Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 16 | FINALLY..

Sharen duduk di depan meja rias dengan perasaan gugup. Tinggal menghitung menit untuknya keluar dari ruangan ini dan melihat seorang pria yang akan menjadi suaminya.

Kebaya putih sudah menempel di tubuhnya, keindahannya bersaing dengan riasan pada wajahnya yang membuat ia benar-benar sangat cantik.

Sharen benar-benar berbeda, berulangkali ia menatapi dirinya di depan cermin. Gadis cantik di hadapannya, seorang pengantin wanita yang sedang menunggu saat-saat pengucapan janji oleh calon suaminya.

Jantungnya berdebar sangat kencang. Reno, pria itu.. bagaimana penampilannya?

Seminggu ini ia sama sekali tidak bertemu dengan Reno karena pengantin harus di pingit. Ia bahkan cuti dari Daycare dan klinik, semua karena ibunya dan ibu Reno yang mengatakan kalau anak gadis perasaannya selalu berkecamuk menjelang hari pernikahannya.

Tidak bertemu, tidak pula menelpon. Ia benar-benar merasa putus hubungan dengan Reno. Hanya Haru yang bertemu dengannya.. bahkan, kakak Reno pun ia belum melihatnya karena kakak Reno sedang berada di luar kota dan tidak bisa hadir ketika acara perkenalan keluarga. Tetapi hari ini calon kakak iparnya berjanji akan datang. Jantung Sharen semakin berdetak dengan cepat. Seperti apa kakaknya Reno yang sesungguhnya? Apa seramah Reno atau se heboh ibunya Reno? Atau mungkin gabungan antara keduanya?

"Ya ampun.. Sharen, gue ga akan pernah bisa lupain wajah lo sekarang seumur hidup gue. Sumpah.. lo. Cantik. Banget!" Icha tiba-tiba saja masuk dan menatap kagum Sharen yang sedang terduduk.

"Makasih cha.." Tukasnya. Icha mengangguk. Kemudian ia meraih kedua tangan Sharen dan menggenggamnya dengan erat.

"Gue gak nyangka, tiba saatnya dimana gue nganterin lo menuju masa depan lo. Ya ampun Sharen, perasaan baru kemarin kita iseng pencet bel rumah orang pas SD.. sekarang lo udah mau nikah aja!" Mata Icha tiba-tiba saja berkaca-kaca, dan Sharen menatapnya dengan tatapan yang sama. Gadis itu juga matanya berkaca-kaca, sekali ia berkedip, air matanya akan jatuh begitu saja.

"No, pengantin gak boleh nangis! Make up lu mahal sayang." Icha mengusap wajah Sharen dengan lembut.

"Makasih Cha.. gue.." Sharen menghentikan ucapannya. Dia..

Ada sebuah perasaan yang timbul dalam hatinya, entah apa itu. Membuatnya kebingungan menalarkan rasa itu untuk dirinya sendiri.

"Cha.. gue pasti bisa kan? Hidup berumah tangga memang sulit, tapi gue bisa laluinnya kan Cha?" Tanya Sharen. Gadis itu butuh keyakinan, ia butuh dukungan untuknya menguatkan tekad di dalam hatinya.

"Lo.. pasti bisa.. lo gak sendiri Sharen, ada Reno. Kalian harus bisa jalanin semua ini bersama."

"Makasih Cha, lo memang sahabat gue yang terbaik."

"Nah, kalau begitu. Ayo kita keluar. Semua udah nunggu."


********


"Saya terima nikah dan kawinnya Sharen Ismayanti binti Agus dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas sebesar dua puluh empat gram dibayar tunai."

Reno mengucapkannya dalam satu tarikan nafas. Penuh dengan keyakinan dan tanpa keraguan sedikit pun. Dua puluh empat gram untuk mas kawin adalah lambang dari hari lahir Sharen yaitu tanggal dua puluh empat. gabungan dari Reno tanggal dua puluh dan Haru tanggal empat. 

 Semua orang yang berada disana saling memandang satu per satu kemudian semuanya berkata 'Sah' dan akhirnya, Reno dan Sharen resmi menjadi sepasang suami istri.

Reno membuang nafasnya, menyingkirkan seluruh kegugupan yang membelenggunya sejak tadi. Sharen disampingnya tersenyum dalam diamnya.

Begitu Reno mengucapkan janji itu, itu berarti seluruh tanggung jawab dalam hidup Sharen berada di atas pundaknya. Ia sudah menjadi sebuah kepala keluarga, ia menjadi seorang pemimpin dimana di belakangnya akan selalu ada orang yang mengikutinya. Baik buruknya, mereka harus menerimanya. Sulit atau pun mudahnya, mereka harus melewatinya bersama-sama. Karena sekarang bukan aku dan kamu lagi, tapi mereka sudah menjadi kita. Sudah bukan saling sendiri lagi tetapi sudah bersama-sama.

Penghulu memimpin do'a untuk mereka berdua dan Sharen semakin menundukkan kepalanya. seraya memanjatkan do'anya, ia juga membisikkan harapannya pada Tuhan dan menggantungkan keraguannya untuk ia tinggalkan jauh-jauh dalam hatinya.

Sekarang Reno sudah menjadi suaminya, dia bukan lagi Sharen yang bisa hidup dengan bebas tanpa halangan. Di depannya sudah ada orang yang bertanggung jawab atas seluruh hidupnya. sharen harus bisa menyerahkan semuanya, hatinya, tubuhnya, bahkan hidupnya. ia benar-benar harus mengabdikan dirinya untuk suaminya, Reno.

"Karena sudah sah, sekarang istrinya boleh di cium." Penghulu di hadapan mereka berkata dengan senyuman menggodanya. Sementara Reno mendadak membeku di tempat dan Sharen tidak berani untuk mengangkat kepalanya.

Ada sebuah kehangatan yang Sharen rasakan di atas tangannya, dan itu berasal dari tangan Reno. Pria itu menggenggam tangannya dengan erat. Membuat Sharen mendongakkan kepalanya dan tatapan mereka berdua bertemu, kemudian saling terkunci dalam hati masing-masing.

Reno menatap Sharen, seolah meminta izin padanya untuk menciumnya dan Sharen menganggukkan kepalanya dengan pelan. Setelah itu, kepala Reno mendekat dan perlahan, pria itu mencium kening Sharen dengan penuh perasaan. Dan saat itulah, Sharen menyadarinya. Bahwa perasaan yang di milikinya untuk Deri, kini ia miliki untuk Reno. Sharen, tanpa sadar sudah menyukai Reno, tidak.. menyayangi pria itu. Bahkan mungkin, mulai pada tahap mencintai pria itu.

Entah sejak kapan. Sharen tidak tahu.

Apakah memang sejak barusan Reno mengucapkan ijab Kabul dan mencium keningnya?

Atau mungkin sejak awal pria itu mengenalnya?

Bisa saja saat Reno melamarnya, atau mungkin sebelum itu?

Entahlah, Sharen tidak tahu. dan ia pun tidak ingin memikirkannya.

Sekarang, yang terpenting adalah ia sudah mengetahui perasaannya yang sesungguhnya untuk Reno.

Meskipun ia tidak tahu perasaan apa yang Reno rasakan untuknya.


******


"Rasanya baru kemarin kamu mama marahin gara-gara naik pohon jambu di rumah tante Neni, sekarang kamu sudah menikah. Sharen.. sering-sering main ke rumah ya? mama jadi makin sendiri sekarang." Sarah menangis dengan begitu deras ketika Sharen dan Reno sungkem padanya. Sejak awal Sharen duduk di samping Reno sebelum ijab Kabul pun, ia sudah terus menerus menangis. Rasanya sedih dan bahagia secara bersamaan melepas putri tercintanya untuk menikah.

Sharen tidak menjawabnya. Ia hanya terus menangis kemudian memeluk ibunya dengan erat.

Masih segar dalam ingatannya ketika ia banyak berulah dan membuat ibunya marah, menangis, bahkan sampai jatuh sakit akibatnya. Ia masih belum bisa membahagiakan ibunya, tetapi sekarang ia malah akan meninggalkan ibunya. Meskipun jarak rumah Reno dan rumahnya tidak jauh, tetapi tetap saja keadaan tidak sama lagi.

"Maafin Sharen ya ma, do'akan agar Sharen selalu bahagia."

"Itu sudah menjadi kebiasaan mama ketika berhadapan dengan Tuhan sayang, kebahagiaan kamu di atas segala-galanya untuk mama." Ucap Sarah. Dan tangis Sharen kembali pecah. Tetapi kemudian ia melepaskan pelukan ibunya dan bergeser menuju Maryam―ibu Reno.

"Sekarang kamu harus panggil mama." Maryam menatapnya seraya menghapus air mata Sharen. Gadis itu menganggukkan kepalanya.

"Terimakasih sayang, sudah mau nerima Reno. Mama benar-benar bersyukur. Ke depannya, dia pasti banyak nyebelinnya. Kamu harus bisa tahan ya?" Ucap Maryam. Sharen tertawa sebentar kemudian matanya melirik kea rah Reno yang kini sedang berbicara bersama ibunya.

"Sharen itu sikapnya banyak yang tidak di duga, dia juga tidak suka di bentak. Semarah apapun, nak Reno gak boleh bentak Sharen. Tapi kalau dia yang salah, terserah nak Reno saja." Ucap Sarah. Reno menganggukkan kepalanya. ia mengerti dengan ucapan ibu mertuanya.

"Reno janji, reno akan menjaga Sharen ma.." Ucapnya. sarah tersenyum kemudian mengusap rambut Reno dengan lembut.

Sungkeman selesai, Reno dan Sharen kini berjalan beriringan. Sepatu yang dikenakan Sharen cukup tinggi karena ia menyamakan tingginya dengan tinggi Reno dan itulah yang membuatnya sedikit kesusahan untuk berjalan.

Beruntung Reno yang berjalan disampingnya dengan siaga menggenggam tangannya dan menuntun langkahnya.

Tangis Sharen masih betah lama-lama di matanya. Membuat Reno menarik tubuh Sharen untuk menghadapnya ketika mereka sudah duduk.

"Gak ada sejarahnya, mata pengantin wanita sebesar jengkol di hari pernikahannya." Tangan Reno mengusap air mata Sharen dengan lembut, membuat gadis itu mematung di tempatnya.

CHUP!

Dan tanpa pemberitahuan apapun, Reno mencium mata Sharen secepat kilat. Membuat Sharen membelalakkan kedua matanya.

"Yah.. kok―"

Tunggu dulu.. tunggu dulu..

Apa yang harus ia katakan?

Sharen memejamkan matanya, berusaha menyusun tiap kata dalam kepalanya untuk ia lontarkan pada Reno. Tapi nihil! Ia tidak bisa mengatakan apa-apa. Otaknya seperti mati saja. astagaa.. apa pengaruh Reno sekarang semakin besar padanya?

CHUP!

Dan tanpa pemberitahuan lagi, untuk kedua kalinya Reno mencium dirinya, dan kali ini bibirnya!

Oh, ciuman pertamanyaaa...

"Ouwh, ciuman pertama ya?" Goda Reno. Sharen melotot ke arahnya. Tangannya bergerak hendak memukul Reno, tapi lengkingan suara Haru membuatnya mau tidak mau harus menunda perbuatannya.

"Sayangnya papaa!" Reno berdiri dari duduknya dan berjongkok ke arah depan untuk meraih Haru ke dalam gendongannya.

"Tante Sharen, tante cantik! Kalau sudah besar Haru mau seperti tante." Ucap Haru polos.

"Eits, sekarang Haru gak boleh panggil tante." Ucap Reno. Sharen terdiam.

"Mulai sekarang, Haru panggil tante mama!" Perintah Reno lembut. sharen menahan napasnya. Oh, Reno... dia. Ya Tuhan, Reno benar-benar berpotensi membuat dia mati muda. Perbuatannya membuat jantungnya tak terkendali dan ucapannya membuat nafasnya berhenti. Apa-apaan ini, kalau begini terus ia bisa habis dalam semalam saja. apa? Semalam? Kenapa Sharen malah memikirkan malam? Arggghh!!

"Jadi papa, sekarang tante Sharen itu mamanya Haru?" Haru bertanya dengan polos kepada Reno. Ayahnya mengangguk, kemudian Haru bersorak senang.

"YIPPI!!! Haru punya mamaaa!!" Pekiknya. Membuat Sharen tertawa. Tetapi Reno malah sedikit mengerucutkan bibirnya.

Dasar anak kecil! Kemarin-kemarin kemana saja anaknya itu? Baru menyadari Sharen menjadi mama nya hari ini.

Mama.. tunggu dulu, kenapa terdengar manis sekali?

Apa? Manis?

Reno sepertinya mulai tidak beres.

Dengan gusar ia membenahi posisi duduknya dan melirik kea rah Sharen yang sangat cantik.

Oh istrinya, benar-benar cantik sekali.

Reno terdiam sejenak. Istri..

Istri ya?

Ah, ya. sekarang Sharen adalah istrinya..

Rasanya, kenapa ia merasa begitu penuh dan.. utuh?


*******


Maryam bersandar di lengan suaminya dengan tatapan kagumnya pada pemandangan di depannya.

"duh, pa.. jadi inget muda. Papa juga begitu tuh dulu. Suka curi-curi ciuman. Whoa.. like father, like son. Reno memang benar-benar anak papa!" Ucap Maryam. Suaminya tidak menjawabnya, hanya tertawa sekilas saja.

"Tapi sekarang, papa udah gak pernah cium mama lagi! kenapa? Mama udah tua ya?" Rajuknya. Suaminya tersenyum sekilas. Tangannya menjawil hidung Maryam. "Kalau ngomong selalu deh begitu, memangnya yang tua mama aja? Papa juga bertumbuh tua ma.."

"Aaa.. papa, bisa aja deh. Kok manis banget sih pa.. mama jadi baper." Maryam semakin mengeratkan tangannya pada lengan suaminya, membuat seseorang di belakangnya menatapnya dengan sebal.

"Plis, mama! Katanya udah tua, kok tau baper sih!" Maryam membalikkan tubuhnya begitu mendengar suara yang dikenalnya.

"Ya ampun! Renitaaa!" Pekik Maryam. Seketika ia melepaskan dirinya dari lengan suaminya dan memeluk anaknya dengan perasaan yang meluap-luap.

"Aduh ma, gak usah ngebet begini meluknya." Protes Renita. Maryam menepuk pundaknya sedikit keras.

"Suruh siapa kamu tega! Gak sayang sama adik kamu? Baru pulang pas pesta."

"Ini juga kan gara-gara mama.."

"Kok mama?"

"Lah, mama lupa? Kan dulu mama nyuruh Renita buat wawancara Sharen. Kalo Sharen ketemu Renita, nanti dia malah kaget dong ma. Takutnya batalin pernikahan gimana? Kan horror! Kalau begini kan mereka udah sah.." Kata Renita. Maryam terkikik mendengarnya.


******


"O em ji, ini candid kan? sumpah, bagus banget." Icha sedang sibuk menatapi satu per satu foto Sharen dan Reno juga Haru ketika mereka bertiga sedang tertawa, mengobrol, atau berinteraksi yang lain. Semua foto di ambil secara candid, dan sepertinya objek dalam foto tidak tahu menahu mengenai hal ini. icha juga yakin, Sharen belum mengetahuinya karena sahabatnya itu sedang sibuk dengan tamu undangannya.

"Aaa.. kapan aku begini. Ya ampun, jodoh mana jodoh.." Icha terus menerus berjalan tanpa melihat ke sekelilingnya. Matanya hanya fokus pada foto di hadapannya dan tubuhnya tiba-tiba saja menabrak sesuatu yang keras.

"Heuh! ngalangin aja ni tembok!" Gerutunya. Masih tidak menatap sesuatu yang di tubruknya. Memang sangat keras, jadi Icha hanya berpikir kalau ia memang sedang menabrak tembok.

Tangannya tiba-tiba saja pegal dan dalam sekejap, ia sudah menahan sikunya pada tembok tersebut.

"Aww! Gila, apaan nih nusuk-nusuk!" Suara seseorang terdengar dalam kepala Icha, darimana asalnya? Icha menatap ke sekelilingnya. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan begitu ia melihat ke arah di sampingnya, matanya terbelalak dengan lebar.

Mendapati seorang pria tinggi tengah menatapnya dengan garang. Icha menelan ludahnya dengan berat, kemudian ia menatap pria itu dari bawah sampai atas. Tubuh pria itu terlihat tegap, dan keras.

Tunggu dulu.. jangan bilang..

"Jangan bilang yang gue bilang keras itu, orang.." gumamnya. Pra di hadapannya menatapnya dengan sebal.

"Elah, dasar pe'a! ya memang gue orang. Lo pikir gue apa? Tempe?"


********


Sharen kembali duduk setelah memperbaharui riasannya yang sedikit berantakan karena ia menangis terus-terusan. Reno di kursinya tengah memainkan ponselnya dan Haru entah sedang berada dimana.

Matanya menatapi seluruh dekorasi di hotel milik Reno ini, dan semuanya benar-benar membuatnya tercengang! Indahnya, dia benar-benar tidak akan pernah melupakan hari ini. hari pernikahannya.

Tadi ia belum sempat memperhatikan sekitarnya karena terlalu sibuk dengan kegugupannya, dan sekarang ia melihat semuanya. Sungguh, sangat menakjubkan!

"Kalau mau liat-liat, mungkin kamu bisa liat suami kamu Sha.." Reno sudah memiringkan kepalanya dan menatapi Sharen dengan gemas. Rasa gugup langsung menghampiri Sharen dan ia kini kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? Atau, apa yang harus ia katakan?

Sebelum Sharen membuka suaranya, tamu undangan sudah lebih dulu berbaris menuju mereka dan membuat Sharen harus kembali berdiri.

Ada satu orang yang menarik perhatian Sharen, seorang wanita berkerudung yang sedang memangku anak. Bukankah dia..

"Renitaa!! Kemana aja, kenapa baru nongol sih?"

Renita? Sharen mengerutkan keningnya. Renita? Bukankah nama wanita ini putri? Dia yang pernah mewawancarai Sharen kan?

"Duh, akhirnya melepas duda juga adikku tersayang."

APAAA?? ADIIKK?

Sharen semakin tidak mengerti. Tunggu.. tunggu..

"Kok adik?" Ucap Sharen begitu saja. Reno menoleh ke arahnya. "Yah, dia kakak aku Sha.. Renita." Jelas Reno. Sharen menggelengkan kepalanya.

"Ini, mbak putri kan?" Tanya Sharen. Renita hanya tersenyum dengan usil.

"Maaf ya Sharen, waktu itu aku di suruh Reno." Ucap Renita. Wanita itu terkikik dengan geli. Sementara Sharen membelalakkan matanya dan menatap Reno dengan kesal.

"Kenapa?" Tanya Reno.

"Kamu nonton wawancara aku?"

"Iya.."

"Pantes!" Sharen menjawabnya dengan ketus, sementara Renita hanya tersenyum dan begitu Reno menatapnya, Renita hanya mengangkat bahunya kemudian pergi.

Ketika barisan tamu undangan sudah habis, Sharen semakin mengerucutkan bibirnya.

Pantas saja, Sharen sempat kebingungan darimana Reno tahu nama lengkapnya ketika melamar Sharen. Dan itu semua berasal dari wawancara itu?

Jadi Reno sengaja menyuruh Renita yang ternyata adalah kakaknya untuk mewawancarainya? Untuk apa? Bukankah dia bisa menanyakannya sendiri!

"Sha, kamu kenapa?" Reno benar-benar tidak mengerti. Sharen kenal dengan Renita dan menyinggung soal wawancara. Sepertinya ada yang tidak beres.

"Kalau mau tahu tentang seseorang, lebih baik tanya langsung pada orangnya. Bukan melakukan hal seperti itu." Gerutu Sharen. Reno menggaruk kepalanya.

"Aku gak ngerti Sha.."

"Kamu, nyuruh mbak putri buat wawancara aku kan? tadi mbak putri bilang begitu. Pantes aja, yang dicari mahasiswa yang sambil kerja, di daycare kan cuman aku yang begitu."

Reno mengerutkan keningnya semakin tidak mengerti. Ini kali pertamanya Sharen menggerutu panjang lebar padanya, dan Sharen mengungkit-ungkit soal wawancara. Ya, wawancara. Tunggu dulu..

"Maksud kamu wawancara yang kamu pake kerudung pink itu?" Ucap Reno. Sharen semakin menatapnya kesal.

"Ya ampun Sha, itu bukan aku. Mama yang tiba-tiba memberi aku flashdisk, nyuruh aku tonton. Aku kira itu film apa, ternyata wawancara kamu. Ah ya, aku juga sempet denger suara Renita. Aku tahu mama sama Renita isengin kamu.. maaf ya."

APA?

Sharen menelan ludahnya dengan berat. Jadi, Reno memang tidak tahu ya? padahal ia sudah kesal pada Reno.

"Tapi, namanya mbak putri."

"Ya memang nama dia putri. Renita Adzania putri."


*********


Deri berjalan dengan lunglai, masuk ke dalam hotel tempat di adakannya resepsi Sharen dan suaminya. Suami, sekarang Sharen sudah bersuami ya? itu berarti Sharen sudah tak bisa lagi menjadi adiknya. Karena semua sudah tidak sama lagi.

"Galau ya? kasian deh, makannya! Kalau suka ya bilang suka, bukannya mainin anak gadis orang." Suara di sebelahnya membuat Deri menoleh dengan cepat. Icha disana, sedang menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Kamu cantik Cha.." Deri malah memujinya. Pria itu tersenyum tipis pada Icha.

"Makasih kak! Tapi noh, disana jauh lebih cantik!" Icha menunjuk ke arah Sharen yang sedang mengobrol bersama Reno di kursinya. Deri tersenyum masam. Ya, memang cantik. Sangat.

"Sharennya cantik, suaminya juga ganteng. Mana baik lagi, mana penuh keyakinan. Begitu merasa pas langsung ngajak nikah. Laki-laki tuh ya harus begitu, bukannya banyak keraguan dan malah bertingkah gak jelas. Hih, itu laki apa keresek yang kebawa angin. Kok kesana kemari." Ekspresi Deri datar dan tak terbaca, tapi dalam matanya terpancar sebuah perasaan seperti.. kesedihan? Mungkin. Dan Icha tertawa puas atas apa yang di katakannya.

"Kalau begitu, kakak ke Sharen dulu Cha. Yuk, duluan." Dan tanpa menjawab ucapan Icha, Deri berjalan dengan cepat menuju Sharen. Sementara itu Icha malah tertawa dengan puas.

"Kasian deh, gak dapet dua-duanya kan. Sharen nikah, eh si Arin sama yang lain. Duh.. nasib lu kak!" Gerutu Icha.

"Jadi selain bertingkah seenaknya, kamu juga berkata seenaknya ya? wanita macam apa yang seperti itu?" Suara seorang laki-laki menghentikannya. Icha mendongak dan matanya melotot dengan terbuka.

Pria itu.. sialan! Dia pria yang tadi !!!! ya ampun.


*******


Sharen terpaku di tempat. Lututnya terasa lemas begitu Deri berada di hadapannya. Pria itu tersenyum tipis, kemudian mengulurkan tangannya. Dengan ragu, Sharen menyambutnya.

"Selamat ya Sharen.." Hanya itu yang Deri ucapkan. Sharen hanya menganggukkan kepalanya, dan tersenyum.

"Terimakasih kakaak.." Ucapnya. deri mengangguk, kemudian ia melepaskan tangannya dan pergi dari sana. sharen memegang ujung bajunya erat-erat. Sudah berakhir, semua sudah berakhir disini.

"Kakak? Dia kakak kamu?" Reno bertanya padanya. Sharen menggelengkan kepalanya.

"Kakak adek ketemu gede." Sahutnya. Dan Reno hanya ber 'oh' ria.


********


Pesta sudah benar-benar berakhir dan Sharen sudah berganti baju, begitu juga Reno. Mereka baru saja keluar dari mobil dengan Reno yang menggendong Haru yang tertidur pulas.

Dengan ragu Sharen membuka pintu rumah Reno, mempersilakan Reno untuk masuk kemudian mengikutinya dan menutup pintu.

Ada satu koper besar berisi pakaiannya yang sudah ia siapkan kemarin siang dan sudah ia titipkan pada Maryam, ibu Reno.

Dengan pelan, Sharen menarik kopernya dan berjalan dengan sangat pelan. Matanya menelusuri seluruh sudut dalam rumah itu. Kini, ia akan tinggal disini, bersama Reno dan Haru. rumah ini akan menjadi rumahnya, benar-benar sesuatu yang masih belum bisa ia percaya.

Reno keluar dari kamarnya dan berhenti di hadapan Sharen ketika melihat istri barunya itu terdiam seraya menggenggam pegangan koper.

"Kamu kayak yang kabur dari rumah Sha.." Dengan sigap, Reno mengambil alih koper Sharen dan membawanya menuju kamarnya. sharen tidak mengikutinya, hal itulah yang membuat Reno kembali berbalik dan menggenggam tangannya. Membuat sebuah dentuman kencang pada jantung Sharen.

"Mulai sekarang ini rumah kamu juga, maaf aku belum bisa kasih kamu rumah. Kamu gak keberatan kan?"

Sharen terdiam. Keberatan kah ia? Mengetahui ia tinggal di rumah yang sama dengan yang pernah Reno tinggali bersama istrinya dulu.

Nova.. ah, kenapa nama itu muncul di saat yang seperti ini?

"Sha? Daritadi kok kamu melamun terus?" Reno menatapnya dengan khawatir. Sharen menggeleng lemah. "Maaf, kayaknya aku kecapean." Sahutnya. Kepala Reno mengangguk.

"Kalau begitu, kamu istirahat. Aku mau mandi." Begitu mengucapkannya, Reno melepaskan tangannya dari tangan Sharen dan pergi menuju kamar mandi.

Sharen masih terdiam, ia menatap ranjang besar yang berada di kamar ini. haru tertidur pulas di atas sana, sementara itu Reno menyuruhnya untuk beristirahat. Jadi hanya begini saja ya?

Haa.. memangnya ia berharap apa?

Drrrttt

Ponselnya bergetar, Sharen mengambilnya dan membuka pesan yang diterimanya kemudian membacanya.

From. Icha

Semangat buat hari melepas keperawanan! Hahaha . jangan lupa pake persembahan dari gue.

Sharen tersenyum dengan masam, tidak ada hari seperti yang Icha bicarakan. Tidak. Lagipula kalaupun hari ini terlaksana, bagaimana caranya? Dengan Haru yang tertidur diantara mereka ? jangan bertingkah lucu! Sama sekali bukan ide yang baik. Reno juga bukannya menyuruhnya untuk beristirahat kan? itu berarti secara tidak langsung Reno menegaskan padanya bahwa tidak ada hari yang di maksudkan oleh icha.

Hah, ada apa ini? kenapa mendadak Sharen malah memikirkan hal ini??!!!

Apa dia sangat mengharapkan dan menginginkan hal itu?

Tidaaaak!!!!


*****


"Mamaaa!" Renita berjalan dengan cepat ke arah ibunya yang tengah memainkan bulu Clara.

"Ya, sayang? Ada apa?"

"Mama kok biarin Reno bawa pulang Haru sih ma!" Renita duduk dengan kesal kemudian mengambil alih Clara dari pangkuan ibunya.

"Reno nya gak bilang apa-apa sayang."

"Mama pikir?! Ma, masa Reno harus bilang 'Reno titip haru ya, mau malam pertama' kan mustahil kalau si ilham bilang begitu!" Protesnya. Maryam terkikik geli mendengarnya. Ya, benar. Tidak mungkin anaknya akan bilang seperti itu, tetapi tidak mungkin juga anaknya akan menitipkan Haru padanya, itulah mengapa ia membiarkannya.

"Yah, mama cuman ngetes aja. Berapa lama Reno tahan, dan berapa lama Reno keukeuh untuk gak bikin kamar buat Haru." Bahunya terangkat dan senyumnya tersungging. Renita bergidik mendengar penjelasan dari ibunya.

"Mama itu serem ya ma.." Ucapnya.


******


"Sha, kamu bisa ambilin ba―" Suara Reno terhenti begitu saja ketika keluar dari kamar mandi dan di hadapannya Sharen sedang berjongkok di depan koper menghadapnya dengan pakaiannya yang sangat minim! Tank top dan juga celana pendek!

Tubuh putih mulusnya terekspos dengan sangat jelas dan ukuran dadanya yang hampir menyembul keluar dalam tank top nya membuat Reno menelan ludahnya dengan berat. Astaga, betapa indahnya. Tidak, ini benar-benar sangat indah!

Pertama kalinya, sungguh. Pertama kalinya sejak ia mengenal Sharen, ia melihat Sharen memakai baju seminim ini. dan entah mengapa ia merasa begitu beruntung.

Setiap hari Sharen memakai kerudung dan baju yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ada celah untuk Reno mengamati keindahan tubuh Sharen. Dan sekarang begitu penghalang itu menghilang, Reno dapat melihat dengan jelas. Betapa putih dan mulusnya kulit Sharen, rambut lurusnya yang panjang, dadanya yang besar.. reno kembali menelan ludahnya.

Kalau saja Sharen tidak memakai kerudung, ia berjanji pada dirinya sendiri kalau ia akan membungkus tubuh Sharen dengan karung! Agar makhluk mesum bernama pria di luar sana tidak bisa menikmati keindahan tubuh Sharen.

Melihatnya saja membuatnya begini. Bagaimana kalau Reno.. menyentuhnya? Kemudian merasakannya? Lalu...

BBBAAAMMM!!!

Tanpa melanjutkan apa yang sedang di pikirkannya, Reno membalikkan tubuhnya kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan kencang!

"Sha, tolong siapin baju aku. Perut aku mendadak mules jadi masih mau di kamar mandi."

Hanya itu suara yang Reno keluarkan begitu ia kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan air dingin untuk mengguyur tubuhnya.

Sharen sendiri tidak menjawab apa-apa, ia memegang dadanya dan tiba-tiba saja ia ambruk di tempatnya. Matanya membelalak, jantungnya berdetak cepat, seluruh darahnya berdesir dan tubuhnya bergetar.

Barusan.. barusan saja, ia melihat..

Reno. Bertelanjang dada. Hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Tanpa penutup apapun pada bagian atas tubuhnya. Di tambah dengan rambutnya yang basah, bersamaan dengan tetesan air yang menetes jatuh menuruni dadanya dan menuju perutnya yang ternyata mempunyai ke enam tonjolan yang tidak terlalu terlihat tapi entah mengapa terkesan sangat indah dan sexy.

Pipi Sharen terasa panas dan senyumnya muncul secara malu-malu dari bibirnya. Ia bahkan tidak memperduikan dirinya yang hanya memakai tang top dan celana pendek saja, karena memang inilah stelan tidurnya. Ia terlalu terpesona dengan apa yang di lihatnya dari Reno.

Apa terpesonaaaa??!!!

Dengan cepat Sharen menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikirannya yang sudah berkelana sangat jauh.

Sharen bangkit dari posisinya kemudian membuka lemari Reno dan mengambil sebuah kaos oblong dan celana panjang berbahan tipis yang pernah di kenakan Reno ketika pria itu berada di pangandaran. Ia sangat ingat apa yang Reno pakai waktu pria itu menelponnya lewat video call.

CKLEEEK

Suara pintu terbuka, sekali lagi Sharen menahan nafasnya. Untuk beberapa detik Sharen maupun Reno tidak bergerak di tempatnya.

Reno kembali menelan ludahnya, kali ini Sharen sedang berdiri dan kaki putih mulus jenjang milik Sharen membuatnya benar-benar speechless.

Sudah berapa lama ia tidak melihat tubuh seorang wanita? Tidak, tepatnya sudah berapa lama ia tidak merasakan hal seperti ini ketika melihat tubuh wanita!

"Ma―mau makan dulu?" Sharen berbicara dengan gagap. Oh tidak, kemana perginya suaranya. Reno seolah tersadar dari lamunannya. Perutnya memang lapar.

"Boleh.." jawabnya. Setelah itu, Sharen melangkahkan kakinya dan melewatinya kemudian keluar dari kamarnya. Reno kembali menelan ludahnya begitu melihat Sharen berjalan melewatinya dan dengan jelas ia bisa melihat seluruh tonjolan dalam tubuh Sharen. Astagaa, kalau begini caranya ia harus kembali lagi ke kamar mandi! Dan ya, pada akhirnya Reno kembali masuk ke kamar mandi dan meyalakan air dingin kemudian mengguyur seluruh tubuhnya.


*******


Wangi masakan membuat perut Reno semakin memberontak meminta untuk di isi. Ia tengah duduk di kursi meja makannya dengan Sharen yang menyajikan nasi goreng untuknya di hadapannya.

"Kamu gak makan?" Reno menatap Sharen yang duduk di hadapannya dan menontonnya makan.

"Gak laper.." Jawab Sharen seadanya. Reno menatapnya kesal. "Gak laper bukan berarti gak makan Sha, kamu harus tetep makan. Ayo, makan." Dan Reno menyodorkan satu sendok penuh nasi ke hadapannya. Sharen terdiam, menatapi tangan Reno kemudian menatapi mata Reno yang menyuruhnya memakan apa yang Reno berikan.

Dalam hidupnya, baru kali ini seorang pria menyuapinya. Astaga, jantungnyaaa..

"Sha?"

Dengan ragu, akhirnya Sharen memajukan kepalanya dan menyambut suapan dari Reno. Mulutnya sibuk menampung makanannya sementara bibirnya sibuk menahan senyumnya. Reno pun melakukan hal yang sama, begitu Sharen menyambut suapannya, ia memakan bagiannya dengan menahan senyumnya. Dan mendadak saja situasi menjadi terasa sangat. Err.. entahlah, keduanya tidak bisa menalarkan apa yang sedang terjadi dengan mereka.

Selesai makan, Sharen masuk ke dalam kamar lebih dulu karena Reno sedang menerima telpon di ruang tamu. Gadis itu duduk di sisi sebelah kiri, lebih dekat dengan Haru karena posisi Haru yang berada di tengah.

Nafas Haru yang teratur dan damainya wajahnya ketika tidur membuat Sharen menyunggingkan senyumnya. Tangannya menyentuh kening Haru dengan lembut dan merapikan rambut Haru yang berjatuhan disana. ia kembali tersenyum, menatap putri dari suaminya yan wajahnya mewarisi keseluruhan wajah Reno. Matanya, hidungnya, bibirnya, semua mirip dengan milik Reno.

Mata Sharen sudah tidak kuat untuk terbuka lagi, ia sudah sangat lelah dengan acara pernikahannya yang menghabiskan waktu seharian.

Reno masuk ke dalam kamar dan melihat Sharen tengah memeluk Haru. ia mengambil posisi di sebelah kanan Haru kemudian berbaring menghadap Sharen.

"Maaf ya Sha, tidurnya bertiga sama Haru. kamar Haru masih berantakan, belum dibenerin." Ucap Reno. Sharen tidak mampu menjawabnya karena rasa kantuk yang menderanya. Ia hanya tersenyum sekilas kemudian matanya benar-benar terpejam.

Reno meraih kenop lampu di atasnya dan mematikannya, kemudian tangannya menyentuh pipi Sharen dengan lembut.

"Selamat malam Sha.." Gumamnya.


******


Sinar matahari pagi menembus melalui celah-celah jendela kamar mereka berdua. Reno dan Sharen, keduanya masih asik tenggelam dalam mimpi mereka. Semalam mereka tidur berjauhan dengan Haru yang berada di antaranya, tetapi pagi ini, tubuh Sharen menempel dengan erat pada Reno, kepalanya tenggelam di dada Reno dan tangan Reno memeluk pinggangnya dengan kakinya yang melingkupi tubuh Sharen.

Silaunya sinar matahari membuat tidur keduanya terganggu, dengan perlahan baik Sharen maupun Reno, mereka mencoba membuka matanya dengan perlahan. Dan begitu matanya terbuka dengan sempurna, keduanya saling menatap dengan mata yang terbelalak menyadari posisi mereka sekarang. Tidak ada yang bergerak, keduanya seolah terkunci oleh tatapan masing-masing. Sharen mengerjapkan matanya dengan cepat. Kepalanya sedang berpikir keras, mengatakan sesuatu, atau melakukan sesuatu. Tapi dari kedua pikirannya, tak ada satu pun yang ia wujudkan. Hingga pada akhirnya, Reno mengencangkan pelukannya pada pinggangnya dan mengangkat kepalanya untuk melihat ke sekeliling ranjangnya.

"Haru, mana?" Ucapnya, begitu tidak mendapati Haru diantara mereka. Sharen masih sibuk mengatur laju jantungnya hingga ia tidak bisa berkata-kata dan hanya menggelengkan kepalanya seperti orang bodoh.

Reno terdiam sejenak. Ada sebuah roda gigi yang berputar dalam kepalanya, melakukan tindak lanjut dengan posisinya bersama Sharen saat ini, atau meloncat keluar kamar untuk mencari Haru yang menghilang dari kamarnya.

"Mungkin Haru lagi nonton TV diluar." Pada akhirnya, Reno memilih untuk tidak mencari Haru. Sharen kembali menganggukkan kepalanya. ia benar-benar terlihat seperti orang bodoh sekarang. Tidak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa berkedip dan menggerakkan kepalanya. ironis sekali.

"Ini, pagi pertama untuk kita Sha.." Reno menatap dalam-dalam mata Sharen. Sharen kembali menganggukkan kepalanya, dan sedetik kemudian, Reno membalik posisi mereka hingga membuat Sharen berada di bawahnya.

Ya Tuhaan.. jantung Sharen benar-benar berdetak diluar batas kewajaran, tubuhnya menegang sementara matanya tenggelam dalam tatapan mata Reno yang berkobar. Sharen menelan ludahnya, jarak mereka sedekat ini, kalau saja Reno tidak menahan kedua tangannya di samping Sharen, mungkin ia akan tertimpa oleh berat tubuh Reno.

"Kalau tidur, kamu memang selalu begini Sha?" Tangan Reno meraih tali tank top Sharen dan menyentuhnya perlahan. Tanpa sengaja kulit mereka berdua saling bersentuhan, menimbulkan sebuah getaran listrik pada tubuh mereka masing-masing.

Sharen kembali menelan ludahnya dan dengan susah payah ia mengeluarkan suaranya."Le..lebih enak ka.. kalo begini." Ucapnya. reno tak menjawabnya, pria itu malah semakin menatapnya dengan dalam. Perlahan tapi pasti, tatapan Reno turun pada bibirnya dan dalam sekejap mata, sesuatu yang basah dan lembut menyentuh bibir Sharen.

Dengan cepat, Sharen memejamkan matanya dan detik berikutnya, Reno menggerakkan bibirnya kemudian melumat bibir Sharen dengan lembut.

Sharen tidak mengerti, apa yang terjadi dengan dirinya. saat ini, Reno berada di atasnya dengan bibir lembutnya tengah melumat bibirnya. Seperti ini saja sudah membuat dia melemas dan meleleh. Astaga..

Dengan ragu, akhirnya Sharen menyambut bibir Reno dan menyeimbangkan gerakan suaminya itu. Mereka tenggelam dalam ciuman yang manis di pagi hari pertama untuk mereka.

Tangan Reno sudah tidak bisa diam lagi, ia mengusap pelan lengan Sharen, membuat Sharen menggeliat dan kemudian ritme ciuman mereka bertambah cepat menjadi lebih liar.

Sharen sudah benar-benar tidak bisa berpikir lagi, nafasnya sudah tersengal-sengal dan matanya berkunang-kunang begitu ia membukanya perlahan.

Reno melepaskan ciuman mereka, memberi waktu sejenak untuk keduanya mengatur nafas. Matanya masih menatap Sharen dengan dalam, dan senyuman tersungging di wajahnya. Sharen pun sama, ia membalas senyuman Reno dengan tersenyum begitu manis.

Tangan Reno terangkat ke atas kemudian dengan lembut ia mengusap kepala Sharen, menyingkirkan beberapa anak rambut yang menjuntai menghalangi wajahnya, matanya tetap menatap Sharen dalam kemudian bibirnya kembali bertemu dengan bibir Sharen.

Laju gerakan ciuman mereka jauh lebih liar dari sebelumnya, tangan Reno bahkan sudah siap di atas perut Sharen dan dengan perlahan menelusup masuk ke dalam tank top nya.

Reno tersenyum, begitu tangannya menyentuh sesuatu yang membuatnya penasaran sejak semalam. Dengan masih mempertahankan ciumannya, tangan Reno perlahan mulai bergerak, membuat Sharen menegang dan melenguh dalam waktu bersamaan.

Sharen sudah benar-benar meleleh dan habis dibawah Reno. Hanya begini saja, sungguh hanya begini saja ia sudah benar-benar merasa di habisi oleh suaminya, astaga..

Sharen kembali menggeliat pelan, dan tangan Reno kembali bergerak, dan ketika mereka semakin terdesak, pintu kamar mereka terbuka dengan kencang kemudian Haru berteriak seraya menangis.

"PAPAAA.. HARU PUP DI CELANA!!!" Teriaknya, membuat Sharen dengan cepat mendorong tubuh Reno dan segera membenahi penampilannya. Reno mendengus dengan kesal, kemudian dengan cepat ia turun dari ranjang dan melompat ke arah Haru.

Benar, putri manisnya memang benar-benar buang kotoran di celana!

Terbukti dari celana tidurnya yang sudah berubah warna sebagian, membuatya bergidik dengan ngeri. Oh tidak, cobaan di pagi hari!

"Haru kemarin makan apa?" Sharen mengikuti Reno, ia berjongkok di hadapan Haru dan menatapinya dengan miris.

"Makan eskrim sama pudding, lima porsi!" Tangisannya hilang, terganti dengan senyuman begitu membayangkan makanan tersebut. Sharen memejamkan matanya. Pantas saja..

"Memangnya gak sakit perut ya? ya ampun, Reno! Haru mencret! Cepet bawa ke kamar mandi!!" Sharen melihat Reno dengan panik. Tanpa berpikir panjang, Reno sudah membawa Haru ke kamar mandi dan Sharen membersihkan lantai yang kotor karena Haru.

Suara tangisan Haru terdengar di kamar mandi dan mendadak suasana pagi ini begitu ricuh! Sharen berlari ke kamar mandi kemudian ia menggantikan posisi Reno untuk membersihkan Haru.

Reno keluar dari kamar mandi dan menatapi Sharen dan Haru secara bergantian dari luar.

Pelajaran pertama!

Singkirkan jauh-jauh anak-anak ketika hendak melakukan perbuatan yang mesum!!

Argh, gagal sudah paginya !!!!!



- TBC –



Hahahaha XD maafkan aku atas adegan 17+ diatas, padahal cerita si mas Reno ini niatnya bersih dari begituan loh. hahaha

Kemarin ada yang nanyain mengenai konflik.. yah, memang gak rame hidup seneng seneng aja tanpa konflik, dan gak ada hidup yang begitu. Termasuk hidup si Sharen sama mas Reno. Tunggu saja, sekarang nikmati masa bahagia lebih dulu wkwkwk

Tetap selalu terimakasih untu kalian yang sudah memberikan semangat lewat baca, komen, dan vote. Aku bener-bener gak bisa ungkapin gimana perasaan aku XD

Pokonya aku sayang kaliaaaan :* titik !  



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro