PART 30 | How Am I Supposed To Live Without You
elaaaah panjang amat itu judul hahaha
DERRRRSSS..
Kok aku semacam gak mau cerita ini ending TT.TT aku terlalu mencintai Reno huhu semacam galau semacam terlalu mencintai semacam tidak sanggup dengan semua ini /APAAN
Berasa kayaknya kurang gitu kalo harus ending disini. Tapi ders kalo disatuin si Shareno ini mungkin udah 600 halaman. Kalau terus terusan, bisa menyaingi FSOG nanti bhahaha tobatlah naaak~
EH SELAMAT DATANG KEPADA READERS BARU.. SELAMAT SEJAHTERA JUGA UNTUK READERS LAMA! Mumumu lope buat kalian semua ^^
Komen part kemaren mah tumben lah ders dikit pisan haha berkurang stengahnya. Tapi ya sudahlah da gak mungkin kalian aku seblok, lagian hak kalian juga :*
Eh aku the suka baca komen kalian tau, cuman ya gak dibales the soalnya suka panjang aku mah, nanti jatohnya malah kita bergosip di kolom komentar wkwkwk
Dan buat kalian yang bilang aku update nya lama.. cungguh terlalu :') adek salah apa bang, adek update nya kayak nyuci loh.. beberapa hari sekali wkwkwk
Makanya berasa cepet..
Eh ini masih ambigu loh antara end atau nggak XD
Ya sudah lah yah lihat aja apa disini berakhir atau masih ada nanti :3
Tapi sih nanti di si MUSICHA juga mereka pasti nongol. Yah mari persiapkan hati saja lah yah..
Cusss~
-
-
-
-
Reno sedang mengancingkan lengan kemejanya ketika Sharen sedang melakukan yoga di atas sebuah Birthing Ball berwarna biru. Perut sharen sudah sangat membesar karena sudah masuk dalam usia sembilan bulan, hanya tinggal menghitung waktu untuknya melahirkan bayi kembar mereka, dan setiap harinya Sharen melakukan olahraga kecil-kecilan untuk menjaga tubuhnya dan posisi bayinya yang optimal karena sharen ingin proses lahiran yang normal, meskipun Reno sempat tidak setuju.
Keduanya tidak pernah melakukan USG, sengaja ingin mengetahui jenis kelamin anaknya pada saat proses kelahiran nanti, dan karena perut Sharen yang sudah sangat besar, tidak memungkinkan untuknya mengurus Haru yang semakin hari semakin lincah dan membuat pusing saja.
Haru makin lebih sering menginap di rumah Maryam ataupun Sarah, atau mereka yang menginap di rumahnya untuk membantu Sharen menjaga Haru. Reno pun sudah semakin sering membolos ke kantor dan bahkan satu minggu ini hanya hari ini saja Reno bersiap-siap untuk ke kantor. Katanya membahas mengenai proyeknya yang tertunda.
Ya, proyek yang membuat hubungannya dan Sharen renggang pada akhirnya mengalami masalah seperti yang pernah di sumpahkan sharen sehingga membuatnya harus menunda proyek tersebut selama lima bulan terakhir dan saat ini, ia baru bisa memulainya lagi. itu berarti Reno akan disibukkan kembali dengan proyeknya dan ia bisa saja melewati proses lahiran Sharen yang sangat ingin di saksikannya. Oh tidak, jangan sampai itu terjadi.
"Belum cape?" Reno mengecup kening Sharen lalu menyodorkannya air putih, Sharen menggelengkan kepalanya lalu tersenyum dan merentangkan kedua tangannya pada Reno. Kebiasaannya selama hamil, selalu ingin di gendong. Dengan hati-hati, Reno meraih tubuhnya dan menggendongnya.
"Mau duduk apa tiduran nih mom?" Goda Reno. Sharen tersenyum dengan lebar, "Duduk. Tapi di pangkuan daddy. Boleh?" Rajuknya. Reno kembali tertawa. Dia mendekati sofa dan meletakkan tubuhnya lalu membenahi posisi Sharen agar nyaman di atas pangkuannya.
"Sangat boleh mom!" Sahut Reno. Wajahnya mendekat dan mencium bibir Sharen sebentar.
"Ke kantornya lama gak by?" Sharen memainkan kerah baju Reno, menariknya sedikit dan tanpa sengaja ia melihat leher kokoh Reno kemudian dada bidangnya. Ya Tuhan, indah sekali ciptaanmu. Sharen tersipu malu.
"Tidak sekarang ya, aku harus rapat Sha.. dan kalau seperti ini, aku gak bisa rapat." Reno menarik tangan Sharen untuk menjauh dari dadanya dan menciumnya sekilas. Ada gurat kekecewaan di wajah istrinya tapi Reno lagsung menciumnya dan mencoba menghilangkan gurat itu.
"Haru mana sih?"
"Biasa by, kalau pagi begini dia gak ada ya kemana lagi kalau bukan ke rumah Jino!"
"Dasar anak kecil menyebalkan! Dia kasih Haru apa sih, sampe anak kita kok nempel banget sama dia."
"Kasih cinta kali."
"Cinta. Cinta. Masih bocah juga." Gerutu Reno. Sharen tertawa dengan kencang mendengar gerutuan khas milik Reno yang ditujukannya untuk Jino. Tidak terbayang bagaimana nanti kalau Haru sudah besar dan Jino melamarnya. Melamar? Jauh sekali rasanya.
"Hmm.. Sha, proyek aku kan baru di mulai lagi―"
"Aku gak mau tahu proyek itu. bisa gak by kamu gak usah ikutan? Yah, bisa yah? Kita gak kekurangan uang kan? aku gak mau! masa aku lagi repot urus dua bayi ditambah Haru, malah kamu tinggal-tinggal? Aku gak mau.. gak mau banget. Gak apa-apa kan kalau kamu rugi? Kerugian bisa ditutup kok nanti. Ya? by? Yah.. please.."
Mata Sharen berkaca-kaca, ia sedang merengek untuk memperjuangkan hak nya pada Reno. Tangannya terus menerus mengelus-ngelus dada Reno dan menyentuh wajahnya lalu kakinya menghentak-hentak di lantai, khas anak kecil yang sedang merengek meminta di belikan mainan baru oleh ibunya.
Reno tidak bisa melakukan apapun lagi selain tertawa, menertawakan kepolosan dan kelucuan Sharen yang ia tunjukkan selama masa kehamilannya. Dan Reno benar-benar sangat menikmatinya, ia seperti melihat sosok Sharen yang sesungguhnya bersembunyi. Mertuanya bilang kalau Sharen memang manja tetapi sejak di tinggal ayahnya Sharen jadi memaksakan dirinya untuk menyesuaikan dirinya dan menekan kemanjaannya. Tetapi sekarang, Reno sangat bahagia karena Sharen begitu manja, dan itu hanya kepadanya. Reno merasa bahwa Sharen sudah benar-benar menerimanya dan nyaman terhadapnya sepenuhnya sehingga ia bisa menunjukkan sosoknya yang seperti apapun pada Reno.
"Takut banget aku gak punya waktu buat kamu Sha?" Tanya Reno. Sharen langsung mengangguk dengan begitu yakin pada Reno.
"Dasar, kamu lebih gemesin loh Sha kalau begini. Haru saja kalah, sering-sering ya." Reno malah tersenyum dengan sangat lebar pada istrinya. Dasar menyebalkan! Tapi sharen cinta, jadi bagaimana dong? Tunggu dulu.. sejak kapan dia seperti ini?!
"Jadi gimana by?" Sharen melingkarkan tangannya di leher Reno. Ada kerutan di kening suaminya itu, menunjukkan bahwa ia sedang benar-bena berpikir dengan keras.
"By.. gimana?"
"Hmm.. sepertinya memang aku gak bisa menangani proyek itu Sha, kayaknya aku butuh asisten."
"Kan ada Mushkin."
"Nah itu dia, sebenernya Mushkin yang butuh asisten. Kalau dia yang mengurusi proyek baru, yang membantu dia siapa?"
Sharen berpikir sejenak. Reno sudah mau berkorban dan mengalah, tetapi ada satu kendala yang mereka hadapi. Seorang asisten, untuk Mushkin. Pasti tidaklah mudah, mengingat bahwa mulut Mushkin yang berbicara apa saja harus bisa membuat asistennya kebal dalam keadaan apapun.
"Kira-kira ada gak Sha temen kamu yang mau kerja sama aku?"
Teman., teman sharen.. siapa ya?
AH!! YA! DIA TAHU SEKARANG!
"By! Kalau Icha bagaimana?"
"Icha? Memang dia gak kerja?"
"Nggak by. Kemarin kan dia dapet cum laude waktu wisuda. Lagipula Icha juga mengerti kok masalah begitu, papanya punya perusahaan property tapi Icha gak mau kerja disana, dia bilang mau kerja di tempat lain aja."
"Hmm.. oke, boleh. kalau begitu nanti kamu yang hubungin Icha ya? biar kita ketemu sama ngobrol-ngobrol."
"Oke by..!" Pekik Sharen dengan riang. Ia langsung mencium bibir Reno dan melumatnya sebentar.
******
"Mamaaaa!" Pekikkan Haru membuat Sharen yang sedang menonton TV segera keluar dari kamarnya dan berjalan ke ruang tamu.
"Ya sayang kena―" Suaranya terhenti, menggantung di udara ketika melihat wajah Haru yang sangat menor penuh dengan riasan. Oh Tuhan! Siapa yang melakukan hal itu pada anaknya?
"Haru kok mukanya di make up begitu?" Sharen menyambar tissue basah dan langsung mengelap wajah Haru dengan pelan-pelan. Reno mengatakan bahwa dia sudah dijalan dan sebentar lagi sampai, tolong. Jangan sampai Reno mendapati anak gadisnya dengan wajah seperti ini. bisa di amuk masa nanti.
"Tadi kak Sunny bilang kalau mau menikah mukanya harus begini mama."
"Astaga sayang.. menikah sama siapa?"
"Sama Jinoo.."
Oh. MY. GOD!!!!
Gerakan sharen yang mengusap wajah Haru berhenti. Darimana Haru tahu kata-kata semacam menikah seperti itu?
"Memangnya Haru tau menikah itu apa?"
"Tahu. kayak mama sama papa.." Jawabnya polos. Sharen mengerutkan keningnya, bagian mana dari menikah yang seperti mama dan papa? Haru tidak melihat mereka bergulat di ranjang kan? semoga tidak. Tapi memang tidak, mereka selalu cari aman kalau hendak melakukannya.
"Iya. Mama sama papa. Mama menikah sama papa, mama bahagia, seneng, senyum. Papa juga. Papa jadi banyak senyum. Haru juga mau begitu, Jino bilang katanya Jino mau senyum bersama Haru."
"APAAA?! Dasar bocah menyebalkan!!" suara Reno tiba-tiba saja terdengar diantara mereka. Oh tidak, timingnya sangat tidak tepat. Tetapi setidaknya beruntung, wajah haru sudah bersih sekarang.
"Halo papaaa!" Haru langsung berbalik dan tersenyum pada ayahnya yang sedang kesal karena mendengar nama Jino. Demi Tuhan, apa di dalam kepala Haru isinya hanya Jino saja?
Tanpa berkata apa-apa, Reno langsung menghampiri Haru dan menggendongnya. Baru saja ia hendak duduk, suara anak kecil terdengar di telinganya.
"Haru! kenapa tinggalin aku!"
Dan sosok anak laki-laki memakai celana pendek dan kaos superman muncul tepat di hadapan Reno. Ini diaaa.. satu anak kecil yang merebut Haru darinya.
Reno mengeratkan pelukannya pada tubuh Haru, tetapi Haru malah meronta dan dengan cepat melompat dari pangkuannya. Hooo.. lincah sekali anaknya ini.
"Halo om.." Jino tersenyum menunjukkan deretan giginya yang ompong di bagian depan.
"Tsk! Ompong begitu, masa Haru suka sih." Gerutunya. Sharen langsung menyikut lengannya, membuat Reno melotot dan langsung menghentakkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Ia bahkan tidak menjawab sapaan dari Jino saking kesalnya.
"Papa Haru kenapa? Kok begitu?" Jino bertanya dengan polos, Haru hanya bisa menggelengkan kepalanya. kemudian Sharen tersenyum dan menghampiri Jino.
"Papa Haru lagi di gigit semut tadi, jadi begitu. nah sekarang, Haru sama Jino mainnya disini aja ya?"
"Iya mama!"
"Iya tante!"
"Okay, silakan duduk di kursi anak-anak. Sekarang, siapa yang mau kue coklat?"
"AKUUUU!!!" Pekik mereka berdua. Sharen tertawa kemudian menyiapkan kue nya untuk Haru dan Jino.
"Nah, makan sambil nonton ya sayang? Mama mau ke kamar dulu." Haru hanya menganggukkan kepalanya. baiklah, anak-anak sudah aman. Tinggal suaminya.
Sharen berjalan dengan perlahan menuju ke dalam kamarnya, Reno sedang bertelanjang dada dengan hanya memakai boxer pendeknya saja. tubuhnya yang semakin indah, kokoh, jantan, dan sexy membuat Sharen menelan ludahnya dengan sangat banyak. Astaga, kenapa ia... kenapa..
"Oh Sha? Aku gak liat baju aku. dimana sih?" Reno hanya berbicara seolah tidak ada apa-apa, ia terlihat kebingungan mencari bajunya yang biasanya sudah di siapkan oleh Sharen.
"Belum aku siapin by.."
"Oh, ya sudah aku ambil di lemari saja."
"JANGAN!"
Sepertinya sharen terlalu kencang dan bersemangat mencegah Reno. Lihat, sekarang kening Reno berkerut karena kebingungan.
"Jangan apa?" Tanya Reno. Sharen hanya bisa tersenyum hambar padanya lalu menggelengkan wajahnya, "Nggak kok by.. ganti baju gih." Perintahnya kemudian. Padahal Sharen tidak mengharapkan Reno untuk berganti baju. Apa begitu saja tidak bisa ya? reno sangat tampan kalau begitu. bahkan model L-men dan model Calvin Klein saja kalah. Tidak ada yang seperti Reno. Haaa.. indahnya.
Reno tidak bertanya lebih lanjut, ia berjalan ke arah lemari kemudian membuka pintunya. Ketika tangannya meraih kaosnya, suara desahan yang sangat kencang dan dahsyat menghentikan tangannya.
Reno membalikkan tubuhnya, kemudian ia bertatapan dengan Sharen yang sama terpakunya dengan dirinya.
Oh tidak, Sharen lupa! Tadi kan memang ia sedang menonton film, dan belum mematikannya. Tetapi, Sharen tidak tahu kalau di dalam film tersebut ada adegan yang membuatnya dan Reno terpaku di tempat seperti ini.
Sharen menelan ludahnya, begitu juga Reno, keduanya hanya saling memandang masing-masing kemudian suara dari TV lebih keras dan dahsyat lagi.
Reno penasaran, ia melirik ke arah TV dan seketika matanya langsung membulat.
Dua orang di dalam layar itu sudah saling terengah dan berguling kesana kemari seraya melucuti pakaiannya masing-masing. Astagaaa.. bagaimana ini?
Remote! Mana Remote! Demi Tuhan, dimana letak Remote TV di kamarnya ini? kenapa Reno tidak melihatnya.
Sharen pun sama, ia melirik dengan sangat gelisah kesana kemari. Yang berada di Pikirannya hanya satu, mematikan TV nya. Tidak mungkin mereka melakukannya karena di luar ada Haru dan Jino. Tetapi pergulatan di layar sudah membuat Sharen dan Reno semakin memanas. Astaga, bagaimana ini? apa yang harus mereka lakukan?
Berjalan dengan cepat, Reno yang mengambil langkah lebih dulu. Ia mengunci pintu kamar mereka kemudian menemukan Remote TV nya dan langsung mematikannya, tayangan itu mati, tetapi gairahnya tidak mati sama sekali. Maka Reno langsung menghampiri sharen dan menyambar bibirnya kemudian menciumnya dengan membabi buta.
Masa bodoh, Reno tidak peduli. Ini semua harus di tuntaskan. Disini. Saat ini juga.
Lagipula bukan ia saja yang menginginkannya. Sharen juga kan terbukti dari balasan bibirnya yang mengimbangi Reno dengan sangat bersemangat. Mereka berdua sudah benar-benar terbakar.
"Hanya sebentar. Kita lakukan dengan cepat yah Sha?" Ucap Reno begitu mereka berjauhan. Sharen menganggukkan kepalanya, lalu Reno langsung menggiringnya menuju ranjang dan melanjutkan kembali kegiatan mereka.
"Mamaaa! Haru haus."
Tepat sekali, ketika mereka selesai dan masih saling mengatur nafas, Haru berteriak diluar sana. untung saja, untung saja Haru berteriak ketika mereka sudah selesai.
"Mamaaaa.. Haru mau minum!" Teriak Haru lagi. sharen belum mampu berkata-kata, ia masih terbaring menyamping dengan dadanya yang naik turun karena nafasnya memburu.
"Mamaaaa.."
"Hhh.. by.. Haru.." Tangan Sharen menggapai wajah Reno di belakangnya.
"MAMAAAAA!!"
"Iya sayang sebentar!!" Reno yang menjawabnya. Ia langsung bangkit dari tempat tidur dan memakai baju dengan cepat. Sharen hanya bisa terkekeh melihat suaminya yang seperti sedang mengikuti lomba berpakaian. Lucu sekali! Itu semua karena Suara Haru sudah sangat keras dan kalau ia tunda sebentar saja, anaknya itu pasti akan menangis dengan sangat kencang.
"Haru mau minum?" Reno mencoba bersikap biasa dan berjalan dengan tenang saat menghampiri Haru. putrinya menganggukkan kepalanya.
"Nih sayang," Reno menyodorkan satu gelas air putih untuk Haru. biasanya ia mengisi penuh semua tupperware Haru untuk Haru minum, tetapi sepertinya sudah habis.
"Jino juga mau om!" Jino mengangkat tangannya, sangat antusias meminta minum pada Reno yang justru malah mendelik tidak suka padanya.
"Hih. Ambil aja sendiri, maunya di ambilin." Gerutunya. Bibir Jino mengerucut, tetapi Haru malah menyentuh pipinya dan menyodorkan gelas nya yang masih berisi air setengahnya.
"Ini Jino, minum punya Haru saja!"
Dan pemandangan selanjutnya yang Reno lihat adalah Jino yang meraih gelas Haru kemudian meminumnya seraya menatap Haru. putrinya juga menatap Jino, dengan tatapan mata yang berbinar-binar. Oh astagaaa.. APA-APAAN INI!!!
"AAAH SHAREEEEN... MULAI BESOK JANGAN SURUH JINO SAMA HARU MAIN BERDUA DI RUMAH INI! AKU GELI LIATNYA!!" teriak Reno frustasi. Kedua anak itu malah menatap Reno dengan polos.
Hahhh.. ia bisa mati muda kalau begini!
******
Hari ini adalah hari minggu, seperti biasa setiap pagi Reno akan membangunkan Sharen dan mengajaknya untuk berjalan-jalan keliling kompleks. Tetapi hari ini berbeda, mereka mendatangi Car Free Day yang berada di dago dan berjalan-jalan di sana.
"Kamu yakin bisa jalan disini sampai ujung?" Reno bertanya pada Sharen saat keluar dari mobilnya yang di parkir di bank BCA.
"Yakin by! Gak terlalu jauh kok, kalau cape ya paling sampai Bromeus aja. Nanti kamu bawa mobil aku tunggu disana, gimana?"
"Dan aku lari-lari dari sana buat ambil mobil? Begitu?" Tanya Reno. Sharen mengangguk dengan yakin. "Iya dong.."
"Dasar.."
"Papaaaa.. gendong!" Haru menarik-narik celana selutut Reno dari bawah. Ah, putrinya. Kapan teralkhir ia meminta Reno menggendongnya ketika hendak berjalan-jalan?
Dengan cepat Reno meraih tubuh Haru yang semakin berat dan menggendongnya, membuat anaknya memekik dengan gembira dan meloncat-loncat. Dasar.
"Yuk by!" sharen menarik tangannya. Mereka berdua akhirnya berjalan dengan Reno yang menggendong Haru di tangan kirinya sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Sharen.
Mereka bertiga tertawa bersama, berjalan-jalan melihat berbagai macam acara yang berlangsung, mengikuti gerakan senam sebentar, berjalan lagi, kemudian berhenti di tukang sosis bakar karena Sharen dan Haru menginginkannya.
"By, segede kamu ya? ah ini lebih kecil sih tapi!" Sharen berbisik ketika hendak memakan sosisnya, membuat Reno melotot ke arahnya dan Sharen tertawa dengan sangat kencang.
Dari sekian banyak tempat dan obrolan, kenapa Sharen harus membicarakan hal itu? disini?
"Kamu lucu kalau lagi begitu!!" Sharen malah terus-terusan menertawakannya, dan Haru juga ikut tertawa. Tangan kecilnya bergerak-gerak dengan lincah dan tanpa sengaja, mayonaise yang berada di sosisnya kini berada di atas wajah Reno. Membuat Reno memberenggut kesal dan mereka berdua malah menertawakan Reno dengan begitu kencang.
Menjadi bahan buly istri dan anak sendiri tidaklah menyenangkan. Sungguh.
Lima belas meniy kemudian, Seperti dugaan mereka sebelumnya, bahwa sharen sudah mulai kelelahan sehingga membuatnya harus berhenti berjalan-jalan dan Reno harus berlari dengan kencang untuk mengambil mobilnya dengan cepat. Tahu begini ia tidak akan menuruti kemauan Sharen untuk berjalan-jalan di Car Free Day. Lebih baik di sekitar kompleks saja kalau begini.
Seraya menunggu Reno yang mengambil mobilnya, Sharen duduk bersama Haru untuk menunggu otak-otak yang mereka pesan.
Setelah menunggu sepuluh menit, Reno datang dengan terengah-engah karena berlari untuk menghampiri sharen. ia takut terjadi apa-apa pada istrinya, tetapi syukurlah Sharen tidak apa-apa. malah ia sedang memakan otak-otak dengan sangat lahapnya. Haru juga sama.
Sepertinya kalau soal makan, Sharen dan Haru selalu juara.
Sharen merasakan perut besarnya menghangat dan wangi yang sangat di kenalnya menyeruak. Ia menolehkan kepalanya, "Udah by?" Tanyanya. Reno hanya menganggukkan kepalanya.
"Sudah sayang. Yuk! Eh, makannya sudah belum?"
"Udah kok, Haru sudah? Atau mau lagi?"
"sudah mama!"
"Oke, kalau gitu kita pulang. Ke rumah mama aku dulu ya Sha? Kita sarapan disana."
"Oke by!"
*****
"Halooooo PAKBOSSSSS!!!" pelukan Mushkin yang tiba-tiba membuat Reno terperanjat di samping mobilnya.
"Hih! Apaan sih Mus!"
"Apaan-apaan! Dasar pe'a! gue kangen sama lu kali haaam.. lo kan jarang masuk kantor, jarang ketemu jadi kita. Lu mah hubungin gue juga kalau ada butuhnya!"
"Ya elah, namanya juga atasan. Ya begitu Mus!"
"Sialan lo!"
"Om Mus! Ngapain om disini?" Haru yang baru saja keluar dari mobil langsung menatap Mushkin dengan penasaran.
"Oh! Hai Haru sayang.. sinih cium dulu!"
Mushkin langsung menggendong Haru dan mencium bibirnya. Argg!! Kebiasaan! Entah sejak kapan tetapi setiap bertemu Haru, Mushkin selalu mencium bibirnya dan Reno akan melotot dengan sangat tajam padanya.
"Udah gue bilang jangan cium-cium anak gue Mus!!!" Reno memprotes, sementara Mushkin hanya tertawa.
"Mumpung masih kecil Ilham! Haru cantik tau. Gak kebayang udah gede cantiknya kayak apa, mumpung masih bisa cium ya gue ciumin aja sekarang. udah gede mah mana mau dia di cium sama gue! Lagian nanti Haru dua puluh tahun, eh gue udah 44 tahun nooo.. udah mau setengah abad!"
Kemudian Mushkin tertawa dengan sangat kencangnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah seraya membawa Haru. sharen hanya tertawa sekilas kemudian melihat Reno dan ia malah tertawa dengan sangat kencang. Reno sungguh-sungguh menggemaskan kalau sedang kesal.
"Terus aja ketawa! Nanti malem awas loh, kalau kamu minta lagi aku gak akan mau!" Ancam Reno. Kemudian dia berjalan lebih dulu meninggalkan Sharen dengan kesal.
Sharen hanya bisa menggelengkan kepalanya. dia menghitung dalam kepalanya.
Satu..
Dua..
Tiga..!
Reno berbalik, kembali menghampirinya dan menggenggam tangannya untuk membimbingnya berjalan.
Sekesal apapun Reno, dia tidak akan lupa untuk membantu Sharen berjalan. Benar-benar suami yang penuh cinta.
"Love you.." Bisik Sharen padanya. Reno mencibir, tapi kemudian ia mencium bibir Sharen secepat kilat.
"too.. much more." Bisik Reno.
Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam rumah Maryam dan seperti basa, Maryam langsung menyambut Sharen dengan sangat meriah.
"Aaa.. menantu mama. Gimana si baby nya masih suka nendang?" Tanya Maryam begitu Sharen duduk di kursi ruang makan.
"Masih ma, makin kenceng sekarang."
"Whoaa.. dahsyat banget pasti tendangannya. Apalagi bayinya dua disana, eh no.. lo suka nengokin gak?" dan perkataan Mushkin membuat Reno yang sedang minum langsung tersedak dan terbatuk-batuk dengan sangat kencang.
Respon dari Reno yang seperti itu membuat Maryam dan Mushkin tertawa dengan sangat kencang dan puas sekali. Mereka sudah mendapat jawabannya sekarang.
*******
Rumah baru Sharen dan Reno sudah siap untuk di tempati, hari ini beberapa furniture akan datang dan di pasang di rumah mereka. Sharen menatap sekeliling rumah dengan senyuman bahagianya, ia lalu berjalan menuju satu ruangan yang berada tepat di samping dapur. Sebuah ruangan kedap suara yang sengaja ia pinta pada Reno untuk menyediakannya. Untuk apa? sharen menyebut ruangannya ini ruangan bertengkar mereka.
bukan bertengkar yang lain, tetapi bertengkar yang sesungguhnya. Sharen tidak bisa menutup kemungkinan kalau rumah tangga mereka akan berjalan dengan sangat manis tanpa pertengkaran. Cekcok dalam rumah tangga pasti selalu ada dan sharen sengaja meminta ruangan ini, khusus untuknya ketika ia hendak berteriak-teriak pada Reno ketika marah.
Suara marah reno sangat menyeramkan dan sharen tidak ingin anak-anaknya mendengar suara itu, apalagi pertengkaran kedua orangtuanya. Bukan hal yang menyenangkan. Entahlah, sharen hanya ingin menunjukan keharmonisan saja pada anak-anaknya kelak. Maka dari itu, dibangunlah ruangan ini. meskipun mungkin terdengar menggelikan. Lagipula, memangnya bertengkar ingat tempat? Tentu saja tidak!
Tapi setidaknya dengan di bangunnya ruangan ini, bisa meminimalisir keributan bukan? Lagipula kalau kedap suara, sharen bisa membeli mesin karaoke dan menyimpannya disini. Sharen bisa berkaraoke dengan sangat puas di rumahnya sendiri. ah, menyenangkan.
"Sha.. udah belum? Coba lihat sini deh." Suara Reno membuat Sharen keluar dari ruangan itu. ia berjalan mendekati Reno tetapi langkahnya berhenti ketika sampai di kaca besar yang berada di rumahnya dan melihat sebuah rumah yang berada tepat di samping rumahnya.
Ada sebuah rumah yang sedang di bangun disana, sudah selesai sepertinya. Hanya beberapa tahap penyempurnaan lagi. tapi sejak lima bulan yang lalu, tidak ada kegiatan apapun di rumah itu. sharen jadi bingung.
"Sha.. ngapain disitu? Aku kan suruh kamu lihat ke belakang sayang.." Reno menghampirinya, merasa tidak mendapat jawaban dari Sharen sehingga ia memutuskan untuk menghampiri istrinya.
"Hmm.. by, sini deh. Itu rumah siapa sih? Kayaknya udah beres, tapi kok gak ditempatin terus."
"Oh, itu rumah si Mushkin sayang."
"HAH? Mushkin?"
"Iyaa.. kebetulan tanah ini tadinya mau kita buat flat Sha, tapi susah sekali dapetnya. Aku cuman dapet yang bagian rumah kita ini, dan Mushkin cuman dapet segitu. Jadi yah kita memutuskan untuk bikin rumah aja."
"Tapi kan Mushkin belum nikah."
"Itu dia, makanya rumahnya belum di beresin. Mushkin sebenernya gak mau bikin rumah dulu, tapi mamanya maksa-maksa katanya kalau ketemu jodoh dia belum punya rumah gimana? Jadi ya si Mus bikin deh. Duluan rumah dia loh daripada rumah kita ini."
"Tapi di dalemnya?"
"Di dalemnya masih kosong. Tapi semua barangnya sudah ada, Mushkin udah pesen. Tinggal di pindahin aja."
"Wah, by.. kalau begitu nanti kita tetanggaan dong sama Mushkin ya? dia bakal gangguin terus dong?" Keluh Sharen. reno tertawa, ternyata istrinya merasa terancam akan kehadiran Mushkin.
"Percayalah Sha, si Mushkin itu lebih sibuk daripada aku. dia gak akan sering ada di rumah. Yah, semoga aja nanti istrinya menyenangkan. Jadi bisa jadi temen kamu disini. Iya gak?"
"Iya b―AHH!"
"Loh? Sha? Kenapa?"
"Perut aku by..AH!" Sharen memegang perutnya dengan keras. Perutnya mulai terasa mulas. Tunggu dulu.. jangan bilang..
"Aku.. by.. aku mules! Kayaknya aku mau lahiran."
Baiklah, sepertinya ini saatnya!
"Kita ke Rumah sakit sekarang!" Ucap Reno yang segera menggendong tubuh Sharen.
*****
Ineu sudah menyambut mereka berdua begitu sampai di Rumah Sakit, "Oke.. tenang. Gak boleh panik ya? kita cek dalam dulu." Jelas Ineu. Reno menganggukkan kepalanya, pelipisnya berkeringat dan ia menatap Sharen dengan cemas.
"Udah gak sakit kok by, aku gak apa-apa." Sharen mencoba menenangkan Reno yang terlihat sangat ketakutan, ia tersenyum semanis mungkin untuk suami tercintanya.
"Ya. Sudah. Baru pembukaan satu sayang, masih lama." Ineu membetulkan letak rok Sharen dan menyuruhnya duduk.
"Kira-kira berapa lama neu?"
"Tergantung sih Sharen. bisa dua hari, paling cepat satu hari."
"Jadi bagaimana? Sharen harus nginep disini sekarang? buat persiapannya?" Tanya Reno. Sebagian dari dirinya sebenarnya tengah menahan kecemasan yang luar biasa, tapi ia tidak bisa menunjukkannya pada Sharen. tidak, Sharen harus tenang dan tidak boleh tertekan. Cukup ia saja yang tertekan.
"Karena memang Sharen memaksa ingin normal, kita perlu mengawasinya. Kalian boleh pulang untuk berkemas, setelah itu bisa langsung kesini lagi. aku akan mengurus semua prosedur termasuk ruangannya. Dan biar prosesnya bisa lancar, kalian bisa berjalan-jalan dulu sebentar. "
Baiklah, sepertinya ide yang bagus. Mereka butuh berkemas dan bersiap-siap. Dan Reno juga butuh untuk mempersiapkan batinnya. Ya Tuhan.. tolong bantulah ia untuk menenangkan hatinya.
******
(RENO POV)
Aku mendatangi Tuhanku, memohon keseluruhan perlindungannya untuk istriku tercinta, bersimpuh memohon keselamatan pada tiga jiwa yang akan bertarung setelah ini. tanganku gemetar, tidak bisa ku pungkiri bahwa aku benar-benar sangat ketakutan. Tidak ada yang tahu, dan tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini. termasuk kalau..
"By.. sudah selesai belum?" Suara lembutnya terdengar menuju telingaku. Aku membereskan sejadahku dan melipat sarungku. Berjalan keluar kamar seraya membawa koper besar yang berisi keperluan Sharen yang akan ia butuhkan di rumah sakit nanti.
"By..?"
"Ya sayang, sudah. Yu?" Aku mencoba menormalkan suaraku yang bergetar. Tidak tahu, sungguh. Aku merasa lemah karena takut menghadapi situasi dimana seharusnya aku yang menguatkan Sharen dan terus memberikannya dukungan. Serta memberikannya keyakinan bahwa dia bisa. Tetapi, aku sendiri juga tidak yakin.
"Kamu kenapa sih by? Kok pendiem banget!" Sharen menggoyangkan lenganku yang dia rangkul. Kali ini sikap manjanya kembali muncul dan membuatku tertawa dengan ringan. Lihatlah, hanya dengan sikapnya yang seperti ini saja dia sudah bisa membuat bebanku hancur tak bersisa. Lalu bagaimana kalau nanti aku tak bisa melihat sikap manja ini lagi? tidak Tuhan.. tidak. Aku tidak ingin merasakan hal itu lagi.
"Kata Ineu kan harus jalan-jalan. Mending jalan-jalan disini saja atau nanti yah by deket rumah sakit? Sebenernya sih aku gak suka rumah sakit, tapi demi si kembar aku harus suka. Iya gak by?"
"Hmm.. iya sayang. Hanya sebentar kok disananya."
"Yah, semoga hanya sebentar. Eh by, mama udah dikasih tau?"
"Udah sayang, sekarang kamu sama aku dulu. Mama kita nanti ke Rumah Sakit kalau prosesnya sudah dekat."
"Okaay!"
Lihat, dia sangat berbahagia sekali. Wajahnya berbinar dengan riang karena sebentar lagi kedua anak kami yang sangat dia inginkan akan hadir di dunia ini. dia bahagia, dan aku juga bahagia. Tetapi sialnya sebuah ketakutan membuat sugestiku begitu buruk sehingga rasa bahagiaku luntur tak bersisa, rasa bahagiaku tertutup kabut tebal bernama ketakutan, dan rasa bahagiaku lenyap tertekan oleh sebuah kecemasan.
"By, pas begitu aku lahiran dan kita tahu anak kita, barang-barang yang udah di pesen langsung kirim ya ke rumah baru kita? Biar bisa langsung pindah pas aku keluar dari rumah sakit." Sharen bercerita lagi. mengenai kamar bayi kami yang sampai saat ini masih kosong, itu karena kami menunggu mereka. Aku menatapnya dengan sungguh-sungguh. Dia tidak ketakutan sama sekali kah? Hey, dia akan mempertaruhkan nyawanya. Itu bukan main-main.
"Kamu kenapa sih? Daritadi diem aja by! Kan sebel!" Aku tersadar dari dunia kelamku dan kembali pada dunia nyataku. Ah, sudahlah. Bukan saatnya untukku bercemas ria. Sharen sedang bahagia dan aku juga harus bahagia.
Dia masuk mobil lebih dulu, kemudian aku masuk dan langsung memakaikannya sabuk pengaman. Wajah kami sempat berdekatan dan pipinya langsung memerah. Dasar! Dia selalu begitu akhir-akhir ini. aku mendekatkan wajahku semakin dekat dan langsung mencium bibirnya.
Dia melingkarkan tangannya di leherku tetapi aku langsung menjauh, tidak sayang. Sekarang bukan waktunya untuk bermesraan!
"Kita berangkat ya!" Ucapku. Membuat bibirnya mengerucut dengan sangat lucu.
"Cium-ciumnya bisa bentaran lagi Sha." Godaku padanya. Dia hanya diam, mungkin masih kesal.
Sesampainya di rumah sakit, Sharen malah mengajakku untuk berbelok pada Supermarket di samping Rumah Sakit. Katanya dia ingin membeli makanan korea dan jepang. Hadeuh, sudah mau lahiran sempat-sempatnya menginginkan hal ini dan itu.
"Mau jalan aja kesananya?" Tanyaku. Sharen mengangguk dengan antusias. "Iyess!! Eh by, foto dulu yu! Ini di tulisan Limijati ini, ayo kita foto! Nanti aku upload pake caption lahiran."
Shareeen.. apa lagi ini. membeli makanan saja belum, dia malah mengajakku berfoto. Baiklah, sekali saja aku turuti permintaannya.
"Kamu yang pegang hpnya! Tangan kamu kan panjang." Aku mendengus, kemudian meraih ponsel sharen dan mengangkatnya ke atas.
"Jangan pake kamera biasa by! Yang satu lagi biar ada empat."
Ya Tuhan istriku sayang..
Aku menurunkan lagi ponselnya dan memilih kamera yang dia maksud kemudian mengangkatnya lagi dan..
KLIK!
Pose pertama kami tersenyum, kedua Sharen memeluk tubuhku dan menyandarkan kepalanya di dadaku, ketiga dia mencium pipiku dengan wajahku yang terkejut, dan terakhir kami yang saling berpandangan sambil menahan senyum masing-masing.
Aku tertawa melihat hasil foto kami, kalau di pikir-pikir seperti anak muda saja berfoto begini dan begitu. biarlah, alay sesekali tidak apa-apa. kalau sharen bahagia dengan kealayan kami, maka aku akan membuat diriku alay seumur hidupku. Cinta semenggelikan itu bukan?
"Udah aku upload! Yuk by!"
Sharen menarik tanganku menuju supermarket di sebelah rumah sakit untuk membeli semua makanan yang di inginkannya.
Lama kami berbelanja, sampai langit di luar sana sudah mulai gelap dan kami baru masuk ke dalam ruang rawat Rumah Sakit pada saat Isya.
Aku sedang melihat ponselku sementara Ineu memeriksa Sharen. kepalaku penasaran dengan apa yang di tulis Sharen dalam media sosialnya. Ponsel Sharen berada ditanganku dan aku langsung membuka instagramnya. Ada foto kami tadi, dia benar-benar mengunggahnya. Aku menggeser layarnya kebawah kemudian membaca captionnya.
'Momen terakhir sebelum perut kembali mengecil LOL. Look My lovely face! he's so cute right? Ah.. hubby.. how am I supposed to live without you?!'
Aku terpaku. Bibirku tersenyum tetapi hatiku di serang rasa sakit yang sangat merajam. Seharusnya aku yang mengatakan hal itu, bagaimana jikalau aku hidup tanpa Sharen? menyeramkan sekali.
"Masih pembukaan tiga, santai aja ya sayang.." Ineu selesai memeriksa Sharen kembali, aku langsung memasukkan ponsel Sharen dan mendekatinya. katanya baru pembukaan tiga dan masih lumayan lama menuju pembukaan lengkap, tetapi tidak menutup kemungkinan kalau prosesnya bisa cepat. Ineu memintaku untuk terus siaga dan berjaga-jaga siapa tahu malam ini Sharen lahiran.
"By.. sini deh." Sharen melambaikan tangannya padaku, memberi isyarat untukku mendekatinya.
Duduk di samping ranjangnya, aku langsung menggenggam tangannya dan mengusap keningnya yang tak berjilbab. Sharen membukanya, katanya di ruangan persalinan nanti dokternya tidak akan ada dokter pria jadi aman untuknya, aku setuju saja karena bagaimana pun penampilannya, Sharen tetaplah wanita yang paling cantik di mataku.
"Kamu inget gak by.. waktu pertama kali kita ketemu?" Tiba-tiba saja dia mengungkit pertemuan pertama kami. Kenapa? Kenapa tiba-tiba sekali?
"Hm.. ya, waktu kamu menolong Haru." Jawabku. Dia menganggukkan kepalanya.
"Sebenernya aku malu tau by nyambut uluran tangan kamu, maaf ya waktu itu aku malah bilang begitu. kamu pasti sakit hati deh.." Ucapnya. aku hanya menganggukkan kepala saja. dia tiba-tiba meminta maaf rasanya terlalu aneh untukku.
"Itu kan sudah berlalu. Lagipula sekarang kita sudah menikah, dan mau punya anak." Ucapku. Sekarang dia yang menganggukkan kepalanya.
"Nama anak kita, sudah kamu siapkan belum by?"
"Belum sayang, nanti saja."
"Kalau sekarang aja gimana? Aku maunya sekarang."
"Memang apa bedanya sekarang sama nanti? Sama-sama memberikan nama kan sayang." Bujukku. Sharen menggelengkan kepalanya, "Mau sekarang.." Ucapnya lagi. aku menahan nafasku. Teringat saat dulu ketika Nova hendak melahirkan, kami belum sempat merumuskan nama untuk anak pertama kami, dan aku memberi nama Haru dengan penuh penyesalan karena ibunya tidak tahu.
Nafasku tercekat, tubuhku tiba-tiba saja menegang. Tadi aku sudah bisa mengendalikan tubuh dan hatiku, kenapa sekarang kembali kacau seperti ini? demi Tuhan Reno.. tidak akan terjadi apa-apa dengan Sharen! percayalah!
"By.."
Aku mencium keningnya agak lama, kemudian mengeratkan genggaman tangan kami dan menyentuh lembut perut besarnya.
"Nanti ya sayang, biar kita bisa lihat ekspresi wajah mereka pada saat kita memberinya nama. Apa mereka suka atau tidak." Aku mencoba membujuknya, padahal dalam hatiku sendiri aku sedang ketakutan dan menyamarkan ketakutanku. Secara tidak langsung aku memohon padanya untuk tetap bertahan sampai ia memberikan nama pada anak kami, bahkan mungkin cucu kami suatu hari nanti. Astaga, aku benar-benar tidak kuat lagi. sharen yang akan berjuang tetapi kenapa aku yang sangat kacau balau begini.
Tidak pernah ada yang tahu kapan seorang manusia kembali pada Tuhannya, dan kita tidak perlu mengkhawatirkannya bukan? Hal itu belum terjadi, dan kenapa aku terus menerus mencemaskannya.
"By.. aku gak apa-apa kok." Sharen tiba-tiba saja bangkit dan memelukku lalu mengusap punggungku dengan lembut.
"Aku gak apa-apa by, sungguh. Kamu daritadi diem terus, aku tahu kamu sedang tidak baik-baik saja." Ucapnya. lihatlah Tuhan.. dia mengenalku dengan sangat baik, dan pelukannya langsung membuatu merasa baik. Jadi bagaimana bisa aku kehilangannya? Jadi bisakah? Bisakah kau selamatkan dia nanti? Aku mohon.. aku akan mempertaruhkan semuanya demi kehadirannya dalam hidupku.
"Kalau kamu takut, percaya saja padaku by.."
Dan air mataku langsung luruh begitu saja mendengar suaranya yang sangat lembut dan menembus relung hatiku. Aku langsung mengeratkan pelukanku dan memeluknya dengan kencang. Aku menangis, menangis menumpahkan ketakutanku karena pernah mengalami hal ini dan mendapatkan sesuatu yang buruk setelahnya.
"Tidak apa-apa."
Malah dia yang menenangkanku, bukan aku. astaga.. suami macam apa aku ini?
Aku melepaskan pelukan kami, dia tertawa melihat wajahku yang mungkin sangatlah lucu karena menangis. Tangannya meraih wajahku dan menghapus air mataku.
"Masa udah mau punya anak tiga masih cengeng begini?" Tanyanya. Suaranya bergetar. Aku rasa dia juga sama ingin menangisnya sepertiku. Aku memegang tangannya yang berada di pipiku kemudian menciuminya. Sharen tersenyum lagi, "Aku mencintai kamu.." Ucapnya. aku menganggukkan kepalaku. Air mataku turun lagi karena kepalaku sedang ketakutan atas apa yang aku pikirkan, bahwa itu ucapan cintanya yang terakhir untukku.
"Aku mencintai kamu Reno.. dan aku juga tahu sebesar apa kamu mencintai aku. aku sudah berjanji kan akan selalu ada di samping kamu? Dan sekarang aku akan berjuang by, aku akan bertahan, dan aku akan menepati janjiku. Reno.. aku tidak mungkin meninggalkan orang yang sangat mencintaiku, dan aku tidak akan mungkin membuat orang yang membuatku bahagia menjadi kesepian. Tidak sayang.."
Aku menganggukkan kepalaku lagi, memeluk kembali tubuhnya dan menghisap dalam-dalam aroma tubuhnya.
"Kamu harus bisa Sha.. demi aku. kamu harus bertahan."
"Iya suamiku tercinta. Udah ah jangan cengeng begini. Istri mau lahiran kok malah nangis-nangis!" Gerutunya, tangannya mencubit perutku sehingga membuatku meringis kesakitan.
Dia tertawa melihat ekspresiku, merasa puas karena telah membuatku seperti ini. dasar.
Dan aku pun tertawa melihatnya, tawa nya menular. Dan benar-benar ampuh sebagai obat dari kesedihanku.
******
Pukul satu malam, genggaman Sharen pada tanganku mengencang dan ketika aku melihat wajahnya, keningnya sudah penuh oleh keringat dan air mukanya menghilang, wajahnya sangat pucat. Aku langsung memanggil suster dan sharen langsung dibawa menuju ruangan persalinan.
Aku sudah berada di ruangan ini, ruangan luas dengan suasana begitu mencekam. Dulu aku pernah melakukan hal seperti ini. memakai baju steril, berdiri di samping pasien dan menguatkannya, kemudian.. kehilangannya.
Pikiran terakhir segera ku buang jauh-jauh dari otakku. Berhenti.berhentilah berpikiran seperti itu. sharen ku kuat, Sharen ku akan bertahan, Sharen ku bisa melaluinya, dan Sharen ku akan menepati janjinya padaku. karena Sharen ku mencintaiku, sebesar aku mencintainya.
"Tenang ya.. atur nafas pelan-pelan." Ineu menginstruksikan Sharen untuk tenang, dan Sharen menurutinya. Kami sudah pernah mendapatkan pelajaran ini, beberapa minggu lalu Sharen ingin mengikuti Hypnobirthing Class dan aku menurutinya, kami berdua mengikuti kelasnya. Bahkan sudah menguasai semuanya, bahwa yang terpenting adalah ketenangan. Sharen sudah menerapkannya, sementara aku, sama sekali tidak bisa menerapkannya.
Sama seperti nyawa sharen yang sedang di pertaruhkan, nyawaku juga ikut di pertaruhkan disini.
"Tarik nafas... satu.. duaa..."
"NGGGHHH!!!!" genggaman Sharen mengerat. Kuku-kukunya menancap tajam di telapak tanganku, aku membiarkannya. Dia sedang berusaha, dan aku juga ikut berusaha. Berusaha untuk percaya padanya. Dalam hatiku terus menerus menggumamkan beribu do'aku untuk wanita hebat yang sedang berjuang demi kehidupan kedua anaknya.
"By..SAKIITT.." Sharen memelas, menatapku dan ekspresinya sangatlah kesakitan. Aku sungguh tidak tega. Ya Tuhan.. bisakah kalau aku saja yang kesakitan? Bisakah aku saja yang menggantikan posisinya?
"Tahan sayang.. tahan. Ayo, kamu bisa..ya? ayo.." air mataku turun lagi. aku sudah tidak memperdulikannya. Perasaanku sedang sangat kacau oleh peperangan batin yang terjadi dalam hatiku.
Sharen menjerit lagi, tangannya kini mencengkram lengan kemejaku sampai kusut. Aku mengelus rambutnya, menciumi kepalanya, dan terus menerus membisikkan seluruh kata-kata yang ingin ku katakan padanya.
"NGHHH!!!"
"Sedikit lagi Sharen, sedikit lagi. Kepalanya hampir muncul." Suara Ineu terdengar. Sharen sudah hampir kelelahan. Ia menangis, menatapku kemudian menggelengkan kepalanya dengan lemah. Kenapa? Apa dia sudah lelah? Apa dia tidak sanggup berjuang lagi? tidaaak..
"Aku benar-benar mencintai kamu Sharen. ayoooo.. kita berjuang bersama-sama. kamu bisa sayang.. kamu bi―"
"AHHH!!!" Sharen menjerit dengan sangat kencang, dan setelah itu.. suara tangisan bayi terdengar. Kami saling bertatapan kemudian sama-sama melihat ke arah Ineu yang sekarang sedang menggendong bayi.. laki-laki?
"Bayi pertama kalian laki-laki." Ucap Ineu. Aku kembali menangis, menatap Sharen yang juga menangis.
"Oke Sharen. sekali lagi.. ayo, kita berjuang sekali lagi." suara Ineu menyadarkan kami bahwa Sharen masih harus mengeluarkan satu bayi lagi.
Kelegaanku yang sempat datang kini kembali menghilang, berganti dengan ketegangan yang lebih mendominasi dari sebelumnya karena sekarang Sharen sudah sangat kelelahan.
"Satu.. dua.."
"Ahhh!"
"Ya.. atur nafas.. sekali lagi. tariik.."
"Ah! Aku gak kuat.. by, aku gak kuat lagi.." Sharen semakin melemah, genggamannya di tanganku mengendur dan hampir terjatuh. Tidak. Tidak boleh,sedikit lagi. sedikit lagi kami bisa melaluinya.
Aku langsung mencium kembali kepalanya dan menangis untuknya.
"Maafin aku Sha.. maafkan aku yang selama ini sudah banyak menyakiti kamu. Maaf. Sekarang, kita berjuang lagi ya? terakhir. Ini perjuangan kamu yang terakhir sayang.. ya? setelah ini kita akan bahagia. Kita akan bahagia.."
"Oke Sharen.. sedikit lagi ya? satu.. dua.."
"AAAAAAHHHH!!!!!"
Kali ini Sharen berteriak lebih kencang lagi, urat-uratnya terlihat, dan kukunya melukai tanganku juga merobek lengan kemejaku.
Beberapa saat kemudian, suara bayinya kembali terdengar.
"Bayi kedua kalian perempuan." Ucap Ineu.
Kami langsung bertatapan, dan aku langsung menangis kembali dan memeluk tubuhnya dengan sangat erat
"Shareeen.. terimakasih.. terimakasih sayang.. terimakasih.." Ucapku padanya. Dia mengangguk dengan lemah.
"Yah.. aku berhasil kan by? Aku bisa.." Ucapnya. dia juga menangis, sama sepertiku. Wajahnya sudah sangat pucat dan suaranya bahkan sangat parau. Aku kembali menangis. Ingin memeluknya lagi tetapi suster segera memisahkan kami karena Sharen harus segera di bersihkan.
"Bayinya sehat Reno, beratnya cukup, mungkin harus di inkubator selama beberapa hari saja.Sharen juga tidak apa-apa. sekarang kamu bisa tunggu diluar sampai Sharen di pindahkan ke ruang rawat."
Suara Ineu terdengar di telingaku. Aku menganggukkan kepalaku, merasa tidak rela harus meninggalkan ruangan ini, tetapi bagaimana lagi. aku harus keluar.
"Reno.. gimana?" Mama langsung berdiri di hadapanku begitu aku keluar dari pintu ruangan.
"Alhamdulillah ma.. bayinya sehat. Kembar sepasang. Sharen nya juga katanya tidak apa-apa." Aku mengucapkannya dengan butiran air mata yang kembali turun di wajahku. mama mendekat, dan aku langsung memeluknya lalu kembali menangis dengan kencang.
"Tidak apa-apa sayang.. Sharen berhasil, kalian sudah berhasil."
"Tapi Reno takut maaa.. Reno takut. Sharen.. tadi.. Sharen tadi..dia hampir saja.. Sharen tadi bilang kalau dia gak kuat lagi.." Aku menangis tersedu dalam pelukan mama. Teringat tadi Sharen yang mengatakan bahwa dia sudah tidak kuat lagi dan seluruh organ tubuhku hampir terenggut paksa dari tempatnya.
"Ya, mama tahu.. tapi sudahlah, sekarang kan sudah selesai. Sharen sudah tidak apa-apa. bayi kalian juga lahir dengan selamat."
Ya, benar. Sudah tidak apa-apa.
Tetapi, entahlah.. hatiku masih merasa tidak tenang sampai saat ini.
Mama menuntunku untuk duduk di kursi dan menunggu Sharen keluar. Tetapi sampai setengah jam berlalu, Sharen tidak juga keluar. Tiba-tiba saja beberapa petugas medis yang sebelumnya keluar kembali masuk ke dalam. Kemudian Ineu keluar dari ruangan dan mengabarkan padaku bahwa sharen mengalami pendarahan.
Organ tubuhku benar-benar di rampas secara paksa.
Tubuhku luruh di lantai.
Dan nafasku berhenti seketika.
TBC
Hhahahaha gak jadi ENDINGNYA DERSSS.. WKWKWK
Masih asik authornya. Mungkin tiga part lagi lah ya..
Lagian kalo tamat di part ini juga gak mungkin. Ini udah panjang soalnya. Mau sepanjang apa lagi? sepanjang kita masih terus begini~ takkan pernah ada damai bersenandung *malah nyanyi LOL
Ini bagian reno pov aku mah nyesek loh ders, kalian nyesek gak yah? Wkwk kalau nyesek ya bagus, kalo gak yaudin. Wkwkwk
Nyeseknya masih bersisa nih ders.. aku jadi gatau mau ngomongin apa hahaha ya sudahlah. Sampai ketemu di next part aja yah?
Eh eh sebelumnya, jangan da yang protes mengenai persalinan normal untuk bayi kembar ya, ini aku sudah konsultasi loh sama bidan bhahahaha . semua teori kehamilan dan persalinan ini selain dari pengetahuan aku yang terbatas, aku nanya sama temen bidan aku.
Dia sempet nanya loh katanya apa aku hamil? Bhaaaak! Hamil anak siapaa? Aku kan masih jomblo, wkwkwk
Katanya gak mau ngomong lagi tapi aku malah curhat wkwk maap yaaak aku mah begitu sok khilaf.
Yasudah sampai bertemu beberapa hari lagiXD muahhhh
Aku sayang kaliaaaan :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro