PART 25
Reno menjauhkan tubuhnya dari Sharen, menatap lekat-lekat istri yang saat ini tengah menangis bersamanya. "Kamu maafin aku?" Tanyanya. Sharen menggeleng."Tidak, belum.."
Oh, ternyata belum.
Reno menundukkan kepalanya tetapi tangan Sharen sudah lebih dulu meraih kembali wajahnya dan merangkumnya dengan kedua tangannya.
"Aku belum memaafkan kamu, tapi aku sedang mencoba untuk mengerti kamu Reno." Jelasnya. Suaranya selembut sutra, menghangatkan hati Reno dan memunculkan berbagai harapan untuknya. Harapan bahwa Sharen akan memaafkannya.
Sharen tidak bisa emosi lagi, berteriak-teriak tidak akan menyelesaikan masalah, mereka hanya akan terus memperkeruh suasana dan menambah lagi masalahnya. Untuk itulah ia mencoba mengendalikan dirinya dan mencoba sebuah peruntungan. Berbicara dengan Reno secara baik-baik. Dengan kepala dingin, bukan dengan emosi.
"Semua mungkin akan lebih mudah kalau kamu berbicara sejak awal, mendiskusikan semuanya padaku dan jujur dengan apa yang kamu rasakan. Tapi nyatanya? Justru sebaliknya. Sekarang aku sudah kecewa sama kamu. Meskipun aku tahu alasan kamu, tapi hati aku sudah terlanjur sakit. Aku harus apa kalau aku tidak bisa membuang jauh rasa kecewaku?"
Reno diam, ya.. ia mengerti. Kecewa itu sudah menyatu dengan Sharen, tidak mudah untuk melepaskannya.
"Aku hanya minta maaf sama kamu Reno.. maafkan aku, selalu berpikir yang macam-macam dan selalu mengungkit tentang niat kamu menikahiku. Maaf, kita baru kenal sebentar, masih terlalu banyak hal yang tidak kita ketahui satu sama lain. Jadi wajar kalau aku selalu meragukan yang satu itu."
"Tapi kamu juga tahu perasaan aku."
"Ya, aku memang tahu. tapi Reno, perasaan seseorang bisa berubah."
Reno tersentak, apa itu artinya bahwa perasaan Sharen sudah berubah untuknya?
"Cinta itu selalu tetap sama Reno, tapi orang berubah, keadaan terkadang merubahnya. Tapi kalau harus jujur, aku tidak. Maaf, tadi aku bilang lebih sulit berpisah dari Haru di banding kamu. Kenyataannya bukan seperti itu, kenyataannya aku juga tidak bisa berpisah dengan kamu.."
"Aku belum pernah, merasa sangat di cintai seperti ini. merasa bahwa kehadiranku benar-benar berharga untuk seseorang, dan kamu sudah membuatku merasakannya. Aku mencintai kamu, dan kamu juga. Kita berdua sama-sama saling mencintai."
Sharen menyunggingkan senyumnya, senyuman pertama nya untuk Reno.
"Tapi Reno, di dunia ini ada beberapa hal yang lebih penting dari cinta. Kita saling mencintai, tapi itu tidak cukup. Buktinya tadi? Kita malah saling berteriak kan? lalu kemana rasa cinta kita yang selalu kita junjung tinggi-tinggi?"
"Menurutku kepercayaan jauh lebih penting. Aku bisa mencintai kamu, itu juga karena aku percaya kamu bisa membahagiakanku dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadapku. Kamu juga begitu kan? kamu bisa mencintaiku juga karena kamu percaya kalau aku bisa menerima Haru dan semua keadaan kamu."
Reno menganggukkan kepalanya. ya, benar sekali. Kepercayaan lebih penting dalam kehidupan mereka.
"Dan sesuatu yang memperkuat kepercayaan adalah kejujuran."
Oh ya, benar sekali. Kenapa Sharen menjadi lebih dewasa darinya dalam menyikapi semua ini?
"Seandainya kamu jujur sejak awal, aku tidak akan kecewa, aku tidak akan menangis, dan kita bisa mencari jalan keluarnya bersama-sama. tidak ada yang tidak bisa kita lakukan selama kita percaya bahwa kita bisa melakukannya by.."
Oh Tuhan.. akhirnya Reno mendengar panggilan itu lagi. sharen kembali memanggilnya dengan panggilan favoritnya, apa hatinya sudah mulai luluh sekarang?
"Maaf.." Hanya itu yang bisa Reno ucapkan. Ia bertatapan sejenak dengan Sharen, istrinya sedang mengusap air matanya dan tersenyum padanya.
"Maaf kalau aku begitu kekanakkan.." Ucapnya kembali. Sharen mengangguk.
"Maaf, tapi aku bener-bener.. Sharen.. aku―"
Tangannya terasa hangat, Sharen menggenggam dan meremas tangannya, memberinya kekuatan dan Reno benar-benar merasa lebih baik dari sebelumnya.
"Aku tidak tahu, tapi yang jelas.. yah, aku sudah bilang kalau aku gak mau kehilangan kamu."
"Lalu bagaimana kalau aku yang kehilangan kamu?" Timpal Sharen. reno mendongak. "Ya?"
"Bagaimana kalau aku yang kehilangan kamu Reno.. maksudku, kita tidak tahu siapa yang akan hidup lebih lama dan siapa yang akan mati lebih dulu. Lalu bagaimaa kalau kamu yang lebih dulu pergi?"
Sesuatu menyerang dada Reno.
"Bagaimana kalau aku mengikuti mau kamu untuk tidak punya anak lagi, dan suatu saat kamu meninggalkanku lebih dulu? Aku hanya punya Haru, kemudian Haru beranjak dewasa dan menikah. Lalu aku akan sendirian, kamu tega?"
Reno menggelengkan kepalanya, tidak. Ia tidak akan pernah bisa meninggalkan Sharen sendirian. Oh Tuhan, kenapa baru terpikir olehnya kemungkinan itu?
Sharen menatapnya penuh harap, air matanya turun kembali begitu mengucapkannya. Sharen takut, sungguh jika menyangkut ditinggalkan dan meninggalkan ia sangat ketakutan. Ayahnya sudah pernah meninggalkannya dan rasanya sakit sekali, lalu bagaimana nasibnya ketika suatu saat nanti Reno yang akan meninggalkannya? Sharen tidak mau, ia sungguh-sungguh tidak mau. kalau bisa, hentikan waktu disini saja. ia memohon dalam hatinya.
Reno meraihnya, merangkum kedua pipinya dan menatapnya lekat-lekat.
"Sharen, kenapa kamu mengkhawatirkan sesuatu yang masih jauh di depan? Yang belum tentu akan terjadi?" Ucap Reno. Sharen tersenyum, tangannya meraih tangan Reno dan mengusapnya lembut.
"Itu kamu tahu by.. " Jelas Sharen. reno mengerutkan keningnya. "Maksud kamu?"
"Kamu bilang, kenapa mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi? Bukannya justru yang seperti itu kamu?" Reno tertawa konyol mendengarnya. Oh, dia sudah menyiramkan air dingin pada mukanya sendiri untuk menyadarkan dirinya.
"Jadi maksud aku honey, kenapa kamu mencemaskan diri kamu sendiri, menyiksa diri kamu dan menyakiti istri kamu untuk sesuatu yang belum tentu akan terjadi di masa depan?"
Reno menggaruk kepalanya, bibirnya tersenyum karena malu mendengar ucapan istrinya. Hebat, ucapan Sharen lebih menyadarkannya ketimbang dirinya yang membenturkan kepalanya pada tembok besar di sekelilingnya.
Reno kembali tertawa, "Aku beruntung menikahi kamu sayang.." Ucapnya. dan Sharen menganggukkan kepalanya lalu mencium bibir Reno. "Itulah gunanya seorang istri by.."
Kemudian Reno menarik tubuh Sharen untuk memeluknya dengan erat. Meskipun belum ada kata bahwa Sharen memaafkannya, tapi Reno mensyukuri bagaimana keadaannya saat ini. bahwa Sharen berada disini menenangkannya, berperan menjadi sosok istri yang sesungguhnya dan membalas pelukannya dengan erat.
*****
Beberapa saat setelah Icha meninggalkan Sharen untuk mengangkat telpon.
"Halo.." Ucapnya. Icha mengerutkan keningnya ketika tidak ada jawaban di sebrang sana.
"Haloooo.." Ucapnya sekali lagi. masih tidak ada jawaban.
"Eh sue lu dasar! Mau pamer punya pulsa ya telpon-telpon tapi gak ngomong! Atau... Eh Jangan bilang mau bilang mama minta kirim uang buat tebusan di kantor poli―"
"Halo, sorry mbak, sorry banget saya lagi diskusi sama klien barusan."
Icha mengerjapkan matanya, siapa yang menelponnya saat ini? dan tunggu.. sepertinya ia pernah mendengar suara ini.
"Halo.."
"Mbak? Masih disitu?"
Icha terperanjat, dengan cepat ia kembali pada kesadarannya dan mencibir pada seseorang di sebrang sana yang sedang berbicara dengannya.
"Enak aja panggil mbak, gue masih muda tau!"
"Oh, maaf.."
"Kamu, emh.. eh situ siapa?" Tanya Icha, terdengar beberapa umpatan yang tak jelas di sana.
"Oke sorry gue lagi buru-buru, tapi bisa gak lo jalan beberapa langkah menjauhi rumah lo?"
APA?
"Mc D deh Mc D, lo jalan kesana ya? please!"
"Eh gila! Lu kata dari rumah gue kesana gak jauh apa?"
"Oke kalau begitu sampe apartement yang di depan aja!"
"Lu Stalker? Oh my god! Kenapa gue gak nyadar! Heh dimana lu keluar sekarang juga!" Icha berteriak-teriak tapi ia berjalan menuruti perintah seseorang tersebut. Tepat ketika dia meninggalkan rumahnya, Reno berjalan masuk ke dalam rumahnya.
"Situ siapa sih?" Icha kembali bertanya. Suasana di sebrang sana cukup ramai bahkan terdengar suara beberapa orang yang sangat bisa di dengarkan olehnya dengan jelas.
"Oke maaf, gue gak punya waktu. Jadi begini, gue temennya Reno dan gue lagi mencoba menjauhkan lo dari Sharen biar si Reno bisa masuk ke rumah lo."
"APA?"
"Sebenernya Reno nyuruh gue temenin lo makan di Café halaman, tapi sorry gue ada klien mendadak. Tapi gue udah bayar semuanya dan pesen kursi. Lo tinggal dateng kesana dan bilang aja atas nama Reno, lo tinggal pesen aja disana. okay? Terimakasih, sorry banget gue buru-buru."
Kemudian telponnya terputus. Icha mengerutkan keningnya dan menatap ponselnya sangat lama. Pria yang barusan bicara di telpon dengannya bicara apa?
Tapi kepalanya penasaran, maka Icha memutuskan untuk berjalan semakin menjauh dari rumahnya dan masuk ke dalam Café yang dimaksud oleh pria tadi.
"Selamat siang mbak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang pelayan yang menyapanya. Icha tersenyum. Ia tidak membawa uang kesini, tadi tinggal menyebutkan nama Reno saja kan?
"emh.. mbak, itu.. atas nama Reno."
"Oh, Pak Reno? Silakan duduk mbak, semua tagihan sudah di bayar, mbak bisa memesan apa yang mbak inginkan dan ini menunya."
Icha menganggukkan kepalanya, tepat pada saat pelayan itu hendak pergi. Icha memanggilnya.
"Eh mbak, maaf.. tapi berapa yang pak Reno bayar?"
"Satu juta rupiah mbak."
"APAAA??!!"
SATU JUTA??
Icha menelan ludahnya kemudian matanya berbinar-binar dengan riang. Astaga, kalau satu juta! Itu berarti dia bisa memberi makan satu komplek! Oh Tuhan....
Hanya dengan membiarkan Reno dan Sharen berbicara, Icha sudah mendapatkan satu juta?
Gila! Reno benar-benar kaya! Uang satu juta bagaikan recehan untuknya.
******
Sharen turun lebih dulu dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah mertuanya, seperti biasa ia langsung mendatangi halaman belakang untuk melihat Haru dan mertuanya. Taraaa.. mereka memang berada disana.
"Shareeen.." Maryam menyambutnya dengan sukacita. Ia memeluk Sharen kemudian mengajak sharen untuk duduk di sebuah gazebo yang berada di dekat kolam renangnya.haru sedang sibuk bersama honey dan Sharen tidak mau mendekatinya. Ugh.. kucing masih begitu menakutkan untuknya.
"gimana-gimana? Udah kamu kasih pelajaran tuh si Ilham?" Kening Sharen berkerut mendengar pertanyaan Maryam, darimana mertuanya bisa tahu kalau ada sesuatu yang terjadi diantara mereka?
"Bingung ya mama tahu darimana? Haha tenang aja, si Reno gak cerita. Lagian mana mau dia cerita ke mama, dia pasti tahu kalo mama bakal jadiin dia sambel terasi kalo dia cerita." Maryam tertawa, menjadikan anaknya sambel terasi terdengar menyenangkan. Oh kejamnya dirinya.
"Kalo mama mau jadiin Reno sambel terasi, kasih tau Sharen ya ma? Biar Sharen yang ulek dia sampe bener-bener lembut!" Gerutunya. Kemudian mereka tertawa bersamaan.
"Oma sama mama ngetawain apa?" Haru mendekat dan duduk di atas pangkuan Sharen, menatap nenek dan ibunya secara bergantian.
"Ngetawain sambel terasi!" Jawab Maryam, kening Haru malah semakin mengkerut.
"Jadi gimana Sharen?" Maryam kembali lagi pada pokok pembicaraannya yang sebelumnya. Sharen menghela nafasnya, dia pikir mertuanya akan melupakannya.
"Kamu gak usah cerita awalnya. Pasti sakit, mama ngerti kok. Kamu cerita aja apa yang terjadi di rumah temen kamu barusan." Bujuk Maryam.
Sharen benar-benar tidak menyangka kalau pengetahuan mertuanya bisa sampai sejauh ini. hebat, apa dia mempunyai mata-mata yang sangat lihai?
Ah, Sharen sepertinya lupa mengenai Mushkin yang selalu tahu apa yang terjadi pada mereka berdua. Baiklah, jadi mata-matanya adalah Mushkin!
"Maaf ya, anak mama begitu amat sama kamu. Ya allah, untung dia ganteng, kalo gak ganteng, udah bawel, nyebelin, sukanya nyakitin hidup istri, hidup lagi di dunia ini! astaga, perasaan mama gak ngidam mandi di comberan deh dulu."
Ya Tuhan.. Sharen benar-benar dibuat tertawa dengan keras oleh mertuanya ini. aneh, sejak awal dia kenal mertuanya, tidak pernah sekalipun Maryam memuji Reno. Kalaupun memuji, akhirnya malah meledeknya habis-habisan seperti barusan.
Sharen benar-benar terhibur sekarang.
"Duh syukurlah mama bisa bikin kamu ketawa. Sekali lagi maaf ya, eh jadi gimana itu di rumah temen kamu. Siapa itu namanya?"
"Icha ma,"
"Ya, Icha.. jadi gimana dia tadi?"
Sharen diam sebentar, mengingat pertengkaran mereka sebelumnya. Tadi mungkin ia menangis, tapi entah mengapa sekarang saat ia hendak menceritakannya, ia benar-benar merasa bahwa suasana tadi sungguh menggelikan.
"Ya begitu lah ma, awalnya kita ribut-ribut. Sharen udah mau pergi tapi Reno lempar sharen ke kursi."
"Oh Astaga! Terus apa? Jangan bilang kalau dia paksa kamu buat―"
"Nggak ma!" Kilah Sharen. wajahnya memerah, ia tahu apa yang hendak di katakan oleh Maryam. Pasti tidak jauh dengan sesuatu yang membuatnya kelelahan.
"Kita cuman bicara aja kok ma, memang yang kita butuhkan juga kan bicara. Walopun sempet bersitegang tapi akhirnya kita mencoba saling mengerti kok ma.."
"Oh.. so sweet yah kalian.." Maryam menatapnya penuh kagum. Sharen terkikik.
"Yah, sekedar informasi aja sih ma. Tadi Reno sempet nangis!"
"APAA?"
"Ya, tadi Reno nangis ma.. hahaha. Mama tau gak,, dia jelek banget kalau nangis. Tadi sih Sharen sedih soalnya kebawa suasana. Sekarang kalo inget, kok konyol banget ya ma.."
"Oh astaga.. anak mamaa!! Ya ampun Sharen! harusnya kamu foto dia pas dia nangis, mama pasti langsung bikin pameran!"
"Pameran-pameran! Apaan sih ma.."
Oh tidak, objek pembicaraan mereka muncul di waktu yang tidak tepat. Sharen berdehem pelan, menormalkan mimik wajahnya lalu tersenyum pada Reno.
"Hai by!" Sapanya. Reno mendengus. Ia duduk dengan paksa di tengah Sharen dan Maryam, sengaja menjauhkan ibunya dan Sharen.
"Kamu jangan sering-sering deketan sama mama. Nanti ketularan." Gerutu Reno. Maryam mencibir ke arahnya.
"Enak aja bilang begitu sama mama sendiri! kamu tuh! Sekolah tinggi-tinggi tapi gak guna banget. Masa udah punya istri tapi apa-apa sendiri sih! Heran deh, kamu gak pernah nyeletuk tapi sekalinya nyeletuk langsung bikin orang sebel pengen rebus kamu. Ya ampun.. udah ah! Mama mau pergi dulu." Kemudian Maryam meninggalkan mereka bertiga dengan Sharen yang tertawa puas mendengar ucapan mertuanya.
"Ketawa aja terus sayang.." Sindir Reno. Sharen mencubit pipinya.
"Biarin, daripada aku nangis!" Ledeknya. Reno mendengus, dan Sharen kembali tertawa. Haru masih dalam pangkuannya, Sharen berdiri kemudian menggendong Haru dan meninggalkan Reno disana.
******
"Jadi pertengkaran kita sudah selesai?" Reno memeluk Sharen erat di atas tempat tidur. Sharen sedang memainkan ponselnya sebelum ia datang tapi tiba-tiba saja Reno menginterupsinya, memaksa sharen untuk berbaring lalu ia berbaring di sampingnya dan memenjarakan tubuh Sharen sehingga istrinya itu tidak bisa kemana-mana.
"Memangnya kamu mau ribut lagi?!" Ketus Sharen. reno menggelengkan kepalanya lalu mencium gemas pipi Sharen.
"Kita begini aja honey, mesra-mesraan kan lebih bermanfaat!"
"Bermanfaat buat kamu! Mesra-mesraan kita pasti berujung sama aku yang sakit badan karena ulah kamu Reno."
"Heissshh!!" Desis Reno. Ia menjawil hidung Sharen dengan gemas, "kan kamu yang selalu minta aku berbuat begitu. masa lupa, kalau udah mohon-mohon mau lanjut, atau gak mau berhenti? Itu siapa? Kan itu kamu―awww! Sakiit.." Reno meringis begitu Sharen memelintir bibirnya.
Bersama Reno membicarakan hal itu rasanya malu sekali untuk Sharen. apalagi Reno yang sepertinya selalu berapi-api saat menceritakannya. Apa dia tidak malu?
Reno mengecup kembali pipi Sharen. ia menjauhkan sedikit wajahnya dan menatap wajah cantik istrinya.
"Sekali lagi maaf ya, aku sempat janji kalau aku gak akan buat kamu kecewa tapi aku justru―" Ucapan Reno terhenti karena Sharen langsung memeluknya erat dan menenggelamkan kepalanya di dadanya.
"Aku mau tidur, capek. Nangis bikin ngantuk loh by.." Ucap Sharen. reno membalas pelukannya, merapatkan tubuh mereka dan mencium kepala Sharen.
"Tidurlah.." Gumamnya, dan Sharen benar-benar tertidur. Tidur siang menuju sore. Reno sengaja membiarkannya tertidur. Sharen memang butuh istirahat.
*****
Maryam sedang memasak untuk makan malam tepat ketika Reno keluar dari kamarnya. reno juga sempat tertidur sebentar, sebelum Mushkin menelponnya dan mengabarinya tentang rumahnya yang sedang di renovasi.
Mengambil kangkung yang masih berada di atas penggorengan, Reno memakannya dengan lahap. Maryam memukul lengannya pelan.
"Kebiasaan! Cemal cemil pake tangan. Emang yang makan kamu aja? Pake sendok!" Gerutu ibunya. Reno terkekeh.
"Iya mama sayang.." Gumamnya. Ia mengambil sendok dan kembali memakannya.
"Antara kamu dan Renita, kamu itu anak mama yang paling nyebelin. Waktu mama hamil, sampai empat bulan mama gak bisa makan, satu bulan mama bed rest, dan waktu lahiran pun kamu mulesnya ampuun Reno.. dua hari loh! mama hampir aja belek perut mama waktu mau lahirin kamu."
Maryam tiba-tiba saja berbicara mengenai kehamilan dan kelahiran, sepertinya Reno tahu arah pembicaraan ibunya. Baiklah, siraman rohani akan di mulai. Reno mengambil kembali kangkungnya sebagai pengganti dari pop corn.
"Tapi itu memang hal yang biasa di alami ibu hamil. Namanya juga berbagi kehidupan dan mempertaruhkan nyawa. Tapi semua kebayar kok Ren, mama yang cape banget waktu hamil kamu, semua kebayar waktu kamu brojol dan liat muka kamu, gendong kamu. Waktu pertama liat kamu, tangan-tangan kamu lentik, panjang, gerakkan kamu masih begitu lembut, ya ampun Reno.. itu semua benar-benar membuat mama takjub! Papa bahkan sampe nangis dan cium mama berkali-kali."
Reno diam, teringat ketika pertama kali melihat Haru lahir ke dunia ini, ia juga di hinggapi rasa yang sama. bahagia, takjub, dan sebuah perasaan seperti kau sedang menggenggam dunia di tanganmu. Indah sekali.
Tapi bayangan setelah itu muncul lagi, ketika Nova langsung memejamkan matanya dan dinyatakan koma oleh dokter yang menanganinya. Oh sial, kenapa ia ingat itu? Dengan cepat Reno menepis bayangan itu dari kepalanya.
"Mama ngerti kok, kamu pasti sangat takut kalau kejadian yang di alami Nova bisa kembali di alami oleh Sharen. tapi Reno, kematian bukanlah hal yang bisa kita duga."
Ya, benar sekali.
"Lagipula, gimana kalau misalkan kamu yang mati duluan! Emang kamu rela Sharen nikah lagi terus punya anak dari pria lain sementara dari kamu nggak!" Reno menatap tajam ibunya yang saat ini sedang menahan tawanya seraya menata meja makan. Astaga, ibunya ini hobi sekali membully nya!
"Sana, sekarang bawa Sharen kesini buat makan! Atau bawa ke ranjang gih, cepet bikin anak sebelum keduluan sama orang lain!"
"Aaa mamaaa !!!" Teriak Reno, Maryam tertawa dengan puas. terlebih ketika Reno melemparkan sendoknya dan menghentakkan kakinya menuju kamarnya. astaga,anak laki-lakinya sudah tua tapi masih sangat menggemaskan.
"Bikin anak itu apa oma?"
Maryam melirik ke sampingnya, Haru sedang menatapnya dengan polos untuk menanti jawaban dari mulutnya.
Oh tidak, Haru mendengar hal yang tidak seharusnya ia dengar lagi. Tsk!
*******
Reno menciumi wajah Sharen begitu sampai di kamar dan berbaring di sampingnya. Wajah Sharen yang tertidur selalu menjadi favoritnya, dan Reno sangat senang menciuminya sampai ia lelah. Apalagi kalau Sharen terbangun dan berciuman dengannya. Astaga, otaknya!
"Banguuun.." Reno berbisik lirih pada telinga Sharen, tunggu dulu! Ia membangunkan Sharen atau menggodanya sebenarnya?
"Sharen sayang.." Sekarang Reno malah memanggilnya dengan manja, oh terdengar menggelikan sekali!
"Baby..." Panggilnya lagi.
"Yantiiii~"
Dan ya! Sharen langsung membuka kedua matanya dan menatap Reno dengan kesal.
"Iiiihss! Kenapa panggilnya begitu?" Mengucek matanya, Sharen mengerucutkan bibirnya, memprotes Reno yang telah memanggilnya dengan panggilan yang tidak di sukainya. Reno tertawa, Sharen membuatnya gemas dan ingin menciumnya. Ya, dan sekarang ia sedang melakukannya. Mencium bibir Sharen yang beberapa detik lalu mengerucut.
"Udah kenyang tidurnya?" Tanya Reno. Sharen menatapnya penuh tanya. Tumben sekali Reno berkata seperti itu.
"Lumayan sih..badannya udah seger lagi." Jawabnya polos. Reno tersenyum, "Bagus, karena kita akan begadang."
APAA?!
"Begadang? Mau nonton sampe malem emang?" Sharen menelan ludahnya, mencoba mengalihkan pembicaraan mereka menuju hal lain yang ia harap bisa mengeluarkannya dari situasi seperti ini.
Tapi Reno justru memberinya jawaban dengan sebuah senyuman dan gelengan kepalanya. perlahan ia beringsut dan memposisikan dirinya menjadi di atas Sharen. oh astaga, jantung Sharen...
"By.." Sharen terbata-bata. Reno tersenyum, menatapnya dan mengusap kepalanya.
"Aku udah bilang belum kalau kamu cantik Sha?" Tanyanya. Sharen mengangguk.
"Aku udah bilang belum kalau aku bersyukur menikahi kamu."
Sharen mengangguk lagi.
"Kalau aku mencintai kamu?" Tanya Reno. Sharen tersenyum kemudian mengangkat kepalanya untuk mencium bibir Reno.
"Udah juga.. " Jawabnya polos. Reno tertawa, "Kalau gak bisa hidup tanpa kamu?" Tanyanya lagi. sharen mendengus kemudian menganggukkan kepalanya.
Pahanya sudah merasakan sesuatu yang keras disana, tapi Reno masih saja diam di atasnya tanpa melakukan apapun dan hanya bertanya ini dan itu yang membuat Sharen lama-lama menjadi kesal.
Dengan cepat, Sharen mengalungkan kedua tangannya pada leher Reno.
"Kamu lama!" Gerutunya, kemudian ia menarik tengkuk Reno untuk turun dan mencium bibirnya dengan lembut. reno tersenyum dalam ciumannya, ini ciuman pertama mereka yang di awali oleh Sharen yang bergerak lebih dulu.
Dengan semangat, Reno membalas ciuman istrinya dan melumatnya dengan lembut juga, tidak berangsur lama karena setelahnya Reno tidak dapat menahan dirinya untuk bertindak lebih liar lagi.
Ia sudah memiringkan kepalanya kesana kemari dan memasukkan tangannya ke dalam baju Sharen untuk menyentuh apa yang biasa di sentuhnya.
Sharen terkesiap, tapi kemudian dia mendorong tubuh Reno dan berusaha untuk menjauhkan tubuh mereka sehingga pertautan mereka terlepas.
Mata Reno sudah berkilat-kilat penuh dengan sesuatu yang harus segera di tuntaskan, nafasnya tersengal-sengal dan rambutnya sudah acak-acakkan karena remasan Sharen.
"Kenapa?" Tanya Reno, merasa tidak terima karena Sharen yang menghentikannya.
Sharen memejamkan matanya dan mengatur nafasnya perlahan. "aku.. Sebentar, maksud aku. Kita belum ngobrol.. kita, masalah kalau―"
Reno mengerutkan keningnya. "Masalah apa?"
"Itu―kalau, maksud aku―"
"Hm?"
"Maksud aku.. by, kita kan belum memikirkan jalan keluar. Misalnya untuk kontrasepsi atau program―"
"Hmm.. maksudnya gimana kalau aku hamil?" Tanya Sharen. reno tergelak, kemudian mengecup kening istrinya dengan lembut.
"Aku gak peduli." Jawab Reno sekenanya.
"Gak takut lagi?"
"Masih, tapi aku mencoba gak takut Sha. Lagipula gak ada salahnya kamu hamil."
APA?
Sharen menahan senyumnya. "Serius?"
"Iya. Daripada kamu keburu di hamilin yang lain juga kan! mendingan aku duluan." Ucap Reno, dan Sharen memukul dadanya dengan kencang.
"Sakit!" Ringisnya. Sharen tertawa kemudian mengecup bibir Reno berkali-kali.
"Makasih hubby sayang.." Ucapnya. reno tidak menjawabnya dan langsung meraup kembali bibir Sharen yang sudah berteriak memanggilnya sejak tadi.
Mereka kembali berciuman, dan Reno sepertinya selalu suka saat bibir mereka bertemu, karena selalu memberikan sebuah perasaan yang meluap-luap dalam dadanya.
Tangannya kembali berulah, menyentuh setiap bagian tubuh Sharen dan membuat istrinya terbuai dengan semua perlakuannya.
Baju Sharen sudah menghilang entah kemana karena ia buang ke sembarang arah, sementara ia masih berpakaian sangat lengkap, membuat Sharen memprotes keras padanya. Reno tertawa geli, kemudian dia membalikkan posisi sehingga membuat Sharen berada di atasnya.
Pipi Sharen merona dengan sangat merah. Keadaannya sekarang yang polos membuatnya benar-benar malu sekali.
Tapi sekalipun malu, tangannya bergerak untuk membuka semua kancing kemeja Reno dan melemparnya begitu ia melepas dan menggenggamnya.
Dan sharen tersenyum, begitu menatap celana Reno yang masih menempel utuh disana.
"Mau aku nyanyiin lagu gak by?" Tawarnya. Reno mengerutkan keningnya, di tengah sebuah pergolakan nafsunya? Bernyanyi?
Sharen meraih celananya, melepaskan ikat pinggangnya kemudian memegang bagian kancingnya. "Open banana.. open banana!" Sharen bernyanyi seraya membukanya kemudian Reno tertawa dengan sangat keras dan langsung membalikkan kembali posisinya dengan Sharen yang kini berada di bawahnya lagi.
Mereka berdua tenggelam dalam buaian masing-masing. Menghapus seluruh permasalahan yang menyelimuti mereka, menyatukan kembali perasaan dahsyat dalam hati mereka dan melupakan makan malam yang akan mereka lakukan. Reno bahkan sudah lupa untuk mengajak Sharen makan malam.
Dan mereka berakhir dengan saling terengah-engah tepat hampir tengah malam. Reno menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.
"Aku ngantuk.." Ucapnya, sharen tertawa.
"aku nggak!" Jawabnya dengan riang. Tentu saja dia tidak mengantuk karena dia sudah tidur sangat lama sebelumnya. Sementara Reno hanya tidur sebentar.
"Aku tadi sebenernya disuruh mama buat manggil kamu untuk makan malam."
"Iya, tapi ini bapak satu malah makan aku! Huh nyebelin, udah kenyang sekarang?"
"Nggak, gak pernah kenyang kalau makan kamu sayang, gak abis-abis soalnya!"
"Dasar! Emang kamu rela kalau aku abis? Aku abis berarti aku―"
CHUP!
Dengan cepat Reno mencium bibirnya untuk menghentikan ucapannya.
"Kita tidur aja, aku capek.." Gumamnya. Sharen menggeleng. "Tapi aku laper by.."
"Apa?"
"Aku laper, badan aku lemes. Dan aku laper.. mau makan." Sharen memasang ekspresi yang sangat menggemaskan, Reno sedikit heran sebelumnya, tumben sekali Sharen bersikap seperti ini.
"Oke kalau gitu kita makan dulu, pake baju kamu." Reno sudah beranjak lebih dulu, ia memungut semua bajunya yang berceceran dan memakainya dengan cepat. Ia juga membantu sharen untuk mengumpulkan bajunya dan menyerahkannya setelah lengkap.
Tapi Sharen menolaknya, ia malah menggelengkan kepalanya dan semakin menenggelamkan dirinya di dalam selimut.
"Katanya mau makan.." Reno duduk di samping tempat tidur, membelai lembut wajah istrinya yang lagi-lagi kelelahan karenanya.
"Emang mau makan by, laper."
"Terus? Kok gak mau pake baju? Kamu mau keluar sambil telanjang? Terus mama ledekkin kita habis-habisan?" Sahutnya. Sharen tertawa.
"Aku males, capek.. kamu ambilin aja ya?"
"Apa?"
"Ambilin makannya kesini, kita makan disini aja. Tapi kamu ambil satu piring aja, suapin aku. Yah by?"
Oh astaga, apa yang terjadi dengan Sharen sekarang ini Tuhan? Kenapa sangat manja dan menggemaskan kembali, membuat Reno gemas dan terus menerus tertawa.
"Oke, aku ambil makan. Kamu tunggu disini ya?" Sharen menganggukkan kepalanya. mengecup kembali bibir Sharen, Reno akhirnya beranjak dari kamarnya menuju dapur.
Sepanjang langkahnya, ia terus menerus memikirkan Sharen yang tiba-tiba saja bersikap manja padanya. Biasanya ia mendengar kalau istri bersikap manja dari biasanya, itu bawaan bayi dalam kandungannya, dalam artian kalau istrinya itu sedang hamil. Hamil? Mereka baru membuatnya barusan memang bisa langsung hamil? Dasar bodoh! Reno menertawakan dirinya sendiri.
Itu mungkin memang sifat Sharen yang baru bisa ia tunjukkan pada Reno sekarang. yah, dan Reno menyambutnya dengan senang hati.
Setelah mendapatkan apa yang di butuhkannya, Reno berjalan kembali ke arah kamarnya. sebelumnya ia menengok sebenrat ke kamar ibunya untuk melihat Haru, dan anaknya sedang tidur dengan sangat lelap di tengah-tengah orangtuanya. Oh mama, maafkan anakmu ini! batin Reno.
"Makanan datang baby.." Ucapnya pada Sharen. ketika dia masuk dan berdiri di samping tempat tidur, Sharen sudah tertidur dengan sangat pulas.
"Lagi-lagi, udah ambil jam tidur kamu. Sekarang aku ambil jam makan kamu Sha.." Gumamnya.
Reno mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Sharen dan merapatkan kembali selimutnya.
"Good night.." Gumamnya.
Dan pada akhirnya, Reno memakan makanannya sendiri di tengah malam. Oh, dia benci itu.
********
"Wa.. wawaaaa..wawaaaa.. wawaaaa! WAWAWAWAAA!!"
Suara di TV membuat Haru tertawa dengan keras, subuh ia sudah terbangun dan di jam seperti ini ia sudah menonton acara TV. Maryam sedang sibuk di halaman belakang bersama para kucingnya, membiarkan Haru menonton TV seorang diri. Memang kebiasaannya selalu begitu juga kalau di rumah, Haru selalu menonton TV sendiri sampai ibunya atau ayahnya bangun, kalau ia yang terbangun lebih dulu.
"Wawawi wawawi.. wawawi wawawa..wawawi wawawi.. wawawawawaaa!!" haru mengangkat kedua tangannya ke atas, bersorak mengikuti suara yang berasal dari TV.
"Eh, Haru sudah bangun?" Sharen mengikat rambut panjangnya dan duduk di samping Haru.
"Sudah mama! Papa mana?"
"Papa masih tidur, Haru mau bangunin papa?"
"MAUUUUU!!!!"
"Okay sayang, sekarang.. ayo kita bangunin papa!"
Sharen menggendong Haru dan berjalan menuju kamarnya. ia meletakkan Haru di atas perut Reno dan ia sendiri sibuk menyiapkan pakaian juga air hangat untuk Reno.
"Papaaa! Bangun!" Haru memukul keras dada Reno.
"PAPA!"
"PAPA RENOOO.."
"PAPAAAA.. masa papa gak bangun-bangun!" Haru mengerucutkan bibirnya ketika Reno tidak juga bangun bahkan terusik dari tidurnya. Ia berdiri, melangkahi tubuh Reno lalu berjongkok di samping kepala Reno.
Ada sebuah denyutan di mata Reno, menandakan bahwa ia sudah bangun dan sedang pura-pura untuk tertidur!
Haru mencondongkan tubuhnya, mendekatkan kepalanya pada telinga Reno kemudian berteriak, "WAWAWAWAAAA!!!!" dan Reno langsung membuka kedua matanya dengan sangat lebar, "Yeeeee papa bangun jugaaa!" Haru justru malah berjerit-jerit karena senang, berbeda dengan Reno yang kini bangkit lalu mendudukkan Haru di pangkuannya dan menatapnya dengan tatapan tajamnya.
"Haru barusan bangunin papa pake apa? Apa itu? Lagu Hi-5 yang baru? Aneh banget!"
"Bukan papa, itu lagu di kartun. WAWAWAWAAAA!!!" Haru malah menyanyikannya lagi, tidak. Ia tidak bernyanyi tapi ia berteriak dengan ekspresi wajah yang sangat menggelikan. Oh astaga, suara aneh yang berasal darimana itu? Kartun kata Haru? baiklah Reno harus melihat kartun macam apa itu!
*******
SATU MINGGU KEMUDIAN..
Renovasi rumah Reno sudah selesai, waktu tiga hari benar-benar bisa di penuhi oleh para tukangnya. Tetapi karena kesibukan Reno, mereka baru bisa kembali ke rumah mereka tadi siang dan sekarang sama-sama menatap ke arah kamar yang saat ini masih kosong. Mereka terlihat sedang menimang, tempat yang baik untuk menempatkan barang ini dan itu. Masih ada beberapa tukang yang berada disana untuk mengangkat semua barang-barang ke dalam kamar Haru,dan menjelang sore. Akhirnya kamar milik Haru sudah benar-benar tertata dengan baik, kamar princess kecil Reno.
Nuansa yang berwarna biru dan pink, dengan tembok yang ditempel oleh wallpaper Frozen dan atapnya yang sengaja diberikan stiker bintang, kamar Haru benar-benar sempurna! Dan Reno tertawa dengan sangat puas melihatnya.
"Akhirnya, Haru punya kamar.." Gumam Reno. Sharen menganggukkan kepalanya.
"Iya, dan akhirnya setelah menjadi gembel yang gk bisa bikin kamar, lo menunjukkan kekayaan lo dengan maksa gue benerin semua selama tiga hari!"
Reno dan Sharen menolehkan kepalanya begitu mendengar suara yang selalu menginterupsi mereka. Mushkin disana, sedang memakan lolipop seraya menggendong Haru. oh Haru, seingat Reno anaknya sedang bermain di rumah Jino. Dan Mushkin, kehadirannya selalu saja tidak pernah di duga.
"Lama-lama lo kayak setan Mus! Gak di duga banget kedatangannya!" Gerutu Reno. Mushkin hanya mengangkat bahunya. Ia melepaskan lolipop yang di makannya lalu memasukkannya pada mulut Haru.
"Makasih om Mus!" Pekik Harru yang senang karena mendapatkan sebuah lolipop, sementara Reno menatapnya dengan.. err, jijik?
"Bekas lo? Dikasih ke anak gue? Lo mau bikin anak gue rabies Mus!"
"Astaga, pak boss! Itu bibir tajem amat. Gak malu sama bini lu? Enak aja bilang gue rabies, kalo gue rabies pun lo yang pertama kali gue gigit biar langsung ketularran!!"
"Rabies itu apa papa?"
Oh tidak,Reno berbicara yang tidak-tidak bukan pada saatnya. Perutnya mendapat sikutan keras dari Sharen, "Giliran mama sama Mushkin aja kamu bentak-bentak gak bolehin ketemu Haru karena mereka ajarin kata-kata aneh. Lah sendirinya?!"
Kemudian Sharen meraih Haru kedalam pangkuannya, melepas lolipop Haru dengan paksa dan menjejalkannya ke dalam mulut Reno, mata Reno terbelalak sempurna. Demi Tuhan! Ia tidak suka ini!!!!
********
"Jadi alasannya sekonyol itu?" Icha berteriak tidak percaya di sebrang sana. saat ini Sharen tengah berada di kamarnya dengan Haru yang sedang menonton kartun favoritnya. Sudah satu minggu mereka tidak mengobrol banyak karena Icha yang sangat sibuk dengan kegiatannya.
"Yah konyol sih memang, tapi kalau jadi dia juga gue bakalan begitu Cha."
"Jadi lo maafin dia?"
"Yah, gue sendiri gak tahu. cuman sih kita sekarang udah seperti biasa lagi."
"Tanpa ada kesepakatan?"
"Nggak, belum. Tapi kemarin Reno udah bilang katanya gak apa-apa kalau gue hamil."
"Dan lo percaya?"
"Yah, lo kayak gak tahu gue aja Cha."
"Oke baiklah, kalau begitu gue menyimpulkan bahwa lo! Masih ngenes sama suami lo,"
"Yah.. udah sakit hati sih Cha, senggaknya gue harus balas dendam kan!"
"Haha dasar gila lo! Eh ya, sampein ucapan terimakasih gue sama suami lo ya, hebat dia jejelin gue makanan sampe satu juta."
"Hah? Maksud lo?"
"Nanti lo tanya aja sendiri ya? gue mau pergi dulu. Bye!"
Kemudian sambungan mereka terputus.
Suara pintu yang terbuka membuat Sharen menolehkan kepalanya, Reno masuk ke dalam dan duduk di sampingnya.
"Mushkin udah pulang?" Tanyanya. Reno mengangguk.
"Minggu depan,atau mungkin dua minggu lagi kita ke pangandaran ya Sha? Peresmian hotel yang baru."
"Bertiga?"
"Hmm.. nggak. Kita ajak semua keluarga, Adnan sama mama kamu kasih tahu ya. oh dan temen kamu juga, boleh kamu ajak."
"Oke by.."
Kemudian mereka sama-sama terdiam. Hanya suara Haru yang sedang bernyanyi dengan kencang yang menjadi pemecah sunyi diantara mereka.
"Eh by, Icha bilang tadi terimakasih buat makanannya. Kamu traktir dia? Kapan?"
Kening Reno berkerut begitu mendengarnya. Traktir? Ia tidak pernah merasa.. oh! Ia ingat!
"Iya Sha, yang waktu kita berantem! Icha nerima telpon kan?" Tanya Reno, Sharen mengangguk untuk mengiyakan.
"Nah, aku suruh Mushkin untuk telpon dia dan ajak dia makan. Tapi Mushkin bilang ada urusan jadi dia bayarin makan aja. Jadinya temen kamu makan sendiri."
"Oh begitu.."
Dan mereka diam lagi. sharen sebenarnya ingin mengatakan sesuatu. Tapi, entahlah ia terlihat sangat ragu.
Suara Haru masih tetap menjadi yang paling kencang diantara mereka. Anak itu masih bernyanyi mengikuti lagu yang berada di TV.
"Hmm.. by.." Sharen memposisikan dirinya untuk menghadap Reno, menatap tepat di kedua matanya.
"Ya? kenapa sayang?"
"Kita belum bicara soal kontrasepsi lagi."
"Bisa bicara yang lain aja? Aku gak mau ribut Sha." Mohon Reno. Sharen menggelengkan kepalanya.
"menurut aku, bagaimana kalau misalnya kita ke dokter dulu? Aku tahu kok, kamu masih belum setuju aku hamil kan?"
Reno diam.
"Dan kita sama sekali tidak memakai kontrasepsi apapun by.."
Reno masih diam.
"Aku mau tetep hamil, tapi aku rasa untuk jalan keluar setidaknya untuk saat ini, kita tunda dulu saja."
"Maksud kamu?"
"Gak apa-apa, aku mau kok kita pake kontrasepsi. Tapi aku hanya menundanya by, sampai mungkin kamu siap."
Reno menjambak rambutnya.
"Kalau aku tidak siap?"
"Maka aku akan menunggu sampai kamu siap.." Yakin Sharen. reno diam kembali, menatap Sharen yang begitu menginginkan anak dan dia tidak, maksudnya belum.
Astaga, kenapa malah membicarakan ini lagi sih?!
"Reno.." Sharen meraih tangannya dan menggenggamnya.
"Aku sudah tidak peduli Sha dengan kontrasepsi itu, kalau kamu hamil pun sudah tidak apa-apa." Kilahnya. Sharen menggeleng.
"Aku tahu kamu belum siap.."
Tentu saja benar, mencoba siap pun Reno memang sebenarnya belum siap. Ia mengatakan itu hanya karena takut Sharen akan berpisah dengannya dan memiliki anak dari pria lain. Alasan yang semakin konyol!
"Jadi mau kamu apa Sha? Kamu bukannya mau hamil?"
"Aku memang mau hamil, tapi aku bisa bersabar. Aku bisa menunggu, sementara aku yakinin kamu kalau aku baik-baik saja, aku bisa menundanya Reno."
Menundanya, sampai ia siap. Tawaran yang cukup menggiurkan untuk Reno. Dan jalan keluar yang tepat juga sepertinya untuk mereka berdua.
Sharen bisa tetap hamil dan Reno bisa menyesuaikan dirinya. tawaran yang sangat menguntungkan untuk mereka. Reno berpikir dengan keras, menimang-nimang dan mencoba untuk memutuskan.
"By.."
"Oke, besok kita ke dokter kandungan." Putus Reno kemudian. Sharen tersenyum dan langsung memeluknya dengan erat.
******
Keesokan harinya mereka benar-benar ke dokter kandungan! Haru di ajak main oleh Adnan bersama Icha, sehingga mereka bisa pergi leluasa berdua ke rumah sakit ini.
Reno sedang mengisi formulir pendaftaran untuk Sharen sementara istrinya menunggu dengan sabar pada kursi yang berjejer di ruang tunggu rumah sakit.
Pemandangan di sekitarnya tidak jauh dari pemandangan ibu hamil dan suami yang sedia mengantar mereka, Sharen sempat tersenyum.. memikirkan ketika dia yang sedang hamil dan Reno yang akan mengantarnya kemana saja, sepertinya sangat membahagiakan.
Oh tapi tunggu dulu, ia haarus menunda keinginannya untuk waktu yang lama. Karena ketakutan suaminya yang terlalu konyol menurut sebagian orang. Tapi ia bisa apa? Ia mencintai suaminya.
"Nomor antrian kita 4 Sha, beruntung tadi telpon dulu kesini." Ucap Reno begitu ia sudah kembali duduk di samping Sharen.
Sharen tidak menjawab, ia masih senang memperhatikan sekitarnya. Karena penasaran, Reno pun mengikuti arah tatapan istrinya yang ternyata tertuju pada ibu-ibu hamil dan beberapa yang membawa bayinya.
Reno mencelos, Sharen memang benar-benar menginginkannya. Lalu apalagi? Ia tinggal memberikannya bukan?
Tapi Reno butuh waktu!
Ya, dan dengan hebatnya istrimu memberikanmu waktu.
Oh sialan, Reno benci itu.
Sekarang apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus tetap berada disini dan menunggu gilirannya? Atau haruskah ia membawa Sharen pulang dan langsung menghamilinya? Ide gila!
"Nomor empat!" Dan Tuhan memberikan jawaban tanpa ia minta, mereka sudah dipanggil ke dalam. Astaga, kenapa cepat sekali!
"Ayo by!" Sharen yang berdiri lebih dulu, dan menarik tangan Reno.
Begitu sampai di dalam, dokter bernama Ineu menyambut mereka berdua. Bertanya mengenai apa yang Sharen dan Reno akan konsultasikan, Reno diam, tapi Sharen menjelaskan semuanya. Mengatakan pada dokternya kalau ia dan Reno ingin mencoba untuk memakai kontrasepsi yang cocok untuknya.
"Kalau begitu mari, saya periksa dulu." Ucap Dokternya. Sharen tersenyum, bangkit dari duduknya dan berbaring di ranjang yang sudah berada disana.
Deringan ponsel Reno berbunyi di saat yang tidak tepat, membuat Reno mau tidak mau meminta maaf pada Sharen dan keluar dari ruangan dokter untuk mengangkatnya.
Sangat lama sekali Reno keluar dari ruangan, sampai Sharen selesai di periksa, baru Reno kembali masuk.
"Maaf sayang, mendadak semua orang nelpon aku." Reno berbisik pada Sharen yang sudah kembali duduk, istrinya hanya menganggukkan kepalanya. kemudian mereka berdua menatap dokter secara bersamaan.
"Begini, pak.. bu.. kalau menurut saya,"
"Ya dok?"
"Maaf, tetapi menurut saya akan lebih baik kalau ibu dan bapak tidak memakai kontrasepsi apapun."
"Kenapa dok?"
"Karena kemungkinan Ibu Sharen untuk hamil sangatlah sedikit."
APA?!
Reno membelalakkan matanya, ia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan oleh dokter di hadapannya.
Sharen hanya diam, kemudian berpamitan pada dokter dan langsung keluar dari ruangannya. Reno langsung mengejarnya.
"Sha.."
Sharen menepisnya, kemudian tersenyum.
"Wah, hebat ya by.. kita gak usah pasang KB atau segala macem. Akunya juga gak bisa hamil."
"Sharen.."
"Kamu juga, kenapa kamu takut duluan aku hamil kemarin? Kenyataannya kan.. aku gak bisa."
Dan tanpa bisa Reno cegah, Sharen sudah lebih dulu pergi dan berlari darinya.
TBC
percayalah, aku tidak ingin menjadikan cerita ini semacam sinetron. ini buat seneng-seneng aja ders :*
Hahaha XD ini mau lanjut lagi tapi udah ah, udah mentok akunya. Besok lagi aja XD
Ini gak sedih-sedihan ya..
Absurd kan punya aku inih, udah ada open banana.. eeeh ada si wawawiwawawa XD sumpah yg suka teriak WAWAWAWAAA! Itu mah aku, bukan si haru hahahaha
Ya aku gamau banyak bicara, hanya selalu terimakasih aja buat semuanya ya.. aku bener bener sayang kalian.. :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro