PART 3 | OH DAMN !!! - Reno
Aku keluar dari mobilku, berjalan ke arah valet service dan memberikan kunciku. Mereka tersenyum seraya mengucapkan selamat pagi padaku. Beginilah setiap harinya dalam hidupku, yang mengucapkan selamat pagi padaku hanya karyawan ku saja. Tidak ada ucapan selamat pagi yang spesial.
Aku berhenti di depan meja Front Office, tepat di dinding belakangnya terdapat sebuah tulisan 'PALEO HOTEL' yang besar. Aku tersenyum, mengingat betapa bodohnya saat aku menamai hotelku dengan nama itu. Tapi sayangnya belum ada satu orang pun yang tahu kenapa aku menamai hotel ini dengan nama Paleo. Nova juga tidak tahu, karena hotel ini di buka satu bulan setelah Nova meninggal.
Hotel ini merupakan Hotel ke empat milikku, dan dari semua hotelku inilah favoritku. Aku sudah menyerahkan tiga hotelku yang lain pada orang-orang kepercayaanku, tetapi untuk hotel ini aku mengelolanya sendiri. Aku begitu ingat saat pertama kali hotel ini di buka, saat tersulit dalam hidupku. Istriku meninggal sementara anak bayiku selalu menangis, dan hotel ini pun memiliki banyak sekali gangguan karena terpecah belahnya konsentrasiku. Untung saja aku bisa melewatinya dan pada akhirnya hotel ini bisa berjalan dengan baik. Bahkan hotelku yang ini masuk ke daftar 10 hotel yang paling ingin di kunjungi di kota Bandung.
"Selamat pagi pak Reno" Ami—Resepsionisku menyapaku dengan senyum manisnya. Dia berumur dua puluh lima tahun, usia matang bagi wanita dan aku menyukai cara dia tersenyum. Itulah yang membuat dia bekerja denganku, menjadi orang pertama yang akan menyapa saat seseorang memasuki hotel.
"Pagi" Aku membalas senyumnya. "Oh ya, hari ini Studio kita akan dipakai untuk seminar. Sudah siap semuanya?"
"Sudah pak. Hari ini akan ada empat ratus peserta yang mengikuti seminar, jalan yang akan digunakan adalah jalan sebelah kiri yang langsung terhubung dengan studio"
"Baiklah. Dan tolong tertibkan semuanya, tamu hotel atau pun peserta seminar tidak boleh saling mengganggu maupun terganggu"
"Baik pak"
"Oh, dan satu lagi. Jika kamu melihat ibu saya bersama Haru, tolong beritahu mereka untuk langsung masuk ke ruangan saya. Karena ruangan yang biasa digunakan ibu saya akan dipakai hari ini"
"Ya, pak. Memangnya Haru kemana? Tidak biasanya dia tidak ikut" Tanyanya. Aku tersenyum "Hari ini ibu saya mau mengajak Haru berenang, jadi ya.. hari ini saya bebas" Ucapku. Ami tersenyum.
"Kalau begitu selamat menikmati kebebasan anda pak" Ami mengangkat tangannya ke atas, seperti menyemangatiku dan aku hanya tertawa lalu melangkahkan kakiku menuju lift. Menekan tombol lift, aku menunggu hingga pintunya terbuka dan masuk ke dalam lalu menekan tombol 20.
Kalau ada Haru, dia selalu ingin ku gendong saat masuk kedalam lift, katanya dia takut kalau tiba-tiba lift nya terputus dan jatuh lalu dia terkurung dalam lift. Itu semua gara-gara kakakku si Renita yang membawa Haru menonton drama Korea kesukaannya dan beginilah hasilnya. Omong-omong soal Haru, tadi pagi mama tiba-tiba saja datang ke rumahku dan menculiknya. Mama bersikeras ingin membawa Haru pergi berenang sementara aku menentangnya. Berenang adalah satu dari sekian hal yang aku jauhkan dari Haru. Bukan apa-apa, aku hanya takut saja. Nova sama sekali tidak bisa berenang, dan dia bahkan takut pada air yang begitu banyak. Aku takut itu menurun dan Haru juga seperti itu, untuk itu lah aku menjauhkannya dari Haru dan memutuskan untuk mengenalkannya perlahan-lahan suatu hari nanti.
Tapi dasar ibu-ibu, mereka merasa selalu benar! Mama bersikeras padaku untuk membawa Haru, dia bilang "Tidak ada salahnya mencoba Reno, lagipula mama sudah membawa banyak barang bawaan dan beberapa bekal. Dan mama juga sudah memaksa papa untuk tidak masuk kantor" beserta pelototan matanya yang menyeramkan. Lalu dengan berat hati, aku mengizinkan mama membawa Haru tapi dengan syarat hanya satu jam saja. Dan setelah itu mama mengumpat berkali-kali padaku. Well, siapa peduli. Lagipula aku sudah kebal dengan mulut mamaku.
Lift yang ku naiki berdenting, pintunya terbuka dan aku melangkah keluar. Indri—sekretarisku tersenyum padaku lalu mengikutiku masuk ke dalam ruanganku. Aku duduk dibalik mejaku dan indri berdiri di depannya.
"Hari ini jadwal anda hanya mengikuti seminar puluk sepuluh nanti pak, setelah itu tidak ada pertemuan ataupun rapat"
"Baik, kamu boleh kembali"
"Ya, pak"
Dan indri pun melangkahkan kakinya keluar dari ruanganku, saat pintu tertutup terdengar sebuah suara 'Goodbye and see you next time. Princess!' . sebuah suara anak-anak, suara terfavorit Haru. Aku sengaja memasangnya karena lagi-lagi ulah Renita! Setahun yang lalu Haru ikut Renita ke sebuah pameran anak-anak, disana begitu banyak barang-barang yang bisa menyenangkan hati anak-anak, aku membekalinya dengan ATM ku, dan siapa yang mengira Renita membuat Haru membawa banyak barang disana. salah satunya suara untuk sebuah pintu! Saat pintu terbuka akan terdengar suara 'Welcome.. Princess!' dan saat tertutup akan terdengar seperti tadi.
Aku sebenarnya memasangnya di pintu rumahku, tapi Haru malah menangis dan bilang aku jahat karena tidak bertanya padanya dulu dimana harus ku pasang alat itu. Dan pada akhirnya Haru memintaku untuk memasangnya di hotelku, di ruanganku! Aku tidak mau, tentu saja. Akan terasa begitu konyol menurutku. Tapi dasar anak-anak, rajukannya hebat sekali! Haru tidak mau berbicara padaku dan tidak mau dekat-dekat denganku, hingga pada akhirnya aku memasangnya di tempat yang dia inginkan dan.. berakhirlah mengenaskan pintu ruanganku. Ruangan CEO sebuah hotel.
Aku ingin tertawa sebenarnya jika mengingat bagaimana ruangan seorang CEO seharusnya. Di ruanganku ini selain sebuah pintu yang bisa bersuara, cat ruangannya berwarna pelangi. Pada pintu kaca terdapat banyak gantungan Micky Mouse berwarna merah, lalu rak buku ku tertempel banyak stiker Doraemon, Frozen, dan beberapa kartun lain. Pada lantai di sebelah kanan meja ku tertempel dengan sempurna karpet puzzle alphabet yang bisa di bongkar pasang oleh Haru sesukanya, selain itu ada rak besar berwarna hijau yang melebihi ukuran rak buku-ku. Isinya adalah buku dan macam-macam mainan. Dan benda penting yang tidak boleh terlewat adalah tempat tidur bergambar Cinderella dan juga TV yang menggantung di dinding dengan diselimuti boneka marsupilami. Tidak cukup disitu saja, computer kerjaku juga tak luput dari dekorasi penting Haru. Computer mahal ini dia tempeli dengan stiker-stiker foto kami. Dasar Haru.. dia membuat ruanganku seperti ruangan kelas pada Taman Kanak-Kanak!
Aku tersenyum, dan mendadak merindukan Haru ku. Biasanya saat aku bekerja, suara ketikanku pada keyboard computer akan bersahutan dengan suara Barbie Haru yang bisa bernyanyi, bersahutan dengan suara TV dan juga suara Haru yang tak kalah kerasnya, terlebih saat dia menonton HI-5, kesukaannya. Sebenarnya terkadang aku begitu pusing, pekerjaanku banyak dan ruanganku begitu bising, itulah mengapa aku mempunyai dua ruangan. Tepat disebelah kiriku ada satu ruangan yang mendadak aku renovasi setelah keadaan ruangan TK ini. Itu benar-benar ruangan CEO yang sebenarnya, pertemuanku dengan beberapa kolega juga aku adakan disana. tidak mungkin kan mereka kubawa kesini, memangnya kita mau belajar membaca atau menari?
*****
Satu jam selanjutnya, aku sudah mempersiapkan diriku. Membenahi penampilanku dan melangkahkan kakiku menuju studio di hotelku. Studio ini sama seperti studio-studio TV, hanya saja ini lebih kecil. Hanya bisa menampung sekitar lima ratus orang saja. Studioku tak jarang dipakai pegelaran music, mini konser, atau acara seminar tahunan seperti hari ini.
Bicara soal seminar, salah satu Universitas di Bandung sudah langganan mengadakan seminar tahunan di hotelku, biasanya seminar ini di ikuti ratusan mahasiswa dari semua Universitas yang berada di Bandung. Dan ini lah yang membuatku malas! Mahasiswa, boleh diralat, maksudku mahasiswi! Aku benci saat aku berada dalam kerumunan mahasiswi, terlebih lagi mereka yang menatapku seolah-olah akan menyantapku. Aku tahu aku memang tampan, dan memang tak semua mahasiswi seperti itu, tapi 80% dari mereka menatapku seperti itu.
"Baiklah, sebelum seminar ini dimulai kita mulai sambutan dari pemilik hotel Paleo. Beliau merupakan seorang Wirausaha muda yang sudah banyak mendapatkan penghargaan dari asosiasi pengusaha dan inilah dia Bapak Reno Adzanul Saputra"
Sebuah suara diikuti riuh tepuk tangan terdengar di telingaku. Aku mengerjap, sedetik kemudian aku berdiri dan berjalan ke arah podium.
"Selamat pagi, menjelang siang" Sapaku. Riuh tepuk tangan kembali terdengar. Aku tersenyum, dan tiba-tiba saja tepuk tangan menjadi semakin keras, disertai sebuah suara-suara yang berasal dari barisan almamater berwarna biru. Aku melihat ke arah mereka, beberapa diantara mereka matanya menyala-nyala saat menatapku dan beberapa diantaranya berteriak-teriak. Dan aku bersumpah akan menandai mereka.
*****
Sambutanku hanya sekedar pembicaraan ringan biasa, meminta mereka untuk merasa nyaman di tempat ini, menceritakan beberapa kisahku membangun hotel ini, dan tentunya menyemangati mereka untuk menjadi seorang pengusaha sepertiku. Karena memang tema seminar ini tentang Wirausaha, jadi aku hanya mendorong mereka untuk merealisasikannya.
Aku kembali ke tempatku duduk, sengaja mengambil tempat di tempat duduk peserta. Aku tidak pernah mau mengikuti seminar di tempat yang di sediakan, tempat tamu. Tepat pada baris paling depan. Oh sungguh memuakkan, karena gerakku tidak akan bebas.
Pembicara sudah berdiri di podium, memulai seminar hari ini. Dan bersamaan dengan itu, iPhone ku bergetar. Aku merogoh sakuku dan mengambilnya, ada 15 pesan masuk pada Whatsapp ku, dari mama. Aku membukanya.
Pesan pertama adalah sebuah foto Haru yang sedang tertawa saat papa mencipratkan air ke wajahnya, lalu Haru yang tertawa senang di tengah kolam. Ketiga, Haru berenang memakai ban bebek kuning yang ku rasa mendadak dibeli mama karena Haru menginginkannya. Semua pesan-pesan adalah foto-foto menyenangkan Haru yang tengah berenang bersama kakek dan neneknya di pagi hari. Dan pesan terakhir membuatku membulatkan mataku, mama menulis 'KATA SIAPA HARU GAK SUKA BERENANG! KAMU GAK LIHAT DIA SENANG BEGITU! DASAR AYAH YANG JAHAT! SUDAH MAMA BILANG TIDAK ADA SALAHNYA MENCOBA!'
Kalau mama ada di hadapanku sekarang, telingaku mungkin sudah sobek saat ini juga. Aku bergidik ngeri membayangkannya. Tapi aku kembali tersenyum melihat anakku yang begitu senang ketika berenang. Mama benar, tak ada salahnya aku mencoba. Mungkin lain kali aku akan membawa Haru berenang, di hotel ini mungkin.
"Eh, geser dikit dong!" Sebuah suara mengusik diamku. Aku mengangkat kepalaku yang sejak tadi terpaku pada layar ponsel lalu menyapukan pandanganku, satu bangku di depanku seorang mahasiswa baru saja masuk dan sedang meminta tempat pada temannya. Pikirku
"Kamu kemana aja sih?"
"Tadi ketemu Abil dulu, biasa dia gak mau aku lepasin makannya aku telat"
Aku mendengus mendengar sekilas percakapan mereka. Datang telat pada saat seminar penting hanya karena seorang pria ? Ya Tuhan..
"Dasar jomblo lu! Makanya cari pacar, biar cowok yang nempel. Bukan anak kecil" Ucap temannya. Aku menggerjap. Oh, abil itu anak kecil. Aku kira pria dewasa
"Ya, intinya sih sengaja juga. Lu kan tau gue paling males ikut seminar ginian. Lagipula konsumsinya apa? Paling cuman lontong sama bala-bala. Ah, sama donat lima ratus!" Ucap si wanita yang telat tadi. Aku mengusap dadaku pelan. Apa yang dia bilang? Palingan seminar ini konsumsinya hanya lontong, bala-bala, lalu donat lima ratus?! Tiba-tiba saja aku rasanya ingin menendang kursinya dan berkata 'Heh mbak! Jangan sembarangan dong, enak aja situ bilang konsumsinya gitu doang. Ini seminar bergengsi, di adakan di hotel bergengsi, dengan Chef yang terkenal dan makanan-makanan bercita rasa terbaik! Tidak ada istilah konsumsi murahan seperti itu! Enak aja lu bilang'
Dan kata-kata itu hanya tertahan di dadaku dan mengganjal di tenggorokanku. Biarkan saja, mereka masih muda. Lagipula Indonesia sudah menganut sistem demokrasi, menyuarakan pendapat adalah demokrasi dan menyuarakan isi hati juga unek-unek adalah demokrasi. Baiklah, anggap saja aku tak mendengarnya.
"Ini kok gak ada yang gantengnya sama sekali sih"
"Kapan nemu pembicara seminar yang ganteng"
"Ah, telat sih kamu ren. Tadi ada pemilik hotel ini buka sambutan. Dia.. oh my god! He's so handsome that you never imagine!"
Aku tersenyum mendengar pembicaraan mereka lagi, haha memang aku ganteng kok. Biasa aja lah bilangnya jangan seperti itu juga. Kan malu, orang yang kalian bicarakan ada di belakang kalian.
"Hah, mau ganteng kek mau gimana kek, aku gak peduli. Percuma aja dia ganteng kalau dia gak mau sama aku!"
Aku merapatkan bibirku. Menghentikan senyumku dengan tiba-tiba.
"Tapi kan kamu suka yang ganteng ren"
"Oh jelas dong, liat cowok ganteng itu udah kayak liat es kelapa ditengah siang matahari yang begitu terik dan ditengah dahaga yang menyiksa. Adem, seger, dan.. subhanallah"
"Oh, Sharen.. please"
Bibirku benar-benar terkatup rapat saat ini, terlebih saat baru saja mendengar nama yang aku yakin kepalaku ingat betul dengan nama itu.
"Eh, Beni mana sih?"
Wanita di hadapanku menggerakkan kepalanya, dan.. dan dia mencari-cari seseorang, dan.. dan aku menutup sedikit mukaku tepat pada saat matanya berada pada jajaran tempat dudukku. Ia menghela napas lalu kembali melihat ke depan, sementara aku hanya bisa diam mematung. Ia memang tidak melihatku, tapi aku melihat jelas bagaimana wajahnya dan aku mendengar dengan amat sangat jelas bagaimana temannya memanggil namanya. SHAREN !
"Tadi ada kupu-kupu seperti di mobil papa, Haru ingin mengambilnya tapi rambut Haru malah nyangkut di akar, susah dilepasin, tapi ada tante Sharen yang menolong Haru. Tadi Haru menangis, tapi tante Sharen memeluk Haru"
Seketika suara Haru tiga hari yang lalu terdengar lagi olehku, dan tanpa di ingatkan oleh siapapun. Aku tahu siapa wanita ini, dia adalah gadis yang menolong Haru, yang katanya memeluk Haru, dia gadis yang berada di angkot hijau juga, yang membuatku mendadak gila, dan dia gadis yang menolak uluran tanganku dan berkata bukan muhrim lalu pergi begitu saja. Dan gadis itu.. YA TUHAN RENO GADIS ITU MASIH KULIAH !!!
Bukan punya anak, bukan istri juragan angkot, bukan juga ibu-ibu muda tapi MAHASISWA! Astaga! Ya Tuhan.. aku bisa gila.. Mareno.. bagaimana bisa. Oh, tidak.. oh aku butuh bernapas. Aku butuh keluar dari ruangan ini, aku butuh pergi. Oh tuhan.. astaga..
Oh DAMNNNNNNN....
- TBC –
Buat yang gak tau bala-bala, itu bahasa sundanya bakwan :D
Sekian.. ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro