Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 13 | Menyenangkan juga.. - SHAREN

"Tante! Haru mau makaaan.." Suara Haru terdengar diluar sana dan dalam sekejap, sosok mungilnya sudah berada di hadapanku, menatapku dengan tatapan memohonnya yang begitu menggemaskan. Astaga, anak ini lucunya tidak ada habisnya!

Haru menyodorkan kotak bekal bergambar Stitch miliknya padaku. Reno.. tetap saja, sekalipun aku meyakinkan bahwa makanan Daycare itu terjamin, pria itu tetap saja membekali Haru makanan dari rumah, yang jelas-jelas adalah buatannya sendiri. Belum tentu juga kan masakannya terjamin. Terjamin enak maksudku.

Tanpa membuang waktu, aku meraih kotak bekal Haru dan melangkahkan kaki ku menuju sofa, lalu kami duduk bersama.

Aku masih di ruanganku, jadi kami makan disini saja. Kalau pindah keluar, aku takut nafsu makan Haru jadi terganggu karena dia malah bermain.

"Yuk, baca do'a dulu sayang." Ucapku. Haru mengangguk dan dengan keras-keras membacakan do'anya. Kemudian aku menyuapi suapan pertama untuknya.

"Bundaaa.. Agni juga mau makan!" Agni muncul juga dengan membawa kotak makanan dari Daycare. Astagaaa, aku menyuapi dua anak sekaligus?

"Okee.. sekarang Agni dan Haru ngantri yah, gantian suapinnya." Ucapku pada akhirnya. Mereka berdua menganggukkan kepalanya.


****


Tepat pukul empat sore, anak-anak sudah di jemput oleh orangtuanya. Terkecuali Haru dan aku. Rasanya lucu sekali kami berdua menunggu jemputan, dan yang lebih lucunya adalah yang menjemput kami adalah orang yang sama. Yaitu, Reno.

Beberapa menit yang lalu pria itu menelpon, mengatakan padaku untuk bersabar menunggunya dan jangan berani-berani berpikiran untuk naik kendaraan umum.

Aku menurut saja, lagipula pria itu yang pagi-pagi buta sudah berada di depan rumahku dan menjemputku, membuatku harus kembali menyimpan motor ke dalam rumah, jadi memang sudah seharusnya ia mengembalikanku ke rumah dengan selamat, dan setidaknya kan lumayan hemat. Gak usah ngeluarin uang bensin dan semacamnya. Haaa.. bagus kaan!!

"Tante, Haru mau main ayunan. Tunggu papanya disana aja ya?" Haru menarik tanganku, mengajakku ke tempat ayunan dan aku mengikutinya. Dia langsung duduk di ayunan berwarna kuning dan memintaku untuk mendorongnya dengan kencang.

"Hooo.. kenceng amat kamu dorongnya Sha, punya dendam kesumat ya sama Haru?" Suara di belakangku membuatku menoleh. Reno disana sedang meletakkan kedua tangannya di dada dan menatapku seraya tersenyum. Oh manisnyaa.. eh apa? Manis TIDAAAK!!

"Kalau mau dendam juga saya dendam sama bapak. Kenapa? Mau di dorong? Sini pak, duduk aja disini. Saya dorong bapak sampe mental." Aku menjawabnya dengan suaraku yang sedikit ketus. Reno memanyunkan bibirnya sementara Haru cengengesan melihat ayahnya.

"Awas loh Sha, kamu mulai berani ya macem-macem sama saya. Kemarin-kemarin kamu pemalu banget."

"Saya memang seperti ini orangnya pak. Kemarin-kemarin kan wajar kalau saya malu-malu, pertama kali bertemu. Kalau sekarang kan sudah sering ketemu. Memangnya saya suka sama bapak, harus malu-malu segala!" Ketusku padanya. Reno tidak menjawabnya, ia malah tersenyum tipis kemudian terdiam agak lama. Kenapa? Salah bicara kah?

Dan Reno benar-benar terdiam pemirsah! Dia tidak menjawabku sama sekali. Untuk beberapa saat suasana diantara kami benar-benar hening sehingga membuatnya terasa sangat canggung. Tanganku masih mendorong ayunan Haru sementara Reno malah berjalan pergi menjauhi kami. Kenapa sih??

"Tante! Udah, Haru pusing." Suara Haru menghentikan gerakanku dan pikiranku. "Oh, maaf sayang." Ucapku. Haru turun dari ayunannya dan ia berlari ke arah ayahnya. Aku masih diam ditempat. Sebenarnya bingung harus bagaimana, apakah aku menyusul? Atau diam disini saja? Tapi kalau aku menyusul, nanti akan lebih canggung. Kalau misalnya diam disini, ngapain juga? Berharap disamperin terus ditarik tangannya kayak di drama-drama? Haaa.. jangan ngelenong Sharen, tempo hari Reno ngulurin tangan aja lo bilang bukan mukhrim! Suatu ketidakmungkinan kalau pria itu gak kapok nyentuh lo!

OHO! Tunggu dulu.. memangnya aku berharap disentuh dia? Hii.. tidaaaak.. tidak.. tidak ya tidak! Tolong kepala, jangan mikir yang begitu! Merusak otaaak.

"Ayo kita pulang Sha.." Reno berteriak dari tempatnya. Tuh kan, alih-alih menyusulku ia malah berteriak. Jadinya aku yang mendatanginya. Baiklah, yang nebeng harus tau diri. Disuruh ayo ya ayo, cepet ya cepet.


*****


Di dalam mobil, Haru sibuk membaca buku cerita Bonbon nya sementara aku sibuk membalas Chat temanku dan Reno sibuk menyetir. Kami semua sibuk menjalankan aktivitas masing-masing dan diantara kami sejak tadi tidak ada yang bersuara. Kecuali Haru, yang membaca bukunya dengan kencang.

"Minggu depan Haru ulangtahun.." Reno berujar pelan. Akhirnya suaranya terdengar juga.

"Oh iya?" Retorik banget gak si! Aku malah meresponnya seperti itu.

"Iya, dan minggu depan juga peringatan meninggalnya Nova.."

Aku terdiam mendengar ucapannya. Ah, apa dia sedang sedih mengingat istrinya yang sudah meninggal? Kenapa aku merasa tidak nyaman ya?

"Sebenarnya Nova meninggal setelah sepuluh hari koma sehabis melahirkan Haru. tapi, matanya tidak pernah terbuka sedikit pun sejak Haru lahir."

Suara Reno begitu lemah. Aku bingung mau merespon apa, takut-takut ucapanku salah dan malah menyinggungnya.

Tapi dalam suaranya, aku bisa melihat beberapa perasaannya yang tak ia ungkapkan pada siapapun.

Apa dia rindu sekali ya pada istrinya yang sudah meninggal?

Oh, jelas. Istrinya kan yang menemaninya dan yang memberikannya Haru.

Aku tersenyum masam, sepertinya meskipun orangnya sudah meninggal, posisinya di hati Reno tak akan pernah bisa tergantikan. Ah, cinta sejati. Sehidup semati..

Astagaaa, kenapa aku semakin tidak nyaman?

Apa karena Reno yang melajukan mobilnya ya, tapi biasa saja. Tidak terlalu cepat.

Atau apa karena posisi dudukku yang tidak nyaman? Tapi nyaman-nyaman saja. Biasa juga seperti ini.

"Tahun-tahun sebelumnya saya suka ngerayain Ulang tahun Haru di hotel Sha. Tapi Haru suka nangis terus." Ucapan Reno membuatku tersadar dari lamunanku.

"Kok nangis? Anak-anak yang lain biasanya kalau ulangtahun itu paling seneng loh pak." Ucapku. Reno menganggukkan kepalanya. "Ya memang, Haru juga suka seneng. Awalnya saja tapi, waktu pesta dimulai dia malah nangis. Tiap tahunnya begitu."

"Kok bisa?"

"Yah.. semua yang datang ke pesta, itu sama orang tua nya. Kebanyakan sama mamanya, sementara Haru cuman sama saya. Mungkin dia iri liat yang lain, jadinya ya begitu. "

Ada sebuah nada kesedihan dari suaranya. Aku menatapnya sekilas tapi tak begitu jelas melihat ekspresinya karena Reno fokus melihat ke jalanan. Mataku melirik ke arah Haru yang tadi sibuk membaca dan sekarang ia sudah tertidur. Biasanya Haru jarang tertidur, mungkin karena sejak tadi aku maupun Reno tak mengajaknya berbicara. Sehingga ia kebosanan sendiri dan pada akhirnya tertidur.

Tapi tidak apa-apa, itu malah lebih bagus. Reno sedang membicarakan istrinya dan akan lebih buruk jika Haru mendengarnya. Bisa menangis seharian nanti.

Aku kembali melirik ke arah Reno. "Hari apa Haru ulang tahun? Tepatnya.." Tanyaku.

"Tanggal 4 Sha. Hari rabu."

Aku terdiam, hari rabu.. tanggal empat?

AH! IYA AKU INGAT!

"Kalau saya gak salah sih pak, hari rabu minggu depan itu Daycare ada kunjungan ke stasiun dan anak-anak semuanya akan naik kereta. Dari Stasiun Bandung, sampai Kiaracondong. Kemudian balik lagi ke stasion."

"Oh ya? Haru boleh ikut? dia kan bukan siswa tetap, dia incidental. Tapi saya belum pernah membawa Haru untuk naik kereta Sha." Reno berbicara padaku dengan sangat antusias. Wah, kalau mengenai Haru.. ekspresinya mudah sekali berubah. Tadi ia sedih, dan sekarang ia malah begitu bahagia.

"Boleh pak.. dan, yah.. saya sih cuman kasih saran aja pak."

"Apa?"

"Bagaimana kalau bapak merayakan Ulang tahun Haru hari rabu nanti. Di dalam kereta api, ya.. daripada anak-anak bengong. Lagipula kan cuman anak-anak aja, Haru pasti seneng. Gak akan nangis lagi.."

"Wah, ide bagus Sha! Boleh, boleh! Kalau gitu hari rabu nanti saya mau sewa satu gerbong aja buat rayain ulang tahun Haru."

Whoaaa.. dasar orang kaya, gampang ya sewa gerbong? Seperti membeli gorengan saja!

Mata Reno berbinar-binar dan terlihat bahagia, ia juga tersenyum senang. Astaga, apa sebahagia itu ya?

"Kalau begitu, sabtu kamu temani saya buat cek ke stasiun ya Sha? Minggunya kita beli perlengkapan untuk ulangtahun Haru. mungkin senin atau selasa, kita dekor gerbongnya."

Apaaa??

Aku terdiam sesaat.

Reno mengajakku?

Untuk apa?

Mempersiapkan ulangtahun Haru?

Astaga! Kenapa aku ingin menangis saat mendengar ajakannya?

Menangis, dan.. tertawa, dan.. menjerit, dan.. bersorak..

Ya Tuhan.. aku kenapaaa?!

"Kamu mau kan Sha?" Aku terkejut lagi mendengar suara Reno. Duh, saat seperti ini malah melamun!

"Em.. ya, boleh deh pak.."

"Oke, saya jemput kamu ya.."

APAAA? JEMPUUUT? LAGI?

OH MY GOD..

KENAPA RASANYA JIWA RAGA GEMPA BUMI!


*******


Begitu masuk ke dalam rumah, mama menatapku dengan senyum penuh artinya.

"Dianterin siapa neng?" Tanya mama. Lebih ke menyindir daripada bertanya, sebenarnya.

Aku mengangkat bahuku kemudian berjalan masuk ke dalam kamarku seraya membuka kerudungku. Mama mengikutiku ke kamar.

"Itu siapa Ren?" Mama bertanya lagi. aku tersenyum lebar.

"Mama kapan pulang?" Tanyaku. Mama menepuk pundakku sedikit kencang, "Kalau orangtua nanya itu jawab! Bukan balik nanya." Mulut mama masih terbuka. Aku yakin pasti mama mau ngomong lagi, mama kan cerewet.

"Itu langganan Sharen ma.." Mata mama melotot hampir saja keluar saat mendengar ucapanku.

"Jangan becanda! Gak mungkin ada yang mau nyewa kamu. Kalau mau bohong jangan sama mama!"

"Ya ampun mama! Dia emang nyewa Sharen kok."

"APAAA??!! KAMUU??"

"Nyewa Sharen untuk menjaga anaknya ma.."

PLETAAAK!!

"AWWW.. Mamaaaa.." Aku merengut saat merasakan tepukan keras pada jidatku. Mama memukulku keras sekali, rasanya aku seperti dipukul oleh gagang sapu saja.

"Kalau bicara sama orangtua itu yang jelas. Gunakan kosakata yang benar. Nilai bahasa Indonesia kamu berapa sih? Mama hampir aja nyangka kamu bener-bener jadi wanita sewaan."

"Hi.. mama serem amat bilangnya. "

"Terus kenapa kamu sampe dianterin pulang segala? Yang nganterin pulang siapa? Ayahnya? Ibunya? Supirnya? Atau kakeknya?"

Aku memejamkan mataku begitu interogasian mama keluar. Ini si mama kayaknya dulu bercita-cita jadi polisi deh, cuman gak kesampean. Tapi hasrat interogasinya tetap menyala dan ia layangkan semuanya padaku. Tsk!

"Ibunya udah meninggal ma, tadi yang anter Sharen itu papanya. Orangnya baik ma, ganteng, tinggi, semua keindahan fisik dia punya ma, bicaranya juga lemah lembut, sopan, dan paling penting dia itu sayang banget sama anaknya. Ya, walaupun cerewetnya gak ketulungan." Jelasku. Tanpa sadar bibirku bergerak dengan sendirinya untuk tersenyum.

"Sharen.." Mama memegang pundakku kemudian menatapku dalam-dalam.

"Ya, kenapa ma?"

"Mama kan cuman tanya, sama siapa kamu dianterin. Mama gak nanya gimana orangnya." Ucap mama. Mataku terbuka sepenuhnya lebih lebar, kaget dengan apa yang mama ucapkan. Kalau dipikir-pikir, memang mama kan nanya aja sama siapa aku pulang. Mama gak tanya Reno itu orang seperti apa.

"Jangan bilang kamu suka sama dia Sharen.." Mama meremas bahuku dengan lembut. sementara aku malah diam, tidak bisa menjawab apa-apa.

Yang benar saja.. aku, menyukai Reno?

Impossible!!!


*******


Pagi harinya, aku terbangun dengan kondisi yang sangat kacau! Semalam aku tidak bisa tidur, karena kata-kata mama yang tidak bisa aku jawab. Sebenarnya aku masih sedikit bingung, yang mama ucapkan itu adalah pertanyaan, atau pernyataan?

Melirik jam dinding yang menggantung di kamarku, aku bangun dengan malas dan melangkahkan kakiku keluar kamar lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diriku.

Hari ini aku tidak datang ke Daycare, dan seharian ini aku akan menuntaskan semua skripsiku untuk di revisi oleh dosen. Aku sedikit ketinggalan dari yang lain, teman-temanku sudah bab tiga tapi aku baru saja bab dua. Hah, belum apa-apa!

Tidak tahu mengapa, akhir-akhir ini aku terlalu berleha-leha, kurasa. Aku tidak banyak menyelesaikan skripsi ku dan malah bermain dan bermain bersama anak-anak, juga Haru, juga papanya.

Tapi bagaimana lagi, aku merasa hidup akhir-akhir ini. kalau kemarin-kemarin hidupku sangat tertekan, dan aku merasa tidak bebas. Tapi sekarang, I feel free.. bebeh!!

-

Setelah bersiap-siap, aku keluar dari kamar dan meraih tas ku kemudian berlari keluar rumah. Mama mengirim pesan katanya mau bertemu Dzikra di rumah tante Neni. Ah, anak itu. Hampir sebulan aku tak bertemu dengannya.

"Sharen, bisa lebih lama lagi jalannya?" Suara seorang pria terdengar dengan keras. Aku tersenyum membalas ucapannya dan berlari ke arahnya. Sudah hampir satu bulan juga aku tidak bertemu dengannya, dan sekarang dia berada di hadapanku. Aku benar-benar merindukannya!

"He.. maaf kak, aku melamun tadi." Ucapku. Dia tersenyum kemudian menatapku penuh selidik.

"Mikirin kakak ya? atau kangen?" Tanyanya. Jantungku berpacu dengan cepat dan senyuman dalam wajahku sulit sekali untuk ku tahan. Pria ini, kenapa selalu membuatku tersipu malu begini?!

"Mau banget ya dikangenin aku. Udah ah, kita berangkat kak. Ayooo." Dengan cepat, aku naik ke atas motor dan duduk manis di belakangnya.

"Kak Deri, mau maju gak nih?" Aku mencondongkan tubuhku ke depan. Deri tidak menjawabnya dan malah memutar gas motornya sehingga membuat motornya bergerak kencang dan aku memekik kaget. Tanganku dengan cepat memegang tas ranselnya dan menepuk pundaknya kencang.

"Aku belum nikah kak, lebih berharga dari permata nih. Hati-hati loh." Teriakku.

"Iyaa.. adikku yang bawel." Ledeknya. Dia tertawa, sementara aku tersenyum pahit. Apaan, adik, adik! Emang gue adik lu?! Sodara juga bukan, kita adek kakak ketemu gede! Dan itu, dia sendiri yang beranggapan seperti itu! Dasar laki-laki, tidak pernah peka dengan alam sekitar. Pekanya terhadap rangsangan saja!!!

HIH.. yang peka itu ya papanya Haru, waktu aku marah dia kasih eskrim.. tanpa bicara lagi, jadi pengen nyanyi tenda biru versi bahagia. Tanpa bicara, kau buat ku bahagia~

Bhahaha sepertinya aku mulai aneeh!

Sebuah getaran yang berasal dari ponsel di dalam tas ku menyelmatkanku dari keanehan diriku dan membuatku dengan cepat mengambilnya. Ada sebuah telpon, dari nomor tidak dikenal. Siapa?

"Assalamualaikum.." Ucapku.

"Waalaikumsalam! Sharen, ini tantee.. " Suara di sebrang sana terdengar begitu riang. Aku mengerutkan keningku. Tante? Tante siapa?

"Ini mamanya Reno!"

Oooh.. tante Maryam?

"Ya tante, kenapa?"

"Reno bilang katanya kamu usulin buat bikin pesta ulangtahun Haru di gerbong kereta ya? ya ampun, kreatif banget sih ren kamu."

"Hmm.. sekalian anak-anak ada kunjungan sih tante."

"Tante boleh ikut kan ya? gak mungkin kalau Haru sama kamu sama Reno aja. Tante mau ikut. ya, boleh ya? kata Reno kamu juga mau nemenin dia ke Stasiun, terus mau belanja juga, terus mau dekor kereta juga ya? duh, kalau masak bareng tante mau gak eh.. kamu bisa bikin cake? Kue basah? Atau brownies? Hmm.. Cookies juga boleh deh. Eh eh coba kamu main kesini deh, biar kita obrolin semuanya. Aduh, kok tante semangat begini ya!"

Aku menganga mendengarkan suara tante Maryam yang seperti kereta express, atau si Flash. Melesat begitu cepat, jadinya lewat aja. Gak ketangkep sama sekali.

Tante Maryam itu semangatnya menggebu-gebu, dan mama cerewetnya menggebu-gebu. Kalo disatuin, hidupku bisa kelar Tuhaaaan..

"Sharen? Kamu masih disana?"

"Ah, ya tante.. maaf Sharen melamun."

"Kok samaan sama si Reno sih, dia begitu tuh sekarang. Melamun."

Reno, melamun? Kenapa?

Apa dia memikirkan istrinya?

"Sharen.. suara disana berisik banget. Kamu lagi dimana?"

"He.. maaf tante, Sharen lagi di jalan."

"Dijalan? Ya ampun! Kenapa gak bilang daritadi! Bahaya kalau dijalan sambil nelpon. Ya udah nanti tante sms aja ya? sekarang kamu lanjutin aja. Hati-hati ya sayang."

"I..iya tante."

PIIIP

Sambungan kami terputus. Aku langsung memasukkan ponselku ke dalam tas, dan tepat seltelah aku menyimpan tas ku, kami sampai di kampus.

Deri memarkirkan motornya dan aku menunggu di belakangnya. Saat selesai, ia tersenyum kemudian mengajakku kedalam.

"Kalau kamu udah beres, telpon kakak aja ya?" Perintahnya. Aku mengangguk, kemudian berpamitan padanya dan berlari menuju kelas ku untuk bertemu dengan dosenku.


*******


EMPAT PULUH MENIT yang benar-benar membuatku tertekan, ceramahan sana sini, coretan dimana-mana dan tunjukkan pulpen yang mengintimidasi! Hebaat, bimbinganku hari ini sungguh hebat.

Sebenarnya hanya sedikit yang harus di perbaiki dan aku sudah mulai bisa menyusun bab selanjutnya, tapi ceramahnya itu loh.

Dosenku menceramahiku, memberikan aku siraman rohani yang kalau itu adalah air yang mengguyur tubuhku, bisa membuatku menggigil sehari semalam!

Cerewetnya dosenku melebihi cerewetnya mama!

Cerewetnya dosenku itu seperti gabungan mama dan papanya Haru. hahaha

Hih, kenapa juga aku memikirkan papanya Haru!!

Aku berjalan menuju kantin karena Deri mengatakan padaku bahwa dia menungguku di kantin.

Saat sampai disana, Deri sedang duduk dan tertawa bersama Arin, teman sekelasku yang.. yah, dia sukai.

Aku menghela nafasku dengan berat. Mau sebesar apapun perasaanku, sekuat apapun pendirianku, dan sebagaimana pun usahaku, tetap saja aku tak bisa menyaingi Arin. Rasanya sakit sekali setiap kecewa melihat mereka.

Deri berada di Jurusan IT. Aku bertemu dengannya karena ia kakak dari teman adikku, awalnya kami hanya mengobrol sesaat tapi beberapa lama kemudian kami sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Dia tahu semua hal tentangku, begitu pula sebaliknya. Sayangnya, aku malah menaruh perasaan lebih padanya. Dan sialnya, dia hanya menganggapku adik.

"Sharen, sini!" Deri melambaikan tangannya ke arahku. Dia sudah melihatku rupanya. Aku tersenyum sekilas kemudian mendekat dan duduk di sampingnya.

"Hai Sharen.." Arin tersenyum menyapaku. "Hai." Sahutku. Asal.

Deri menepuk pundakku pelan kemudian ia kembali berbicara bersama Arin, dan aku disini menjadi kambing congek untuk mereka. Tidak, sepertinya menjadi obat nyamuk! Menyebalkan.. begini ya kalau menahan perasaan, ngebatin terus. Orangnya mana tahu..

Dalam kediamanku yang mengepulkan asap untuk membunuh nyamuk yang mengganggu mereka berdua, aku teringat perkataan mama kemarin sore. Mengenai perasaanku pada papanya Haru. reno..

Kalaupun aku menyukainya, kenapa aku masih merasakan begini liat Deri dan Arin? , masih deg-degan waktu boncengan sama Deri?

kenapa aku malah menggebu-gebunya tetep sama Deri ?

Aiishh.. bener-bener bikin pusiiing!!!!

"Kamu kenapa ren?" Aku menghentikan gerakan tanganku yang tanpa sengaja tengah memukul kepalaku. Menatap Deri dengan bingung, dan yah.. sedikit malu.

"Gak apa-apa kak." Ucapku padanya. "Kayaknya aku mau pulang deh.."

"Serius sekarang? Ya udah bentar ya, kakak ambil motor dulu." Deri bangkit dari duduknya dan merogoh saku celananya. Aku berusaha untuk menghentikannya.

"Gak usah kaak, aku pulang sendiri aja."

"Loh, kita kan tadi bareng. Pulangnya juga harus bareng dong. Ben―"

Deringan di ponselku menghentikan ucapan Deri. Dengan cepat aku mengambilnya dan mengangkat telpon yang masuk tanpa melihat dulu siapa yang menelpon.

"Assalamualaikum.."

"TANTEEEEE!!!"

Haru yang menelpon?

"Halo sayaaaang.."

"Tante, Haru kangen!"

"Hm.. yah, lusa ya kita ketemu."

"Kata papa besok tante mau ke stasiun sama papa? Haru boleh ikut?"

"Iya sayang, boleh."

"YEEEE.. ya udah Haru mau main sama tante Indri dulu. Dah tante.."

"Aah, ya.. dah sayang."

PIIIIP

Saat aku menjauhkan ponselku dari telingaku, Arin dan Deri menatapiku bersamaan.

"Kenapa? Ada yang aneh?" Tanyaku. Mereka berdua menggelengkan kepalanya.

"Kamu punya pacar?" Arin menatapku dengan serius. Pacar? Apa seorang anak perempuan berusia empat tahun dapat di kategorikan pacar?

Aku hanya mengangkat bahuku dan melambaikan tanganku kea rah mereka, kemudian beranjak dari posisiku untuk pulang, sementara mereka berteriak-teriak, masih penasaran. Biar saja, aku tak akan menjawabnya. Aku masih merasa berat hati sekali.


*******


Hari sabtu yang ku tunggu tiba. Oh tidak, sebenarnya aku tidak menunggunya! Aku hanya mempersiapkan diriku untuk hari ini.

Apa?! Bukannya sama sajaa?!!

Yaaa!! Intinya pokoknya adalah ini hari sabtu!

"Sharen, udah beres belum? Biasa juga ga pernah dandan lama. Kok sekarang lama?" Mama berteriak di ruang tamu, memanggilku dengan sangat kencang. Padahal kalau bicara pelan juga aku bisa mendengarnya. Dan sekarang mama malah berteriak-teriak. Seperti sengaja membuatku malu atau mungkin membongkar kebiasaanku, atau sejenis lainnya. Kenapa? Karena diluar ada Reno!!

Ya, pria itu! Biasa juga dia langsung menelponku dan menunggu di jalan, tetapi hari ini Reno langsung datang ke rumahku sendiri di saat aku masih tidur pagi! Ini jam Sembilan, memang sudah agak siang tapi semalam aku kembali tidak bisa tidur. Mama menggoncangkan tubuhku kencang sekali sewaktu membangunkanku. Mama berkata "Ada orang ganteng nungguin kamu. Cepet bangun, mandi, dandan yang cantik. Jangan bikin mama malu udah lahirin kamu!"

Dasar asem si mama! Bukannya tanya siapa Reno, malah menyuruhku berdandan cantik. Memangnya aku mau kemana? Aku kan Cuma menemani Reno ke stasiun, dan itu tidak membutuhkan waktu seharian, itu juga tidak memerlukan riasan pada wajah.

Merapatkan kedua bibirku, aku merapikan lipstik berwarna pink yang ku pakai. Setelah itu aku keluar kamar dan segera berjalan ke ruang tamu.

Reno disana, tengah berbincang-bincang dengan mama! Dan Haru berada di pangkuan mama. Oh lucunya, anak itu.. memang mudah dekat dengan siapa saja.

"Udah Sha?" Reno melirik ke arahku saat aku duduk di samping mama. "Iya, udah." Jawabku asal. Mama menyenggol sikuku. Aku menoleh dan mama memelototiku. Hihhh.. si mamaaaaa!

"Kalau gitu, pergi sekarang?" Reno menatapku dengan senyuman termanis di wajahnya. Telingaku mendengar dia bertanya pergi sekarang, tapi otakku mengartikan dia berkata 'Kita berkencan sekarang, sayang?'

O EM JI !!!!

"I..iya boleh." Sahutku. Dengan sedikit canggung aku berdiri, Reno juga mengikuti dan Haru menatap kami berdua.

"Tante? Kita berangkat sekarang?"

"Iya sayang.."

"Kalau begitu, nenek.. Haru mau pergi dulu. Nanti kita bertemu lagi. kata oma kalau sama orang baik pasti bertemu lagi. Tante Sharen juga baik makanya kita ketemu lagi." Haru mencium pipi mama dan mama memekik kegirangan, sementara aku terpaku akan sebutan Haru untuk mama.

Apaaa? Nenek???

"Duuuh... gemes, kamu lucu banget Haru. nenek jadi gak rela kamu pergi, disini aja gimana? Biar papa sama tante Sharen aja. Haru mau main sama nenek?" belum sempat aku pulih dari keterkejutanku, mama sudah menempelkan ubur-ubur pada tubuhku. Apa? Haru bermain disini? Dan aku berdua bersama Reno? BIG NOOOO sagede panto!!!

"Haru mauuuu!! Papaaa Haru boleh main disini?" Diluar dugaan, Haru malah senang sekali. Dan ayahnya pun malah tersenyum seraya menganggukkan kepalanya tanda setuju atas permintaan Reno. Baguus, kalian semua membuatku terjepiiittt!!

"Yeee.. Haru sayang papaaa.."

"Papa juga sayang Haru. cium?" Reno maju dan memonyongkan bibirnya kehadapan Haru. aku menelan ludahku melihat bibir monyongnya. Orang ganteng, monyong pun masih begitu ganteng. Malah tambah ganteng. Ya tuhaaaan maha indah ciptaanmu.

Oh tidak!!! Apa yang ku pikirkaaaaaan !!!

"Ayo Sha.." Setelah mencium Haru, Reno berpamitan pada mama dan berjalan mendahuluiku. Sementara aku masih sedikit kebingungan.

"Biasa aja dong, Reno memang ganteng. Tapi kamu kayak liat dewa aja Ren.." Suara mama menari-nari masuk kedalam telingaku. Aku menatap mama kemudian berdesis "Ih.. mama!!"


******


Jalanan menuju Stasiun Bandung lebih ramai dari biasanya, lalu lintas lebih padat karena hari ini hari sabtu. Dan dari sekian banyak kemalangan yang menimpaku, terjebak dalam kemacetan di dalam mobil bersama pria tampan beranak satu bermulut seratus adalah kemalangan yang di datangkan Tuhan untukku hari ini. sedari tadi kami tidak berbicara satu sama lain. Reno sibuk menyetir sementara aku sibuk menenangkan jantungku yang ku rasa sudah bergelantungan, hampir copot. Oh Rumah sakit, aku membutuhkannya. Sekarang!

"Saya."

Aku memejamkan mataku dan menggigit bibirku dengan kuat begitu kami mengucapkan kata yang sama dalam waktu yang sama pula. Astagaaa.. jantuuuuuung.

"Whooaa.. Flip Flop paak!" Sahutku, berusaha mengusir semua ketidaknyamanan yang menggangguku. Alis Reno terangkat dan ia menatapku penuh tanya. "Flip Flop?"

"Iya, jangan bilang bapak gak tau Flip Flop. Kuno banget.."

"Ya ampun Sha, kamu bilang saya kuno?" Suaranya tidak menyangka. Reno menatap kesal ke arahku, membuatku tertawa melihatnya.

"Gak ada yang lucu Sha, jangan ketawa." Protesnya. Aku menahan tawaku. "Ada, bapak yang lucu!"

"Intinya nih pak, kita bilang Flip Flop secara bersamaan. Maksudnya, pilih mau bilang Flip atau Flop." Ucapku lagi. dia menganggukkan kepalanya tanda mengerti, kemudian menoleh ke arahku dan menatapku antusias.

"Kalau begitu, kita mulai Sha.." Ucapnya bersemangat. Hoho.. bapak satu ini semangatnya memang bergelora sekali.

"Oke pak.. satu.. dua.. tiga.."

"FLIIP!!!" kami berteriak secara bersamaan. Aku menatapnya, dia juga menatapku, kemudian kita tertawa bersama.

"Ya ampun, samaan lagi!" Ucapnya. aku masih tertawa dan menganggukkan kepalaku, setuju dengannya. Walau sebenarnya dalam hatiku sungguh tidak tenang.

"Kayaknya kita kalau main telepati, bakal menang deh pak." Sahutku. Ia mengangguk setuju. "Iya Sha.. aduh tapi ini konyol, seumur hidup saya baru kali ini saya main beginian."

Astaga, kemana aja ini orang hidupnya? seumur hidup baru mengalami seperti ini? jangan bilang dia tidak tahu permainan kata bolot-bolotan! Aduh, apa sih itu namanya. Yang kalau misalnya botol dibilang bocor. Aaaah, masa bodoh!

"Kalau gitu, kita coba lagi Sha." Reno menoleh ke arahku lagi dengan semakin antusias. Astaga, bapak satu ini kayak Haru ya! eh lupa, dia kan bapaknya..

"Yah, boleh deh daripada kita diem di tengah kemacetan begini pak."

Aku terdiam sejenak memikirkan kata apa yang akan ku keluarkan. Kemudian mataku menangkap sebuah plang Toko Emas dan Toko besi yang bersampingan. Aku menunjukkannya pada Reno kemudian berteriak.

"Besi!!"

Whoaa.. sama lagi??

Kami kembali bertatapan saling tak percaya.

Kemudian Reno menunjuk pada PKL pinggir jalan. Disana ada PKL gorengan dan rujak.

Aku menghela nafasku pelan-pelan..

Kemudian memikirkan sebuah kata dalam otakku dan meneriakannya.

"RUJAAAK!!!"

Kami berdua kembali berteriak bersama dengan kata yang sama. Rasanya semakin menyenangkan saja.

"Baju!"

"Celana!"

Kali ini aku maupun Reno mendesah kecewa, kita mengucapkan kata yang berbeda. yaaah..

"Okay, ini terakhir Sha. Bentar lagi kita sampe." Ucapnya. aku mengangguk. Kemudian Reno menunjuk pada stiker Doraemon dan Micky mouse yang berada di dashboard mobilnya. Aku bertatapan sekilas dengannya kemudian kami kembali mengatakan hal yang sama secara bersamaan.

Sungguh tidak bisa di percaya!

Reno tertawa dan aku juga tertawa. Ketegangan diantara kami sejak tadi sudah menghilang dan berganti dengan tawa kami. Yah. Begini lebih baik.


***


Kami duduk berdua menunggu antrian untuk membeli tiket. Karena pesta ulang tahun Haru akan di adakan di kereta, akan memakan waktu yang sangat lama. Itulah yang membuat Reno mengatakan katanya akan lebih baik kalau kereta sampai Rancaekek saja, setelah itu kita kembali menuju Stasion.

Prosedur-prosedur lain sudah di bereskan dan administrasi pun sudah Reno selesaikan pada pihak stasiun. Tinggal menunggu tiket untuk para siswa dan guru Daycare.

"Kamu haus gak Sha?" Reno menyenggol bahuku, aku menolehkan kepalaku. "Saya bawa minum pak, jadi gak haus." Aku menunjukkan Tupperware ungu ku pada Reno.

"Saya haus, pengen yang seger. Kamu mau nunggu disini?" Tanyanya. Aku menganggukkan kepalaku. Kemudian dia menepuk lembut pundakku dan bangkit dari duduknya.

Sosok tingginya menghilang dari pandanganku, meninggalkan aku yang membeku di tempat. Terasa seperti tubuhku menempel erat dengan kursi seperti kulitku yang menempel pada dagingku.

Ini kali pertama dia bersentuhan denganku, secara tidak langsung.

Senggolan dan tepukannya pada bahuku, membuat perasaanku menjadi sungguh tidak dapat di artikan.

Aku seperti ingin menari dangdut sekarang juga.

Sepuluh menit kemudian Reno kembali, membawa kantong plastik di tangan kirinya. dan Pocari Sweat di tangan kanannya, minuman itu sudah berkurang setengahnya, sepertinya ia sudah meminumnya dijalan. Haus sekali pak?

"Toko minuman lumayan jauh, saya muter-muter." Begitu Reno duduk kembali di sebelahku, nafasnya masih terengah-engah. Ia masih berusaha mengaturnya.

"Nih, buat kamu."

Sebuah Es krim tepampang di hadapanku. Aku menatap Reno sejenak.

"Buat saya?" Tanyaku. Reno mengangguk. "Kamu kan bawa minum, saya bingung mau beliin kamu apa. Jadi eskrim aja." Jelasnya. Tangannya menggoyang-goyangkan eskrim itu di hadapanku. Dengan ragu, aku mengambilnya.

"Te.. terimakasih Reno.." Gumamku.

"Sama-sama Sha.." Senyuman indahnya tersungging di bibirnya, membuat bibirku tak sengaja ikut tersenyum dan dalam hatiku mendadak bersorak kegirangan. Jika tadi aku ingin menari dangdut, saat ini aku ingin menari hula-hula campur harlem shake campur gangnam style dengan music qosidah! Astagaaa..

"Hmm.. Sha.." Reno memanggilku ragu begitu aku membuka bungkus eskrim ku.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Kalau seandainya Haru jadi anak kamu, kamu mau gak?"

Aku berpikir sejenak, kenapa tiba-tiba Reno menanyakan hal itu padaku?

"Hmm.. yah, siapa yang gak mau sih pak punya anak kayak Haru. dia udah cantik, nurut, baik lagi. Haru gak pernah nakal.." Gumamku. Reno mengangguk setuju.

"Ya, dia memang gak pernah nakal. Dulu dia nakal banget Sha.."

"Ya, dulu dia pernah jatoh dan bapak sampe nangis-nangis. Iya kan?" Godaku. Reno menatapku terkejut. "Kok kamu tahu?"

"Haru kasih tahu saya pak.."

"Ya ampun anak itu!!"

"Anak itu anak bapak loh, anak papa Ilham.." Ledekku. Reno menatapku dengan Garang.

"Argh! Please! Shaaa.. jangan panggil saya seperti itu!" Desisnya. Aku tertawa dengan puas memperhatikan muka masamnya yang tidak suka di panggil Ilham.

Satu yang ku ketahui, ternyata menjahili Reno.. menyenangkan juga! Hahahaha


- TBC –



Lagi-lagi sudah TBC. Wkwk

Kenapa? Karena buat POV Sharen udah mentok kayaknya disini. Mau di campur rasanya ga enak /?

Jadi aja begini..

Terimakasih untuk semua yang setia membaca, vote, dan komentar, sangat terimakasih..

Aku sayang kaliaaan :*  


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro