PART 15
Sharen tak henti-hentinya merutuki dirinya ketika perasaan menyesal tumbuh dan berkumpul menyerangnya. Demi Tuhan, kenapa ia malah langsung menerima lamaran dari Reno? kenapa ia tidak mengatakan pada pria itu kalau ia membutuhkan sedikit waktu untuk berpikir, setidaknya buat Reno bersungguh-sungguh dan meyakinkannya, setidaknya juga ia perlu untuk berpikir kan?
Tetapi semua sudah terlambat. Ia sudah menerima Reno begitu pria itu mengatakan maksudnya. oh Tuhan, kalau langsung mau begitu, kesannya Sharen.memang smgat menginginkan Reno dan.mendambakannya sejak lama. Harus ia taruh dimana mukanya? Sharen malu, sungguh.
Dengan mengatur detak jantungnya, Sharen berusaha untuk bersikap biasa saja dan membuka pintu rumahnya dengan cepat. Ia pulang lebih dulu tadi, mengatakan bahwa ada bimbingan mendadak dari dosennya. Jelas sekali kalau Sharen berbohong, kemarin ia sudah sibuk bimbingan dan hari ini adalah jadwal bebasnya. Rencananya juga hari ini ia akan menghabiskan waktunya untuk ulangtahun Haru dan bersama anak-anak di Daycare. Tetapi setelah ungkapan dari maksud Reno padanya, niatnya luntur tak bersisa. Ia benar-benar sangat malu, ketika Reno memaksa ia untuk menjawabnya dengan jelas, Sharen mengatakannya dengan keras, dan seluruh gerbong ternyata mendengarnya. Jika begitu, apa lagi yang bisa membuat dirinya diam dengan muka datar di antara mereka? Sudah cukup Reno membuatnya malu habis-habisan, jangan yang lain lagi.
"Ehm, kok udah pulang lagi?" Sarah―ibu Sharen berdiri di ruang tamu dengan muka yang berseri-seri.
"Cape ma, Sharen mau istirahat."
"Oh, jadi bimbingan itu istirahat ya?" Sarah tersenyum dengan senang begitu Sharen menatapnya tak menyangka. Anaknya pasti kebingungan, tahu darimana ia mengenai Sharen yang pergi bimbingan.
"Reno tadi telpon mama, katanya dia abis lamar kamu secara pribadi. Yah, lamarannya di terima tapi kamu malu banget. Dia bilang sih kamu pulang duluan karena mau bimbingan, tapi dia juga bilang ke mama mungkin kamu bohong, makanya dia nyuruh mama jangan nanya apa-apa kalau kamu pulang." Jelas Sarah. Sharen menahan rasa kesalnya untuk Reno. Dasar! Pria itu, bisa-bisanya dia menelpon ibunya dan malah mengatakan semuanyaaaa?
"Kalau dia nyuruh mama ngomong ya harusnya mama gak ngomong!"Dengan kesal, Sharen menghentakkan kakinya dan berjalan cepat menuju kamarnya. sarah tertawa di tempatnya. "Setelah ini kamu bakal lebih malu lagi sayang!" Teriaknya.
"Ah mama dieeeeem!!!!"
*******
"Gila lu No! lu langsung lamar dia?" Mushkin berjalan cepat dari dapur rumahnya menuju sofa dimana Reno sedang duduk.
"Abisnya gimana Mus, lu tau sendiri waktu gue ngulurin tangan gue, dia malah bilang bukan muhrim! Mau taro dimana muka gue kalau gue ngajak dia pacaran." Reno menyeruput kopinya dengan santai, Haru bermain bersama neneknya dan ia memutuskan untuk mengunjungi Mushkin di rumahnya. Mereka berdua sama-sama sedang libur hari ini. Reno meliburkan dirinya, sementara Mushkin mengatakan kalau ia sakit. Tapi sebenarnya ia baik-baik saja, tidak terlihat sakit.
"Ya tapi elo udah yakin Reno?"
"Seratus persen!"
"Ya Tuhan, kemarin-kemarin lo masih ragu pe'a!"
"Gue minta petunjuk Mus, yah.. Alhamdulillah petunjuknya baik, jalan gue juga baik kan." Reno tersenyum dengan sangat manis begitu mengucapkannya. Mushkin mencibir ke arahnya. "Dasar so' ustadz lu!"
"Makanya lo cepetan cari calon, gue udah mau dua kali nikah Mus. Masa lo pacar aja belum punya."
"Sialan lu ya! mentang-mentang diterima lamarannya, baru juga kemarin-kemarin galau, ragu, eh ternyata hasrat terpendam lu gak bisa mentolerir keraguan lo. Hahaha."
"Hasrat apaan maksud lo?"
"Ya apalagi? Tujuan lo nikah buat apa? Ya buat ML kan Renooo.. lu gak sadar ya, lu puasa berapa lama? hampir lima tahun kan? lu memang haus belaian sob!"
"Gila lu! Memangnya tujuan nikah cuman buat gituan." Reno sedikit gelagapan begitu mendengarnya. Benar, ia hampir lupa bahkan kapan terakhir kali ia melakukannya. Dan nanti, begitu ia menikah, ia akan......
TIDAAAAK!!
Jangan pikirkan itu dan siksa dirimu sendiri !!!
"Udah gak usah di bayangin. Nanti lo bener-bener kepengen lagi no!" Mushkin meledeknya dan tertawa dengan kencang begitu ekspresi Reno menggelap menatapnya.
"Astaga, Reno.. lo bener-bener lucu kalo lagi ketimpa lope!"
******
Icha berjalan dengan cepat saat masuk ke rumah Sharen dan begitu menemukan kamarnya, dengan cepat pula ia membuka pintu kamar sahabatnya. Sharen disana tengah berbaring telentang menatap langit-lagit kamarnya.
"Lo! Harus jelasin semuanya sama gue." Icha mengunci kamar Sharen dan duduk di atas kasur, tepat di samping Sharen.
"Lo dilamar Ren? Seriusan?" Mendengar pertanyaan Icha, Sharen menghela napasnya kemudian membenahi posisinya menjadi duduk dan berhadapan dengan Icha. Wajahnya kebingungan, tapi kemudian berseri-seri begitu ia mengingat lamaran yang di lakukan oleh Reno.
"Elaah, malah senyum-senyum. Jawab gue yanti!"
"Ish. Bisa gak, jangan panggil gue begitu." Gerutu Sharen. Icha tersenyum dengan deretan giginya. "Okay. Gue gak akan manggil lo gitu, tapi lo harus jelasin semuanya." Keukeuhnya. Sharen menganggukkan kepalanya perlahan. "Yah, dia lamar gue."
"Papanya Haru lamar gue, dan gue.. gue terima dia. Aduh Cha.. gimana yah, kok gue malah langsung terima sih? Harusnya yah gue minta waktu kan? biar kesannya gak obral banget..kalau langsung terima dia kan nanti gue.. aduh Cha, nanti gue malu soalnya dia pasti nyangka gue kepengen banget." Sharen panik, memikirkan apa yang mengganggunya sejak tadi. Sementara Icha hanya menatapnya dengan tatapan tidak menyangka.
"Gue kira lo galau karena lo bingung Ren, ternyata lo galau karena lo kesenengan? Aduh mamaaa.."
"Eh bentar, lo udah gak suka sama kak Deri emangnya?"
Deri? Begitu namanya disebut, Binar di wajah Sharen langsung padam begitu saja. gadis itu terdiam, seperti berpikir sejenak dan kemudian tersenyum pahit.
"Ngapain juga gue nunggu dia Cha, sampai kapanpun gue itu adiknya dia, gak akan bisa lebih."
"Dan lo nerima Reno? Jangan bilang lo jadiin dia pelarian!"
"Ya ampun Cha, kok lo mikir begitu sih? Nggak lah, gue nerima dia ya karena gue mau. karena gue juga sedikit banyak udah tau dia, dan gue juga.. yah, kalau ada yang niat baik sama kita kenapa kita tolak?" Sharen menjawabnya dengan penuh keyakinan, tapi sebenarnya hatinya ragu, hatinya juga bertanya-tanya. Apa yang membuatnya menerima Reno? Apakah karena sumpahnya sewaktu di Paleo hotel dulu? Tapi tidak, ia bahkan lupa dengan sumpah itu. Lalu karena apa? Jelas-jelas perasaannya masih untuk Deri. Ah, deri? Benarkah? Ia sendiri tidak tahu.
"Sharen, nikah itu gak main-main. Lo bener-bener harus menyerahkan semua hidup lo. Termasuk tubuh lo, dan lo siap?" Tanya Icha. Sharen terdiam sejenak. Siapkah dia?
"Hidup lo gak akan sebebas sekarang karena lo udah punya sebuah ikatan, dan lo pun nikah sama seorang duda, beranak satu! Mungkin memang lo sayang sama Haru sekarang, tapi ketika lo punya anak nanti, mampukah lo tetep sayang sama Haru dan gak menganggapnya anak tiri lo?"
Pertanyaan Icha membuat Sharen membelalakkan matanya. Astaga, sahabatnya sampai berpikir ke arah sana?
"Cha.. gue tahu, sebenernya masih banyak pertimbangan yang bisa bikin gue ragu. Tapi makin dipikirin makin pusing, di banding itu. Gue butuh dukungan Cha, please banget lo bilang kalau gue bener. Kalau jalan yang gue pilih atas keputusan gue udah bener." Sharen menatap penuh harap pada sahabatnya, keraguan dalam dirinya sudah muncul, menyerang keyakinan teguh dalam hatinya, dan ia harus berjuang untuk menghilangkan itu. Yang terpenting, ia juga butuh sebuah dukungan.
"Oh sahabatku.. ya ampun.. gue bener-bener dukung lo Ren, nikah itu ibadah, dan lo bakalan menunaikan salah satu ibadah. Gue berhrap lo selalu bahagia. Sayangku." Ucap Icha. Gadis itu merentangkan tangannya dan dengan cepat, Sharen memeluk sahabatnya dengan erat.
"Makasih Cha.." Ucapnya.
******
"Papaaa!" Maryam berteriak kegirangan begitu melihat suaminya membaca Koran di halaman rumahnya.
"Apa sih ma? Heboh sekali."
"Papa.. tau gak, anak kita pa.. ya ampun, anak kitaaaa..." Suaminya menatapnya heran. Anak mereka? Kenapa? Ada apa dengan anak mereka?
"Bicara yang jelas ma, jangan terburu-buru." Ucap suaminya lagi. Maryam mengatur napasnya sejenak. Kemudian matanya menyala-nyala dengan sebuah kebahagiaan.
"Reno papaaa.. Reno lamar anak gadis orang!" Pekiknya.
"Apa? Yang benar ma?"
"Iya pa, ih tau gak. Mama tuh udah curiga waktu Reno bilang nitip Haru dan tolong handle pestanya. Mama kira dia mau kemana, eh dia nyamperin Sharen paa.. aduh, udah gitu mereka bicara berdua aja. Mama penasaran sebenernya,tapi mama harus bagiin hadiah."
"Terus?"
"Ya mama pindah alihkan hadiah nya sama bunda Daycare, terus mama intipin mereka. Untung mama gak telat. Ya ampun papaa, anak kita manis banget! Mama denger dia bilang 'Sharen Ismayanti, maukah kau menikah dengan aku, Mareno Adzanul Ilham Saputra?' Eaak papaaa, mama sampe baper sendiri. Ya ampun anak kitaaa.. duh, mama punya menantu baru. Aaaaa papa, mama seneng banget!" Maryam mengatakannya dengan memeluk suaminya erat-erat. Membuat suaminya sedikit kewalahan tapi pada akhirnya tersenyum juga.
"Syukurlah ma,"
"Iya pa, dan Reno tadi bilang. katanya minggu depan kita lamar Sharen secara resmi! Duh pa, beli baju baru yu? Mama ga punya baju buat acara lamarannya."
"Dasar wanita, ujung-ujungnya belanja lagi." Sahut suaminya begitu mendengar Maryam mengatakan keinginannya.
********
Satu minggu sudah berlalu, dan akhirnya tiba waktunya ketika Reno akan membawa kedua orangtuanya untuk melamar Sharen secara resmi. Siang ini, Reno bergerak gelisah diatas kursi kantornya, berulangkali dia melirik jam di tangannya, memperhatikan waktu yang entah mengapa begitu lama sekali berjalan.
Rasanya sudah begitu lama ia duduk dan bekerja, tetapi jam masih saja menunjukkan pukul sebelas! Masih sangat lama sampai jam pulang, dan mengunjungi Sharen.
Oh Sharen, pertemuan terakhirnya dengannya hanya waktu lamaran di kereta saja. setelah itu mereka tidak lagi bertemu, Reno bahkan tidak menelpon atau mengirim Sharen pesan. Terakhir kali ia mengirim pesan pun, ketika ia menatakan pada Sharen untuk segera menyelesaikan skripsinya, dan kalau pun ada kesulitan Sharen bisa meminta bantuannya. Tapi gadis itu sepertinya tidak membutuhkan bantuan.
"Welcome, Princess!" suara bel dari pintunya membuatnya menolehkan kepalanya. perlahan, muncul tubuh mungil Haru dengan satu kotak eskrim di tangannya.
"Papaaa!" Pekik Haru, anak itu berlari dengan kesusahan karena eskrim di tangannya. Reno menyambut putri nya dan menggendongnya kemudian duduk di atas sofa ruangannya.
"Maaf pak, Haru maunya eskrim yang besar." Indri―sekretarisnya muncul di belakang Haru.
"Yah, gak apa-apa Indri. Terimakasih ya, kamu boleh kembali bekerja."
"Baik pak." Dan setelah itu, sekretarisnya keluar dari ruangannya. Dan kembali terdengar suara dari pintunya 'Goodbye, Princess!'
"Papa buka!" Haru menyodorkan kotak eskrim tersebut padanya. Reno meraihnya kemudian membukanya.
"Beli yang besar, memangnya mau habis?"
"Haru makan berdua sama papa! Eh, sama tante Sharen juga. Kemarin waktu ketemu, Haru udah janji mau kasih eskrim ke tante Sharen." Reno mendecak kesal, merasa iri dengan Haru yang bertemu dengan Sharen sementara dia tidak! Astaga, kenapa dengannya??
"Oma bilang, nanti sore mau ke rumah tante Sharen papa?" Haru bertanya dengan mulutnya yang penuh dengan coklat.
"Iya sayang, nanti kita ketemu tante Sharen. Udah makan eskrim, Haru tidur ya?" Bujuk Reno. Tangannya merapikan bibir Haru yang belepotan.
"Ciaaaap pak bos!" Sahut Haru. reno tersenyum, kemudian ia menatapi ponselnya. Apa ia harus menelpon Sharen?
******
"Mama! Kapan Adnan sampe?" Sharen keluar dari kamarnya dan mendatangi ibunya yang sedang sibuk membuat kue. adiknya―Adnan yang tinggal di luar kota bersama salah satu keluarganya akan datang kesini, tentu saja karena lamaran itu.
"Katanya sekitar jam duaan. Kenapa emang?"
"Dia minta di jemput, tapi Sharen gak bisa. Mau ke kampus."
"Kalau gitu kamu simpen motornya, biar mama minta tolong yang lain. Kamu naik angkot aja."
"Yaudah Sharen mau minta anter sama kak Deri aja!"
"Gak boleh, kamu minta anter Reno aja."
"APAAAA??!"
"Biar mama yang telpon Reno nya."
"WHAAAT? NO MAMA! BIAR AKU AJA!!!"
Dengan cepat, Sharen kembali ke kamarnya dan meraih ponselnya. Sebelum ia mengaktifkan layarnya, layar ponselnya sudah lebih dulu menyala, terdapat sebuah panggilan dari Reno disana.
Sharen terperanjat, hampir saja ia melemparkan ponsel kesayangannya.
Jantungnyaaa, astaga! Hanya dengan melihat nama Reno pada ponselnya sudah membuat Jantungnya bergoyang Harlem Shake dengan sangat sadis!
Tolong, ia masih ingin hidup..
Dengan mengatur napasnya, Sharen menerima sambungan telpon itu dan mendekatkan ponselnya ke telinga nya dengan ragu.
"Iya?" Ucapnya. sedikit kebingungan harus mengatakan apa pada Reno. Demi Tuhan, ini kata-katanya yang pertama sejak seminggu belakangan.
"Sha, kamu lagi apa?"
YA TUHAAAAN..
Jantung Sharen berdetak dengan cepat, suaranyaa.. suara Reno.. suara lembut yang memintanya untuk menikah dengannya, suara yang mengatakan sayang padanya seminggu yang lalu. Astagaaaa...
Sharen menggigit bibirnya dengan resah. Tenang.. tenang..
"Ehm, lagi mau berangkat."
"Kemana?"
"Kampus."
"Ngapain?"
"Bimbingan."
"Kapan kamu perginya Sha?"
"Sekarang."
Sharen tidak mengerti, hanya kata-kata seperti itu yang bisa ia ucapkan, padahal bibirnya sudah ingin berbicara beberapa paragraph pada Reno. Oh tidak, apa yang terjadi padanya??
"Sekarang banget Sha?"
"Iya."
"Kamu sakit?"
"Nggak."
"Kok jawabnya singkat-singkat begitu? Sariawan kah?"
Sharen ingin menertawakan dirinya sendiri. Tuh kan, Reno malah menyangkanya sariawan. Lagipula kenapa juga dia, kenapa mendadak jadi irit bicara seperti ini? ayolah, bersikaplah biasa supaya tidak terlalu kelihatan kalau ia masih malu. Apa? Malu? Tidaak!!
"Iya sariawan, butuh di sumpel sama segepok kertas berwarna pink!" Jawabnya. Reno tertawa di sebrang sana.
"Ya ampun Sha, kamu mulai menunjukkan gejala kematrean?"Ucap Reno. Sharen sudah berhenti menggigit bibirnya dan kini ia malah menahan senyumnya.
"Kenapa? Gak suka?"
"Suka banget Sha, senggaknya uang aku gak akan numpuk. Nanti ada yang abisin."
ASTAGAAA..
Kalau sedang seperti ini, mendengar Reno berbicara seperti itu malah membuatnya semakin senang. Apa? SENAAANG?!
"Huuu.. jadi mau sombong?"
"Kenapa? Gak suka?" Tanya Reno di seberang sana. sharen berdecak. "Malah balikin. Nyebelin.."
"Gapapa, nyebelin juga udah laku. Nyebelin juga kamu nerima lamaran aku."
DASAR PRIA MENYEBALKAAAN...
Sharen masih malu, sungguh. Dan Reno malah membuat Sharen semakin malu. Pria itu, di telpon saja sudah begini. Bagaimana nanti ketika mereka bertemu?
"Ehm, mau pergi sekarang. Udah telat soalnya."
"Okay, hati-hati dijalan ya Sha.."
Kenapa terdengar seperti hati-hati dijalan ya sayang!
Otaknya! Kenapa malah menangkap hal-hal seperti ituuu?
Sharen sepertinya bisa gila kalau begini terus.
"I..iya." Sahut Sharen. Dan sambungan mereka terputus. Dengan cepat Sharen mengambil tas nya. Kalau sudah begini, memang lebih baik naik angkot saja.!
*******
Jam sudah menunjukkan pukul lima ketika Sharen menaiki angkot yang akan membawanya menuju rumahnya. Ibunya sudah terus menerus mengiriminya pesan dan mengatakan padanya kalau ia harus sudah tiba di rumah sebelum Maghrib, sementara jalanan macet sekali!
Seorang wanita di hari lamarannya terjebak macet begini? Mati saja dia! Sharen mendadak kesal dengan situasi yang di alaminya sekarang.
Setengah jam kemudian ia berhasil masuk ke dalam rumahnya, dan betapa terkejutnya dia ketika di dalam rumahnya sudah banyak sekali makanan, seperti mau berpesta saja. ya ampun, ibunya berlebihan sekali. Ini kan hanya lamaran biasa, pertemuan dua keluarga, kenapa harus mempersiapkan seperti akan mengadakan pesta syukuran satu kampung?
"Gak usah lirik sana-sini, cepet mandi. Keburu Adzan!" Ibunya menatapnya dengan galak, membuat Sharen mengerucutkan bibirnya dan menurut untuk masuk ke dalam kamarnya.
Begitu ia berhasil masuk, sebuah gaun panjang berwarna pink berada di atas ranjangnya.
"Pake itu! Awas kalo nggak." Teriak ibunya dari luar. Sharen menghela napasnya, baiklah.. hari ini jadilah gadis penurut.
*****
Reno menatap kaca dengan penuh keraguan. Apakah penampilannya sudah baik? Ini sudah ketiga kalinya ia mengganti kemeja dan jas nya, tetapi kenapa ia tidak merasa percaya diri. Astaga..
Dengan cepat, Reno mengambil ponselnya dan menghubungi Mushkin.
"Kenapa No?"
"Mus, Sorry. Tapi gue bingung, menurut lo gue pake apa?"
"Apaan?"
"Baju mus, buat acara lamaran gue hari ini. bagusnya kayak gimana ya?"
"Ya elaaaah, ini duda satu! Udah mau berangkat tapi lo masih mikirin baju? Mati aja dah lu bro,"
"Jangan gitu dong Mus, please."
"Hadeuh, gue berasa ngurus anak gadis ya. Tsk. Ya lo pake baju apa ajalah yang menurut lo nyaman, asal gak telanjang aja. Fine!"
"Lu malah gak membantu gue Mus!"
"Aduh pak bos, gue mah cuman sahabat plus plus yang merangkap jadi asisten lu. Sejak kapan gue jadi stylish lu? Udah ah sono ganti baju, yang cakep. Gue lagi ngerjain laporan gue. Bye."
Dan sambungan mereka terputus. Reno melemparkan ponselnya dengan gusar.
"Papa, kata oma cepet!" Kepala Haru menyembul dari luar. Reno menatap putrinya dengan senyuman. Bagaimana kalau bertanya pada Haru saja?
"Hmm.. Haruna, sini sayang!" Tangan Reno bergerak melambai-lambai pada Haru. anak itu menurut dan mendekatinya.
"Menurut Haru, papa pakai kemeja yang mana?" Reno menunjuk beberapa kemeja yang tergeletak di kasur. Haru menatapnya sejenak kemudian telunjuknya menunjuk kemeja yang ia pakai. "Itu bagus! Seperti baju Elsa." Sahutnya. Seperti baju Elsa karena berwarna biru.
"Jadi ini aja?" Tanya Reno. Haru mengangguk. Tapi kemudian ia menunjuk kemeja lain yang tergeletak. "Papa! Ini juga bagus, seperti baju Superman. Ini juga, papaa! Itu juga."
Dan selanjutnya yang terjadi adalah Haru membuka lemari besar Reno kemudian menunjuk semua kemeja Reno secara bergantian dan mengatakan bahwa semuanya bagus seperti baju ini, dan baju itu.
Argh! Haru benar-benar anak kecil! Sama sekali tidak membantu!
"Reno, tunggu apa lagi? cepet!" Teriakan Ibunya dari luar membuat Reno menjambak rambutnya kasar dan tidak ada waktu lagi untuk mengganti baju. Pada akhirnya Reno memakai apa yang sudah dipakainya, kemeja berwarna biru langit dengan jas abu-abu dan celana yang senada dengan jas nya.
Ia meraih Haru ke dalam gendongannya dan membawanya keluar dari kamarnya.
*******
Sharen duduk di depan kaca, memakai lipstik pink nya dan memastikan bahwa penampilannya tidak terlalu biasa tetapi tidak terlalu berlebihan juga.
Ia membenahi letak kerudungnya yang sudah ia atur sejak tadi. Matanya memandang pantulan dirinya di cermin.
Seorang gadis dengan rona merah di pipinya memandangnya dengan lurus.
Pipinya merona? Astaga, Sharen tidak menyangka itu.
"Kakaak, kirain Adnan kakak bakal menjomblo terus." Adnan duduk di belakangnya, memainkan ponselnya dan menatapi Sharen sekilas.
"Enak aja do'ain kakak sendiri jomblo!" Gerutu Sharen.
"Calon kakak, cakep gak?"
"Banget!" Ucap Sharen. Adnan menatapnya sekilas kemudian tertawa. Ups, sepertinya Sharen terlalu bersemangat!
"Cinta banget ya kak?"Tanya Adnan. Sharen mendengus. "Cinta, cinta. Tau apa kamu soal cinta!" Gerutunya.
"Sharen, cepat sayang. Reno sudah datang."
Teriakkan dari ibunya diluar membuat Sharen segera bangkit dari duduknya dan dilanda kepanikan yang luar biasa? Apa? Sudah datang? Bagaimana inii??
*******
Sharen dan Reno duduk berhadapan. Haru di pangkuan kakeknya tengah memainkan rambut boneka Elsanya, Reno menatap ke arahnya sementara Sharen menundukkan kepalanya. malu sekali.
Kalimat-kalimat yang Reno ucapkan ketika melamarnya tiba-tiba saja terngiang di telinganya dan membuatnya tak berani untuk sekedar mengangkat wajahnya.
"Jadi bu, ibu tidak keberatan anak saya mempuyai niat yang serius pada Sharen?" Maryam membuka suaranya, menatap Sarah dengan sungguh-sungguh.
"Sebelum bertanya pada Sharen, nak Reno sudah meminta persetujuan saya terlebih dahulu. Alhamdulillah, saya sangat senang. Nak Reno menghargai keputusan saya, dia bilang kalau saya tidak mengizinkan, dia akan mundur pelan-pelan." Ucap sarah. Maryam tersenyum puas seraya menatap Reno. Ya ampun, anaknya. Ternyata begitu jantan.
"Kalau sudah ada yang berniat baik begitu, mana mungkin saya menolak."
"Syukurlah.."
"Jadi Nak Sharen, kamu benar-benar mau menikah dengan anak kami?" Ayah Reno membuka suaranya. Ia bertanya dengan sungguh-sungguh pada Sharen, dan Sharen menjawabnya dengan malu.
"I..iya saya mau." Ucapnya. kemudian semua orang tersenyum dengan sangat puas mendengar jawaban Sharen, Reno yang terlihat begitu bahagia mendengarnya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau mereka menikah bulan depan?"
APAAA? BULAN DEPAAAN??
"Kebetulan saya sudah memilih tanggalnya bu, saya sudah mencocokannya dengan Sharen dan Reno." Ucap Maryam lagi. sarah tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.
"Saya terserah Sharen saja, tapi memang lebih cepat lebih baik. Kalau begitu saya akan menelpon Omnya Sharen, untuk memintanya menjadi wali nikah Sharen." Kata Sarah. Maryam mengangguk. Ia tahu bahwa ayah Sharen sudah meninggal. Untuk itulah, ia tidak mengatakan banyak hal maupun bertanya.
"Semua persiapan, biar pihak kami saja yang mengurus." Tawar Maryam lagi. Sarah hendak berprotes, tapi ia urungkan.
" Kita bisa mempersiapkannya bersama-sama bu. Tetapi tetap, kami yang menanggung semuanya." Ujar Maryam. Sarah kembali mengangguk.
"Saya mengikuti saja." Ucapnya seraya tersenyum.
"Resepsi biar di laksanakan di hotel Reno aja ya, ma.. pa." Ucap Reno. Dan orangtuanya mengangguk setuju.
******
"Tante! Eskrimnya mencair.." Haru mengerucutkan bibirnya saat membawa eskrim kotak yang dibelinya siang tadi. Saat ini Reno, Sharen dan Haru sedang duduk di luar rumah, dengan para orangtua yang tetap di dalam membicarakan urusan mereka.
"Eskrim apa?" Sharen meraih kotak eskrim yang Haru berikan padanya.
"Tadi siang Haru beli eksrim Sha, dia beli yang besar. Katanya ingin dikasih ke kamu. Aku lupa, malah nyimpen di mobil tadi. Gak langsung dibawa." Reno menggaruk tengkuknya ketika menjelaskannya.
"Jadi, selain bawel. Pelupa juga ya?" Tanya Sharen. Membuat Reno langsung menatapnya dengan tajam.
"Itu tadi soalnya buru-buru, jadi lupa." Ucapnya, sedikit gelagapan.
"Oh, jadi kalau buru-buru, pelupa? Gitu?" Suara Sharen sekarang terdegar seperti sedang menggoda Reno dan memojokannya habis-habisan. Membuat Reno menatapnya sedikit kesal.
"Ihs.. kok kamu gitu sih Sha." Rajuknya, dan Sharen tertawa dibuatnya. Reno lucu kalau sedang seperti ini.
"Papa, tante.. Haru kok di cuekkin?"
ASTAGA! HARU!
Dengan cepat Sharen dan Reno mendekat ke arah Haru, bermaksud untuk meraih Haru tapi tanpa sengaja tangan mereka malah bersentuhan.
Saling menatap, mereka kemudian sama-sama tersenyum dengan malu.
Sementara itu, Haru menatap keduanya secara bergantian.
"Papa sama tante Sharen kenapa senyum begitu?" ucapnya polos. Membuat senyum di wajah keduanya langsung menghilang seketika.
Sharen memutuskan untuk membuka kotak eskrim dan memakannya dalam diam sementara Reno mengambil ponselnya dan mencoba mengetikkan sebuah pesan. Tapi yang Reno lakukan hanyalah menekan menu utama, kemudian kembali pada desktop.
"Haru di cuekkin?!!" Suara Haru sedikit meninggi, hingga membuat keduanya terkejut dan dengan cepat Sharen menyimpan eskrimnya diatas meja dan Reno menyimpan ponselnya begitu saja.
"Maaf sayang, papa barusan sms om Mus." Sahut Reno. Haru malah tertawa cekikikkan. Kenapa?
"Haru kenapa?" Sharen menatapnya heran. Haru semakin cekikikan, ia melompat ke dalam pangkuan Sharen kemudian menunjuk sesuatu diatas meja. Membuat Reno dan Sharen membelalakan mata mereka.
"Ponsel papa kayaknya mau makan eskrim juga!" Ucap Haru senang. Sementara Reno menatap miris pada iPhone 6 nya yang kini sedang berenang di dalam kotak eskrim Haru.
"Daaamnnnn..!" Geram Reno. Ia tidak memperhatikan ketika menyimpan ponselnya. Pantas saja tadi ia merasa tidak meletakan ponselnya pada tempat yang tepat!
"Makanya pak, liat sekitar." Ucap Sharen, dan tawanya pecah begitu Reno mengambil ponselnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dasar duda ceroboh!
******
Akhir pekan ini, Sharen di sibukkan dengan persiapan pernikahannya. Di rumahnya ibunya sudah sangat sibuk mempersiapkan acara untuk keluarga juga pengajian. Begitu pula di rumah Reno. Kedua keluarga sama sibuknya.
Sharen turun dari mobil Reno begitu mereka sampai di toko perhiasan. Reno mengajaknya memilih cincin, karena itu yang belum mereka persiapkan. Surat undangan, dekorasi pernikahan, catering, baju kebaya, dan hal lainnya sudah masuk ke dalam persiapan. Ibunya dan ibu Reno yang mempersiapkan semuanya, tentunya dengan bertanya pendapat mereka juga.
Haru berjalan riang di antara Sharen dan Reno, berkali-kali sejak mereka berjalan Haru meminta keduanya untuk mengangkatnya dan mengayunnya hingga ia bersorak penuh kemenangan.
"Sst.. sudah dulu ya sayang, kita masuk dulu." Reno berjongkok di hadapan Haru kemudian meraih tubuh Haru dan menggendongnya.
"Kenapa Haru di gendong?" Sharen bertanya begitu Reno kembali berjalan di sampingnya dengan Haru dalam gendongannya.
"Bahaya Sha kalau dia jalan, nanti kita sibuk milih, dia malah sibuk kesana kemari. Bisa repot." Jelas Reno. Sharen hanya ber oh ria menjawabnya.
Langkah mereka akhirnya sampai tepat di depan etalase perhiasan. Pelayan toko menyambut kedatangan mereka dengan ramah.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" sapanya. Reno menatapi sekilas beberapa baris cincin dalam etalase.
"Kita mau mencari cincin pernikahan mbak, bisa tunjukkan mana yang terbaru?" Ucap Reno. Sharen mendelik singkat padanya, kenpa harus yang terbaru?
"Kami punya cincin yang bertahtakan berlian 44 karat untuk mempelai wanita. Ada juga beberapa krystal lain yang―"
"Maaf mbak, yang biasa saja. gak usah pake berlian atau Kristal." Sela Sharen. pelayan toko itu tersenyum dengan canggung, dan Reno menatap Shren dengan tatapan sebalnya. Untuk sebuah pernikahan yang akan dilaksanakan seumur hidup, kenapa harus cincin yang biasa?
Sementara Sharen sedikit melotot pada Reno, dalam hati ia sedikit kesal pada pria itu. Kenapa harus berlebihan seperti itu? Apa? Berlian? Oh, bukan ide yang baik. Sharen tidak terlalu suka barang mewah seperti itu. Lagipula yang akan memakainya juga dia kan? bukan Reno. Jadi terserah dia dong.
Setelah perdebatan antara tatapan yang agak lama, Sharen memalingkan wajahnya dan tanpa sengaja matanya menangkap sepasang cincin yang berada di pojok etalase. Begitu melihatnya, ia langsung menyukainya.
Reno yang memperhatikan Sharen, mengikuti arah tatapan gadis itu kemudian ia tersenyum dengan sangat puas
"Mbak, saya ambil yang itu." Ucap Reno. Pelayan toko itu mengangguk, kemudian mengambil cincinnya sebagai contoh. Reno mengurus semuanya, kemudian membayarnya. Cincin yang mereka pesan akan selesai pada minggu berikutnya.
"Terimakasih sudah mampir ke toko kami." Ucap pelayan toko itu dengan hormat. Haru yang masih berada dalam gendongan ayahnya tersenyum. "Sama-sama tante!" Pekiknya. Membuat pelayan itu tertawa kemudian menatap Reno dan Sharen bergantian.
"Keponakan anda lucu!" Puji sang pelayan. Sharen tertawa, begitu juga Reno.
"Ini anak saya mbak.."Ujar Reno, membuat mata sang pelayan hampir melompat keluar dan mulutnya menganga dengan lebar.
Sharen tersenyum sekilas kemudian mengajak Reno untuk pergi dari sana. begitu menjauhi toko,Reno kembali menurunkan Haru di antara mereka berdua dan berjalan bersama.
"Kasihan sekali anak papa, gak di aku orang sebagai anak papa!" Reno tertawa cekikikan mengingat ucapan pelayan toko barusan. Sharen juga ikut tertawa. Hari ini baru pertama kali gadis itu tertawa dan bersikap seperti biasanya. Sejak tadi, Sharen sangat berbeda. ia lebih pendiam dan tidak banyak bertingkah.
"Hmm.. ngomong-ngomong Sha, kamu kenapa gak mau cincin berlian tadi?" Reno menyuarakan rasa penasarannya pada Sharen. Gadis itu menatapnya sekilas kemudian kembali fokus pada jalan di hadapannya.
"Rasanya terlalu mewah, aku lebih suka yang sederhana. Lagipula cincin pernikahan juga biasanya sederhana kan."
"Tapi untuk sampai tua masa kamu mau yang sederhana begitu?" Protes Reno. Jantung Sharen tiba-tiba saja memompa darahnya dengan sangat cepat. Sampai tua? Kedengarannya manis sekali. Mereka seperti akan hidup bersama sampai tua saja.
"Hmm.. yah, aku lebih suka yang terakhir." Sahutnya. Reno tersenyum penuh kemenangan.
"Sebenarnya Sha, yang terakhir yang kamu pilih, harganya yang paling mahal diantara semuanya." Reno menatap Sharen dengan senyuman yang sangat puas. Langkah Sharen berhenti dan ia langsung menatap Reno dengan tidak percaya.
"Apa? Paling mahal?!" Pekiknya. Reno mengangkat bahunya.
"Aku lapar, kita mau makan dimana? Ah, Haru.. mau makan pizza?" Tanpa menghiraukan Sharen, Reno berjalan lebih dulu. Meninggalkan Sharen yang terdiam mematung atas apa yang di katakan oleh pria itu.
"Seriously?!" Gumamnya pada dirinya sendiri. Jadi, cincin yang dipilihnya adalah yang termahal? Ya Tuhan.. berapa kadar termahal untuk Reno? Apa bisa menghidupinya selama bertahun-tahun? Bisa membeli mobil kah? Atau bisa membeli rumah?
Ya ampun! Kenapa ia tidak bertanya dulu harganya? Kenapa matanya malah sangat berbinar begitu melihatnya?
Tetapi, ia kan hanya melihatnya saja!
Reno yang tiba-tiba mengatakan kalau mereka memesan cincin itu. Bukan salahnya kan?
Tetap saja!! salahnya juga, mungkin ketika melihat cincin itu air liurnya hampir menetes.
Sudah tahu Reno adalah pria paling peka. Kenapa ia tidak belajar dari pengalaman? Ketika ia marah, Reno membelikannya eskrim kan? dan ketika melihat benda yang di sukai olehnya seperti tadi, tanpa berpikir Reno langsung membelikannya. Tanpa pikir panjang!
Pria itu benar-benar pembuang uang! Tidak pernah memperhitungkan apapun?
Tsk! Kalau ia menikah dengan wanita penggila harta, mungkin saja suatu saat nanti ia bangkrut.
Untung saja, Reno akan menikah dengan Sharen. Setidaknya ia bukan wanita yang suka menghambur-hamburkan banyak uang.
Tunggu dulu.. kenapa ia mendadak mensyukuri dirinya sendiri karena Reno akan menikahinya?
Argh!!! Benar-benar membuatnya gila!!!
*******
Undangan pernikahan Reno dan Sharen sudah selesai di cetak, dan Sharen mengambil satu begitu surat itu sampai di rumahnya. Surat pertama ini, akan ia berikan untuk Deri.
Entahlah, kenapa rasanya ia begitu ingin menunjukkan surat ini padanya. Apakah ia ingin melihat respon Deri ketika membaca surat itu? Tetapi kalau begitu, itu berarti ia masih menaruh harap pada Deri.
Atau apakah ia ingin menunjukkan pada dirinya sendiri bahwa ia sudah menyerah dengan semua perasaan tak terbalasnya untuk Deri? Menunjukkan pada pria itu kalau di luar sana ada seseorang yang mengajaknya untuk menjalani hidup bersama, tidak seperti pria itu yang hanya mengajaknya menjalin sebuah persaudaraan yang tidak dia suka!
Apa ia masih menyukai Deri?
Sejujurnya ia sendiri kebingungan. Sharen tidak tahu, ia tidak bisa mengartikan apa yang di rasakannya untuk Deri dan apa yang dirasakannya untuk Reno.
"Oh, Sharen?" Suara Deri membuatnya menoleh. Pria itu sepertinya baru saja selesai berolah raga. Sharen tersenyum tipis, mencoba menekan seluruh perasaannya.
"Hai kak.." Sapanya.
"Masuk yu?" Deri berjalan lebih dulu, tetapi Sharen tak menjawabnya, juga tak mengikutinya. Gadis itu terdiam di tempatnya.
"Aku gak lama kok. Cuman mau kasih ini aja." Deri membalikkan badannya begitu mendengar suara Sharen. Keningnya berkerut melihat sesuatu yang di sodorkan Sharen padanya. Dengan ragu, Deri mengambilnya.
Tulisan 'Wedding Day R&S' yang terpampang di halaman depan tumpukan surat itu membuatnya terdiam sejenak. Ia mengalihkan tatapannya dari surat undangan itu kemudian menatap Sharen penuh tuntutan.
"Apa ini?" Tanyanya. Jelas-jelas ia tahu apa itu. Tapi ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut Sharen.
"Surat undangan kak! Aku mau nikah!" Sharen mencoba menampilkan senyuman di bibirnya, meski hatinya merasa di remas begitu mengatakan hal itu.
"Nikah? Kamu?" Deri menatapnya tak menyangka. Dalam hatinya, entah mengapa menjalar sebuah rasa sakit yang tak bisa ia talarkan. Apa ini? kenapa ia merasakan hal seperti ini.
"Iya, nikah! Kakak datang ya, calon aku ganteng loh kak! Aku kan dulu pernah bilang, pengen dapet yang ganteng. Eh, di kabulin." Sharen tertawa, dan terdengar dengan jelas bahwa tawa itu terpaksa ia keluarkan dari mulutnya.
"Kok kamu―"
"Dua minggu lagi aku melepas jomblo kak! Inget ya, harus datang. Bawa Arin juga." Begitu mengucapkan nama Arin, tubuh Sharen bergetar dan tangannya mengencangkan pegangannya pada bajunya.
"Kalau gitu, aku pamit dulu kak. Reno udah nunggu."
Bohong! Sungguh, Sharen berbohong. Reno tidak menunggu, bahkan tidak ada yang menunggunya karena ia datang ke rumah Deri seorang diri, tanpa ada siapapun yang mengantarnya.
Sharen membalikkan tubuhnya dan dengan gontai, ia berjalan menjauhi rumah Deri.
"Selamat tinggal kak, mungkin memang kita gak berjodoh. Tuhan sudah mengirimkan Reno buat aku, dan kurasa perasaanku untuk kakak sampai disini saja. selanjutnya, seluruh dari diriku adalah milik Reno." Gumamnya pelan. Ia menghela napasnya dengan berat kemudian memejamkan matanya.
Begitu matanya terbuka, perasaannya sudah lebih baik. Dan entah mengapa, ia merasa sangat lega.
Apa karena ia sudah membuang perasaannya untuk Deri jauh-jauh?
Atau karena ia sudah mulai menerima kenyataan yang kini di hadapinya?
Entahlah, dia sendiri sungguh tidak ingin memikirkannya.
Dan untuk pertama kalinya, Sharen merogoh tas nya kemudian menghubungi nomor Reno.
"Aku mau Eskrim!" Ucapnya begitu suara Reno terdengar di sebrang sana.
-
Deri masih terpaku di tempatnya, menatap nanar surat undangan yang di genggamnya.
"Padahal, aku mau bilang.. kalau aku sudah melepaskan Arin." Gumamnya. Rasa kecewa muncul dalam hatinya, di iringi dengan sebuah perasaan aneh lain yang tak ia mengerti.
Jadi, Sharen memang akan menikah??
Surat undanganmu pernikahan itu
Ku genggam erat di tanganku
hanya doa restu yang ku persembahkan
Semoga engkau bahagia..
- TBC –
Wkakaka
Ituh backsound yang terakhir tau gak lagu siapa?
Lagu poppy Mercuri judulnya Surat Undangan XD duh kok ngakak yah hahaha ..
NEXT PART ADALAH.... JENGJENGGGG... ......PART 16 :3 .
sebenernya aku mau liatin foto cincinnya di mulmed, tapi ga ada yang cocok -_-
udah ah buat mas Reno disini dulu, aku mau lanjut cerita aku yang lain. yang mau baca silakan, yang nggak ya gapapa :D
Terimakasih sayang sayangku yang sudah setia membaca dan memberi vote juga komentar. Aku benar-benar amat sangat sayang kalian sekali :* lope lope di udara <3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro