PART 11 | Must Be Something
Reno menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku kemudian memakai helm proyek berwarna putih dan melangkah masuk ke dalam area pembangunan hotelnya yang terbakar.
Senyuman tak henti-hentinya tersungging dari bibirnya, membuat para karyawannya mengernyit kebingungan akan tingkah bos mereka yang tidak biasanya seperti itu.
"Bahan-bahan yang kemarin sudah saya pesan, apa sudah datang?" Reno berjalan dengan memperhatikan setiap sudut bangunan yang terbakar itu. Kemarin ia sudah mengecek beberapa dan kali ini ia akan mengecek semuanya. Mulai dari bahan-bahan sampai kekokohan bangunannya.
"Ada beberapa kendala pak, jalan masih di tutup sehingga akses cukup sulit. Para pengirim bahan bangunan harus memutar jalan sehingga proses pengiriman semakin lama. Biayanya juga semakin mahal."
"Ya, saya gak mempermasalahkan biaya. Memang ini benar-benar tidak di duga. Untung saja bukan bangunan utama yang terbakar. Tapi samping bangunan utama berwarna hitam, sepertinya terpercik sedikit api. Pada saat pengacian dan pengecatan tolong lebih perhatikan yang itu."
"Baik pak.."
"Lalu bagaimana pegawai yang mengalami luka bakar? Kemarin saya ke Rumah Sakit, dia sudah pulang. Pak Anto tahu rumahnya?" Reno meghentikan langkahnya dan melihat kea rah pegawainya.
"Kondisi nya tidak terlalu parah untungnya pak, iya saya tahu. setelah ini saya antar bapak ke rumahnya."
"Oke."
"Kalau begitu saya akan kembali bekerja dulu." Izin pak Anto. Reno menganggukkan kepalanya kemudian ia memperhatikan seluruh bangunan hotelnya yang hampir selesai dan berhenti sebentar untuk berpikir sejenak.
Beberapa saat kemudian, tangannya masuk ke dalam saku celananya dan ia malah mengambil ponselnya lalu mengetikkan sebuah pesan.
To. Sharen
Haru lagi apa Sha?
Send!
Setelah itu Reno memandangi ponselnya dengan seksama. Ia menunggu balasan itu muncul, tetapi belum muncul juga.
Ah! Kenapa lama sekali balasannya?
Layar ponselnya menyala, dengan cepat Reno membuka pesan yang masuk pada ponselnya.
From. Sharen
Lagi poop..
Reno mengernyitkan keningnya. Tapi kemudian dia tertawa dan dengan cepat membalasnya lagi.
To, Sharen
Serius kamu Sha?
From. Sharen
Tiga rius dikali empat ditambah lima dipangkatkan tujuh puluh.
To. Sharen
Berapa itu jumlahnya? Saya males ngitung.
From. Sharen
Saya juga males ngitung. Sebentar pak, saya cebokin Haru dulu.
Astaga!
Reno kembali tertawa menatap ponselnya saat membaca balasan dari Sharen.
Sebenarnya terdengar sedikit.. err.. bagaimana yah, membicarakan hal seperti itu agak menggelikan. Tetapi entah kenapa Reno malah tertawa cekikikan sekarang. Sepertinya otaknya mulai korslet.
To. Sharen
Udah belum Sha?
Satu menit..
Dua menit..
Lima menit..
Delapan menit..
Sepuluh menit!
Reno masih menatapi layar ponselnya yang tidak juga menyala sejak tadi. Mulutnya mulai menggumamkan kata-kata yang tidak terdengar dengan jelas dan kakinya sedikit menghentak-hentak tanah.
Kemana sebenarnya Sharen? Kenapa gadis itu tidak membalas pesannya? Apa membersihkan Haru selama itu sampa-sampai dia benar-benar lama untuk membalas pesannya?
Ah! Masa bodoh!
Dengan cepat Reno menekan pilihan telpon dan menghubungi nomor Sharen.
Terdengar nada sambungan pada telpon mereka, sedetik kemudian..
"Kenapa pak?" Suara Sharen terdengar di sebrang sana.
"Haru lagi apa?"
"Ya ampun paaak, dari tadi yang ditanyain begitu terus."
"Kenapa ? Kamu juga pengen ditanyain?" Reno tersenyum mengucapkannya. Kakinya yang menapak di tanah bergerak-gerak menggambar sesuatu yang tak jelas.
"Ya bukan begitu, hari ini bapak menelpon saya udah berkali-kali. Sepuluh menit sekali, dan sms pun udah kayak neror pa. toloong, saya butuh konsentrasi."
"Saya juga butuh konsentrasi disini, tapi saya inget Haru terus."
"Kalau begitu bapak telpon saja ke tab Haru, jangan telpon ke saya."
SKAK MAT!!
Reno terdiam seraya mengaruk kepalanya yang tak gatal. Ia juga ya? ia harusnya menelpon Haru dengan langsung. Kenapa ia malah menelpn Sharen? Sharen kan sedang bekerja.
"Hmm.. yah saya kira kan kamu lagi sama Haru."
"Saya kan tadi bilang pak, saya lagi kerja dan Haru lagi main. Ruang kerja saya dan ruang bermain Haru itu jauh."
"Tapi sepuluh menit yang lalu kamu bilang Haru lagi poop."
"Iya, itu kan memang Haru mau ke kamar mandi dan dia maunya sama saya jadi bunda yang lain panggil saya. Setelah beres ya saya lanjutin pekerjaan lagi dan tinggalin Haru di ruang bermain."
"Oh, begitu.."
"Iya, begitu."
"Ya sudah Sha, kalau begitu lanjutin pekerjaan kamu aja."
"Sebelum bapak suruh juga saya kan sedang melanjutkan pekerjaan saya."
"Hmm.. okay,, "
"Okay.."
Hening sejenak. Reno menatap layar ponselnya perlahan.
"Hmm.. Sha, kamu tetep panggil saya bapak?"
"Oh! Maaf, kebiasaan.." terdengar suara kekehan di seberang sana. Reno tersenyum dibuatnya, hari ini ia sudah seperti orang gila saja.
"Yah, saya tutup telponnya..Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Dan sambungan terputus. Dengan tidak Rela, Reno menarik ponselnya dari telinganya dan kembali memasukannya ke dalam sakunya.
Well, kali ini ia harus berkonsentrasi bekerja! Harus! Kalau ia benar-benar ingin cepat selesai dan cepat pulang untuk melihat Haru dan Sharen. Tidak, tidak. Maksudnya untuk melihat Haru dibawah asuhan Sharen. Apakah gadis itu benar-benar menjaga anaknya dengan baik atau tidak. Ya, begitu.
******
RENO POV
Tepat pukul tiga lewat tiga puluh sore, aku selesai mengecek keseluruhan bangunan dan kembali ke pavilliun khusus untukku yang dulu ku bangun sebelum membangun hotel ini. sengaja, supaya saat aku berkunjung kesini untuk mengecek keadaan bangunan baruku, aku tidak usah menginap di hotel lain.
Masuk ke dalam kamarku, aku langsung membuka bajuku dan memutuskan untuk membersihkan diriku sore ini. diluar begitu panas dan kulitku benar-benar terbakar! Ah, aku rindu cuaca sejuk Bandung.
Setelah membersihkan diriku, aku mengambil kaos oblong tanpa lengan dan celana boxer kotak-kotak biru lalu kemudian memakainya.
Sekarang hampir jam empat itu berarti sebentar lagi Haru dan Sharen pulang dari daycare. Dengan cepat, aku meraih ponselku dan mengetikkan pesan untuk Sharen.
To. Sharen
Haru dan kamu sudah mau pulang?
Dengan cemas ku tatapi ponselku, tapi belum ada balasan juga. Yasudah, mungkin mereka sedang sibuk.
Aku simpan kembali ponselku pada tempatnya semula.
Tapi, sibuk bagaimana? Mereka kan sudah mau pulang. Semua orang sudah pulang, jadi gimana mau sibuk?
Ah, iya! Benar. Kesibukan macam apa yang melanda karyawan saat jam pulang ke rumah?
Ku ambil lagi ponselku dan ku ketikkan lagi pesan untuk Sharen.
To. Sharen
Ini sudah jam empat. Kalian sudah pulang atau belum?
Ku pilih tombol send dan.. taraaaa..
Ponselku masih saja tidak berbunyi dan layarnya masih mati!
Ini si Sharen kemana, bukannya bertanggung jawab untuk membalas pesanku kok malah tidak dibaca sama sekali sepertinya.
Aku mencoba berpikir positif.. mungkin saja memang sedang repot, atau mungkin sedang dijalan. Yah, benar.
Tapi memangnya dijalan naik apa sampai tidak bisa membalas pesan? Jangan bilang Sharen naik motor! Oh tidak, bencana untuk Haru. astaga!
Karena tidak sabar, masa bodoh saja lah. Aku memencet tombol panggilan untuk nomor Sharen. Terdengar nada menyambung, tapi kemudian malah suara operator wanita yang bilang bahwa nomor yang aku tuju tidak bisa menjawab!
Ku coba sekali lagi, dan hasilnya sama!
Sharen tetap tidak menjawab telponku. Astagaaa.. apa benar ia naik motor?
Belum sempat aku menghubunginya lagi, ponselku lebih dahulu berbunyi.
Dengan cepat, aku mengangkatnya.
"Kamu kemana aja sih Sha! Kok telpon saya gak di angkat?"
"Maaf pak, saya lagi ribet tadi."
"Memang kamu lagi apa?"
"Yah, pokonya saya lagi ribet aja pak."
"Terus Haru mana?"
"Nih, sebentar.."
Hening sejenak suara di sebrang sana. tapi aku mendengar samar-samar suara Sharen yang mengatakan pada Haru kalau aku menelponnya.
"Papaaa!" Dan lengkingan terindah diseluruh dunia terdengar menyapa telingaku. Ya Tuhan.. putriku.
"Haruna.. sayang. Sudah pulang?"
"Udah papa, Haru lagi di jalan. Papaa. Haru naik ang― hmm."
Looh..
Kenapa dengan suara Haru?
Aku menarik ponselku lalu menatapnya kemudian menempelkannya kembali pada telingaku.
"Haru.. halo.." Ingin memastikan keadaan baik-baik saja, aku memanggil nama Haru. bukan apa-apa, takutnya Haru tiba-tiba ada yang membekap mulutnya dan menculiknya, seperti di film-film. Sebenarnya aku tidak suka menonton banyak film tapi aku sedikit banyak tahu scene penculikan begitu. Hih, mendadak saja aku bergidik ngeri membayangkannya.
"Eh.. halo pak.."
Loh, kok suara Sharen yang terdengar.
"Haru mana?" Tanyaku.
"Ini ada di sebelah saya, mau bicara lagi?"
"Iya, boleh.." Sahutku. Saat aku diam menunggu Sharen memberikan ponselnya pada Haru, suara seseorang yang mengataan 'Kiri' terdengar begitu jelas dan keras di sebrang sana.
"Loh..Loh Sha!"
"Iya Reno, kenapa?"
Elaaah.. kenapa dadaku ser ser an begini mendengar Sharen menyebut namaku? Haha baiklah kembali ke topic.
"Kamu naik angkot?"
"Hng? Saya.."
"Barusan saya denger ada yang bilang kiri. Kamu ajak Haru naik angkot?"
Tidak ada sahutan apa-apa di sana. aku malah menjadi khawatir. Kenapa Sharen membawa Haru naik angkot. Dari sekian banyak kendaraan, kenapa harus angkot. Toloong, angkot itu adalah zona berbahaya untuk Haru. dan aku tidak mau terjadi apa-apa padanya.
"Sharen, kamu jawab saya. Kamu naik angkot?"
"I.. iya pak, memangnya kenapa?"
"Kamu tanya saya kenapa? Ya ampun Sharen, angkot itu bahaya."
"Bahaya apanya, Haru juga kan duduk nyaman di sini. Lagian dipegangin juga."
"Bukan begitu, tapi kan di angkot itu―"
"Pak, ributnya nanti aja dong, banyak orang disininya. Kan saya lagi dalem angkot."
Aku memejamkan mataku keras. Baiklah, baik. Baik.
"Oke."
"Oke pak.."
"Setelah naik angkot, kamu ke rumah saya naik apa? Komplek saya gak kelewat angkot Sha, dan jalannya jauh."
"Saya naik ojek pak."
"APAAAA???"
"Sudah dulu ya pak? Nanti bapak telpon aja lagi."
Dan PIIIP..
Sambungan kami terputus. Sharen memutuskannya sebelah pihak, tanpa menunggu aku bicara dulu.
Setelah kemarin malam mengajak Haru menonton dan tidur di ruang tamu, sekarang Sharen malah mengajak Haru naik angkot dan ojek? Astagaaa.. gadis ituuuu..!!!!
*****
Sudah hampir satu jam berlalu, aku duduk di depan TV yang menyala dan menatap ponsel dengan cemas. Mencoba berhitung tentang jarak daycare ke rumah menggunakan angkot dan ojek, harusnya sekarang mereka sudah sampai. Tapi lagi-lagi telponku tidak di angkat oleh Sharen. Menelpon tab Haru juga sama, tidak di angkat! Mereka sebenarnya kemana? Tidak tahu apa aku disini mengkhawatirkan mereka. Baiklah, mengkhawatirkan Haru yang kini berada dalam pengawasan Sharen.
"Heh bapak! Lo resah mulu daritadi, liatin terus hp emang bakal ada yang nelpon?" Suara Mushkin terdengar oleh telingaku. Aku menoleh ke arahnya yang saat ini tengah membawa segelas kopi dan kini duduk di sebelahku.
"Sharen gak angkat telpon terus. Tadi mereka naik angkot, ya gue khawatir lah. Lu tau gue paling gak bisa biarin Haru naik angkot."
"Dan seinget gue lu juga ga bisa biarin cewek naik angkot." Sindirnya. Aku terdiam dan memilih untuk tidak menjawab ucapannya. Sebebasmu saja lah mus!
Mushkin ini memang sahabatku dan sebenarnya dia orang kepercayaanku yang memegang satu hotel milikku, menjadi dua dengan hotel yang masih dibangun saat ini. itulah kenapa dia berada disini, kami memang tidak berangkat bersama karena Mushkin baru sampai disini tadi siang.
Aku menatapi ponselku lagi dan kesabaranku benar-benar habis saat ini. dengan cepat, aku menelpon tab milik Haru. tak tanggung-tanggung, sengaja menelponnya lewat video call karena aku selalu merindukan putriku. Ah, Haru ku sayang.
"PAPAAAA!!" Suara pekikkan terdengar dan disusul oleh itu, senyuman manis Haru terpancar dengan jelas di wajahnya yang Nampak pada layar. Aku tersenyum senang.
"Hai sayang, sudah sampai?" Tanyaku. Haru menganggukkan kepalanya dengan antusias. Dia sudah memakai baju tidur bergambar Stitch, itu berarti mereka sudah lama sampai disana.
"Haru lagi apa?" Aku membenahi letak dudukku agar semakin nyaman. Haru melakukan hal yang sama disana, dia sekarang duduk bersandar pada boneka beruangnya.
"Haru mau makan pudding papa! Tante Sharen bikin pudding buat Haru."
"Wah, papa mau dong. Sisain papa satu yah?"
"Gak mau! Kata tante Sharen ini buat Haru, papa gak boleh makan ini soalnya papa bawel!" Begitu mendengar ucapan Haru, aku terkejut dan Mushkin yang berada di sampingku, ia malah tertawa cekikikan.
"Apa sih lo mus!" aku menyenggol tangannya dan Mushkin malah tidak memperhatikanku dan meraih remote lalu mengganti channel TV.
"Papaa, sama siapa?" Suara Haru kembali terdengar, membuatku kembali memperhatikannya.
"Papa sama om mus!"
"Oh, om mus? Om nya agni! Haru tadi main bersama Agni."
"Oh iya?"
"Iya papa, tadi Haru jadi tukang sayur dan Agni jadi ibu-ibu." Ucapnya polos. Aku menganga. Sayangku, anak tercantikku.. dari semua profesi yang berada di dunia ini, kamu memilih tukang sayur? Terus apa gunanya papamu ini yang punya hotel besar? Cita-citamu tidak tinggi sayang, bunuh saja ayahmu ini lah!
"Haru, pudingnya sudah jadi!" Sebelum melanjutkan pembicaraan kami, suara Sharen disana terdengar dengan jelas melalui ponselku. Dan dengan cepat haru bergerak kemudian berlari, tentu saja aku tahu. karena di layar ponselku menampakkan gambar yang tidak jelas dan terdengar suara gemuruh. Sepertinya Haru memang berlari.
"Yeeee.. tante pudingnya lucu!" Aku mendengar lagi pekikkan Haru, dan kini di layarku menampakkan gambar atap rumahku. Sepertinya Haru lupa kalau dia sedang menerima telponku dan malah meletakkan tab nya di meja makan.
Aku memutuskan untuk membiarkannya saja dan mendengarkan dengan seksama suara-suara di sana.
"Tante! Nanti nonton lagi ya? tidurnya di luar lagi."
APAAA??
Aku semakin menajamkan pendengaranku ketika mendengar ucapan Haru.
"Nggak ya sayang, itu cuman kemarin aja. Malam ini Haru tidur di kamar."
Senyumku tertarik begitu saja saat mendengar penolakan Sharen. Baguslah, gadis itu tidak menuruti kemauan Haru.
"Tapi Haru maunya tidur kayak malem."
Tuh..
Itu bahayanya mengenalkan sesuatu yang belum pernah Haru coba. Setelah itu pasti Haru akan memintanya lagi dan lagi. seperti kemarin yang mandi pake air hangat kuku, Haru jadi selalu ingin begitu. Dan sekarang? Lihaat.. Haru malah minta tidur di luar lagi.
"Kalau Haru tidur di luar, nanti papa marah. Gak yaa.."
"Tapi papa ga akan tau tante!"
"Gak sayang, marahnya papa Haru itu serem. Kayak gozila yang menelan manusia hidup-hidup. Udah cukup deh tante dibawelin sama papa Haru."
APAAAA?
Aku sepertinya harus membawa Kak Seto ke hadapan Sharen. Enak saja, di depan anaknya malah mengatakan kalau bapaknya kayak gozila. Dia mau aku lindes memangnya?
"Saya denger loh sha." Suaraku seperti menggeram, menahan marah tentu saja. Dan disana tiba-tiba saja Sharen memekik kaget.
"Loh Haru, kok ada suara papa Haru sih? Ya Tuhan, gak mimpi kan?" Aku menahan tawaku. Sampai saat ini sepertinya Sharen tidak sadar kalau sejak tadi aku menelpon Haru.
"Nggak Sha, coba deh kamu ambil tab Haru." Ucapku pada akhirnya, dan sedetik kemudian wajah Sharen muncul pada layar.
"Ya allah.. Reno!" Pekiknya. Dan aku tersenyum geli melihatnya.
"Kena kamu Sha, jelek-jelekkin bapaknya di depan anaknya."
*******
"Bapak bener-bener gak percaya sama saya?" Suara Sharen terdengar di sebrang sana. sekarang sudah jam delapan malam dan Haru sudah mengantuk. Aku sedang memastikan kalau Haru tidur di kamar malam ini. itulah kenapa aku menghubungi Haru lagi dan sekarang ber video call dengan Sharen. Hanya memastikan ia membawa Haru ke atas tempat tidur di kamarku. Bukan matras lagi.
"Coba mana saya mau lihat kamar saya." Ucapku padanya. Terdengar suara helaan nafas keras disana. Sharen memutar tab dan memperlihatkan kamarku.
"Tuh, udah kan pak? Sekarang bisa percaya sama saya?" Tanya nya. Aku tersenyum. "Iya.. saya coba percaya. Asal kamu gak bawa Haru naik angkot lagi."
"Ya ampun pak, gak akan korengan kok! Lagian angkot kan aman. Kalo di jambret pun ya saya yang di jambret, orang saya yang bawa bawaan banyak."
"Hush! Kamu kok sembarangan."
"Abisnya bapaknya sih. Ya udah ini saya kembalikan sama Haru!" Ucapnya ketus. Aku kembali tertawa. Kemudian wajah mengantuk Haru muncul sekarang.
"Sudah ngantuk ya sayang?"
"Iya papa.." Gumamnya, matanya mulai tidak fokus dan mulai terpejam. Aku tersenyum tipis melihatnya. Sebuah tangan yang ku yakini adalah tangan Sharen berada di atas bahu Haru dan menepuk-nepuknya pelan.
"Ya sudah, Haru tidur ya sayang. Selamat tidur, Princess! I love you.."
"Love you too papa.." Dan suaranya semakin melemah, kemudian aku memutuskan sambungan kami dan layar ponselku menggelap.
Ah, hari ini sepertinya aku akan tidur dengan nyenyak. Seharian kemarin tak melihat Haru tapi hari ini aku melihatnya. Betapa bahagianya.
"Senyam senyum! Gaya lu kayak ABG aja Ren!" Mushkin melemparkan bantal sofa padaku. Untung saja berhasil ku tangkap, kalau tidak mungkin mukaku akan sedikit lebam. Bantal ini lumayan keras loh.
"Makanya punya anak Mus!" Sindirku. Mushkin malah tertawa mendengarnya.
"Seriously? Reno, yakin deh. Yang buat lo senyum-senyum hari ini bukan si Haru." Ucapnya. aku terdiam, maksudnya apa?
"Dasar gak peka terhadap diri sendiri! Begini kali ya kalau menduda lama, hati jadi kering. Duh miris, percuma juga lu ganteng no!" Ucapnya lagi. aku mengerutkan keningku, benar-benar tak mengerti dengan apa yang dia ucapkan.
"Elah malah diem! Must be something banget lah. Lu itu.. lagi jatuh cinta pea!"
WHAAAAAT??
JATUH CINTA?
HOOOO.. SEMBARANGAN SI MUSHKIN!
"Jatuh cinta sama siapa sih mus? Lo ada-ada aja." Sahutku. Mushkin tertawa lagi. ia menatapku penuh selidik.
"Ya sama siapa lagi kalo bukan orang yang seharian ini lo terror sms dan lo telpon terus-terusan. Dengan alasan nanyain Haru. hadeuh, modus lama! Kuno amat lu jadi cowok, begini kali ye kalo bapak-bapak jatuh cinta." Jelasnya. Aku berpikir sejenak.
"Lo nuduh gue jatuh cinta sama Sharen?" Tanyaku. Mushkin mengangkat bahunya.
"Gue gak sebutin namanya loh ya, lo langsung tau. Berarti emang bener kan! hahaha, apa setelah ini sobat gue gak menduda lagi?"
Mushkin tertawa lagi, kali ini begitu kencang dan aku hanya diam merenungi pikiran dan hatiku.
Aku? Jatuh cinta pada Sharen?
Masa sih?
Apa iya ?
Tapi..
Aish! Bikin pusing aja!!!!
Sudahllah, lebih baik aku tidur saja!!!
*******
FINALLY..
AKHIRNYA..
Sampai juga di hari minggu dan dengan perjuanganku menahan kedinginan, sampai juga di Bandung pada jam tujuh pagi! Sebenarnya kemarin aku sudah bisa pulang tetapi terlalu lelah untuk tubuhku dan kalau harus menyetir sendiri aku benar-benar tidak sanggup. Untuk itulah aku memutuskan untuk berstirahat lebih dulu dan tepat jam tiga pagi aku membangunkan Mushkin dan memaksanya untuk pulang bersamaku. Dia menurut karena dia tidak membawa mobil dan akhirnya dia menumpang padaku.
Awal perjalanan aku yang menyetir karena Mushkin masih sangat mengantuk dan setelah satu jam, akhirnya Mushkin bersedia menggantikanku. Udara diluar sangat dingin dan aku hampir saja mati kedinginan. Oh jangan sampai, bagaimana nasib putriku kalau ayahnya mati mengenaskan begini.
Setelah mengantarkan Mushkin menuju rumahnya, aku langsung pulang ke rumahku. Benar-benar tidak sabar untuk pulang ke rumah.
Aku menggeser pagar rumahku dengan pelan kemudian masuk kembali ke dalam mobil dan setelah itu memarkirkan mobil pada halaman rumahku.
Ketika aku masuk, suasana rumah masih begitu sepi.
Ah, apa Haru dan Sharen masih tidur?
Aku membuka sepatu ku dan meletakannya di rak samping pintu kemudian masuk semakin dalam ke dalam rumah, dan saat aku berjalan menuju dapur, Sharen disana sedang memegang kerudungnya beserta sebuah jarum yang ia gigit oleh bibirnya. Matanya terkejut menatapi ku dan secara terburu-buru ia mengambil jarum dalam mulutnya kemudian memakai kerudungnya.
Aku hanya tersenyum melihatnya dan entah mengapa menjadi sedikit kebingungan, tidak tahu harus berbuat apa.
"Kok sudah pulang lagi pak?" Sharen duluan yang menyapaku. Aku mendongak menatapnya yang kini berlalu dan masuk ke dalam dapur.
"Saya kangen Haru Sha, gak bisa lama-lama jauh sama Haru." Ucapku. Dia menatapku sekilas kemudian tersenyum. Pagi ini kenapa senyuman Sharen manis sekali ya?
"Haru mana?" aku bertanya padanya. Sharen tengah membuka kulkas dan memilih sayuran, ia berhenti sebentar kemudian menatapku.
"Masih tidur.." Sahutnya. Aku menganggukkan kepalaku, sejurus kemudian aku melangkahkan kakiku untuk menjauhi dapur dan mendekati kamarku.
Saat kakiku menjauhi dapur, rasanya nafasku bisa kembali teratur dan darahku bisa kembali mengalir dengan normal. Tidak seperti barusan saat melihat Sharen di dapur. Kalau boleh jujur, Ya Tuhan.. rasanya seperti pulang kerja, mendapati istri yang menjaga anak sedang menyiapkan makanan untuk mengenyangkanku. Betapa indahnya, ckckck. Berkhayal? Tolooooong.. kenapa jadi kebawa perasaan begini sihhh?!!
Dengan cepat, aku menuju kamarku dan ketika masuk ke sana, Haru masih tertidur dengan posisi terlentang. Aku memutuskan untuk bergabung dengan Haru. naik ke atas tempat tidur dan masuk ke dalam selimut kemudian memeluk Haru dengan erat. Ah, Princess.. papamu ini begitu merindukanmu sayang.
*******
SHAREN POV
Saat sudah memastikan kalau Reno benar-benar menghilang dari dapur dan masuk ke kamarnya, pertahanan tubuhku tiba-tiba goyah dan aku akhirnya bersandar pada kulkas. Astaga! Jantuuuung.. ini kenapa aplek-aplekan banget? Usus rasanya melilit dan darahku rasanya seperti air terjun. Gilaaa. Reaksi macam apa ini?? penyakit apa ini? Oh Tuhan.. aku belum menikah, usia juga masih muda. Masih ingin menikmati hidup! Tapi kalau berdekatan sama papanya Haru ya kenapa selalu begini terus, dan lagi parahnya itu sejak dua hari ini. tidak, hampir empat hari ini! gimana nggak, tiap hari dia sms sama telpon kayak neror. Astogeh,, mamaaa..
Mana tadi Reno melihatku sedang membenahi kerudungku. Oh malunya, tadi aku reflek dan langsung dengan cepat memakainya. Bagaimana kalau seandainya dia menyangka aku botak? Makanya cepet-cepet di tutupin. Padahal kan memang untuk menutup aurat. Ah sudahlah!
Walaupun konsentrasiku sudah hilang karena kedatangan Reno, aku tetap melanjutkan usahaku untuk membuat sarapan pagi untuk Haru, tapi karena ada Reno itu berarti aku membuat sarapan untuk Reno juga.
Tapi, kalau begitu berarti nanti kita makan bersama? Waduh, alamat gak bisa makan kalau begitu mah.
Bagaimana ya, kalau dipikir-pikir rasanya seperti seorang ibu dan seorang istri. Di rumah jaga anak dan saat suami pulang, menyiapkan makanan untuk suami.
Astagaaa..... ini otaaaaaak...
Kepalaaa...
KENAPA MALAH MIKIR HAL BEGITUAAAN!!!!
Gini nih kalau haus asmara. Tsk! Tobat Sharen.. tobat.. ya ampun!
******
Sarapan sudah aku siapkan, dan sebuah alasan juga sudah aku siapkan, ya. alasan untuk menghindar dari sarapan bersama ini. aku sudah memikirkannya masak-masak dan tinggal disajikan saja pada bapak Reno, semoga dia mau menerimanya.
Aku berjalan ke arah kamar Reno dengan langkah pelan. Mengetuk pintunya dengan sedikit keras, tetapi tidak ada sahutan apapun di dalam.
Apa masuk saja? Tapi, tidak sopan..
Tapi kalau tidak masuk, Haru telat sarapan, dan Reno pasti marah.
Tapi bagaimana kalau..
Aihhsss!! Disaat seperti ini kenapa malah peperangan batin begini sihh?!!!
Masa bodoh, masa bodoh, pokonya masa bodoh!
Dengan cepat ku buka pintu kamarnya dan aku masuk ke dalam.
Pemandangan pertama yang ku lihat adalah wajah damai Reno yang tertidur seraya memeluk Haru juga wajah polos Haru yang nyaman dalam pelukan ayahnya.
Mereka berdua tertidur dalam cara yang sama, wajah mereka yang berdekatan menunjukkan dengan begitu jelas letak kemiripan pada keduanya.
Aku terpaku sejenak, membeku di tempatku beridiri saat ini.
Seperti melihat sebuah perwujudan yang nyata bahwa mereka berdua saling bergantung satu sama lain, dan saling terikat oleh ikatan batin yang begitu kuat antara ayah dan anak.
Disana Haru mulai menggeliat pelan, aku menatapnya sebentar, kemudian mataku bertemu dengan mata Haru yang membuka dengan perlahan.
Haru mengerjapkan matanya dan aku yakin ia akan berteriak memanggilku, tetapi aku mencegahnya dan berbisik padanya berkata bahwa papanya lelah dan baru sampai.
Haru melirik ke arah papanya dan terkikik geli.
Aku memberi isyarat untuknya melepaskan diri pelan-pelan dari dekapan ayahnya. Dan berhasil! Haru berhasil keluar, ia mengecup pipi ayahnya sekilas kemudian berlari ke arahku.
"Sarapan dulu ya." Bisikku, dijawab anggukkan oleh Haru.
******
AUTHOR POV
Jam sudah menunjukkan pukul Sembilan ketika Reno terbangun. Ia menepuk-nepuk bagian disampingnya dan Haru yang sejak tadi ia peluk sudah tidak berada disana lagi.
Reno bangkit dari ranjangnya lalu masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubunya supaya terasa lebih segar lagi.
Setelah selesai, Reno mengambil pakaian santainya dan memakainya kemudian keluar dari kamarnya.
Potong-potong roti
Rotinya pakai mentega..
Anak yang baik hati..
Pasti disayang..
"Papa!" Haru berteriak menjawab nyanyian Sharen dengan sangat antusias. Reno tersenyum, kemudian ia mendekat dan dengan cepat meraih tubuh Haru, menciuminya dengan gemas dan membuat Haru tertawa cekikikan.
"Anak papa, pagi-pagi sudah konser?" Reno berucap ketika ia menurunkan Haru dari gendongannya dan meletakannya di sofa. Haru tersenyum lalu kembali memegang tab nya dan melanjutkan nyanyiannya.
Sharen berdiri disana dengan kebingungan, apa ia harus bilang sekarang ya? tapi bagaimana kalau..
"Kamu kenapa Sha?" Nah, sudah ditanya duluan. Ya sudahlah, lebih baik bilang saja sekarang.
Sharen menatap Reno perlahan. "Karena bapak sudah datang, saya boleh pulang kan pak?" Ucapnya. reno mengerutkan keningnya.
"Mama saya barusan menelpon, menyuruh saya cepat pulang." Jelasnya lagi. Reno terdiam sejenak saat mendengarnya.
"Kalau begitu kamu tunggu sebentar ya? saya ambil kunci mobil dulu." Mata Sharen hampir saja keluar saat mendengar ucapan Reno barusan. Jangan bilang pria itu mau mengantarnya pulang. Oh tidak, Ya Tuhan.. jangan. Kalau begitu caranya nanti ketahuan kalau ia berbohong.
"Gak usah pak!" Sharen sedikit memekik, membuat Reno terperanjat karena kaget dan menatap Sharen dengan kebingungan.
"Ehm.. Saya.. biar saya pulang sendiri aja pak.."
"Loh, tapi kan disini jauh kalau naik angkot. Kamu pulang naik apa? Ojek juga kalau minggu jarang ada."
"Hm.. saya, saya dijemput temen saya pak!"
Setidaknya begitu lebih baik, ya. untung saja ia sudah menelpon Icha untuk menjemputnya, dan beberapa menit lagi mungkin Icha akan sampai.
Reno terdiam beberapa saat. Sharen dijemput? Oleh temannya?
"Laki-laki atau perempuan?" Reno bertanya padanya tanpa basa-basi.
"Ya? apanya pak?" Tanya Sharen. Reno memejamkan matanya.
"Teman kamu. Laki-laki atau perempuan."
"Oh, itu. Perempuan pak.." Jelas Sharen. Gadis itu tersenyum dan Reno membalas senyumnya. Aneh sekali, ada sebuah kelegaan luar biasa yang Reno rasakan saat mengetahui kalau yang menjemput Sharen itu adalah perempuan.
Dering ponsel Sharen tiba-tiba saja terdengar, Reno dan Sharen saling bertatapan kemudian dengan cepat Sharen mengangkatnya.
"Ya ma?" Tanyanya. Memang dari mamanya. Untung saja, tepat waktu sekali mamanya menelponnya.
"Kunci rumah sudah kamu titip kan? mama gak jadi pulang hari ini. besok aja, masih rame disini."
"Iya ma, sebentar ya. ini Sharen udah beres kok, sebentar lagi pulang." Sharen mengucapkannya seraya melirik Reno yang saat ini memperhatikannya yang sedang menelpon.
"Kenapa sih? Gak nyambung gitu di ajak ngomong."
"Iya ma, iya Sharen pulang sekarang kok. Sama Icha ma, jadi pasti cepet sampe kok."
"Kamu kenapa sih? Mama daritadi ajak ngomong kamu kenapa kamu ngaler ngidul gitu?"
"Iya ma.. ya udah ya ma, Sharen mau jalan sekarang."
"Lah, malah begitu?"
"Dah mama.."
"Loh loh.. kamu!"
PIIP!
Sharen menutup sambungan telponnya dengan tergesa dan tersenyum dalam kegugupannya yang berada dalam tatapan Reno. Pria itu menatapnya penuh selidik, tapi sedetik kemudian dia tersenyum.
"Mama kamu sudah menelpon, itu berarti harus cepat. Temen kamu udah sampe mana?" Tanya Reno. Sharen dapat bernafas lega sekarang. Syukurlah, Reno tidak curiga.
"Sebentar lagi sepertinya sampai." Ucap Sharen. Dan deringan ponselnya kembali terdengar, ada sebuah pesan masuk dari Icha yang mengatakan bahwa ia menunggu Sharen di luar.
"Oh, ini temen saya udah sampe pak." Ucap Sharen lagi. reno menganggukkan kepalanya.
"Saya antar ke depan ya." Tawarnya. Sharen menganggukkan kepalanya kemudian Reno berbalik sebentar menatapi Haru yang tengah duduk manis sambil bernyanyi.
"Sayang, tante Sharennya mau pulang. Haru mau anterin sampe depan?" Begitu mendengar bahwa Sharen akan pulang, Haru dengan cepat menatap Sharen dengan tatapan yang memelas dan tiba-tiba saja matanya berkaca-kaca.
"Tante.. tante mau pulang karena Haru nakal?" Bibir Haru bergetar mengucapkannya. Sharen yang sejak tadi berdiri sekarang berjongkok di depan sofa tepat di hadapan Haru.
"Nggak sayang, Haru kan anak baik. Kemarin kan tante jagain Haru karena papa Haru kerja, sekarang papa Haru sudah pulang jadi tante Harus pulang." Jelas Sharen. Ia mengusap lembut rambut Haru dan mengusap air mata yang tiba-tiba jatuh dari mata bulat kecil milik Haru.
"Tapi Haru pengen sama tantee!!"
Dan tangisan Haru pecah, diiringi dengan air matanya yang mengalir begitu deras. Membuat Sharen dan Reno bertatapan kemudian menatap Haru dengan rasa bersalah.
Dengan cepat, Reno meraih tubuh Haru dan memangkunya lalu mencoba untuk membujuknya.
"Besok-besok Haru masih bisa bertemu tante Sharen sayang. Haru bisa main di daycare." Ucap Reno. Haru menggelengkan kepalanya.
"Haru mau sama tante Sharen papaaa! Di Daycare Haru sama teman-teman, bukan sama tante Sharen." Isakannya semakin jelas terdengar. Sharen menatap Reno dan meminta untuk menggendong Haru. kemudian Haru berpindah ke gendongan Sharen.
"Nanti kita main lagi ya Haru, sekarang tante harus pulang."
"Kalau gitu Haru mau ikut tante!"
"Gak bisa sayang.."
"Haru gak nakal kok tante! Pokonya Haru mau ikut. Haru janji ga akan nakal." Tatapan memelas dibarengi dengan isakan dan laju air mata yang mengalir dengan deras milik Haru benar-benar membuat Sharen merasa berat hati untuk meninggalkan Haru.
Sebenarnya ini resiko mengasuh anak orang, selalu seperti ini. perasaan kita menjadi saling terkait, merasa begitu sayang dan pada akhirnya tidak tega untuk meninggalkannya. Tapi, mau bagaimana lagi? Sharen kan memang harus pulang, karena ia hanya menjaga Haru untuk empat hari saja. Dan berakhir pada hari ini, karena Reno sudah pulang.
"Hmm.. gini deh, sekarang tante mau pergi dulu beli mainan yang baguuuuus sekali. Nanti kalau sudah ketemu mainannya, kita ketemu lagi." Sharen kembali membujuk Haru tapi anak itu malah menggelengkan kepalanya.
"Mainan Haru sudah banyak. Haru gak mau mainan, Haru maunya sama tante Sharen." Ucapnya polos. Haru menenggelamkan kepalanya pada leher Sharen dan memeluk Sharen dengan erat.
Reno menggaruk kepalanya, kebingungan dan tidak tahu harus bagaimana.
Jadinya mereka hanya berdiri mematung ditempatnya masing-masing dengan Sharen yang masih menggendong Haru.
-
Lima belas menit kemudian, Haru tertidur dalam gendongan Sharen karena lelah menangis. Selama itu pula Sharen dan Reno tak henti-hentinya mencoba untuk membujuknya tapi Haru tetap tidak mau dan malah menangis terus-terusan.
Sharen duduk di sofa, ia benar-benar kelelahan karena menggendong Haru sejak tadi. Berat tubuh Haru tidak bisa di ragukan lagi, memang sangat berat untuk anak seusianya.
"Maaf ya Sha, kamu jadi makin capek." Reno menatap bersalah Sharen, membuat gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Gak apa-apa pak.." Ucapnya.
"Sini, Haru biar sama saya aja."
Dengan perlahan, Reno mengambil Haru dari dalam gendongan Sharen. Pelukan tangan Haru pada leher Sharen begitu kencang dan membuat Reno sedikit kesusahan melepaskannya, tapi akhirnya dia bisa.
Haru sedikit terusik dalam tidurnya, tetapi anak itu kembali tertidur dan Reno kini menggendongnya. Kemudian ia mempersilakan Sharen yang sejak tadi akan pulang dan mengantarnya ke depan pintu.
Sharen terus menerus melirik Haru dalam setiap langkahnya keluar dari rumah. Benar-benar tidak rela meninggalkan Haru dalam kondisi begini. Bagaimana jika nanti saat Haru terbangun dan Sharen tidak ada, apa Haru akan kembali menangis seperti tadi? Sharen benar-benar tidak tega kalau itu sampai terjadi.
"Gak apa-apa Sha, kamu gak usah khawatirin Haru." Reno memberikannya ketenangan lewat ucapan lembut dan senyumnya. Membuat Sharen menganggukkan kepalanya.
Mereka sampai di luar rumah dan Icha sudah menunggu disana dengan motornya. Sharen berpamitan pada Reno dan mencium Haru sekilas kemudian mendekat pada Icha dan naik ke atas motor. Sejurus kemudian, Sharen benar-benar menghilang dari area rumah Reno.
"Uuuh.. so sweet banget sih Sharen! Berasa keluarga kecil bahagia aja." Icha menyindirnya saat mereka sudah jauh. Sharen tidak mendengarnya, ia malah terdiam dengan perasaan cemasnya.
"Gue masih ga habis pikir. Kok lo bisa kenal sama pak Reno itu? Ya Ampun.. kalau gendong anak kayak tadi gantengnya makin nambah yah, mana pake baju rumahan lagi. duhhh, gak nahan banget reeeen.."
"Lo ngapain aja disana selama empat hari? Eh lo tidur dimana? Itu dalem rumahnya gimana?"
"Disana banyak foto-foto gak? Pasti banyak momen moment tuh. Ah, Sharen gue bener-bener iri sama lo!"
Icha begitu bersemangat menyuarakan pikirannya, tetapi yang diajak bicara olehnya tidak terdengar suara sama sekali. Kenapa?
Icha memelankan laju motornya dan mencoba melirik Sharen yang berada di belakangnya.
"Kok lo diem aja Ren? Eh gilaaa! Lo nangiiis??!!!" Hampir saja memekik, dengan cepat Icha menepikan motornya dan menatap Sharen dengan tatapan tajam. Temannya itu hanya menatapnya sekilas kemudian airmatanya berjatuhan dengan berlomba-lomba.
"Lo kenapa?" Tanya Icha. Sharen menggelengkan kepalanya.
"Gue gak tega ninggalin Haru Cha.. tadi dia pengen ikut sama gue. Gue gak tega, dia paling gak bisa kalau di tinggalin. Dan gue udah ninggalin dia, gue udah sayang banget Cha sama Haru.."
"Astaga Sharen... "
********
Reno menidurkan Haru di dalam kamarnya dan memutuskan untuk ikut berbaring sebentar.
Saat kepalanya tengkurap diatas bantal, sebuah aroma dari Shampo yang tidak diketahuinya masih menempel disana.
Tunggu dulu.. apa ini aroma dari rambut Sharen?
Reno kembali mencium bantalnya dan menghisap kembali aroma yang menyeruak tersebut. Ah, wanginya!
Sepertinya memang wangi ini milik Sharen, karena miliknya bukan seperti ini.
Jadi sekarang ia berbagi bantal bersama Sharen? Astaga, terdengar menggelikan sekali.
Reno menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikirannya yang macam-macam.
Disaat begini, masih sempat-sempatnya ia bertingkah begini. Ayolah, Reno bukan ABG lagi. ia sekarang adalah seorang ayah. Ya, benar..
Sebuah gerakan dari Haru membuat Reno waspada dan menatap anaknya dengan seksama. Beberapa detik kemudian, mata Haru terbuka, tubuhnya terduduk dan matanya menatapi seluruh sudut rumah. Ia mencari Sharen sepertinya. Dan benar saja, ketika Haru tidak mendapati Sharen dimanapun, tangisnya kembali pecah.
Reno panik luar biasa, ia membujuk Haru dengan semua bujukannya yang biasanya berhasil tetapi kali ini nihil, hasilnya gagal. Dan Haru malah berteriak menangis semakin kencang. Haru mengamuk, menginginkan tante Sharennya.
Astaga..
Reno menjambak rambutnya kasar.
Menitipkan Haru pada Sharen selama empat hari terakhir, Reno tidak tahu apakah itu hal yang tepat atau tidak.
- TBC -
HAHAHAHA XD
Loncat loncat deh POV nya.. maaf yah u.u
Terimakasih untuk yang selalu setia membaca dan vote dan komentar. Walopun ga ada yang komen XD biarlah..
Kalau ada apa-apa bilangin aja ya, kritik dan saran apapun lah.. kita komunikasikan biar enak.
Setuju princess? Hahaha
Sekian dariku.. sampai jumpa next part.
Aku sayang kaliaaaan :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro