Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 19 | SORRY


Reno diam termenung diatas ranjang seraya memijat pelipisnya. Sharen mengunci dirinya di ruangan itu sekalipun Reno berteriak-teriak memanggil namanya. Haru masih tertidur dengan pulas, ketika ia masuk anaknya sangat damai dalam tidurnya. Reno sempat memperhatikan seluruh tubuh Haru tetapi tidak ada luka sedikit pun di tubuhnya, berbeda dengan Sharen yang sampai mengucurkan darah pada keningnya. Reno khawatir, sangat khawatir dan ia takut sesuatu terjadi pada Sharen, tetapi istrinya itu sudah mengunci pintunya begitu cepat, membuatnya tidak bisa melakukan apa-apa.

Selain terdiam merenungi kesalahannya.

Menyesali ucapannya.

Dan merutuki seluruh perbuatannya.

Maryam masuk dengan tergesa-gesa ke dalam kamar, menatapi Reno dengan keningnya yang mengkerut.

"Kamu udah pulang?" Tanya Maryam. Reno hanya menganggukkan kepalanya.

"Mana Sharen?" Maryam menelusuri setiap sudut kamar Reno, mencari-cari kehadiran Sharen tetapi tak ia dapatkan. Dimana menantunya yang sedang terluka parah?

"Sharen di kamar sebelah." Reno menjawabnya dengan sekilas.

"Barusan mama kesana, tapi dikunci!"

"Justru itu mama! Sharen masuk kesana dan dia mengunci pintunya! Reno juga gak bisa masuk." Reno menjambak rambutnya kasar, ekspresinya terlihat begitu frustasi sehingga membuat Maryam menatapnya penuh selidik.

"Adzanul Ilham! Jangan bilang kamu marahin Sharen?" Tanya Maryam perlahan. Reno semakin kencang menjambak rambutnya.

"Reno memang marahin Sharen ma, Reno bahkan membentak dia. Sharen sampai menangis, tapi Reno tetap membentaknya."

"APAAA?!!!" ada sebuah rasa bersalah yang berkumpul pada diri Reno begitu ibunya berteriak tak percaya atas apa yang dilakukannya pada Sharen.

"Ya ampun Reno, yang harus kamu marahin itu bukan Sharen! Tapi supir Truk itu!" Reno mendongakkan kepalanya, supir truk?

"Supir Truk ceroboh itu, yang harusnya kamu marahi. Dia penyebab semuanya."

"Tadi mama suruh Sharen untuk ke pos satpam kasih jatah bulanan, kata Adnan Haru keukeuh nangis mau ikut sama Sharen padahal Sharen udah larang, dia tahu kamu gak ijinin dia bawa Haru naik motor. Makannya dia gak mau ajak Haru, tapi gimana lagi. anaknya sudah nangis-nangis."

Reno terdiam sejenak mendengar penjelasan dari ibunya. Ya, kalau Haru sudah menangis. Siapapun pasti akan membawanya, apalagi Sharen.

"Perginya baik-baik aja kok Ren, pulangnya juga. Mereka jatoh di depan rumah banget. Ada truk yang parkir di depan, Sharen maju tiba-tiba pintu truk nya terbuka. Kata yang liat sih Sharen langsung lepas stang motornya dan langsung meluk Haru. kepalanya terbentur pintu truk dan tubuhnya terlempar jauh. Mama udah mau bawa dia ke rumah sakit, tapi dia panik dan bilang mau nunggu kamu dulu."

Dada Reno rasanya seperti diserang berjuta-juta tombak tajam dengan begitu keras. Sakit sekali, sakit mendengar penjelasan dari ibunya yang justru berbanding terbalik dengan apa yang dia tuduhkan pada Sharen.

Dia sudah membentak Sharen, menuduh Sharen karena istrinya tak bisa mengurus Haru dengan benar, padahal justru istrinya melawan bahaya demi melindungi anaknya. Lukanya harus ditangani dengan cepat, tetapi istrinya bersikeras untuk menunggunya pulang dan begitu pulang, ia malah meludahi istrinya? Bagus Reno, kau seperti bukan manusia saja.

Kalau terjadi sesuatu dan kau kehilangan istrimu lagi, memangnya kau mau?

Reno menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengusir pikirannya mengenai hal itu. Tidak, dia tidak akan pernah mau mengalaminya lagi. semua hal itu sangat menyeramkan, tidak. Ia tidak mau, ia sudah begitu nyaman hidup bersama Sharen dan ia tidak mau kalau ia harus kembali hidup sendiri lagi. kali ini ia tidak yakin kalau ia bisa menghadapinya.

"Ini pertama kalinya mama kecewa sama kamu Reno, setelah dua bulan gak pulang, bukannya baik-baikin istri, malah bentak-bentak dia. Kamu gak tahu apa yang sudah Sharen lakukan untuk kamu. Dewasalah nak, kamu sudah menjadi ayah. Dan mama rasa, kamu menikahi Sharen bukan untuk membuatnya menjadi pembantumu dan pengasuh anakmu." Maryam berbicara dengan lembut tetapi sorot matanya begitu tajam. Reno terdiam, memikirkan apa yang di ucapkan oleh ibunya. sharen menyinggung-nyinggung masalah alasannya menikahinya, ini mungkin ada kaitannya dengan Reno yang tidak pulang selama dua bulan ini. benar, selama menikah Reno malah menjadikannya seperti pegawainya. Ya Tuhan Sharen..

"Mama mau pulang, ini sudah jadi masalah kamu dan selesaikan sendiri. Baik-baik sama istri kamu, kalau ada yang merebutnya dari kamu, baru tau rasa!"

Maryam menyerahkan kantung kresek berisi obat yang dibelinya di apotek untuk mengobati luka Sharen. Reno menerimanya dengan pikiran kosong.

Matanya melirik ke arah Haru yang tertidur dengan pulas. Kemudian bergantian ke arah ibunya yang sedang bersiap-siap untuk pulang.

Masalahnya dengan Sharen adalah sebuah kesalahpahaman, dan mereka berdua harus berbicara, tetapi tentu saja tanpa ada Haru.

Dengan cepat, Reno meraih tubuh Haru dan menggendongnya kemudian membawanya keluar.

"Untuk sementara, Haru sama mama dulu. Reno perlu waktu untuk menyelesaikan semuanya dengan Sharen." Ucapnya begitu saja. Maryam tersenyum di sela kekesalannya, kemudian ia meraih tas Haru dan mengemas beberapa pakaian cucunya.


****


Sepeninggalnya Maryam dan Haru, Reno masuk ke dalam kamarnya, membuka laci mejanya dan mencari-cari kunci serep yang dia simpan untuk berjaga-jaga.

"Niatmu menikahiku, apa?"

Pertanyaan Sharen tadi tiba-tiba saja kembali terngiang dalam benaknya, mengganggunya yang sedang mencari kunci dan membuatnya tersenyum dengan miris karena telah menjadi lelaki yang begitu pengecut! Niatnya? Niatnya menikah dengan Sharen? Apalagi? Apalagi yang bisa menyatukan kedua manusia selain satu hal yang selalu di bicarakan oleh orang lain.

"Sejak awal, kamu menikahiku juga demi Haru, meminta untuk menjadi ibu Haru. kamu gak pernah memintaku untuk menjadi wanita dalam hidupmu. Oke.. aku cukup tau diri."

Tidak, bukan seperti itu kenyataannya. Itu hanyalah dugaan Sharen, dia tidak seperti itu. Reno tidak begitu. Reno hanya menegaskan padanya bahwa ia ingin Sharen menerimanya bersama Haru. ia hanya takut Sharen tidak bersedia hidup dengannya yang sudah memiliki Haru dalam hidupnya. itulah kenapa ia terus menerus menanyakan hal itu pada Sharen. Tidak ada maksud lain. Tetapi Sharen justru malah merasa seperti itu. Astaga Reno.. apa yang sudah kau lakukan padanya!

"Aku merasa seperti seseorang yang bekerja untukmu, kamu memperlakukanku sama dengan kamu memperlakukan karyawanmu. Dan yah, bedanya aku mempunyai status. Sebagai istri kamu."

Sebenarnya Reno ingin berteriak ketika mendengar Sharen mengucapkan hal itu. Sungguh, bukan begitu. ia sudah benar-benar menganggap bahwa Sharen adalah istrinya, wanita dalam hidupnya, dan ibu dari anaknya. Dia tidak pernah menyamakan Sharen dengan pegawainya karena Sharen itu istrinya, orang spesial dan istimewa untuknya, seseorang yang di nikahinya dengan sebuah perasaan di dalam hatinya. perasaan tulus yang menghangatkan hatinya, yang pertama kali dirasakannya selama hidupnya.

Oh tetapi kata-kata itu hanya bisa ia suarakan dalam hatinya. hanya bisa tertahan ditenggorokannya, tanpa bisa ia ucapkan dan perdengarkan pada istrinya. Mati saja kau Reno!

"Seharusnya sebelum marah-marah padaku, kamu memastikan dulu kondisi Haru. tidak perlu memperhatikan kondisiku, aku cukup tahu diri dan tidak akan pernah berharap banyak. Aku ibu Haru kan? maka aku akan menempatkan diriku sebaik-baiknya sebagai ibu Haru."

Demi Tuhan, kalimat itulah yang begitu merobek dadanya dan mengiris hatinya dengan pilu. Sharen begitu terluka karenanya, dan ia terjebak oleh perasaannya sendiri. Kalau saja, kalau saja ia tidak egois mementingkan dirinya yang selalu tak bisa menahan diri begitu di dekat Sharen, mungkin Sharen tidak akan marah dan tersakiti olehnya.

Seharusnya ia mencobanya, tidak. Seharusnya ia bertanya pada Sharen terlebih dahulu, atau bahkan seharusnya ia membuat Sharen mengerti akan semuanya, mereka harus berkomunikasi dengan baik agar bisa hidup dengan nyaman bersama-sama. tapi kenyataannya, Reno malah bersikap begitu kekanakkan dengan menghindari Sharen dan pergi jauh-jauh dari jangkauannya. Pengecut. Pecundang. Brengsek.

Jaraknya yang begitu jauh dari Sharen malah membuat dirinya semakin kacau, merindukan masakan Sharen, canda tawa Sharen, baju yang di siapkan oleh Sharen, dan semua hal yang berasal dari Sharen dan berada dalam diri Sharen. Ia merindukannya, ia merindukan semuanya hingga nyaris gila. Hingga mengabaikan logikanya. Tetapi emosinya malah seperti anak SMA yang masih sangat labil, begitu meluap-luap ketika mendengar Sharen berkata bahwa Haru terjatuh bersamanya.

Perasaanya yang sudah bercampur aduk semakin ditambah oleh rasa marahnya karena Haru nya dalam bahaya. Ia memaki, membentak, tanpa tahu keadaan yang sesungguhnya.

Tanpa tahu situasi yang sebenarnya.

Ucapan rindu dan khawatir juga kesal karena menahan sesuatu dalam dirinya membuatnya menjadi monster yang menyerang seseorang yang justru tak pernah ingin di serangnya. Dia sungguh gila. Kejam. Tega. Mengenaskan.

Kunci yang ia cari akhirnya ditemukan. Reno mengambilnya dan dengan segera beranjak untuk membuka pintu yang dikunci oleh Sharen. Ia berjalan cepat, menyampingkan seluruh pikiran-pikiran yang mengganggunya dan berusaha fokus untuk membuka kunci pintu kamar Haru, calon kamar Haru tepatnya.

Suara kunci terbuka tertangkap oleh telinganya, beruntung sekali karena Sharen di dalam mencabut kuncinya sehingga Reno bisa membuka pintu kamar itu tanpa harus mendobraknya.

Begitu pintu dibuka, tatapan Reno langsung tertuju pada Sharen. Gadis itu sedang meringkuk di atas matras dengan tangannya yang meremas kencang perutnya. Tunggu.. wajah Sharen begitu pucat dan matanya juga terpejam erat menahan sakit. Apa? Sakit?

Dengan cepat Reno berlari dan berjongkok di hadapan Sharen, ia menatap Sharen dengan khawatir.

"Sha, kamu gak apa-apa?" Wajah Sharen terangkat, dia menatap Reno tapi kemudian air matanya turun membasahi pipinya.

"Sakiiitt.."Rintihnya. reno panik, ia menatap Sharen kembali dan istrinya sedang menahan rasa sakit yang begitu dahsyat. Dia kenapa? Apa karena insiden jatuhnya dari motor tadi? Kalau ia, Reno akan membenturkan kepalanya dengan kencang pada tembok karena sudah memarahi Sharen dan membiarkannya kesakitan seperti ini.

Perlahan, Reno menyentuh Sharen dan hendak menggendongnya, tapi suara ringisan Sharen menghentikannya. Ia menatap Sharen cemas. "Kenapa?" Tanyanya. Sharen menggeleng lemah.

"Seluruh tubuh aku sakit, pelan-pelan." Jawab Sharen lemah. Seluruh tubuhnya sakit? Astaga, Reno benar-benar harus membenturkan kepalanya.

Dengan hati-hati, Reno meraih tubuh Sharen, mengangkatnya dengan perlahan―seolah-olah ia membawa barang mewah pecah belah. Sharen mengalungkan kedua tangannya di leher Reno, berpegangan pada Reno begitu suaminya mengangkatnya.

Dalam hati ia menangis, menangis sangat pilu karena keadaannya sekarang. Hello, ia sedang marah pada Reno, luka yang di torehkan Reno begitu sakit tetapi justru sekarang ia malah tak berdaya dan menyambut uluran tangan Reno untuk membantunya.

Tapi ia butuh, sungguh. Rasa sakit di seluruh tubuhnya membuatnya sangat membutuhkan bantuan Reno. Biar, biarlah untuk sesaat ia tekan dulu seluruh kesakitannya, saat ini ia memang sangat membutuhkan Reno.

Sampai di kamar, Reno menidurkan Sharen dengan perlahan, tangannya sedikit menekan punggungnya dan membuat Sharen merintih.

"Kenapa? Sakit juga?" Tanya Reno. Sharen kembali mengangguk.

Sewaktu Reno hendak menggendongnya, tangan Sharen sakit, kemudian sekarang punggungnya yang sakit. Astaga, sebenarnya bagian tubuh mana saja yang sakit? Oh Reno, apa kau lupa? Tadi Sharen mengatakan keseluruhan! Dan itu berarti semua, kepala sampai kaki, termasuk di dalamnya. Hatinya.

Tangan Sharen bergerak melepas kerudungnya dan menampakan rambutnya yang sudah berantakan dengan sebuah luka pada jidatnya yang lumayan besar. Reno meringis perih dalam hatinya, merasa bersalah dan juga ketakutan karena Sharen benar-benar terluka. Sementara Haru, astaga.. Haru bahkan tidak apa-apa. Anaknya masih bisa tidur dengan sangat nyenyak! Berbeda dengan istrinya yang disentuh sedikit saja langsung meringis kesakitan. DAN KAU MALAH MEMBENTAKNYA RENOO!! Dasar suami tidak tahu diuntung!

Dengan cepat, Reno masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil kotak p3k yang ia simpan disana. begitu kembali ke kamar, ia duduk di samping Sharen yang berbaring dan mulai mengobatinya.

"Sshh.. aww.. sakiit.." Sharen menyingkirkan kepalanya, menjauhi tangan Reno yang memegang kapas beralkohol untuk membersihkan lukanya.

"Tahan sebentar. Aku coba pelan-pelan." Reno menatapnya dengan lembut, membuat Sharen kembali pada posisinya dan kapas tersebut menempel tepat di atas lukanya. Tangan Sharen meremas kencang lengan kemeja Reno, bibirnya juga terus menerus merintih karena kesakitan. Lukanya cukup besar, dan cukup dalam. Hal yang benar-benar di sesali Reno karena ia tidak bersikeras untuk mengobati luka Sharen begitu melihat kening istrinya bercucuran darah. Sial, Reno benar-benar bukan manusia.

"Tahan Sha.. astaga, beruntung gak dalem banget. Kalo dalem, ini harus di jahit Sha." Reno menempelkan kasa yang sudah di beri betadine pada luka di kening Sharen, kemudian merekatkannya dengan plester.

CHUP!

"Selesai, semoga cepat sembuh." Reno mengucapkannya seraya mencium keningnya yang sudah dilapisi perban dan menyentuhnya penuh kelembutan, dan air mata Sharen langsung jatuh begitu saja menerima perlakuannya.

Kalau Reno tidak mencintainya dan tidak menginginkannya, kenapa pria ini malah berbuat hal yang semanis ini? demi Tuhan, amarahnya bahkan belum reda dan luka di hatinya belum kering tetapi Reno sudah kembali membuat Sharen luluh dan hampir melompat ke dalam pelukan hangatnya.

"Kenapa? Masih sakit?" Reno kembali menatapnya khawatir ketika melihat Sharen kembali menangis. Ibu jarinya mengusap pipi Sharen dengan lembut.

"I..iya, sakit." Sharen hanya mampu menjawabnya sekilas dengan gelagapan. Kemudian Reno membelai pipinya dan menatapnya.

"Aku boleh buka baju kamu? Lihat sebentar luka yang lain."

Sebenarnya Sharen ingin menolak, tapi ia juga sudah merasa tidak nyaman dengan baju yang di kenakannya, maka pada akhirnya Sharen menganggukkan kepalanya.

"Aku cuman buka kamu aja Sha, liat luka kamu sebentar." Jelas Reno lagi. ia takut Sharen akan salah paham karena tiba-tiba saja Reno berkata bahwa ia ingin membuka baju Sharen. Tetapi rupanya penjelasan Reno membuat Sharen mencelos. Reno berkata seolah-olah ia mengisyaratkan bahwa memang ia tidak ingin melakukan hal lain selain membuka baju Sharen dan melihat lukanya. Demi Tuhan, bahkan lebih dari membuka baju pun Sharen akan menerimanya, karena diantara mereka memang sudah sangat wajar untuk melakukan itu, dan sialnya Sharen menginginkan Reno melakukan hal lebih padanya. Tidak, jangan. Jangan memikirkan hal itu lagi! ia masih sakit hati oleh Reno, sungguh.

Jari jemari Reno bergetar begitu memegang kancing baju Sharen dan membuka semuanya kemudian menyingkirkan baju itu disana, sehingga hanya bra dan celana dalam saja yang melekat pada tubuh Sharen.

Reno menegang, berulang kali ia menelan ludahnya dan menguatkan hatinya untuk tidak melakukan hal macam-macam pada Sharen. Niatnya hanyalah melihat luka Sharen bukan? Tetapi, tubuh Sharen benar-benar menggodanya. Dada besarnya yang hanya di lapisi bra, kemudian―argg!! Hentikan!! Istrimu sedang sakit hati karenamu dan tubuhnya luka-luka karena menyelamatkan anakmu Reno! Jangan katakan kau akan menambah kesakitannya karena menidurinya saat ini!!

Sharen menundukkan kepalanya, secara tidak langsung ia sedang di telanjangi Reno dan pria itu menatap keseluruhan tubuhnya, jangan berpikir macam-macam Sharen.. suamimu hanya melihat lukamu! Itu saja!

"Ya ampun Sha.." Reno berhasil mengendalikan dirinya, ia sudah sibuk melihat satu persatu bagian tubuh Sharen. Lengan, dada―bagian ini tidak bisa untuk tidak di lihat olehnya, punggung, pinggang, dan kaki. Semuanya sudah Reno perhatikan dan rasa bersalahnya semakin bertambah ketika lebam-lebam ditubuh Sharen mulai muncul dan berubah warna dari merah menjadi sedikit ungu.

Reno tidak tahu, sebelum Sharen terlempar dari motor apakah tubuhnya terkena barang lain atau bahkan terbentur-bentur , tetapi luka di seluruh tubuh Sharen menunjukkan bahwa istrinya itu lebih dari sekedar terlempar. Tubuhnya pasti terbentur sana sini.

"Kamu bisa bangun?" Reno memegang kedua bahu Sharen, mencoba membimbing Sharen untuk bangun dan dengan susah payah, akhirnya Sharen bangun.

Naik ke atas ranjang, Reno duduk di belakang Sharen, memposisikan Sharen untuk membelakanginya dan dengan perlahan, Reno memijit pelan lebam yang berada di punggung Sharen.

"Aku coba pelan-pelan, biar gak bengkak. Kalau sakit, kasih tau ya Sha?" Perintah Reno. Sharen menganggukkan kepalanya kemudian ia meraih rambut panjangnya dan menyampirkannya pada pundaknya sebelah kiri.

Mengambil krim pijat, Reno memijat pelan luka Sharen―berharap dalam hatinya kalau ia tidak terlambat untuk mencegah lebam-lebam itu membengkak dan membuat Sharen semakin menderita.

Ya Tuhan Reno.. kau benar-benar jahat. Suami yang kejam, dan tidak bertanggung jawab. Kau berjanji pada ibu Sharen bahwa kau akan menjaga putrinya tetapi kau malah membuat putrinya seperti ini? dan oh, jangan lupa luka yang sudah kau torehkan di hatinya karena ucapanmu!

Sudah untung, Sharen tidak menolak bantuannya dan menurut ketika Reno mengobati lukanya. Kalau Sharen sampai menolak, Reno tidak tahu ia harus melakukan hal apa lagi. pikirannya sudah sangat buntu, karena ia terjebak dalam rasa bersalahnya pada istrinya sendiri.

Selesai memijat punggung, Reno memijat lengan, bahu, dan bagian tubuh Sharen yang lain yang memunculkan luka lebam yang sangat sakit ketika di sentuh.

Selesai, dan Reno menuntun Sharen untuk kembali berbaring kemudian menyelimutinya dengan selimut sampai leher. Cukup, sudah cukup ia menahan dirinya, kalau tidak ditutupi sekarang juga Reno tidak akan bisa menjamin apa-apa.

Sharen kembali meringis ketika rasa sakit yang tadi sempat menghilang kini menghampiri perutnya dan membuatnya meringkuk menahan kembali rasa sakit. Ini bahkan lebih dahsyat, ini merupakan rasa sakit yang selalu di deritanya setiap bulan, oh tidak. Ini memang sudah waktunya. Ya, dan ia akan mengalami sakit perut luar biasa dengan lebam di seluruh tubuhnya. Tuhan benar-benar tidak pernah tanggung-tanggung ketika memberi cobaan pada hambaNya.

"Perut kamu kenapa?" Tanya Reno. Raut kecemasan kembali terkumpul dalam wajahnya.

"Aku..kayaknya.. kayaknya aku mau datang bulan. Sakitnya udah kerasa." Jawab Sharen, sedikit terbata-bata. Reno menjambak rambutnya keras. Apalagi ini?? datang bulan? Disaat seperti ini? disaat Sharen sedang dipenuhi lebam dalam tubuhnya?

Tangan Sharen bergerak menyentuh lengan Reno dengan susah payah, ia menahan sakit ketika melakukannya. Menyebalkan, bahkan tangannya pun tidak bisa bergerak dengan bebas. "ma..Maaf, tapi.. aku bisa minta tolong?"

"Apa? Kamu butuh sesuatu Sha?"

"Aku..Reno.. aku.."

Sharen memejamkan matanya. Apa ia bisa mengatakannya? Tidak, tidak. Yang terpenting adalah apa Reno bersedia melakukannya? Tapi Reno akan selalu bersedia kan? tetapi masalahnya, ini..

"Aku mau datang bulan dan aku belum pake apa-apa, badanku semuanya sakit , tangan juga susah di gerakkin karena masih kaku dan aku gak yakin bisa berdiri. Maaf Reno, tapi kamu bisa ambilin pembalut dan celana aku? Maksudnya, pasangin pembalut di celana aku."

Sharen menggigit bibirnya dengan kencang, menahan malu atas apa yang sudah ia pinta pada Reno.

"Dimana?"

"Ap―apa?"

"Celana, sama pembalut kamu. Dimana?"

Diluar dugaan, Reno justru bersikap biasa saja dan ia malah mengatakan dengan terang-terangan bahwa ia bersedia melakukan apapun yang di minta Sharen. Ya Tuhan, kalau sikap Reno seperti ini terus, Sharen benar-benar bisa melupakan sakit hatinya tanpa ucapan maaf dari Reno. Sharen benar-benar bisa memaafkan Reno dengan sepenuh hati dan Sharen benar-benar akan semakin jatuh cinta kepadanya. Gagasan terakhir, membuatnya merasa takut.

"Di lemari, pembalut ada di kotak paling bawah." Jelas Sharen. Reno beranjak dari ranjangnya, berjalan dari lemari dan mengambil semua yang dibutuhkan oleh Sharen.

"Tinggal satu lagi Sha.." Reno mengangkat benda itu, menunjukannya pada Sharen. Oh tidak, Sharen lupa belum membeli untuk persediaannya.

"Setelah ini, biar aku beli ke supermarket." Belum sempat Sharen mengeluarkan suaranya, Reno sudah mengatakan bahwa dia akan membelikannya untuk Sharen ke supermarket. Gila. Kenapa ia merasa terharu sekali sekarang?!

Ingat Sharen. KAU MASIH SAKIT HATI PADANYA!

Berjalan mendekati ranjang, Reno kembali duduk di samping Sharen dan membuka bungkus pembalutnya kemudian melihatnya dengan seksama. Keningnya mengkerut, kebingungan dengan benda yang berada di hadapannya.

"Gimana masangnya Sha? Ini berbeda dengan pampers Haru." Ucap Reno polos. Sharen tersenyum sekilas. Oh, senyum pertamanya setelah Reno menyakiti hatinya.

"Buka perekat kecilnya, nanti langsung kebuka. Nah yah, begitu.. belakangnya buka. Tempel.. tidak.. itu bagian belakang.. ya, mundur sedikit.. ya, pas. Segitu. Sayapnya dilipat tempel ke belakang."

Reno tersenyum puas, melihat hasil kerjanya yang dituntun oleh Sharen. Oh, ajaibnya wanita. Memakai benda seperti ini dan memasangnya dengan begitu teliti. Hey, kenapa menyenangkan sekali melakukan pekerjaan ini? setelah ini sepertinya Reno akan membuka kelas tutorial pembalut untuk para suami di luar sana.

"Terimakasih.." Sharen tersenyum sekilas padanya, Senyuman tipis yang dipaksakan atas dasar menghargai kerja keras orang lain kemudian hendak mengambil barangnya tetapi Reno menjauhkan tangannya.

"Kalau membantu itu gak boleh setengah-setengah Sharen, gak apa-apa, biar sekalian aku yang masukin."

APAA?

Sharen membelalakkan matanya? Masukin? Masukin apa? Masukin celana dalamnya?

Oh Renooo..

"A..aku, aku bisa―"

"Aku tahu tangan kamu sakit Sha, badan kamu juga. Sekarang nurut aja. Biar aku yang memakaikannya buat kamu."

"Tapi―"

"Aku gak akan liat apa-apa Sharen, kamu tetap pakai selimut. Aku hanya memakaikan ini. kamu mau ranjang kita kotor terkena―"

"Oke.. oke, boleh."

Meskipun gugup luar biasa, Sharen pada akhirnya mengizinkan Reno untuk membantunya memakai celananya. Dan dengan perlahan, dirasakannya tangan Reno masuk ke dalam selimut untuk melepaskan celana yang masih di pakainya. Kulit mereka bersentuhan, menimbulkan sengatan listrik pada tubuh masing-masing dan rasa gerah diantara mereka.

Reno menelan ludahnya, sumber kehidupannya meronta-ronta meminta bagiannya begitu tangannya sudah menyentuh pinggiran celana milik Sharen dan melepasnya perlahan. Sedikit lagi, sedikit lagi ia menggeser tangannya dan ia akan merasakan.. TIDAK! BERHENTI BERPIKIRAN ENAK-ENAK RENO!

Dengan secepat kilat, ia menurunkannya dan menggantinya dengan celana baru yang sudah ia siapkan. Reno memasukannya dengan cepat dan Sharen mengangkat sedikit pantatnya begitu Reno memakaikannya.

Selesai, akhirnya selesai. pekerjaan yang membuat Reno menahan segala bentuk hasrat dalam tubuhnya.

"Terimakasih.." Ucap Sharen. Reno menganggukkan kepalanya.

"Sama-sama.. istirahatlah. Aku beli pembalut kamu dulu ke supermarket."

"Tapi, itu gak ada di super market. Adanya di apotek."

"Oke, aku ke apotek di deket komplek kalau begitu."

"Disana gak ada, adanya di Apotek K Reno, di antapani."

"oke kalau begitu aku ke Antapani."

"Tapi Antapani jauh, jam segini macet." Reno memejamkan matanya dengan kuat. Astagaaa.. membeli pembalut saja susah sekali.

"Oke, aku cari cara untuk mendapatkan benda itu sekalipun bendanya di antapani. Sekarang kamu istirahat." Ucap Reno. Sharen menganggukkan kepalanya.


*****


Ketika Reno sedang menyiapkan makan malam untuknya, dan untuk Sharen, Mushkin sampai di rumahnya dengan ekspresi wajahnya yang menggelap. Dua puluh menit yang lalu Reno menelponnya dan memintanya untuk membeli sesuatu di apotek. Pria itu melemparkan bungkusan yang dibawanya tepat pada kepala Reno.

"Gila lo! Astaga, Reno! Lo menyuruh bujangan seperti gue beli barang begituan?!" Mushkin menggerutu dengan matanya yang berkilat kesal pada Reno.

"Pantes aja lu cuman bilang 'Mus, ke apotek lu beliin Avail, bilang aja begitu sama mbaknya' . gue kira itu kondom impor terbaru, elah ternyata Reno itu dumpel? Hell, muka gua noooo muka gua malu banget begitu si mbaknya kasih gue bungkusan ini sambil senyam-senyum!"

Reno tertawa dengan kencang atas apa yang telah di katakan oleh Mushkin. Oh Mus, sahabatnya yang malang.

"omong-omong, makasih ya mus? Gue kasih voucher liburan deh nanti!"

"Gak butuh! Percuma liburan kalau gue sendiri. Eh betewe, istri lo mana?"

Bibir Reno mengerut begitu mendengar Mushkin menanyakan keberadaan Sharen.

"Di kamar..Mus, gimana caranya bikin cewek gak marah lagi sama kita?"

"WHAAAT? Lu nanya ke gue? Yang notabene nya jomblo? Eh sebentar, Reno.. apa sesuatu terjadi?"

Dan ya, Mushkin bisa menebak semuanya hanya dari gelagat Reno saat ini. tidak ada pilihan lain, pada Akhirnya Reno menceritakan semuanya, menceritakan bahwa dia memarahi Sharen begitu tahu anaknya terjatuh dari motor, ia memarahi Sharen meskipun melihat istrinya sangat kacau, ia membentaknya sekalipun istrinya menangis dengan pedih, dan ia baru menyesalinya ketika darah mengucur dari kening istrinya, tetapi ia terlambat untuk melangkah dan pada akhirnya ia kembali membuat Sharen kecewa.

Ia tidak menanyakan bagaimana kondisi Sharen, ia begitu kalap memikirkan anaknya yang terjatuh dan ternyata tidak ada luka apapun di tubuhnya, anaknya bahkan masih bisa tidur dengan sangat lelap.

Mushkin membuang nafasnya kasar begitu mendengar cerita Reno, ia menatap Reno dengan penuh kekesalan. "Lo benar-benar bajingan brengsek tidak tahu diri yang hidup di bumi ini dan menjadi suami Sharen!" Ucap Mushkin. Reno menundukkan kepalanya. ya, benar. Mushkin sepenuhnya benar.

"Setelah gak pulang dua bulan, kata-kata pertama yang keluar dari mulut lo malah kata-kata seperti itu. Reno, gue tau bener gimana lo dan sepanik apapun lo selalu bisa mengendalikan diri lo, termasuk ucapan yang bakal keluar dari mulut lo."

Reno terdiam, benar. Sekali lagi Mushkin benar. Reno adalah pria terkontrol yang akan memikirkan semua hal dengan perhitungan matang, termasuk ucapannya. Tapi tadi, entahlah. Dia juga benar-benar tidak menyangka mengucapkan kata-kata itu pada Sharen. Dia tidak bermaksud, sungguh.

Sewaktu menelpon Sharen mengabarkan kedatangannya, Reno begitu senang bahkan hendak mengatakan pada Sharen bahwa ia benar-benar merindukan istrinya, ia bahkan berencana untuk mengajak Sharen jalan-jalan bersama keluar rumah. Tetapi mendengar suara tangis Sharen, seketika ia langsung khawatir. Rasa rindu, kesal, cemas, semua berkumpul di dadanya dan begitu melihat Sharen, malah bentakan kasar yang ia keluarkan. Padahal jauh dalam lubuk hatinya, Reno ingin memeluk Sharen, mengatakan padanya bahwa tidak akan ada apa-apa, semua akan baik-baik saja, dan itu semua hanyalah kecelakaan, Sharen tidak perlu khawatir. Tetapi malah hal sebaliknya yang ia lontarkan pada Sharen.

"Dia bilang.. Mus, dia bilang kalau gue nikahin dia cuman buat jadiin dia ibu Haru Mus.."

"Memang begitu yang terlihat bro."

"Tapi gak gitu Mus, demi Tuhan. Lo juga tahu alasan apa yang bikin gue nikahin Sharen." Reno menjambak rambutnya dengan kasar, mushkin di sebelahnya hanya menepuk pundaknya, memberi kekuatan pada sahabatnya ini.

"Gue tahu, lo menikahi Sharen gak seperti lo menikahi Nova. Gue tahu, jelas tahu kalau lo.. cinta sama Sharen."

Cinta? YA!

Reno sudah mengakuinya bahwa ia merasakan perasaan cinta itu untuk Sharen, tepat ketika ia bangun pagi dan melihat Sharen berada di atas ranjang yang sama dengannya. Hari itu, hari dimana paginya terganggu gara-gara Haru. ia menatap wajah Sharen, mengagumi kecantikannya, dan dalam hati merasa bersyukur atas kehadiran Sharen dalam hidupnya.

Dan perasaan itu semakin kuat, mengetat kuat di hatinya hingga membuatnya tidak mengenali dirinya sendiri. Menghindari Sharen atas hasratnya yang terpendam, pulang malam, bahkan pergi selama berbulan-bulan padahal kehadirannya di Pangandaran pun sebenarnya tidak di butuhkan. Ia hanya berdiam diri saja, berpikir hingga buntu dan berteriak karena tidak dapat jalan keluarnya.

"Mungkin ini pertama kali lo merasakan seperti ini Reno, tapi gue minta tolong kendalikan diri lo."

"Maka dari itu gue pergi Mus, gue mencoba mengendalikan diri gue dengan pergi."

"Dan lo salah. Lo seperti lari dari masalah kalau begitu. jelas dong, Sharen merasa begitu. lo gak menyentuhnya maaan, dan coba gue tanya. Berapa kali lo nelpon dia waktu di pangandaran hanya untuk menanyakan bagaimana keadaannya? Lalu berapa banyak lo bertanya masalah Haru padanya?"

Reno bungkam, ia diam lagi mendengar pertanyaan Mushkin. Berapa kali untuk Sharen? Jawabannya adalah satu kali. Dan berapa kali untuk Haru? ia tidak tahu, tak terhitung saking seringnya menelpon Sharen untuk memastikan Haru baik-baik saja.

"Wanita gak sulit kok Ren, mereka cuman mau di mengerti dan di hargai. Itu saja, kalau dicintai. Itu memang sudah kodrat mereka."

"lagian No, lo bener-bener bajingan beruntung. Sharen menganggap Haru benar-benar anaknya, padahal sulit sekali membesarkan anak yang bukan anak kita, apalagi lo malah seolah memberikan tanggung jawab itu sepenuhnya pada Sharen. Kalau Sharen ibu yang jahat, mungkin anak lo udah gak tau nasibnya bagaimana waktu lo pergi."


*******


"Papaaa.." Haru menangis dengan kencang waktu terbangun dan tak mendapati ayahnya di sampingnya.

"Mama?" Ia melirik sekitarnya, 'mama' nya juga tidak ada, ia hanya sendirian di kamar ini. haru belum sepenuhnya sadar karena ia masih menangis dengan kencang, hingga Maryam berlari dan memeluknya, Haru baru menghentikan tangisnya dan menatap neneknya penuh tanya.

"Haru sama oma?" Tanyanya. Maryam mengangguk. "Haru nginep disini sekarang, sama oma."

"Papa mana?" Tanyanya polos, neneknya hanya tersenyum.

"Papa Lagi buat baby kecil buat Haru, adiknya Haru."

"Adik?"

"Iya.. nanti di perut mama Sharen ada baby nya, Haru bisa main bersama sama bayinya. Makanya Haru disini ya sama oma? Haru mau kan punya adik?"

"Mau Omaaaa!"

"Iyes, cucu pintar. Disini aja ya, main sama oma. Kalau papa telpon, Haru bilang masih mau sama oma. Mengerti sayang?"

"Iya omaaa.. Haru mengerti!"

"That's my cucu! Hihi, apa yah cucu tuh bahasa inggrisnya? Duh, Haru. oma harus tanya tante Renita nanti."


******


Tuduhlah aku sepuas hatimu

Atau bila kau perlu, bunuhlah aku..


Reno meringis dalam hatinya begitu masuk ke dalam kamar dan lagu itu yang sedang di dengarkan oleh Sharen. Damn! Dari sekian banyak lagu, kenapa ketika ia masuk malah lagu itu yang tertangkap oleh telinganya? Good. Sepertinya Tuhan membalasnya perlahan-lahan.

Sharen langsung mematikan musiknya begitu melihat kedatangan Reno. Wajahnya ditekuk dengan kesal, jelas sekali ekspresinya sekarang menunjukkan bahwa dia masih sangat marah pada Reno. Meskipun Reno sudah membantunya mengobati lukanya, ugh itu tidak di hitung. Luka di hatinya jauh lebih sakit dibanding luka di seluruh tubuhnya.

"Perut kamu sudah baikan?" Reno menyimpan nampan berisi makanan yang dibawanya di atas nakas samping tempat tidur. Sharen tidak menjawabnya.

"Aku bawa makan malam, makan dulu sebelum dingin." Ucap Reno lagi, dalam hatinya berdebar keras karena takut Sharen akan melempar makanan itu hingga berceceran di lantai. Oh, imajinasinya!

"Aku gak lapar." Sharen menjawabnya dengan ketus. Ia bahkan tidak mau melihat ke arah Reno.

"Manusia butuh makan Sha.."

"Ya, dan manusia juga butuh ucapan maaf!"

DEG!

Reno membelalakkan matanya, seluruh tubuhnya menegang atas apa yang telah dikatakan Sharen padanya. Jelas sudah, istrimu masih begitu marah padamu Reno!

Menarik nafasnya dalam-dalam, tangan Reno meraih tangan Sharen, tetapi ditepisnya. Sharen malah bergeser dan menjauhkan tangannya. Oh lihat, sekarang Reno benar-benar ditolak.

Sharen hanya mengatupkan mulutnya rapat-rapat, ia menatap lurus dinding yang berada jauh di depannya, tidak menyangka dengan dirinya sendiri yang saat ini tengah menunjukkan pada Reno bahwa ia marah, sakit hati, kecewa, dan terluka. Padahal tadi, ia nyaris memaafkan Reno. Tapi ucapan Reno yang kembali terngiang-ngiang di kepalanya, membuat sakit hatinya kembali tumbuh dan melingkupi seluruh perasaannya.

Reno menjambak rambutnya dengan keras, berkali-kali ia membuang nafas dengan kasar. Matanya terpejam, dan kembali terbuka. "Aku minta maaf.." Ucapnya, akhirnya!

"Well, penyesalan benar-benar datang di akhir. Kalau aku tidak terluka seperti ini, mungkin ucapan itu tidak akan pernah aku dengar." Sharen memejamkan matanya, membiarkan air matanya jatuh ketika ia mengucapkan apa yang suara hatinya teriakkan padanya sejak tadi.

"Bukan begitu Sha, aku benar-benar minta maaf. Untuk semuanya."

"Termasuk menikahiku?" Sharen menatap Reno tepat di manik matanya begitu menanyakan hal yang sekarang semakin membuatnya menangis. Reno menggeleng. "Tidak.. aku tidak akan pernah meminta maaf atas sesuatu yang ku syukuri." Jelas Reno, menimbulkan cibiran kebencian dari Sharen padanya.

"Yah, jawabanmu menegaskan semuanya. Terimakasih, kau bisa melepaskanku setelah ini." Ucapan Sharen membuat Reno membelalakkan matanya. Apa? Tidak, jangan.

"Sha.. aku minta maaf.. aku tahu, aku keterlaluan." Sharen menggelengkan kepalanya.

"Tidak, kamu gak salah. Aku yang minta maaf, disini aku yang paling bersalah. Aku tidak tahu diri, banyak berharap, dan terlalu bodoh."

"Tidak begitu Sharen, kamu gak salah.. Maaf, aku tidak bisa mengendalikan ucapanku."

"Tidak apa, ucapanmu membuatku menyadari semuanya. Bahwa aku harus berhenti bermimpi dan berhenti berharap." Air mata Sharen kembali turun dengan deras. Kenapa rasanya sakit sekali menyadari semua hal ini, dan kenapa lebih skait ketika Sharen mengucapkannya? Bahwa ia harus berhenti berharap? Berharap bahwa Reno menikahinya untuk mendampinginya, dan berhenti bermimpi bahwa kau bisa menggantikan Nova di hati Reno, sharen! Hidup tidak sekonyol yang kau inginkan!

"Mungkin aku terlalu terbawa perasaan saat kamu melamarku dulu, aku jadi buta dan tidak memikirkan semua hal yang berada jauh di hadapanku, termasuk.." Sharen berhenti sejenak. "Termasuk, aku mungkin pelarian kamu. Karena kamu masih sangat mencintai mbak Nova." Sharen merasakan dadanya seperti dihimpit sesuatu yang membuatnya sakit dan sesak disaat yang bersamaan. Mengucapkannya membuat air mata benar-benar sangat senang turun membasahi pipinya.

Reno diam, mencerna ucapan Sharen dan berteriak dalam hatinya bahwa ia benar-benar seorang bajingan. Membuat Sharen berpikir bahwa Reno seperti itu, sedangkan kenyataan sebenarnya adalah sebaliknya. Tetapi lagi-lagi suaranya tercekat, hanya sampai di tenggorokannya tanpa bisa ia keluarkan dari mulutnya.

Sharen beringsut, bangun dari tidurnya. Membuat selimut yang menutupi tubuhnya melorot dan menampakkan dirinya yang hanya memakai bra saja. tangannya meraih nampan yang Reno bawakan dan dalam diam memakan makanannya. Ia tidak peduli dengan Reno yang melihatnya duduk dengan konyol hanya dalam balutan bra saja. ia tidak peduli, sungguh. Ia juga tidak bermaksud untuk menggoda Reno. Lagipula, untuk apa ia menggoda seseorang yang tak menginginkannya? Air matanya kembali turun begitu pikiran itu merasuk kembali dalam kepalanya.

Reno tetap diam, mengatur setiap kata menjadi rentetan kalimat baik yang ia berharap bisa membuat Sharen memaafkannya, tetapi kenyataannya berkata lain. Kesalahannya juga tidak mudah untuk di maafkan.

"Lo beruntung karena Haru masih kecil dan bisa menerima Sharen, begitu juga sebaliknya. Sharen dengan mudah bisa menerima Haru. Reno, udah gue bilang. tidak mudah hidup bersama seseorang yang sudah mempunyai anak. Termasuk Sharen, pasti tidak mudah juga untuknya, seberapa besarpun ia menyayangi Haru. tapi apa dia pernah protes sama lo? Termasuk ketika malam pertama kalian, ada Haru diantara kalian. Dan malam-malam selanjutnya yang juga seperti itu. Dan malam-malam lain dimana lo gak ada di samping dia. Kalau lo jadi dia, lo juga pasti mikir. Apa alasan lo menikahi dia kalau hanya dibuat pajangan seperti itu. Sorry bro, tapi kasarnya lo malah seperti orang yang mempekerjakan Sharen. Bedanya lo kasih dia bonus sebuah status"

Ucapan Mushkin beberapa saat yang lalu malah terdengar kembali di kepalanya, menusuk hatinya dan membelenggu dirinya dalam perasaan bersalah yang tak kunjung surut.

"Sharen, aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana.." Reno mengangkat kepalanya, menatap Sharen yang tengah makan dalam diam, "Oh, maaf. Aku membuatmu sulit ya?" Sharen tersenyum sekilas, menimpali ucapan Reno dengan sindiran tajamnya.

Reno menggelengkan kepalanya, "Demi Tuhan Sharen, aku belum pernah menghadapi situasi seperti ini."

Sharen menghentikan tangannya yang hendak menyuapkan satu suapan nasi ke dalam mulutnya. "Lihat, belum apa-apa aku sudah mengecewakan. Maaf.." Tangannya bergetar, dengan segera kembali ia letakkan nampan berisi makanannya ke atas nakas.

"Berhenti minta maaf untuk sesuatu yang tidak kamu lakukan Sha.." Reno berteriak frustasi. Ia meraih tangan Sharen dan menggenggamnya dengan kuat, kali ini Sharen tidak menepisnya.

"Aku minta maaf, sungguh. Sharen, aku benar-benar minta maaf.. aku tidak tahu harus berkata apa, tetapi aku sungguh-sungguh berada disini, menggenggam tangan kamu, dan setulus hatiku meminta maaf. Maaf, maafkan aku.."

Hanya dengan serentetan kata-kata manis sialan dari mulut Reno membuat Sharen kembali menjatuhkan air matanya, ia terisak pelan, berusaha melepaskan tangannya tetapi Reno menggenggamnya dengan sangat erat.

"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu berpikiran macam-macam yang menyakiti hati kamu Sha. Maaf, tapi kalau kamu tanya sekali lagi mengenai niatku menikahimu, itu murni di dalam hatiku, murni karena keinginanku yang menginginkanmu berada disampingku. Aku memang memintamu untuk menjadi ibu Haru, tapi sudah ku katakan, menjadi ibu Haru itu berarti menjadi istriku, wanita dalam hidupku, yang mendampingiku."

Isakan Sharen semakin kencang begitu mendengar Reno mengucapkannya. Pria ini, sekalipun tidak meminta maaf tapi Sharen akan tetap memaafkannya. tetapi Sharen juga butuh ucapan itu, Sharen butuh menenangkan hatinya dan mengembalikan kembali akal sehatnya.

Tangan kiri Reno bergerak untuk mengusap air mata Sharen perlahan. "Aku benar-benar menganggap kamu istriku Sharen, aku benar-benar menjadikan kamu wanita dalam hidupku." Dan aku benar-benar mencintaimu setulus hatiku hingga rasanya begitu sakit karena kau menangis oleh diriku. Lanjutnya dalam hati.

Sharen sibuk memikirkan kata-kata dalam kepalanya, tetapi ia tidak bisa. Pikirannya kosong, ia tidak bia memikirkan apapun. Bahkan tubuhnya terasa kaku, satu-satunya yang bekerja dengan lancar hanyalah air matanya.

"Nova.."

Begitu mendengar nama itu, Sharen memalingkan wajahnya dan kembali terisak. Reno meraih dagunya, mengarahkan wajahnya untuk tetap menatap Reno.

"Nova hanyalah seseorag di masa laluku, yang kebetulan hidupnya ia pertaruhkan untuk kehidupan baru yang menjadi pusat kebahagiaanku. Tapi Nova benar-benar masa lalu, dia sudah tidak ada lagi di dunia ini, dan satu-satunya penghubungku dengannya hanyalah darahku yang mengalir di tubuh Haru, anak yang dia lahirkan." Ucap Reno. Ia menjelaskan dengan sejelas-jelasnya pada Sharen. Berharap bahwa Sharen mengerti bahwa ia tidak punya perasaan apapun untuk Nova, karena hatinya juga telah mati seiring dengan Nova yang telah pergi. Lagipula memang hidupnya bersama Nova tidak di dasari rasa cinta bukan? Jika dulu ia bersepakat untuk bersama, maka ia juga harus bersepakat untuk berpisah, sehingga tidak ada yang merasa di rugikan dalam kesepakatan mereka bersama Tuhan.

"Tapi, Tapi di laptop―aku―disana banyak sekali foto mbak Nova, aku―kamu masih menyimpannya, itu berarti kamu―aku kira kenapa tidak ada satupun foto Mbak Nova di rumah ini karena kamu begitu kehilangan dan takut terpuruk kalau melihatnya, tapi―di laptop ternyata―"

Reno merangkum wajah Sharen dengan kedua tangannya kemudian mencium bibirnya sekilas.

"Itu sudah lama, aku bahkan lupa mempunyai foto itu. Itu sebuah kenangan Sharen, sebuah kenangan yang sudah ku simpan sangat jauh di dasar hatiku dan ku tinggalkan di bawah kakiku. Aku hanya melihatnya sesekali, itu pun dulu. Dan aku juga menyimpannya bukan untukku, tapi untuk Haru."

"Haru?" Sharen melepaskan tangan Reno dari wajahnya dan memilih menggenggamnya saja. aneh, sekarang malah ia menggenggam tangan Reno, bukankah tadi ia tidak ingin disentuh oleh Reno?

"Iya, Haru.." Reno menganggukkan kepalanya. "Haru akan bertumbuh besar, dan ia pasti ingin tahu sosok ibunya yang sebenarnya. Aku menyimpan semua foto itu untuk ku tunjukkan pada Haru. setidaknya begitu Haru menikah nanti, ia tidak merasa kehilangan, aku bisa memperlihatkan wajah ibunya ketika menikah dan menceritakannya pada Haru. semuanya untuk Haru Sha, bahkan hotel Renova milikku, aku sudah tidak mengurusnya sendiri. Itu milik Haru, bukan milikku. Hal-hal yang berhubungan dengan Nova adalah milik Haru, sedangkan hal-hal yang kini berhubungan dengan kamu, itu milikku." Entah mengapa Sharen merona mendengar penjelasan Reno dan kata-kata terakhirnya yang menggelitik hatinya dan membuat dewi batinnya mmenertawakannya dengan sangat keras karena ia merona dalam marahnya.

Reno tersenyum dengan manis, ia mengeratkan genggamannya pada tangan sharen.

"Aku benar-benar minta maaf.. kamu mau memaafkanku?" Ucap Reno. Sharen kembali diam. Maukah dia?

"Kata-kataku tadi memang keterlaluan Sha, dan aku menyadari itu. Tapi maaf, itu semua karena aku terlalu khawatir. Kita gak ketemu dua bulan dan begitu aku pulang, kamu menangis-nangis lewat telpon. lalu bagaimana bisa aku pulang ke rumah dengan tenang? Aku panik Sha, panik. "

"Ya, itu karena Haru."

"Tidak. Tidak sepenuhnya karena Haru, aku memang mengkhawatirkannya. Tapi aku juga mengkhawatirkan kamu yang menangis Sha, itu pertama kalinya kamu menangis begitu dan―"

"Dan kamu malah membentakku, memakiku." Sharen tersenyum miris. Oh lukanya, masih belum sembuh. Ia hanya bersembunyi sebentar dan sekarang kembali muncul ke permukaan.

"Benar, aku membentak kamu. Memarahi kamu, itulah hal terbesar yang membuat aku menyesal dan ingin menggorok diriku sendiri." Ucap Reno. Sharen tertawa hambar.

"Kamu lebay.."

"Biar, biar saja. aku butuh lebay sesekali untuk membuat kamu tertawa. Paling tidak, tersenyum." Tatapan Reno sungguh-sungguh, dan Sharen terkesima karenanya. Oh pria ini, ia benar-benar mencintainya.

Reno menyentuh kepalanya dengan lembut kemudian menempelkan bibirnya pada kening Sharen dan menciumnya dalam.

"Aku benar-benar minta maaf Sharen.." Ucapnya lagi. sharen masih diam. Tubuhnya bergeser, ia lalu kembali berbaring dan menepuk tempat kosong di sebelahnya. Walapun keningnya mengkerut, tapi Reno mendekati sharen, bergabung dengannya di samping Sharen. Tangan mereka masih saling bertautan, dan kini mereka berbaring dengan saling bertatapan.

Satu tangan Reno yang terbebas terulur menuju kepala Sharen dan membetulkan anak rambutnya yang menjuntai menghalangi wajahnya, membuat Sharen memejamkan matanya menikmati sentuhan Reno.

"Selain meminta maaf, aku juga mau berterimakasih pada kamu sha.." Reno berucap lirih, membuat Sharen memundurkan kepalanya dan menatapnya dengan heran.

"Terimakasih, sudah menyelamatkan Haru dan mengorbankan diri kamu. Terimakasih, sudah menyelamatkan pusat kehidupanku." Sharen menganggukkan kepalanya, dan air mata kembali turun dari matanya, membuat tangan Reno dengan cepat menghapusnya.

Reno menatapi luka di tubuh Sharen satu per satu dan menyentuhnya dengan lembut. "Aku janji, akan mengganti semua luka ini dengan kebahagiaan untuk kamu." Ucapnya. sharen menganggukkan kepalanya. ia menerima janji Reno.

"Sekali lagi, aku berterimakasih.. terimakasih sudah menyelamatkan Haru. tapi lain kali, aku tidak akan berterimakasih lagi kalau kamu membahayakan nyawamu sendiri. Haru sangat penting untukku, dan kamu juga sekarang penting untukku."

Jantung Sharen berpacu dengan cepat begitu mendengar ucapan Reno. Milikku, penting untukku. Kedua kata itu terngiang dengan jelas dan membuat laju darahnya semakin deras. Ia menatap Reno perlahan, menanti kata-kata lain yang mungkin akan ia dengar dari Reno, yang sebenarnya ia harapkan untuk ia dengar hari ini.

"Sekarang tidurlah.." Dan Reno malah menarik tubuhnya, mendekatkannya ke dadanya dan menyuruhnya tidur. Sharen hendak berbicara, tapi ia juga sangat mengantuk. Terlebih pergolakan batinya yang membuat dirinya semakin lelah, lagipula ia juga butuh istirahat, perutnya akan terasa semakin sakit kalau ia tidak menidurkan dirinya saat ini juga. Bicara soal sakit, berada di dekat Reno kenapa menghilangkan rasa sakitnya?

"Tidur Sharen, aku tahu kamu capek. Aku juga capek.." Ucap Reno, semakin mengeratkan pelukan mereka dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Sharen.

"Gak apa-apa kan tidur begini? Aku sudah nyaman, males ambil baju kamu. Lagipula pelukan aku juga hangat." Semburat merah muncul di pipi Sharen, membuatnya semakin menenggelamkan dirinya di dada Reno, tempat yang mungkin akan sangat ia sukai nantinya.

"Good Nite.." Reno mengecup kepala Sharen pelan.

"Nite.." Jawab Sharen. ia tersenyum senang dengan posisinya yang dipeluk Reno dengan dirinya yang hanya memakai bra dan celana dalam. Cukup menggelikan sebenarnya, terlebih tadi ia bersitegang dengan keadaan seperti itu. Tapi Sharen tidak peduli. Lagipula siapa yang akan memikirkan penampilannya ketika sedang marah?

Marah? Sepertinya tidak lagi. ucapan dan perlakuan Reno padanya sudah cukup untuk membuat ia bisa dengan mudah memaafkan Reno. Terlebih ketika kakinya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang keras yang berasal dari tubuh Reno, membuat Sharen tersenyum dengan sangat senang. Reno juga tergoda olehnya, ternyata.

"Jangan gerakkin kaki kamu! Kamu lagi mens kan? haram kalau melakukannya sekarang!" Ucapan Reno membuat Sharen mencubit pelan perutnya dan tersenyum malu dibalik dada suaminya. Dasar.

Tadi ia masih menangis, sekarang sudah tersenyum-senyum aneh seperti ini.

Cinta se menggelikan itu!!



TBC HAHAHAHA



KENAPA TBC ?

Sebenernya sudah ada dua lembar lanjutan dari ini, aku tadinya mau satuin. Tapi kalau dipikir-pikir gajadi deh..

Part 19 khusus untuk permintaan maaf aja XD eh ini gaje gak? bae lah yah da emang aku mah penuh kegajean. lupakan masalah pembalut dan celana, haha aku khilaf waktu bikin

Besok aku apdet lagi kok tenang aja :3 aku mah baik kan rutin update nya cepet.. sinih kecupp :*

Tetap selalu ya terimakasih buat kalian barisan para pembaca.

Aku sayang kaliaaaaan :* 



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro