*****
Satu jam kemudian Haru dan Reno sudah siap untuk pergi. Setelah memandikan Haru, Reno menyiapkan sarapan untuknya dan membersihkan dirinya saat Haru sedang sarapan seraya menonton Baby Tv. Hari ini Haru memakai celana belang putih-hitam dengan pita kecil dibagian bawahnya dan kaos panjang bergambar minni mouse berwarna putih dan belang hitam-merah pada lengannya. Rambutnya di urai dengan sebuah bando kupu-kupu berwarna merah tersemat diatasnya. Haru begitu cantik, sementara Reno begitu kacau. Ia hanya memakai celana pendek di bawah lutut dan kaos polo hitam dengan rambut yang di sisir seadanya saja. Ia masih merasa khawatir, dan masih belum bisa tenang sampai sekarang, berbeda dengan Haru yang sudah bersikap seperti biasa dan kini kembali bernyanyi di atas car seat nya.
iPhone nya bergetar, Reno memasangkan Headset pada telinga nya dan mulai berbicara.
"Kenapa ma?"
"Maaf ya Reno ya, mama gak bisa nyusul sekarang. Tiba-tiba bu Ali ngajak ke pasar. Kalo mama sempet nanti mama susulin kesana ya?"
"Ya, ma.. ga apa-apa. Reno bisa sendiri kok"
"Kalau begitu hati-hati ya"
"Eh ma.."
"Ya? Kenapa?"
"Maaf ya, tadi Reno bentak-bentak mama"
"Oh itu.. iya gak apa-apa. Mama mengerti kok. Kamu lagi khawatir sama Haru"
"Iya ma"
"Jangan terlalu di pikirin ya Ren, kalo cuman kemasukan air itu gak parah kok. Sebenarnya bisa aja kamu masukin air lagi ke telinga Haru biar enakan. Tapi jangan deh, kamu gak tahu caranya"
"Iya ma, makanya ke dokter lebih baik"
"Iya, hati-hati ya. Bilang ke Haru jangan rewel, nanti oma belikan Brownies"
"haha iya ma, boro-boro rewel. Tuh dia sekarang lagi nyanyi-nyanyi"
"Ya baguslah kalau gitu, udah ga apa-apa berarti. Sudah yah? Mama lagi dijalan. Kamu tutup telponnya. Dah.. assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Balas Reno. Headset yang tadi terpasang di telinga nya sudah ia lepas dan lempar ke sembarang tempat. Ia menoleh ke arah Haru dan Haru sedang melakukan gerakkan kibas-kibas rambut saat radio dalam mobilnya tak sengaja memutar lagu Korea. Lagunya SNSD-Genie. Sempat heran sebenarnya, tahu darimana Haru gerakan itu, tapi mengingat kakaknya yang selalu mengajak Haru menonton drama juga Karyawan hotelnya yang bermain bersama. Pasti salah satu dari mereka yang mengajarkan Haru. Dasar anak-anak, ada saja tingkah konyolnya. Pikir Reno.
*****
Klinik Arnoldi, sebuah Klinik khusus untuk anak-anak itu mempunyai bangunan setinggi empat lantai dengan suasana yang begitu erat dengan anak kecil. Reno memarkirkan mobilnya di Basement yang berwarna pelangi dengan dinding bergambar lukisan anak-anak, sebuah komik seperti di tembok yang berada di daerah Siliwangi.
Haru berjalan disampingnya saat mereka keluar dari mobil dan menjelajahi ruangan basement. Berkali-kali Haru tertawa melihat beberapa gambar yang sangat lucu, menurutnya.
Mereka kini telah sampai di bagian administrasi, Reno tengah mengisi data pasien sementara Haru bermain bersama boneka Frozen nya di kursi ruang tunggu. No antrian Reno adalah nomor 13. Itu berarti empat nomor lagi dari sekarang.
Reno memutuskan untuk ikut bergabung bersama Haru di kursi tunggu seraya menunggu nomor antrian mereka di panggil. Ia mengeluarkan iPhone nya lalu menghubungi sebuah nonor.
"Oy, bro! tumben banget telpon. Ada apa?"
"Sorry nih mus, gua mau tanya sama lu"
"Tanya apaan?"
"Lu pernah bilang kan anak kakak lu pernah di periksa ke THT, itu di apain aja?"
"THT? Lah, lu lagi di THT?"
"Iya"
"Kenapa? Lu congean?"
"Yaelah sembarangan aja lu! Ini si Haru, telinganya kemasukan air"
"Gua kira kemasukan arwah hahaha"
"Mus, plis.. gua lagi gak mau becanda"
"Oke, sorry"
"Jadi di apain?"
"Setau gue sih kalo telinga, biasanya di sedot ren"
"WHAAT?"
"Iya, biasanya di sedot terus di korek gitu dalemnya. Good luck yah, semoga Haru gak nangis"
"Ya ampun mus, gua harus gimana?"
"Ya gimana lagi? Lu mau anak lu sembuh kan?"
"Tapi—"
Nomor antrian tiga belas.
Belum sempat Reno menyelesaikan ucapannya, nomor antriannya sudah di panggil. Ia segera menutup telponnya dan menatap Haru dengan hati yang benar-benar tidak tega. Astaga.. di sedot? Di korek? Ya Tuhan..
"Papa, tadi papa bilang nomor tiga belas. Barusan dipanggil" Haru merapikan rambut boneka Elsa-nya dan memasukkannya ke dalam tas kecil yang tersampir di bahunya.
"Papaa.." Reno tersadar dari lamunannya saat suara Haru memanggilnya. "Ya sayang?"
"Nomor tiga belas dipanggil" Sahut Haru. Reno mengangguk, sebuah pemikiran terlintas di kepalanya. Apa ia pulang saja?
"Pak?" Seorang suster mendekatinya dan tersenyum. "Ya?" Jawab Reno.
"Silakan masuk, nomor antrian anda sudah dipanggil. Pasien disini sudah banyak yang menunggu. Jadi silakan masuk pak" Jelasnya. Reno tersenyum canggung kemudian menggendong Haru yang menatapnya heran dan mengikuti langkah suster itu masuk ke dalam ruangan periksa. Kalau sudah begini, ia tidak bisa pulang dan membawa Haru menjauh dari sesuatu yang mengerikan itu.
Kesan pertama yang Reno lihat saat masuk ke ruangan periksa adalah betapa dia menyesali keputusannya mengikuti suster itu kesini. Dalam ruangan periksa ini ada satu dokter pria yang duduk di kursi depan tengah memeriksa pasiennya dan mencoba menjelaskan berbagai macam hal, selanjutnya di meja-meja sebelah kiri terdapat empat buah meja dimana terdapat empat orang dokter yang tengah memegang sebuah alat kecil dan panjang dan memasukannya ke telinga anak kecil dan yang paling mengerikan adalah suara tangisan para anak kecil yang berada disini di sertai dengan teriakan ketakutan mereka pada dokter di hadapannya. Mereka semua duduk dipangkuan ibunya, dan ada beberapa yang duduk dipangkuan seorang suster.
Reno langsung menatap wajah Haru dengan sangat khawatir. Anaknya sama dengannya, menyapukan seluruh penglihatannya pada semua sudut ruangan ini. Tatapannya berhenti pada seorang anak seusianya yang menjerit-jerit meronta menolak untuk duduk sementara matanya begitu ketakutan melihat sebuah benda yang panjang dan tipis itu. Reno segera bergerak, ia memeluk erat tubuh Haru dan menyembunyikan wajah Haru di pundaknya.
"Tidak apa-apa" Gumamnya dengan suara bergetar.
Dokter pria yang sejak tadi memeriksa melihat ke arahnya dan mempersilakannya untuk duduk. Saat ia menempelkan tubuhnya di kursi, tangan Haru meremas kaosnya dengan keras. Reno sudah merasakan bahwa anaknya, sedang ketakutan.
"Ada keluhan apa pak?" Dokter itu mengeluarkan suaranya. Reno menatapnya cemas. Ia mencoba membalikkan wajah Haru tapi Haru menggeleng dan semakin mencengkram bajunya keras.
"Tadi pagi tiba-tiba anak saya tidak bisa mendengar dok, setelah beberapa saat bisa lagi. Tapi telinga nya berdengung"
"Ah, begitu. Lalu?"
"Hmm.. sebenarnya kemarin siang dia berenang. Sepertinya kemasukan air" Ucap Reno hati-hati. Dalam hatinya ia berdo'a semoga hanya perlu diberi obat tetes saja.
"Boleh saya lihat telinganya?" Dokter itu meminta izin padanya dan Reno kembali mencoba melepaskan Haru dari gendongannya tapi Haru tetap tidak mau.suara tangisan masih menggema disana dan itu juga yang menghambat Reno.
"Nama anaknya Haru?" Dokter itu kembali bersuara. Ia sepertinya mengerti dengan apa yang di rasakan Reno dan di takutkan oleh Haru. Reno mengangguk. "Ya, namanya Haru. Haruna" Jawabnya. Dokter itu tersenyum. Sedetik kemudian ia berpindah tempat dari kursinya menuju kursi yang di duduki Reno. Ia jongkok dan mensejajarkan langkahnya lalu mengusap rambut Haru pelan. Haru mendongak menatapnya. "Halo!" Sapanya.
"Halo" Balas Haru. Masih menempel begitu erat pada ayahnya.
"Haru tadi katanya tidak bisa mendengar, benar?" Tanyanya. Haru mengangguk.
"Terus katanya bisa lagi? Tapi berdengung?" Tanyanya lagi. Haru mengerutkan keningnya.
"Maksudnya berdengung itu, seperti ada lebah.. nguuuuung.. begitu"
"Sirine"
"Oh, menurut Haru itu sirine?" Katanya lagi. Haru mengangguk.
"Kalau begitu, om boleh lihat telinga Haru nya? Kita lihat disana ada apa. Apakah ada sarang lebah? Atau ada kantor polisi?" Bujuknya. Haru menatapnya penuh selidik, tak lama kemudian ia tersenyum.
"Boleh! Nanti kalau ada lebah, Haru mau lihat. Mungkin itu temannya hachi!" Haru berteriak senang dan Reno akhirnya bisa bernafas dengan lega. Akhirnya Haru bisa lepas dari gendongannya dan dokter itu kembali ke kursinya kemudian melihat telinga Haru dengan sebuah senter.
"Ada om?" Tanya Haru. Dokter itu tersenyum. "Belum sayang, sebentar ya?" Jawabnya. Haru mengangguk dan dengan sabar menunggu. Ia tidak berontak saat telinganya ditarik dan di terangi oleh lampu senter.
Beberapa detik kemudian, senter dimatikan dan tangan sang dokter sudah meninggalkan telinga Haru. Reno benar-benar bernafas dengan lega sekarang.
"Tidak ada yang serius pak" Terang sang dokter. Reno tersenyum dan mengucap banyak syukur dalam hatinya.
"Alhamdulillah, terimakasih dok" Ucap Reno. Ia menjabat tangan dokter itu dengan senang.
"Sama-sama pak, silakan menunggu di sebelah sana" Tangan dokter itu menunjuk pada kursi tunggu dekat empat meja dokter yang tengah di warnai oleh tangisan anak-anak, dan Reno kembali memucat.
"Loh? Kok menunggu disana?" Tanyanya.
"Telinga anak bapak harus di bersihkan dulu. Jadi silakan tunggu ya pak"
"Apa? Tapi dok, katanya ga ada yang serius"
"Ya, memang pak. Tapi memang telinga anak bapak harus dibersihkan. Harus di sedot"
DEG!
Reno merasakan tulang dalam tubuhnya melentur seketika, wajahnya pucat dan tangannya dengan cepat memeluk Haru yang masih berada dalam gendongannya. Sepertinya ia terlalu dini untuk merasakan kelegaan yang luar biasa saat dokter itu mengatakan tidak ada yang serius. Kenyataannya, ini lebih dari sebuah keadaan yang serius.
Bagaimana bisa.. ya Tuhan bagaimana bisa dia tega membuat Haru menjerit ketakutan seperti anak yang lain? Bagaimana bisa dia melihat anaknya sendiri harus meronta-ronta karena tidak mau. Dan lebih dari itu bagaimana bisa dia yang tanpa ada sebuah persiapan apapun harus mengalami semua hal ini? Dan menghadapinya seorang diri. Oh Tuhan, dia tidak sekuat itu.
Membenahi letak tubuh Haru dalam gendongannya, Reno berjalan perlahan ke kursi tunggu disana. ada dua orang yang sedang menunggu, itu berarti gilirannya masih lama, dia masih mempunyai waktu untuk memikirkan sebuah jalan keluar dan membuat sebuah keputusan. Tapi, terkutuklah sungguh kepalanya. Karena dalam situasi seperti ini ia benar-benar tidak bisa berpikir apa-apa. Ia hanya bisa duduk diam seraya memeluk Haru dan memperhatikan seluruh keadaan di sekitar. Ia dilanda ketakutan yang luar biasa, jauh lebih takut daripada saat melihat Nove berjuang melahirkan Haru.
"Kumohon.. nova, bantu aku" Batinnya. Hanya do'a yang bisa ia panjatkan dan harapan-harapan yang ia gumamkan. Hal sekecil ini, yang mungkin dianggap biasa saja oleh orang lain justru membuat Reno begitu hancur. Harunya, ia belum pernah melihat Haru kesakitan dan, ia belum siap melihatnya. Terlebih saat ini, situasinya.. ya Tuhan..
Untung saja sekarang Haru sudah tidak ketakutan seperti tadi, untung saja sejak diperiksa barusan Haru kembali seperti semula. Tapi tetap saja..
"Papa? Kenapa papa melamun?" Haru menyembul keluar dalam pelukannya dan menatap wajah ayahnya dengan heran. Matanya berkedip kedip lucu.
"Tidak apa-apa" Gumam Reno. Haru mencibir ke arahnya.
"Bohong! Kalau papa tidak apa-apa, papa tidak akan memeluk Haru sekencang tadi. Kalau papa tidak apa-apa juga, papa tidak akan menyebut nama mama" Ucap Haru. Reno menatap haru tak menyangka, apa tadi ia tak sengaja menggumamkan suara hatinya?
"Papa tidak apa-apa sayang"
"Bohong, nanti hidung papa panjang seperti Pinocchio!"
"Hahaha hidung papa kan memang sudah panjang, Haru bilang hidung papa seperti perosotan di taman Komplek"
"Nanti semakin panjang, seperti lintasan mobil Jino"
"Ya tidak apa-apa, yang penting papa tetap tampan"
"Kata tante Renita, kalo papa tampan Haru pasti sudah dapat mama baru!" Haru mengerucutkan mulutnya dengan tatapan sengit pada Reno dan membuat hatinya mencelos. Astaga, Renita! Wanita itu! Kenapa hobi sekali meracuni pikiran Haru seperti ini?
Reno merangkum wajah kecil Haru dalam tangan kekarnya. Ia menatap dalam ke manik mata putri kecilnya.
"Apa Haru ingin punya mama?" Tanyanya. Dalam waktu empat tahun, ini adalah kali pertamanya bertanya pada Haru tentang seorang ibu.
"Haru kan sudah punya mama, papa bilang mama Haru menjadi bidadari" Jawabnya polos. Reno memejamkan matanya.
"Maksud papa—"
"Selanjutnya, silakan pak" Suara seorang dokter wanita bernama Ana memotong ucapan Reno pada Haru. Ia menoleh ke asal suara dan betapa terkejutnya dia saat bangku tunggu di sampingnya kosong dan satu meja dokter di barisan sana juga sudah kosong.
"Pak? Anaknya silakan dibawa kemari" Dokter itu bersuara lagi. Reno mengerjapkan matanya, ia memandangi Haru yang masih diam menatapnya dengan wajahnya yang masih di rangkum tangannya. Ia menghela napasnya pelan.
"Haru siap?" Tanyanya.
"Siap apa?" Tanya Haru. Reno sedikit gemetar, ia kembali melihat ke arah dokter yang sedang menunggunya kemudian kembali menatap anaknya.
"Siap untuk.." Terkutuklah ia! Suaranya tertahan dalam tenggorokannya. Ia terlalu takut untuk menjelaskan pada Haru apa yang akan terjadi padanya. Bagaimana? Bagaimana ia menjelaskannya? Apa ia harus bilang sebuah benda akan masuk ke telinga kecil Haru dan membersihkan sesuatu di dalam sana? oh tidak, itu sama sekali bukan sebuah gagasan yang baik.
"Pak?" Dokter itu lagi! Reno hampir saja mendelik ke arahnya dan berteriak 'KENAPA KAU TERUS MEMAKSAKU UNTUK KESANA' tapi ia menahannya. Pada akhirnya, ia bangkit dari duduknya, menggendong Haru menuju meja dokter itu dan dengan berat hati menyimpan berat badannya pada kursi. Dokter di hadapannya tersenyum saat pada akhirnya Reno mau duduk di hadapannya.
"Tidak apa-apa pak, tenang saja" Seolah mengerti dengan kecemasan Reno, dokter itu tersenyum meyakinkannya. Mencoba memberi ketenangan pada orangtua pasiennya. Reno memajukan wajahnya mendekat dan sedikit berbisik.
"Apa sakit dok?" Tanyanya.
"Sebenarnya tidak sakit pak"
"Lalu kenapa semua anak disini menangis?"
"Itu wajar saja pak, anak-anak akan ketakutan dan menangis saat berada di tempat asing dan mendapatkan sesuatu yang sangat asing. Sewaktu imunisasi anak bapak juga menangis kan?" Tanya dokter itu. Reno hanya tersenyum kaku. Mana dia tahu, sejak bayi Haru imunisasi selalu dengan Renita atau ibunya. Reno hanya menunggu jauh di luar saja karena ia tidak tega. Karena itulah ia jarang bahkan tidak pernah melihat Haru kesakitan. Dan itulah yang mendasari semua ketakutan dan kecemasan dalam hatinya.
"Kita mulai ya pak?" Dokter itu bersuara lagi, dan Reno dengan berat hati mengangguk lalu menegakkan tubuh Haru dalam gendongannya. Haru masih melihat ke arahnya dan ia memeluk Haru dengan posesif.
"Bisa dimulai dok, silakan" Ucap Reno. Dokter itu tersenyum.
"Nah, adek.. lihat kesini ya?" Ucap sang dokter. Reno mendelik ke arahnya. Dokter ini, bagaimana bisa?! Dia duduk disini saja sudah membuat seluruh darahnya kosong, dengan berat hati dia memperbolehkan dokter itu untuk menyentuh Haru asalkan Haru tak melihat alat itu, asalkan Haru tetap dalam pelukannya dan melihat wajahnya. Tapi apa sekarang? Dokter itu malah menyuruh Haru melihatnya? Menghadap ke arahnya dan melihatnya mengorek-ngorek telinganya? Begitu?
"Tidak apa-apa pak, tidak usah khawatir. Anak anda juga belum tentu takut kan?" Bujuk sang dokter, mengetahui betul bagaimana keadaan sekarang dari raut wajah Reno.
"Kita belum tahu kalau kita tidak mencoba pak" Ucapnya lagi. Reno menarik napasnya. Ya, benar. Kita tidak akan tahu sebelum mencoba dan Haru juga belum tentu ketakutan. Bodoh! Dangkal sekali pikirannya. Kenapa ia malah terjerat dalam seluruh ketakutannya dan malah mengkhawatirkan hal yang belum tentu terjadi? Memang bodoh!
Pada akhirnya, Reno membalikkan tubuh Haru dalam gendongannya untuk menatap sang dokter. Senyuman terpancar di bibir dokter itu dan dia mulai membujuk Haru yang sejak tadi diam dalam pelukan ayahnya.
"Nah, kita mulai ya Haru? Sekarang telinga Haru mau tante bersihkan. Biar kumannya hilang"
"Oke tante.. hati-hati ya? Kata oma kalau membersihkan telinga harus hati-hati. Nanti sakit kalau tidak hati-hati"
"Oke sayang, sekarang tante kasih tetesan dulu ya? Biar terasa dingin. Haru bisa memiringkan kepalanya?"
Haru mengangguk antusias, ia lalu memiringkan kepalanya. Sedetik kemudian sebuah cairan menetes masuk ke dalam telinganya dan Haru tertawa, berkata pada ayahnya bahwa cairan itu terasa dingin dan seperti berbusa dalam telinganya. Membuat Reno tersenyum dan menghilangkan kekhawatiran yang mengganggunya sejak tadi. Suasana di ruangan ini pun sudah tidak riuh dengan suara tangisan seperti saat mereka datang tadi. Sekarang sudah jauh lebih nyaman dan lebih menenangkan. Hanya ada Haru dan dua anak lain yang masih di periksa oleh dokter. Juga perawat yang berlalu lalang di sekitar sana.
"Nah, selesai. Sebentar ya? Jangan dulu bergerak. Haru masih harus memiringkan kepalanya" Sang dokter memberikan instruksinya kepada Haru.
Detik berikutnya, suara derungan halus dari mesin terdengar. Haru tetap memiringkan kepalanya ke sebelah kiri jadi ia tidak bisa melihat sebuah benda panjang yang akan masuk ke dalam telinga nya. Reno menahan napasnya saat benda itu mulai mendekat, semoga saja.. semoga saja tidak apa-apa.
Dan betapa Haru begitu baik dan kuat, saat alat itu masuk ke dalam rongga telinganya secara perlahan, Haru tetap memiringkan kepalanya. merasa begitu nyaman karena cairan dari tetesan tadi yang masih tersisa sedang di bersihkan dan membuatnya nyaman. tetapi saat benda itu semakin masuk dan terasa menekan rongga telinga nya dalam-dalam, seketika itu pula Haru mengencangkan pegangannya pada tangan Reno dan tangisnya meledak saat mendengar sebuah jeritan ketakutan dari anak seusianya yang tak jauh darinya. Anak itu terkejut saat sebuah benda memasuki telinganya dan Haru melihat benda itu, melihat benda panjang itu, dan mendengar dengan sangat jelas suara derungan mesinnya dan juga pekikan ketakutan anak itu. Pegangannya mengencang lalu tangisnya pecah begitu saja. Ia mulai meronta, mulai menangis dengan keras saat menyadari semuanya, saat Reno semakin kencang memeluknya, dan saat benda itu masuk semakin dalam menyedot telinganya.
"Haruna.. sayang"
"Papaaaa! Haru ti.. Haru tidak mauuu..Papaaaa.. sa...kiiiittttt" Haru terisak, dan Reno dibuat kelabakan olehnya. Reno menatap dokter di hadapannya, dokter itu sudah menarik benda nya dan mematikannya.
"Maaf pak, sedikit lagi" Ucap dokter itu lagi. Kali ini ia membawa sebuah benda yang berukuran 10 cm dan mendekatkannya pada telinga Haru. Haru yang sudah ketakutan dan menangis semakin menjerit.
"Tidak mauuu! Haru tidak mauu.. Pa..pa! sa..sakiiit.. ha.. haru..haru tidak mau"
"Ya tuhan.. sayang.. sebentar saja. Ya?" Reno menghapus air mata Haru dengan lembut dan berusaha membujuknya, tapi Haru semakin menangis kencang dan menggeleng dengan kuat.
"Haru..Haru mau pulang..Ha..ru"
"Sebentar. Sebentar saja." Ucap Reno lagi. Haru semakin menangis sementara ia sudah meronta-ronta, dan dengan terpaksa ia mengunci tubuh Haru. Membuatnya tak bisa bergerak, lalu ia menatap dokter dan menganggukkan kepalanya. memberi isyarat untuk melanjutkan pekerjaannya pada Haru. Dan dokter itu mendekatkan alatnya, dan tangis Haru semakin kencang, dan Haru begitu pilu berteriak-teriak tidak mau lalu terus menerus memanggilnya dan memohon padanya, dan setelah itu. Reno sudah tidak kuat lagi.
"Sebentar. Sebentar dok. Sebentar" Reno mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada dokter itu untuk berhenti dan memberinya waktu sejenak.
"Papaaaaaa.."
"Iya sayang. Maaf ya, maaf" Reno kembali memeluk Haru dan menciumi puncak kepalanya.
"Pak, maaf sekali tapi sudah banyak pasien menunggu dan kita harus segera menyelesaikannya"
"Tapi dok—"
"Hanya sebentar pak. Saya hanya mengambil kotoran dalam telinga anak bapak" Ucap dokter itu lagi. Reno melotot ke arahnya.
"Hanya sebentar? TAPI ANAK SAYA SUDAH SANGAT HISTERIS DAN KETAKUTAN! JADI BAGAIMANA BISA SAYA MEMBIARKAN ANDA MENERUSKANNYA!!" Amarah Reno sudah tak terbendung lagi. Haru semakin menangis dengan kencang sementara dokter itu menatapnya terkejut.
"Biar saya saja" Dan sebuah suara terdengar, memecah keheningan diantara Reno dan sang dokter. Lalu detik berikutnya, Haru sudah di renggut dari pelukannya dan sekarang berpindah pada pelukan seorang wanita berbaju perawat yang kini duduk di samping Reno.
"Ayo, lanjutkan dok" Ucap wanita itu. Dokter itu tersenyum sementara Reno masih mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Haru mendongak, melihat seseorang yang kini memeluknya dan menggendongnya.
"Hai" Ucap sang wanita. Haru menatapnya dengan mata berurai air mata.
"Tidak apa-apa.. telinga Haru hanya di bersihkan, sakitnya hanya sementara. Hanya satu kali, setelah ini tante jamin Haru tidak akan pernah merasakannya lagi" Ucapnya. Haru menggelengkan kepalanya. "Ti..tidak mau, Haru.. Haru takut. Sakiit.."
"Sakit itu membuat Haru kuat, tidak apa-apa. Hanya sebentar. Tante akan memeluk Haru dan Haru akan memejamkan mata lalu menghitung sampai lima puluh. Haru bisa berhitung?"
"Bi,,,sa"
"Nah, bagus. Anak pintar.. sebelum mulai berhitung, tante ajarin akan kasih Haru terapi keberanian yah?" Ucapnya lagi. Haru mengangguk.
"Kalau begitu, sekarang Haru tarik napas dalam-dalam. Seperti ini" Perintahnya. Wanita itu memperagakannya dan Haru mengikutinya.
"Sekarang Haru pejamkan mata Haru dan bernapas lagi pelan-pelan" Ucapnya lagi. Haru yang masih terisak kini memejamkan matanya. Kedua telunjuk wanita itu menyentuh keningnya, mengetuk-ngetuk keningnya tiga kali seraya membisikkan sebuah kata semangat padanya, lalu turun ke hidungnya, melakukan gerakan yang sama, turun lagi ke philtrumnya, lalu ke dagunya, dan setelah itu..
PPAAAKK
Tangannya merangkum pipi Haru sedikit keras seraya berkata 'HARU BISA!' dengan keras dan tersenyum saat Haru tersentak lalu menatap ke arahnya. Selanjutnya, ia manarik Haru ke dalam pelukannya, mengusap rambutnya dan menyuruh Haru untuk menutup matanya lalu menghitung sampai lima puluh. Dan ajaib, benda menyeramkan itu akhirnya masuk ke dalam telinga Haru dengan bebas dan dokter itu berhasil membersihkan telinga Haru tanpa gangguan apapun.
Dan pada akhirnya, Reno bisa mencerna semuanya. Ia menghela napas lega saat semua sudah selesai, dan ia menahan laju jantungnya saat menyadari kalau wanita yang membantunya menggendong Haru, wanita yang duduk di sampingnya adalah wanita yang membuatnya berlari konyol saat seminar di hotelnya. Wanita itu, Sharen..
"Terimakasih" Ucap Reno saat mereka berjalan keluar ruangan. Haru masih dalam pelukan dan gendongan Sharen karena tertidur. Ia mungkin lelah menangis dan membuatnya ingin beristirahat dengan memejamkan matanya.
"Sama-sama" Jawab Sharen. Reno mempersilakannya duduk pada kursi tunggu sementara ia pergi untuk menyerahkan resep dan kembali lagi lalu duduk menunggu disamping sharen. Keheningan tercipta diantara mereka, Reno menatap lantai dengan gusar sementara Sharen menjelajahkan matanya pada setiap sudut.
"Saya─"
"Saya—"
Mereka mendengus, di saat canggung seperti ini bisa-bisanya mereka mengeluarkan satu kata yang sama dalam waktu yang bersamaan pula. Bodoh! Rutuk mereka dalam hati. Reno menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia lalu tersenyum kecil ke arah Sharen. Baiklah Reno..fokus..fokus !
"Sekali lagi terimakasih, kamu sudah menolong Haru dua kali" Akhirnya! Reno bersorak dalam hatinya saat serentetan kata-kata itu keluar dari mulutnya.
"Sama-sama.. saya senang menolong Haru. Haru gadis yang manis" Sharen menjawabnya dengan senyum di bibirnya. Oh tidak, kenapa kesannya ia malu-malu sekali?
"Kamu bekerja disini?" Tanya Reno. Sharen mengangguk "Iya, tapi hanya bekerja Part time saja" Jawabnya. Reno menganggukkan kepalanya.
"Kenapa Part time?" Tanya Reno lagi.
"Saya sebenarnya masih kuliah, jadi saya hanya bekerja untuk mengisi waktu kosong saya. Karena sebenarnya saya kuliah di sore hari" Jawab Sharen. Ia nyaris tidak percaya saat kalimat panjang itu keluar dari mulutnya. Padahal ia sedang gugup luar biasa.
"Kuliah?" Tanya Reno lagi. Ia sebenarnya hampir lupa dengan status Sharen yang masih mahasiswa, dan ia hampir saja memikirkan yang tidak-tidak.
"Iya, saya kuliah. Sudah semester akhir. Tiga bulan lagi wisuda" Sharen tersenyum, dan Reno tanpa sadar ikut tersenyum, lalu dalam hatinya mendadak bersorak senang. Tiga bulan lagi wisuda! Berarti sudah tidak jadi mahasiiswa lagi. Dan kalau sekarang ia semester akhir berarti umurnya sekitar dua puluh dua! Hanya berbeda lima tahun dari Reno. Oh tidak.. tidak.. apa yang ia pikirkan sebenarnya?
"Lalu kenapa masih bekerja? Kamu kan harus fokus menyusun skripsi"
"Bekerja disini tidak membebani saya. Saya senang bekerja disini, dan saya juga mengambil pekerjaan hanya yang berhubungan dengan anak-anak"
"Oh, jadi kamu suka anak-anak?" Tanya Reno. Sharen mengangguk dengan antusias lalu mengeratkan pelukannya pada Haru. Reno kembali bertanya, dan ia kembali menjawab. Mereka sudah terlibat dalam sebuah pembicaraan yang mencairkan sebuah dinding kecanggungan diantara mereka.
Sementara di ujung sana, dua wanita paruh baya memperhatikan mereka dengan antusias.
"Tuh kan jeng! Untung nyusul kesini!" Ucap salah satu wanita itu. Yang satu lagi masih tersenyum senang.
"Reno..Reno, memang bener kan Sharen itu pacar kamu. Udah dikenalin ke Haru, eh sekarang diajak nemenin Haru ke dokter. Mana Harunya nempel banget lagi sampe tidur segala. Aduh mereka mesra ya jeng"
"Iya, cocok deh mereka.."
"Keluarga bahagia ya seperti itu. Reno makin ganteng ya kalo ada wanita di sampingnya"
"Wah, selamat yah jeng. Anaknya gak duda lagi"
"Do'ain aja yah"
"Siap. Undang-undang juga jangan lupa"
TBC
MUAHAHAHAHA XD
Puanjannnnggg boooo :D
Ehm itu yang sedot telinga agak geli gak yah yang baca :v konyol banget kayaknya di cerita ada sedot sedotan telinga -__- maaf yah buat yang ga berkenan.
Tapi, itu bener loh yah prosesnya. Aku sudah mengalami soalnya XD
Telinga aku pernah kemasukan air dan aku ke THT lalu terjadilah itu wkwkwk aku juga sampe mau nangis *hampir loh yah XD
ngomong-ngomong, covernya sekarang ganti lagi :D labil yah dasar..
seadanya banget karna aku gabisa bikin cover -__-
Yasudah lah.. sampai ketemu lagi.. terimakasih buat yang selalu baca dan voment.. kecup kecup :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro