Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 12 | Entahlah... - RENO

Sejak memindahkan Haru ke ruang tamu, aku diam saja sementara Haru terus menerus menangis meminta untuk bertemu dengan tante Sharen nya. Matanya sudah membengkak sekarang, rambutnya acak-acakkan dan mainannya berantakan bahkan buku ceritanya ada beberapa yang sobek. Anakku kacau sekali, dia sudah seperti korban penganiayaan saja. Astaga, mirisnya.

Aku sudah lelah membujuknya. Mengatakan ini dan itu tetapi Haru tetap tidak mau dan keukeuh ingin Sharen. Lalu apa yang bisa aku lakukan? Menelpon Sharen? Tidak! Menyusul Sharen ke rumahnya? Oh itu lebih konyol lagi. hal tersebut tidak akan pernah aku lakukan. Kenapa? Aku pun tidak tahu. pokoknya aku tidak mau melakukannya.

"Haru mau nangis terus? Terserah Haru. papa cape!" Ucapku, tegas padanya. Haru sedikit ketakutan melihatku dan tangisnya malah makin kencang. Sekarang ia duduk di lantai dengan kakinya yang bergerak-gerak dan suara teriakannya yang memekakkan telinga. Haru benar-benar mengamuk, dan ini kali keduanya mengamuk dahsyat seperti ini.

Pertama adalah ketika aku tidak memperbolehkannya membawa Honey ke rumah dan Haru mengamuk lama sekali. Terus-terusan menangis dan tidak mau berbicara padaku beberapa hari, ia berhasil berbicara kepadaku ketika aku mengancam akan memasukkan Haru ke kandang honey dan menyuruhnya untuk hidup bersama Honey.

Kejam memang, tapi bagaimana lagi. aku adalah seorang ayah, seorang pria yang mau bagaimanapun berusaha, kesabaranku tidak akan sekuat wanita dan seorang ibu.

Terlebih sekarang, aku baru merasakan lelah yang mendera tubuhku dan benar-benar ingin istirahat, tetapi Haru malah menangis dan mengamuk seperti ini. bukan ini yang aku mau, sungguh.

Aku memutuskan untuk berjalan dan masuk ke dalam kamarku, meninggalkan Haru seorang diri di ruang tamu. Biar saja, nanti juga berhenti, nanti juga dia capek sendiri, dan nanti juga dia tidur.


*****


BUUUGHHH!!!!

Aku terperanjat dalam tidurku saat mendapati sebuah bantal mendarat begitu keras di kepalaku. ASTAGA! Siapa yang berani-beraninya berbuat seperti ini padakuu!!!!

Dengan cepat aku bangkit dari tidurku dan membuka mataku. Saat penglihatanku begitu jelas terbuka, mama berdiri di depanku dengan mata melototnya yang aku yakin bola matanya sudah siap meloncat padaku.

"Ma―"

BUGGHHH

"Aww! Ma.. sakit maa.."

"Sakit. Sakit! Kamu yang sakit Reno! Apa-apaan, kamu biarin Haru nangis sendirian sampe muntah sementara kamu enak-enakan tidur disini?" Mama memukulku dengan kencang seraya memarahiku. Tunggu dulu, Haru muntah? APAAAA?

"MUNTAAH?!"

"Iya. M U N T A H!!!!" Pekik mama. Aku terdiam, dan dalam hatiku merasakan sesak yang luar biasa. Astaga, aku tidak memikirkan kemungkinan Haru muntah kalau ia terus menangis. Ya Tuhan..

"Sekarang Haru mana ma?" Aku segera bangkit dan hendak keluar dari kamarku, tapi mama menghalangiku dan dengan tas kulit buaya nya mama mendorong tubuhku sampai aku terjungkal kembali ke atas kasur. Bahkan kepalaku terbentur kepala ranjang. Bagus, siksa saja aku mama!

"Setelah melakukan semuanya, kamu tanya Haru dimana? Astaga! Mana otak kamu RENO!! Kalau kamu gak bisa ngurus Haru sendiri, sudah mama bilang cari baby sister! Sekarang baru kerasa kan susahnya!" Hah. Mama bahas hal itu lagi, dan aku paling tidak suka ketika topic ini di angkat ke permukaan.

"Reno bisa kok ma, selama ini juga Reno bisa kan?"

"Kalau bisa, kamu gak akan biarin Haru nangis sampe muntah begitu. Apa salahnya sih Reno, kamu turutin maunya Haru."

"Kali ini gak bisa ma.."

"Memangnya Haru maunya apa?" Mama menatap tajam padaku, tanduknya sudah sepanjang tanduk rusa sepertinya. Aku memejamkan mataku. "Haru mau sama Sharen terus ma." Jawabku. Hening sejenak, kemudian mama menepuk kepalaku pelan.

"So? What? Tinggal kamu panggil Sharen, urusan ya beres."

"Bukan begitu mama, Reno cuman―"

"Kamu suka ya sama Sharen?"

WHAAAAAAAT????

"Bener kan?" Mama menatapku penuh selidik. Apa-apaan! Seenaknya bilang begitu.

"Kok mama seenaknya sih!" Dengan cepat aku berusaha untuk membela diriku. Mama tersenyum senang dan matanya sarat akan makna ketika menatapku. Oh tidak, jangan.

"Mama setuju kok kalau kamu suka sama Sharen, dia gadis baik sayang."

"Gadis baik itu belum tentu mau sama duda kayak Reno mama!" Ucapku begitu saja. Mama tersenyum lagi menatapku.

"Berarti benar, kamu suka sama Sharen. Cuman kamu gak berani bertindak, terhalang status ya? kasian sekali anak mama. Sabar ya sayang?" Mama menatapku dengan tatapan yang begitu iba. Astagaa, di dunia ini tidak ada hal yang lebih menggelikan dari tatapan iba yang berasal dari ibumu sendiri. Percayalah!

"Kamu gak jawab mama, berarti bener." Ucap mama lagi. aku menatap mama tajam. ASTAGAAAA.. Ibu-ibu kenapa gampang sekali buat kesimpulan sih!

Tanpa menghiraukan mama, aku segera bangkit dari tempat tidurku dan berjalan ke ruang tamu untuk mencari Haru. aku kembali teringat Haru dan aku benar-benar merasa bersalah. Astaga, aku bukan ayah yang baik untuk Haru.

Saat langkahku sampai di ruang tamu, suara Haru tertawa menggema disana. Aku mengerutkan keningku kemudian semakin mendekat dan disana, Haru sedang bermain bersama Sharen. Tunggu dulu!!

"Sharen?" Keterkejutanku berwujud kata-kata begitu melihat Sharen berada disana bersama Haru. Gadis itu menoleh begitu namanya ku panggil.

"Eh bapak.." Sapanya. Dia tersenyum dengan begitu manis. Tunggu dulu..

"Kamu kenapa disini?" Aku seperti orang bodoh saja saat ini, menatapinya dan bertanya kenapa dia disini.

Sharen meraih tubuh Haru dan menggendongnya kemudian memeluknya. "Saya inget Haru pak, gak tega ninggalinnya. Jadi saya balik lagi."

OH YA??

"Harusnya Haru dibujuk baik-baik, kalau tadi saya ninggalin dia pas tidur. Pas bangun pasti dia kaget banget dan sakit hati, dan menangis. Makannya saya balik lagi." Jelasnya. Aku diam mendengarkan penjelasan Sharen. Benarkah?

"Untung saya balik lagi pak, waktu sampai disini Haru nangisnya kenceng banget dan.. yah, dia muntah." Ucap Sharen lagi. aku menatapi Haru yang kini berada di pelukan Sharen. Astaga, anakku. Ya Tuhan, ampunilah aku.

Dengan cepat, aku mengambil Haru dari pelukan Sharen. Wajahnya sudah tidak secemberut tadi tetapi matanya masih bengkak dan besar, anakku menatapiku dengan tatapan sebalnya.

"Haru benci papa.."

Tidaak.. tidaak..

"Papa Jahat.."

No baby.. no..

"Haru gak mau sama papa!"

Tidak.. jangan..

"Haru anak baik, tapi papa biarin Haru menangis."

Ya Tuhan..

"Haru kira papa benci Haru, makanya papa biarin Haru menangis. Di TV biasanya anak yang menangis dibuang, Haru kira papa mau buang Haru.."

Astagaa..

Cukuup.. aku tidak tahan mendengar semua penghakiman dari anakku sendiri.

Dengan cepat aku meraih Haru kedalam pelukanku dan memeluknya seerat yang aku bisa. Maafkan papa sayang, maafkan papa yang begitu egois. Astaga, kenapa baru terpikir olehku sekarang?

Aku menatap matanya dalam-dalam.

"Papa salah sayang, maafkan papa ya?" Tanyaku. Haru menganggukkan kepalanya.

"Sampai kapanpun papa gak akan benci Haru, papa sayang Haru, papa cinta Haru, Haru itu hidupnya papa, kalau gak ada Haru papa gak bisa hidup sayang. Haru itu anugerah dari Tuhan buat papa, dan hadiah terindah dari mama buat papa. Maafin papa ya sayang?" Ucapku lagi. haru menganggukkan kembali kepalanya dan setelah itu dia mendekat padaku dan mencium pipiku.

"Haru sayang papa!" Pekiknya, seperti biasa dengan senyumannya yang begitu manis dan suaranya yang ceria. Demi Tuhan, aku sudah melukai anakku dan mengacuhkannya, tapi dengan mudahnya dia memaafkanku dan mengatakan menyayangiku. Sungguh, ayah macam apa aku ini?!

"Papa kok cemberut? Kenapa? Kan Haru sudah bilang kalau Haru sayang papa." Suara polosnya menghangatkan hatiku dan menutup penyesalanku pelan-pelan. Aku menatapnya kembali kemudian tersenyum.

"Terimakasih sayang.." ucapku. Haru menganggukkan kepalanya. "Sama-sama papa!" Pekiknya lagi. aku tertawa kemudian memanyunkan bibirku. "Cium?" Ucapku. Dan Haru mendekat kemudian mencium bibirku. Kemudian kami kembali tertawa.

"Pinter banget. Anak siapa sih?" Tanyaku. Haru terdiam sesaat kemudian dia terlihat berpikir dan pada akhirnya menatapku dengan galak.

"Kata tante Sharen kalau papa galak lagi sama Haru, Haru jadi anaknya tante Sharen aja."

Nah loh.. SHAREN!!

Begitu mendengarnya, aku baru ingat disini ada Sharen.

Aku menoleh ke arahnya duduk tadi, dan posisinya masih sama. Dia menatapku dengan galak dan judes. Tunggu, kenapa dia?

"Gak ada salahnya kali pak telpon saya, saya juga gak akan minta berlian kok. Kan kasian Haru." Ketusnya. Aku menggaruk tengkukku, bagaimana ya? sebenarnya sih memang gak ada salahnya.

"Haru itu anak baik, bapak harusnya bersyukur punya anak sebaik dia. Nangis dikit ya wajar dong pak.."

"Haru tadi ngamuk Sha, bukan nangis lagi."

"Itu karena bapak biarin dia, makannya dia begitu. Mengamuk, robek buku, berantakin barang, itu ya cuman cari perhatian aja. Coba kalau bapaknya lebih sabar. Gak akan sampe muntah. Nih liat, kena baju saya semua muntahnya. Sarapan yang saya bikin kebuang semua deh." Sharen terus menerus menggerutu padaku dan menumpahkan semua kekesalannya, kemudian menunjuk ke arah bajunya yang sekarang kotor. Seriously? Bajunya terkena muntah Haru. ouwhh..

"Kalau bapak begitu lagi sama Haru, saya gak segan-segan buat culik Haru loh pak. Haru, mau kan diculik sama tante?" Setelah menatap kesal ke arahku, Sharen tersenyum ke arah Haru. diluar dugaan, Haru malah menganggukkan kepalanya dan berteriak. "Haru mau tanteee!!"

"Nah kalau yang nyulik Haru nya kamu mah tante tenang Sharen." Suara mama tiba-tiba terdengar, lah.. aku baru sadar kalau mama ada disini. Eh ngomong-ngomong, kenapa mama bersuara? Dengan cepat aku menoleh kea rah mama.

"Sejak kapan mama disitu?" Tanyaku. Mama mencibir ke arahku. "Sejak kamu keluar kamar juga kan mama ikutin kamu. Hih dasar, mentang-mentang ada Sharen, kamu cuekin mama."

WHAAAT..

"Apa sih ma, suka gak jelas deh."

"Yeey, gitu ya kalo lagi malu. Nyalahin orang tua." Mama meledekku? OHOO.. Si mama, mulutnyaaa. Ampuuun.

"Itu baju Sharen kotor Reno, kamu mau biarin dia gitu? Pinjemin baju kek!" Mama menunjuk ke arah baju Sharen yang kotor, ah aku kembali melupakan hal itu.

"Baju Reno kan baju cowok semua ma, masa Sharen pake baju cowok."

"Terus kamu mau pinjemin Sharen baju Haru? hih. Otaknya teh yah, anak siapa sih kamu. Mama gak mau ngakuin da beneran Renoo..! pinjemin baju kamu dong! Kaos sama jaket! Simple kan?" Gerutu mama. Sharen disana tertawa mendengar mama mengomeliku. Awas kamu Sha!

"Ya udah, Reno ambil dulu. Nih. Nitip Haru." Aku menyodorkan Haru ke gendongan mama dan mama menatapku sinis. "Barang kali di titip." Sindirnya.

Astaga,, MAMAAAAAA....


******


Sharen sedang ganti baju di kamar mandi dan aku duduk di sofa dengan Haru yang berada di pangkuanku. Mama masih mengomeli ini itu dan setelah capek, dia duduk juga disampingku.

"Reno.."

"Tidak menerima siraman rohani ma.." Ucapku. Menyela ucapan mama. Apalagi yang akan mama katakan selain hal yang menyangkut hidupku.

"Hih kamu gitu. Ya udah mama diem."

"Ya udah, mama diem cantik. Lebih cantik kalau mama pulang."

"Alaah, mentang-mentang ada Sharen. Nyuruh mama pulang. Bilang aja mau berduaan."

"Loh mama kok godain Reno siih.."

"Eh dengerin ya sayang, mama udah suka loh sama Sharen. Kalau sama yang lain mama belum tentu ijinin kamu nikah lagi."

Astagaaa.. nikah dan nikah aja pikiran mama!

Memangnya aku ini bujangan lapuk?

"Mama bilang begitu soalnya mama udah ngebet pengen punya menantu lagi. iya kan ma? Mending mama adopsi anak gih, terus mama cariin jodoh buat dia. Beres kan urusan." Ucapku, sialnya mendapat pukulan dikepalaku oleh tangan mama. Ampun deh ini ibu-ibu, untung mamaku.

"Sembarangan kamu! Anak mama kan cuman kamu sama Renita. Yang belum dapet jodoh kan kamu Reno. Kamu emang bukan bujangan lapuk, tapi kamu kan duda. Keburu lapuk nanti. Kalau Haru udah besar kamu masih menduda, mau kamu baper sendiri liat anak mesra sama pacarnya sementara kamu di gerogoti kesepian?"

Elah si mama tau baper darimana sih? Memang gaul ternyata si mama ini.

"Tapi kan cari istri itu gak gampang ma.."

"Halah, percuma juga kamu punya hotel, punya muka ganteng, gak guna banget!"

"Ya maka dari itu mama. Buntutnya Reno yang jadi pertimbangan cewek diluar sana." aku menunjuk ke arah Haru saat mengatakan kata 'buntut' hoho maafkan papa sayang.

"Nah kan.. untuk itulah Mareno anak ibu Maryam da bapak Suratno. Mamamu ini menyarankan dan menyodorkan Sharen untuk kamu pikirkan."

"Sharen lagi? mama, Reno kan udah bilang kita gak saling kenal. Lagian siapa yang tahu kalau Sharen udah punya pacar. Lagian jalan hidup Sharen masih panjang, wisuda aja dia belum." Aku menatap mama dengan serius. Berharap mama mau menenggelamkan dalam dalam topik pembicaraan ini. tetapi mama malah tersenyum dan dia dengan sibuk merogoh tas nya.

"Nih, makanya mama sudah melakukan riset. Untuk menjawab semua pertanyaan dan keraguan kamu." Ucap mama, tangannya tiba-tba saja mengepalkan sesuatu ke dalam tanganku. Aku melihatnya sekilas. Sebuah Flashdisk?

"Buat apa ma?" Tanyaku. Mama tersenyum. "Gak usah banyak tanya. Tonton aja nanti." Sahutnya. Aku diam. Jangan bilang ini film.....

Haaa mama mau mengetesku dengan film begituan? Biar aku ngebet terus nyari cewek buat menuntaskan? Hahaha

Astaga.. kalau dipikir-pikir sudah lama sekali aku gak mikirin begituan. Tsk! Masih untung deh masih normal sampe sekarang. Baiklah cukup RENO!!

"Tante udah ganti bajunya?" Suara Haru membuatku menoleh ke belakang. Sharen disana sedang berdiri dengan memakai jaket adidas milikku.

"Duduk Sha.." Aku mempersilakannya. Sharen terlihat kikuk tapi dia duduk juga, dan dari semua tempat duduk yang ada, dia memilih duduk di lantai bersama Haru yang kini juga berpindah di lantai. Mama menyikut lenganku dan aku menatapnya dengan tatapan tak mengerti.

"Bilang makasih atau tanya dia atau apa kek gitu, ajak ngobrol." Mama berbisik padaku, membuatku menatapnya tajam. Gak deh ma, sepertinya begini saja.

"Hih gak asik kamu Ren." Bisik mama lagi. aku kembali menatap mama, dasar mama! Nyebelin ma, sumpah!

Belum apa-apa, mama kembali menyikut lenganku lagi. hadeuh, kalau ibu-ibu ada maunya harus langsung di turutin ya memang.

"Sha―"

"Haru, tante pulang ya sayang? Besok kita main lagi." Belum sempat aku mengucapkan nama Sharen, gadis tu sudah terlebih dahulu mengatakan bahwa ia mau pulang pada Haru.

"Janji ya tante? Besok tante sama Haru?" Diluar dugaan, Haru tidak menangis seperti tadi. Ia malah tersenyum dan dengan legowo mengijinkan Sharen untuk pulang.

"Janji.. kalau begitu tante pulang ya sayang?" Ucapnya. haru menganggukkan kepalanya, setelah itu Sharen menatapku dan mama bergantian.

"Saya pulang ya tante? Reno? Udah di tungguin mama soalnya."

Ah iya! Sampai lupa, bukankah tadi Sharen memang buru-buru pulang karena mamanya yang menyuruhnya?

"Oh iya Sharen. Reno.. kamu anterin ya?" Mama kembali menyikutku, aku terperanjat. Mama ini!!

"Gak usah tante, Sharen bawa motor kok." Tolaknya secara halus. Aku diam saja, kemudian mama kembali menyikutku. Ah mama!

"Ya sudah kalau gitu, saya antar kamu ke depan." Tawarku. Kali ini mama malah menginjakku. Ya Tuhan, APALAGI!!

Tanpa menghiraukan mama, aku berdiri dari sofa dan meraih Haru lalu mengikuti langkah Sharen yang sudah lebih dulu berjalan ke depan. Dari dalam mama berteriak mengatakan beribu terimakasih dan Sharen hanya membalasnya dengan iya iya dan iya. Memang bosen pasti denger si mama ngomong.

Begitu sampai pintu, Sharen berbalik dan tersenyum ke arahku. "Bajunya, terimakasih ya pak?" Ucapnya. aku menganggukkan kepalaku. "Terimakasih juga kamu tadi balik lagi, kalau nggak. Gak tau juga deh Haru bagaimana." Ucapku. Sharen sedikit mendelik padaku. "Makanya pak, sabar dikit kalau jadi orangtua." Ucapnya. aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanda mengerti.

"Haru, tante pulang ya sayang?"

"Iya tanteee.."

"Daah Haru.." Sebelum pergi, Sharen mendekat dulu ke arah Haru.

"Cium?" Tanyanya seraya memanyunkan bibirnya. Aku mundur sedikit, mendadak merasakan sesuatu dan tanpa sengaja menelan ludahku. Astagaa!!

CHUP! Haru menyambut bibir Sharen dan menciumnya sekilas. Membuat Sharen tertawa.

Setelah itu Sharen pergi dan naik ke atas motornya kemudian menjalankannya dan dirinya beserta motornya menghilang dari pandangan kami.

Haru tidak apa-apa, ia malah langsung meloncat-loncat minta di turunkan dari gendonganku kemudian berlari ke dalam rumah.



*****



Keesokan harinya, aku pergi ke hotel sendirian karena Haru yang sejak semalam mengatakan ingin bertemu tante Sharen dan pagi-pagi sekali aku sudah menunggu Sharen di jalan dekat rumahnya kemudian mengantarkan Haru dan Sharen ke Daycare. Masih begitu kurang suka terhadap Daycare sebenarnya, tapi karena maunya Haru Sharen dan Sharen adanya di daycare, dengan terpaksa aku menuruti Haru saja.

Satu minggu lagi adalah ulangtahunnya Haru. aku masih kebingungan menentukan bagaimana cara merayakannya. Apakah seperti sebelum-sebelumnya, atau melalui cara lain? Atau mungkin tidak di rayakan? Mungkin itu bisa di pikirkan nanti saja, ya.. aku masih punya waktu seminggu setidaknya.

Mataku tanpa sengaja melirik Flashdisk yang di berikan mama kemarin. Karena penasaran, ku raih flashdisk tersebut dan ku sambungkan ke laptopku.

Ada satu file video di dalamnya. Aku memutuskan untuk membukanya, dan yang pertama kali ku lihat adalah Sharen yang sedang duduk menghadap ke kamera. Aku sedikit kebingungan, tapi memutuskan untuk menontonnya lebih dulu.

"Nama saya.. Sharen.. hmm, duh mbak sebenarnya saya kurang suka nama lengkap saya. Perlu di sebutin ya?"

"Buat santai aja, pake aku kamu juga boleh. Ini bukan formal kok." Suara wanita, yang pasti bukan Sharen karena aku tahu suara siapa itu. Siapa lagi. komplotannya mama. RENITA!

"Yah, nama saya.. Sharen.." Dalam video itu Sharen sedikit ragu. Aku memperhatikannya baik-baik

"Sharen.. Ismayanti. Kayaknya mama saya lagi merem waktu ngasih nama. Makannya saya lebih menganggap nama saya Sharen aja. " Aku menahan senyumku saat mendengarnya. Sharen Ismayanti? Dia dipanggil apa oleh mama nya ya? apa Sharen? Atau Isma? Ima? Yanti? Hahaha sepertinya lucu kalau Yanti!

"Saya anak tunggal. Maksudnya anak tunggal yang belum menikah, haha. Aduh maaf kode banget! Saya dua bersaudara, kebetulan punya adik tapi dia gak mau ngakuin saya kakak. Oke maaf saya becanda. Yah, saya punya adik berusia 18 tahun. Dia baru lulus SMA tahun ini."

"Umur saya, dua puluh empat tahun. Kuliah semester akhir, sudah Revisi. Tinggal sidang dan wisuda, Alhamdulillah cepat pengerjaannya. Saya masuk kuliah di umur dua puluh, kebetulan mencari biaya dulu untuk kuliah. Dan setelah biaya terkumpul, saya mencoba peruntungan. Dengan kuliah dan sekalian bekerja."

Aah, jadi umur Sharen itu 24 tahun? Itu berarti kita hanya berbeda 3 tahun saja?

Mendadak sebuah senyuman tanpa bisa ku tahan tersungging di bibirku. Tapi kemudian aku tersadar..

Memangnya kalau beda tiga tahun, mau apa?!

Ah, benar. Bukan urusanku juga kan!!

Baiklah, kembali lanjutkan menonton saja.

"Cita-cita saya.. well, dulu saya pengen jadi dokter biar bisa nolong orang. Tapi ouwh, saya benci darah. Bakal pingsan kalau liat darah banyak, apakabar nya dong kalau nanti jadi dokter. Masa operasi sambil merem. Mau akrobat memangnya?"

Aku tertawa mendengar celotehannya. Astagaaa.. akrobat? Bagaimana ya kalau si Sharen akrobat? Pasti lucu.

"Yah, itu cuman cita-cita masa kecil. Kalau sekarang cita-cita saya itu adalah.. yah, saya pengen jadi istri sholehah saja kalau segera punya suami. Kalau tidak pun yaa.. saya mau bekerja aja. Cari modal untuk usaha sendiri."

"Saya sangat suka anak-anak. Ya, menurut saya dunia anak-anak itu paling indah. Dan saya sangat suka ketika terlibat di dalamnya. Ketika mereka berlari kedalam pelukan saya, ketika mereka meneriaki nama saya, ketika mereka menangis menginginkan saya, dan ketika mereka mencium saya, itu adalah saat-saat paling bahagia dalam hidup saya. Bahagia memang se sederhana itu."

Dalam video tersebut Sharen tersenyum begitu manisnya dengan matanya yang menerawang jauh ke depan. Aku yakin ia sedang membayangkan apa yang barusan ia katakan.

Kalau dipikir-pikir, senyumannya yang seperti ini baru pertama kali aku melihatnya, dan.. yeah, rasanya.. seperti... menemukan jalan keluar di saat tersesat dalam hutan. Entahlah..

"Hadeuh, ini duda satu sekarang hobinya senyum-senyum aja ya! puber kedua lu no?" Suara Mushkin yang tiba-tiba membuatku terperanjat dan secara refleks menutup laptopku dengan tergesa.

"Wosh! Nonton apa lu no? langsung ditutup begitu. Takut ketauan ya?" Matanya menatap penuh selidik padaku. Alisnya terangkat dan mengayun-ayun, et et et.. mikir apa memangnya si mushkin!

"Sejak kapan lo disini?" aku membenahi posisi dudukku dan mencoba bersikap biasa saja pada Mushkin. Tidak seperti barusan yang seperti kucing ketahuan lagi kawin. Halah, kenapa kawiiin?!!

"Sejak terdengar suara merdu dari bunda Sharen." Mushkin tersenyum manis padaku dan ia memberi penekanan pada saat menyebut nama Sharen. Astagaaa.. selama itu? Kalau si Mushkin sudah sejak tadi disini.. itu berarti..

"Gue menyaksikan banget bagaimana berseri-serinya muka lo waktu denger si bunda Sharen berbicara. Astagaaa.. beda yah kalau lagi jatuh cinta!" Ucap Mushkin, begitu mengena ke dalam hatiku. Aku mendelik tajam ke arahnya. "Enak aja! Sembarangan lu bilang Muss.."

"Susah ya kalau ngomong sama bapak -bapak. Nih Mareno, dengerin gue.." Mushkin maju dan meraih kursi di hadapan mejaku lalu duduk berhadapan denganku. Tangannya di atas meja dan tubuhnya condong ke arahku.

"Lo seneng gak kalau liat si bunda Sharen?" Tanyanya langsung. Aku sedikit kebingungan. Senang? Aku tidak tahu senang yang seperti apa yang di maksud Mushkin.

"Laah, malah bengong! Lu kalau jatuh cinta begini ya no? lemoooot nya minta amin."

Aku terdiam. Masa sih?

"Gini deh no, lo seneng gak liat Sharen sama Haru?" Tanyanya lagi. tanpa berpikir, aku langsung mengangguk.

"Lo nyaman ngobrol atau berduaan sama Sharen?" Aku kembali mengangguk, tapi berpikir sejenak. "Kalau berduaan banget, gak nyaman mus. Gue suka mikir yang aneh-aneh."

"Nah loh, mikir apa?"

"Yah, mungkin gue kangen nova kali Mus, kadang gue mikir kita keluarga kecil."

"Singkirkan nova dulu, gue gak tanya dia." Mushkin menatapku tajam. Aku mengangguk lagi saja untuk menjawabnya.

"Jadi tiap kalian berduaan lo mikirin keluarga kecil bahagia? Begitu?" Tanyanya lagi. aku terdiam, dan sejenak mengingat pertemuan pertama kami waktu di Floating Market saat Sharen menolong Haru.

Eh tunggu dulu! Pertemuan pertama kami bukan itu.. pertemuan pertama, tidak. Bukan. Maksudnya pertama kali aku melihatnya adalah ketika macet di setiabudhi! Ya ampun..

"Mus!" Tanpa sengaja aku berteriak pada Mushkin. Temanku itu sedikit terperanjat dan menatapku cemas. "Kenapa?" Tanyanya.

Aku tersenyum, kemudian menceritakan pertama kali aku melihat Sharen. Di sebuah angkot yang berhenti di depan mobilku di tengah kemacetan. Wanita bersama anak kecil yang menatap ke arahku dan melambai-lambaikan tangannya. Astaga, jadi malu juga mengingat aku yang dulu membalas lambaian tangan mereka!

Mushkin terdiam sejenak begitu mendengarkan ucapanku, setelah itu. Dia mengambil gelas ku dan meminumnya. Kemudian tersenyum senang menatapku.

"Mareno, dari awal lu udah nyimpen harepan lo buat Sharen. Dan Tuhan menjawabnya dengan mempertemukan dan mendekatkan kalian. Sob.. lo. Harus. Berjuang.!" Ujarnya. Ia menepuk-nepuk pundakku kemudian kembali tersenyum. Tapi, aku malah bingung. Berjuang? Untuk apa?

"Gue gak ngerti Mus." Gumamku. Mushkin tersedak air yang di minumnya dan tangannya sibuk menepuk-nepuk dadanya sendiri.

"Astagfirullohaladzim.. ini kayaknya hidayah biar gue tobat deh." Mengusap mulutnya, Mushkin mencoba menormalkan tenggorokannya yang barusan tersedak.

"Reno, apa perlu gue bilang sejelas-jelasnya kalau lo lagi jatuh cinta? Lo suka sama Sharen, lo naksir dia!" Jelasnya. Aku kembali mengerutkan keningku.

"Masa sih Mus? Tapi gue belum pernah ngerasain hal beginian. Sama Nova pun dulu nggak.."

"Itu karena lo dijodohin waktu nikah sama Nova! Lo lupa dulu siapa yang paling gak setuju waktu lo nikah? Gue! Karena apa? Karena lo sama sekali gak cinta sama Nova."

Aku terdiam mendengar ucapan Mushkin. Semua memang benar, dulu aku memang di jodohkan dengan Nova, tetapi saat kami sudah menikah. Aku mulai mencintainya, waktu dia meninggal pun aku begitu kehilangannya.

"Gue cinta kok sama dia pas kita nikah, pas dia meninggal juga lo tau segimana Frustasinya gue." Aku mencoba menyuarakan pikiranku pada Mushkin, untuk sekedar membela diriku yang sedang dia pojokkan.

"Lo.. gak bener-bener cinta sama Nova Reno, lo cuman nerima dia. Karena dia pilihan orangtua lo, lo mencoba nerima dia dan sayang sama dia. Lo menghargai dia sebagai istri lo, dan lo menghargai dia sebagai orang yang nemenin lo. Kalau masalah waktu dia meninggal, ya gila aja kalo lo baik-baik aja. Secara lo udah sekuat tenaga menerima dia dan saat lo bisa menjalaninya, Tuhan malah ambil dia dari lo."

Aku kembali terdiam, mencoba menolak semua hal yang di katakana oleh Mushkin. Tetapi bayang-bayang dahulu sejak aku bertemu dengan Nova dan mencoba menolaknya kemudian mama memaksa dan akhirnya aku menerimanya, terbayang dengan jelas di kepalaku.

Bagaimana kehidupan kami di awal pernikahan, saat aku masih begitu sungkan padanya bahkan untuk bertegur sapa.

Bagaimana malam pertama kami yang baru kami lakukan di bulan kelima pernikahan kami. Itu pun karena kami berkomitmen untuk mencoba bekerjasama dan memulai semuanya bersama-sama.

Ketika Nova menceritakan hari-hari sibuknya padaku, aku mendengarkannya. Seperti kalau Renita bercerita padaku.

Ketika Nova berhasil hamil dan aku begitu bersyukur karena nya, karena dalam tubuhnya terdapat keturunanku, terdapat nyawa yang berasal dari darahku, terdapat sebagian dari hidupku.

Ketika Nova begitu kesulitan akan proses kelahiran Haru. aku disana menyaksikannya, menangis dan berdo'a bersamanya. Sama seperti waktu Renita melahirkan.

Ketika Nova meninggal, dunia ku bagaikan runtuh karena di usia yang begitu muda aku harus mengurus Haru dan hotelku, karena Haru harus hidup dengan mengorbankan ibunya, karena Haru akan sangat sedih saat ia besar ketika ulangtahunnya adalah hari kematian ibunya, dan karena setiap nafas yang Haru hirup memutuskan nafas ibunya yang berjuang untuknya.

Semua berkelebat dalam kepalaku dan membuatku terdiam tak bisa mengatakan apa-apa.

Aku, kebingungan dengan apa yang aku rasakan sendiri.

"Asal lo tahu aja Reno, tante Maryam begitu menyesal dulu dia jodohin lo. Makannya sekarang dia gencar banget waktu liat lo sama Sharen. Dan.. yah, gue ngomong begini pun karena ibu lo. Dia mau lo sadar akan perasaan lo. Itu aja bro."

Mushkin kembali menepuk pundakku dan sedetik kemudian, ia membalikkan tubuhnya kemudian meninggalkan ruanganku dan meninggalkanku seorang diri disini.

Aku kebingungan..

aku tidak bisa berpikir..

dan aku..

aku tenggelam dalam lautan kebingunganku sendiri.



- TBC -



Helaaah.. si Mas Reno galau, hahaha

Sebenernya syarat aku untuk diri sendiri dalam memposting cerita ini adalaah.. minimal itu 20 halaman ms.word, dan ini baru 13 halaman XD

Tapi gak papa lah ya, mentok juga. Kalau dilanjutin takutnya malah gak nyambung. Ya udin lah sampe disini aja..

Tetap terimakasih buat yang selalu setia membaca, memvote, dan memberikan komentar.

Aku sayang kaliaaan :*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro