PART 10 | I Love The Way You Call My Name
Reno masih terdiam di tempatnya, menatap Sharen yang saat ini sedang kesal padanya. Gadis itu bahkan sekarang duduk dengan menyilangkan kedua tangannya pada dadanya. Ingin berbicara, tetapi Reno takut malah ia memperburuk situasi dan pada akhirnya Sharen benar-benar kesal padanya sehingga gadis itu tidak akan pernah mau lagi menjaga Haru. Oh tidak, itu sebuah mimpi buruk!
Pada akhirnya, Reno memilih untuk beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan Haru dan Sharen tanpa sepatah kata pun.
"Apa? Kita ditinggalin?" Sharen menatap tidak percaya pada Reno yang berjalan menjauhinya dan Haru.
"Nggak tante, papa mungkin pengen pipis." Haru yang tengah sibuk dengan eskrim keduanya mengacungkan sendok padanya. Sharen hanya membalasnya dengan senyuman saja.
"Apa tadi aku kelewat batas ya? aduh, kemarin-kemarin so imut. Kenapa barusan malah begini sih?"
"Tapi. Ya salah dial ah! Suruh siapa ngomong nyerocos gak berhenti. Mainin uang segala lagi mentang mentang kaya! Kalau mau ya sekalian aja bawa uangnya. Se brangkas, lumayan buat biaya hidup beberapa Tahun. Aaah oke cukuuppp.." Memukul kepalanya,Sharen juga menggeleng-gelengkan kepalanya. mencoba menghentikan pikiran-pikiran menyenangkan yang datang dari otaknya. MENYENANGKAN? Yaa.. baiklah, ia mengakuinya.
Saat Sharen melepaskan tangannya dari dadanya dan meletakannya di meja, sebuah mangkuk eskrim kecil dengan eskrim rasa coklat dan vanilla tiba-tiba saja tersaji di hadapannya dengan tangan kekar seseorang yang memegang mangkuk eskrim tersebut. Tunggu dulu!!!
Sharen mendongakkan kepalanya ke samping dan ia mendapati Reno tengah memegang mangkuk itu dengan tangannya yang lain menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pria itu tersenyum ke arah Sharen. Ia meletakkan mangkuk eskrim tersebut lalu duduk kembali pada tempatnya semula.
"Permintaan maaf dari saya." Reno membuka suaranya begitu ia berhasil duduk. Sebuah senyuman muncul dari bibir Sharen. Tiba-tiba saja pipinya bahkan terasa panas dan rona merah sudah muncul disana.
Dengan malu, Sharen mengambil mangkuk eskrimnya lalu memakannya dengan tenang. Sebenarnya ia sama sekali tidak tenang, detak jantungnya berperang bersama laju darahnya. Ya Tuhan..
"Terimakasih pak!" Ucap Sharen, ia kembali menyendokkan eskrim ke dalam mulutnya.
'Tau aja dia, bikin orang seneng'
"Tante Sharen nambah lagi?" Haru menatap Sharen dengan kaget.
"Nggak, papanya Haru yang kasih tante. Tante gak minta." Sahut Sharen seraya menjulurkan lidahnya pada Haru dan menatap kesal dengan dibuat-buat pada Reno. Membuat Reno tertawa seketika.
"Ya udah Sha, cepet di makan." Ucap Reno. Sharen menganggukkan kepalanya lalu melanjutkan makannya.
SHAAAA??
Sepertinya Eskrim benar-benar sesuatu yang sangat tepat untuk mencairkan kemarahan juga mencairkan suasana. Reno jadi semakin santai, dan Sharen juga entah mengapa ia lebih bisa menunjukkan dirinya sendiri. Yah, begini lebih baik. Ia menjadi jauh lebih nyaman berada diantara Reno dan Haru karena menjadi dirinya sendiri. Sepertinya ia akan baik-baik saja, tidak akan menahan napasnya seperti sebelumnya ketika berhadapan dengan Reno.
*****
Reno sedang membeli tiga porsi eskrim lagi untuk dibawa pulang dan Sharen berjalan lebih dulu bersama Haru menuju mobil. Sharen sempat terdiam lagi begitu mereka sampai di mobil. Sekarang, ia duduk dimana?
"Kamu duduk di depan, Haru biar di belakang."
APA?
Lagi-lagi kenapa Reno tahu apa yang di pikirkannya?
Dan..
Kapan pria itu berada disini?
"Haru mau duduk sama tante Sharen." Haru tiba-tiba saja memeluk kaki Sharen. Reno berjongkok mensejajarkan dirinya dengan Haru.
"Nggak sayang, Haru di car seat ya?"
"Gak mau papa! Kalau sama oma Haru suka digendong oma."
"Nggak boleh, Haru tetap di Car seat."
"Hmm.. gak apa-apa kok, Haru bisa saya gendong." Akhirnya Sharen bersuara, ia mencoba menengahi perdebatan antara ayah dan anak yang berada di sampingnya.
"Kamu gak keberatan?" Tanya Reno.
"Nggak kok, lagipula kasian Haru, duduk di Car Seat terus juga pegel. Kalo sama saya, Haru bisa duduk dengan bebas. Lagian Haru juga kan gak seberat gajah." Sahut Sharen. Reno tertawa
"Memangnya kamu udah pernah gendong gajah?" Tanyanya. Sharen menggendong Haru kemudian masuk ke dalam mobil. Reno menutup pintunya dan memutari mobil, setelah itu ia masuk dan menyalakan mesinnya.
"Pernah! Ada anak asuhan di daycare yang gedenya audzubillah."
Reno melihat ke arah Sharen,jadi pembicaraan tentang gajah masih berlanjut?
"Wah, saya bilangin orangtua nya loh Sha."
Hah!! SHA LAGIIII ???
"Yee yakin deh bapak gak akan berani. Kalo anaknya gajah, ya kebayang dong orangtuanya gimana."
"Jadi orangtuanya mammoth?"
"Laah, pak.. saya bilangin loh sama orangtuanya." Sharen membalikkan kata-kata Reno padanya. Membuat Reno tertawa seraya menjalankan mobilnya.
Haru yang berada dalam gendongan Sharen menatap ayah dan tantenya secara bergantian. Keduanya sedang tertawa Karena membicarakan hal-hal yang tidak ia mengerti.
"Tante! Tab Haru!" Mencoba mengalihkan perhatian, Haru menarik kerudung Sharen dan memintanya mengambilkan tab miliknya. Sharen menatap ke arah Reno dan pria itu menunjuk tangannya pada tas besar milik Haru yang berada di kursi belakang. Dengan susah payah., Sharen mengambilnya dan menyerahkannya pada Haru.
"Haru mau apa?" Tanya Sharen.
"Haru mau konser. Papa bilang kalau Haru menyanyi, Haru sedang konser." Ucapnya polos. Sharen tertawa lalu ia fokus pada tab yang dipegang Haru dan memperhatikan Haru yang tengah memilih –milih lagu untuk ia nyanyikan.
I love you You love me
We are happy family
With a great big hug
And a kiss from me to you
Won't you say you love me too..
Sharen memiringkan kepalanya dan mencium pipi Haru dengan gemas lalu mereka tertawa bersama.
Reno terpaku untuk sesaat. Memang benar kata ibunya, suasana seperti ini lah suasana yang benar-benar menyenangkan dan yah.. membahagiakan.
Kalau ia hanya bersama dengan Haru, Reno akan fokus menyetir dan Haru hanya bernyanyi sendiri dengan sesekali ia menimpali saja.
Tapi saat ini, ada seseorang yang menggendong Haru dan bernyanyi bersama Haru.
Membuat putrinya semakin bersemangat.
Membuat putrinya semakin senang.
Dan membuat putrinya tertawa bahagia.
Betapa indahnya.
Memang benar, seandainya Haru mempunyai sosok ibu di sampingnya.
S e a n d a i n y a
*******
Suasana menjadi hening ketika Haru tertidur. Sharen mengambil tab milik Haru dan menyimpannya ke tempatnya semula. Ia lalu membenahi posisi Haru.
Haru tertidur menghadap padanya, kepalanya di dadanya dan tangannya berada disamping tubuhnya. Sharen memeluknya dengan erat, ah.. nyamannya.
"Jadi bagaimana?" Reno memecah keheningan diantara mereka.
"Bagaimana apanya?" Tanya Sharen.
"Kamu mau menolong saya menjaga Haru?"
"Kayaknya saya gak mau pun bapak tetep maksa deh, lagian ini juga kan bukan jalan menuju rumah saya. Yakin deh pasti mau langsung ke rumah bapak." Ucap Sharen. Reno tertawa.
"Yah, ketahuan dong ya.."
"Iyyapp.. udah ketahuan banget. Gak apa-apa sih pak, daripada modus." Timpal sharen. Reno mengerutkan keningnya. Oops, sepertinya salah bicara.
"Berarti kamu mau ya?" Reno kembali bertanya, mencoba memastikan sendiri kesediaan Sharen untuk menjaga Haru.
"Yah, karena saya sebenernya lagi males kerja. Saya mau pak."
"Beneran?"
"Iya.."
"Yakin?"
"Iya.."
"Serius?" Tanya Reno lagi. sharen menatap kesal ke arahnya.
"Bapak tanya sekali lagi, saya gak mau!" Ucapnya. reno mengangkat tangan kirinya.
"Oke.. oke.. deal ya? tapi kamu gak keberatan?"
"Astaga bapaaaak.. "
"Oke deal." Reno tersenyum memperlihatkan gigi-giginya.
"YA AMPUN!!!" Tiba-tiba saja Sharen berteriak. Reno menatapnya khawatir.
"Kenapa?"
"Oh.. nggak pak, saya baru inget kalau kunci motor saya itu ada di Pak Ohan. Satpam Daycare!" Sharen menepuk jidatnya dengan sedikit keras. Bodoh sekali, dasar pelupa!! Ia benar-benar amat sangat tidak ingat dimana kunci motornya, dan sekarang ia malah baru ingat.
"Kamu bisa naik motor?" Tanya Reno. Ia baru tahu itu. Sharen mengangguk.
"Naik angkot ngetem terus pak, kalo naik motor cepet."
"Terus kemarin waktu kamu ke rumah mama saya, motor kamu dimana?"
"Oh itu, motor saya titip di daycare. Sore dibawa sama temen saya yang rumahnya beda RT sama saya."
"Laki-Laki?" Tanya Reno. Gawat! Kenapa malah itu yang ia tanyakaaaaan??
"Perempuan pak, yang ngasuh anak-anak di daycare mana ada laki-laki. Ya kalo anak badak pasti laki-laki. Kayak pawang di kebun Binatang." Timpal Sharen. Reno menggelengkan kepalanya. dasar..
Suasana kembali hening saat sharen menutup mulutnya dan memutuskan untuk menikmati jalanan diluar, sementara Reno fokus pada kegiatan menyetirnya yang sebenarnya sejak tadi ia sudah benar-benar kehilangan kefokusannya. Dan itu semua akibat ulah Sharen!
"Maaf pak, kalau ke rumah saya dulu bisa? Saya mau ambil baju dan beberapa perlengkapan saya." Sharen memecah hening diantara mereka. Ia memperhatikan dirinya sendiri. Tidak mungkin kan, selama empat hari dia memakai baju yang sama? Bisa gatal-gatal nanti.
"Boleh, sekalian saya izin pada ibu kamu."
"Ibu saya lagi liburan pak, jadi.. yah izinnya jarak jauh aja."
"Oh begitu, ya sudah.."
******
Saat Sharen mengambil keperluannya, Reno menunggunya di dalam mobil dengan Haru yang kini berada di pangkuannya. Ia menghela napasnya sebentar seraya berpikir dalam kepalanya. semoga saja idenya untuk menitipkan Sharen pada Haru adalah ide yang baik dan semoga saja tidak akan terjadi hal apapun ketika ia pergi siang ini.
Sementara di dalam sana, Sharen tengah menghubungi seseorang seraya menggigit bibirnya. Ia kebingungan, ia cemas, dan ia tidak tahu harus berbuat apa-apa.
"Ya ampun cha.. angkat doong.." Sharen terus menerus bergumam, menunggu setiap nada sambungan dalam telpon itu dengan jantungnya yang berdebar-debar.
"Halo.."
"Ya ampun icha! Akhirnya, diangkat juga!"
"Kenapa emang?"
"Oke cha, maaf ganggu lo tapi gue lagi bingung. Gimana ini, ya ampun... gimana dong.. Cha.. gimana yaa.. astagaaa."
"Aduh Sharen. Tenang dulu oke.. tenang."
"Oh.. tenang. Tenang.. ah! Gak bisaaa. Gak bisa tenang, situasinya gak bisa bikin tenang Cha! Tolongin gue please."
"Okay sayang, coba tenang dulu ya? jelasin dulu kenapa!"
"Hmm.. inget sama pemilik hotel yang tempat kita seminar kemarin? Yang di Cihampelas."
"Oh, yang ganteng itu?"
"Iyaa.. yang ganteng. Oke, sangat ganteng."
"Loh, emang lo udah liat mukanya?"
"Ceritanya panjang dan gue gak bisa cerita sekarang. Jadi intinya Icha, gue tadi tanpa bisa mengontrol diri malah setuju buat jagain anaknya selama empat hari."
"APAAAA? ANAK?"
"Kagetnya nanti dulu. Sekarang lo harus tolongin gue! Gimana nasib gue?"
"Tunggu dulu.. Sharen lo bener-bener harus jelasin semuanya."
"Gak ada waktu! Besok aja gue kesana. Sekarang lo coba bantu gue. Gue bakalan nginep di rumahnya selama empat hari, gue gimana nanti?"
"Gimana apanya sih?"
"Ah! Tau ah cha. Malah makin bingung jadinya. Ya udah. Bye!"
Dengan kesal, Sharen memutuskan sambungan telponnya dan memasukkan ponselnya kedalam tas nya lagi.
Percuma! Icha tidak memberinya saran yang baik. Jadi bagaimana sekarang?apa ia benar-benar akan menginap di Rumah Reno untuk menjaga Haru ?
"BODOH! KENAPA SEMUDAH ITU BILANG MAU! KENAPA GAK DIBAWA AJA HARUNYA SURUH NGINEP DISINI!!" Pekiknya, ia memarahi dirinya sendiri.
"Kenapa cuman gara-gara dikasih eskrim jadi begini sih? Itu tadi dicampurin apa eskrimnya? Jangan-jangan papanya Haru campurin ramuan tertentu. Oke cukup berpikir yang tidak-tidak nya."
"Argh! Masa bodoh!"
Dengan cepat, Sharen membawa tas nya dan pergi meninggalkan rumahnya. Memastikan bahwa rumahnya sudah benar-benar terkunci semuanya.
Sharen kembali ke dalam mobil dan menyimpan tas nya di kursi belakang lalu mengambil Haru yang berada di gendongan Reno untuk kembali berada dalam gendongannya.
Reno kembali menjalankan mobilnya, dan sepanjang perjalanan hanya mereka habiskan dengan keheningan yang tak seorang pun berniat ingin memecahkannya.
*******
Jarak rumah Sharen menuju rumah Reno ternyata hanya menghabiskan waktu lima belas menit saja. Cukup dekat ternyata, sebuah kenyataan yang baru diketahuinya. Well, ia sebenarnya cukup tahu beberapa orang yang tinggal di wilayah kompleks perumahan Reno, tapi kenapa ia baru bertemu dengan Reno sekarang?
Reno membawanya masuk dengan berjalan mendahului Sharen dan menggendong Haru yang tertidur damai di pangkuannya.
Rumah ini tidak besar, hanya sebuah rumah minimalis berlantai satu yang mempunyai halaman kecil di depannya dan beberapa ruangan di dalamnya. Tidak seperti bayangan Sharen ketika memikirkan rumah seorang pemilik hotel.
"Rumah saya memang kecil. Dulu waktu menikah, ini asset pertama yang saya dapatkan dari hotel pertama saya. Memang sengaja memilih yang minimalis begini, sengaja karena yang tinggal kan berdua aja. Baru setelah Haru lahir, niatnya saya mau bangun rumah baru. Tapi, yah.. Nova keburu meninggal. Saya tetep berdua di rumah ini." Baru kali ini, dalam pertemuan mereka Reno membahas tentang istrinya yang sudah meninggal. Matanya menatap lurus ke depan dan wajahnya diam tanpa ekspresi, mungkin dia sedang merindukan istrinya itu. Ah, kenapa ada sesuatu yang tidak nyaman yang Sharen rasakan sekarang?
"Maaf, saya malah curhat. Kamu duduk dulu ya Sha disini, saya tidurin Haru dulu." Pria itu tersenyum dan mempersilakan Sharen duduk lalu pergi ke kamarnya untuk menidurkan Haru.
Dengan mata yang berjelalatan, Sharen duduk seraya menelusuri sudut rumah dengan pandangannya. Meskipun rumah ini biasa saja, minimalis, dan kecil. Tetap saja menurutnya ini besar, dan mewah. Terlebih lagi semua perabotan-perabotan mahal yang tersimpan di tempatnya. Seperti sofa yang ia duduki ini, ia yakin harganya pasti begitu fantastis! Dan TV super besar di hadapannya yang ia yakin harganya bisa menjamin hidupnya selama satu tahun. Orang kaya memang beda.
******
Setelah beberapa saat, Reno kembali dengan membawa segelas minuman dan meletakannya di meja depan Sharen. Ia juga membawa sebuah koper dan menyimpannya di dekat sofa lalu duduk berhadapan dengan Sharen.
"Oh, terimakasih pak.." Sharen tersenyum ketika melihat gelas minuman itu dan meraihnya. Rasa dingin langsung menyerang tenggorokannya, menyegarkan dirinya dan sedikit me relax an tubuhnya.
"Saya yang harusnya berterimakasih sama kamu.." Sahut Reno. Pria itu melirik ke arah fossil yang ada di tangannya.
"Saya harus buru-buru pergi. Maaf gak bisa temenin kamu. Anggap saja rumah sendiri ya? kamu tidak lupa kan mengenai Haru yang sudah pernah saya jelaskan?" Pertanyaan Reno membuat Sharen memutar matanya. Oh, ya! tentu saja ia ingat, bapak-bapak cerewet satu ini sudah menanamkan sebuah kata-kata petuah yang sudah ia tempelkan pada kepalanya, dan jangan sampai ia mendengarnya lagi! tolong.
"Ya, saya masih ingat."
"Kalau begitu saya pergi dulu. Oh iya, dalam tas Frozen yang selalu di selendangkan oleh Haru ada dompet bergambar Ariel, disana ada ATM dan kartu kredit. Kamu bisa pakai itu kalau mau ajak jalan-jalan Haru atau mau beli sesuatu. Haru hapal pin nya, tanyakan saja pada Haru." Sharen mengangguk mendengar instruksi Reno. Ya, ya, ya. baiklah ia paham.
"Kalau Haru pengen makan pizza atau burger, delivery aja ya biar dia makan di rumah aja. Biasanya dia kalau mau ngemil itu sore menuju malam. Dan kalau dia minta pizza yang pedas, tolong jangan dikasih. Perutnya bisa sakit nanti." Anggukkan Sharen terlihat lagi, kali ini ia kembali memutar matanya dan sedikit mencibir diam-diam pada Reno. Apa-apaan! Memangnya dia wanita macam apa yang memberikan makanan pedas pada anak kecil? Tolonglah, dimana letak pikiran duda beranak satu ini!
"Oh iya, nanti pas Haru bangun langsung aja mandiin Haru ya. boleh di keramas, kalo misalnya Haru nya mau. tapi tolong―"
"Hati-hati dengan rambut Haru. Haru itu sangat sayang pada rambutnya dan dia suka takut kalau rambutnya kenapa-napa." Sharen tersenyum ketika berhasil menyela ucapan Reno dan menatap pria itu kesal-kesal.
"Nah, kamu masih hafal." Reno tersenyum tipis ke arahnya seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kalau saja ia tidak tampan, mungkin Sharen sudah ingin menggaruk Reno dengan garukan tanah. Ha, baiklah itu terlalu kejam.
"Iya pak, saya memang hafal. Dan tolong ya pak, katanya percaya sama saya. Tapi kok kesannya malah gak percayaan sih, bapak memang papanya Haru tapi saya seorang wanita yang sudah biasa mengurus anak-anak. Jadi bapak jangan khawatir, kalau percaya sama orang itu ya jangan setengah-setengah. Saya juga jadi agak risih kalau bapaknya begini." Ucapan Sharen terdengar sedikit.. ketus. Yah, mungkin pengaruh PMS yang di alaminya begitu kuat, sehingga membuat emosinya melonjak-lonjak tak karuan.
"Oke.. maaf, saya kadang gak bisa control diri saya."
'Gak kebayang gimana dia cerewetnya sama karyawannya. Ampuni aku Tuhan..'
"Tidak apa-apa pak. Maaf juga, saya lagi siklus. Agak sensitive."
"Ah, begitu.."
"Iya.."
Hening sejenak diantara mereka. Sharen memilih meraih kembali gelasnya dan meminum minumannya lalu Reno kembali melihat fossilnya.
"Saya bisa telat kalau ngobrol terus, kalau begitu saya pergi ya Sha?"
Reno bangkit dari sofa nya lalu tersenyum ke arah Sharen, dan Sharen melakukan hal yang sama. Ia juga ikut bangkit. Dan ketika Reno menarik kopernya lalu pergi menuju pintu, Sharen mengikutinya dari belakang. Rasanya, kenapa seperti mengantar suami pergi bekerja? Mendadak Sharen menjadi geli sendiri.
ASTAGA!!
Dasar lancang! Otaknya benar-benar lancang dan pikirannya benar-benar diluar kendali. Demi ibunya yang cerewet, Sharen harus berhenti membaca cerita-cerita Roman agar pikirannya bisa jernih dan tidak terbawa suasana seperti ini!
"Saya titip Haru ya Sha." Suara Reno menyadarkannya dari lamunannya dan membuat Sharen terperanjat. Reno sudah berjalan jauh ke depan dan sudah masuk ke dalam mobilnya. Ia bahkan sudah menyalakan mobilnya dan siap untuk melaju membelah jalanan yang di laluinya.
Tepat pada saat mobil Reno keluar dari halaman, Sharen teringat sesuatu dan dengan cepat ia berlari lalu berteriak memanggil Reno.
"Tunggu sebentar pak!" Selanya. Reno mengerutkan keningnya, "Ada apa?"
"Saya tidur dimana?" Tanya Sharen. Reno terlihat berpikir sejenak,
"Dirumah saya ada dua kamar tapi yang satu gak dipake. Kamu tidur di kamar saya saja."
"APAAAA?"
"Memangnya kamu mau tidur dimana Sha? Di sofa? Saya gak izinin. Kasian Haru, dia gak bisa tidur sendiri. Lagian kan kamu saya titipin Haru, bukan saya titipin rumah saya. Jadi tidurnya sama Haru aja di kamar saya. Sudah ya? saya takut terlambat, kalau ada apa-apa telpon saya saja."
Dan setelah itu, mobilnya mulai menjauhi pekarangan rumah kemudian menghilang.
*******
-
-
SHAREN POV
Mobilnya sudah menghilang dari jalanan di depanku dan aku masih terdiam terpaku disini menatap kekosongan ke arah jalan raya. Jantungku tiba-tiba saja berdegup dengan begitu cepat. Astaga! Memikirkan untuk tidur di kamar seorang laki-laki adalah hal terakhir yang melintas dalam otakku!!
Bapak satu anak itu, bisa-bisanya dia bersikap tenang dan biasa saja saat menyuruhku untuk tidur di kamarnya. astogehhh. Apa dia gak mikir, aku itu gadis. Masa tidur di kamar lelaki. Apa kata orang nanti?
Baiklah, orang-orang sih sebenernya tidak akan tahu kalau aku tidak membicarakannya. Tapi tetap saja! Tidur di kamar lelaki bukan hal yang baik, alamat gak bisa tidur kalau begini caranya. Meskipun memang aku tidur bersama Haru.
Ponsel dalam saku celana ku tiba-tiba berdering. Dengan cepat aku mengangkat telponnya.
"Assalamualaikum.."
"Sharen, kamu tidak masuk kerja?"
YA TUHAN!!! TUNGGU DULU..
Aku menjauhkan ponselku dari telingaku dan melihat dengan jelas siapa yang menelpon, dan ternyata adalah KLINIK! Ya ampun, kenapa malah di angkaaaat..
"Sharen?"
"Ah, ia bu maaf. Hari ini hari pertama saya bu, dan seperti biasa sakit sekali. Jadi saya sepertinya gak akan masuk."
"Yah, siklus kamu memang menyulitkan Ren.. makannya cepet nikah. Ya sudah, saya nanti izinkan kamu."
"Nikah sama siapa bu, kan belum ada calonnya. Iya bu, makasih ya udah mau bantuin buat izin."
"Iya Ren, kamu jangan lupa kompres air anget ya kalo sakit."
"I.. iya bu."
Dan PIIIIIP ..
Sebelum sempat berpamitan, sambungan telepon ini sdah terputus karena ponselku yang mati.
Baiklah, aku harus segera mengisi daya nya.
*******
Jam tiga sore, Haru terbangun dan ia langsung berteriak-teriak mencari papanya. Aku yang tengah duduk di sofa langsung berlari ke kamarnya dan menghampirinya.
"Papaa!" Haru berteriak lagi dan aku segera duduk di sampingnya.
"Papa Haru sudah pergi tadi, katanya buru-buru. Jadi Haru sama tante aja ya?" Aku tersenyum lembut padanya, tapi Haru tak menghiraukanku dan malah menatap ke seluruh penjuru ruangan.
"Papaaaa!" Haru berteriak lagi dan ia masih memperhatikan setiap sudut dalam kamar ini.
"Papa Haru tadi sudah pergi sayang, Haru sama tante lagi ya hari ini?" Aku mencoba kembali berucap lagi tapi Haru sekali lagi tidak menghiraukanku, dia sibuk mencari papanya! Hello girl! I'm invisible??
"Papaaa!!" Suara Haru kali ini lebih meninggi dari yang tadi dan mendadak mata bulatnya menjadi berkaca-kaca lalu ia menatapku dengan sedih. Akhirnya nak, kau menyadari keberadaanku.
"Papa udah pergi?" Tanyanya. Aku menganggukkan kepalaku, tanganku mengelus rambutnya lembut.
"Iya sayang, tadi Haru sedang tidur dan papa Haru buru-buru." Jelasku. Haru terdiam tetapi kemudian, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya, setelah itu air mata lain ikut berlomba-lomba dan suara tangis Haru terdengar sangat kencang. Astaga!
"Papa gak pamit sama Haru.. Haru di tinggalin papa.." Suara isakannya membuat apa yang dia ucapkan menjadi putus-putus. Aku menatapnya iba, memang untuk anak kecil sebuah pamit merupakan hal yang penting. Kalau tidak begitu, mereka pasti merasa di tinggalkan.
"Haru, tidak menangis ya? Nanti kita telpon papa biar Haru bisa ngobrol sama papa ya sayang?" Aku meraih Haru dan mendudukannya di pelukanku. Ia menatapku dengan matanya yang basah dan sekarang air matanya kembali berjatuhan.
"Papa suka bilang kalau papa nanti telpon mama biar Haru bisa ngobrol sama mama, tapi sampe sekarang papa ga pernah telpon mama. Haru ga pernah denger suara mama, Haru gak pernah ngobrol sama mama!" Haru memprotesku, dia sedikit berteriak dengan air matanya yang terus berjatuhan, dan mataku mendadak memanas, dadaku sesak dan hatiku rasanya begitu sakit.
Haru begitu berharap untuk bisa berbicara pada mamanya? Yang pada kenyataannya sudah meninggal, tanpa tahu siapa dia. Astaga..
Aku memeluknya dengan erat, dan Haru terisak keras di pelukanku.
Baru kali ini, pertemuan-pertemuanku dengan Haru. Baru kali ini aku melihat dia menangis dan menyebut mamanya.
Pasti begitu sulit, untuk anak seumuran Haru yang selalu bersama ayahnya, pasti begitu sulit menghadapi kenyataan bahwa dia hanya memiliki ayahnya di dunia ini. bahwa dia berbeda dengan anak lain yang selalu berada dalam awasan dan dekapan ibunya.
Aku melepaskan pelukanku dan menatap Haru dalam-dalam.
"Haru merindukan mama?" Tanyaku. Ia menganggukkan kepalanya.
"Jino selalu di mandikan mamanya, kalau mau makan juga di suapi mamanya. Kalau mau tidur, Jino di peluk mamanya. Kalau Jino di jailin anak lain juga mamanya belain Jino, Jino selalu bercerita mamanya pada Haru. Tapi Haru tidak mengerti karna Haru belum bertemu mama." Bibirnya bergetar ketika mengucapkan semua isi hatinya, aku terdiam.. sedikit menyesal karena mengingatkannya pada mamanya.
"Jino bilang mamanya suka membuat roti-roti lucu untuk Jino. Haru juga pernah memakannya, rasanya enak. Haru pengen makan itu, tapi papa sibuk. Papa cape kerja buat Haru, jadi Haru makan apa saja yang papa kasih. Haru tidak suka sayuran, rasanya tidak enak. Masakan papa jauh dari masakan oma. Tapi kasian papa, kalau lagi masak papa suka teriak-teriak."
Aku memeluk lagi Haru yang masih berada di pangkuanku. Astaga.. dari luar baik Haru maupun Reno, mereka terlihat baik-baik saja dan bahagia. Tapi ternyata, banyak hal yang aku yakini mereka sembunyikan untuk satu sama lain.
"Haru sayang, dengerin tante ya? Haru itu beruntung.. Haru punya papa yang amat sangat menyayangi Haru." Aku mengelus lembut rambutnya dan Haru melepaskan diri dari pelukanku. Tangan kecilnya menghapus air matanya kemudian ia menganggukkan kepalanya.
"Iya tante! Papa sayang sama Haru." Suaranya sudah terdengar riang sekarang dan aku tersenyum. Tapi kemudian, wajahnya kembali murung dan air matanya kembali jatuh.
"Haru pernah nakal dan Haru jatuh terus menangis. Waktu itu papa panik, berteriak-teriak pada oma dan langsung membawa pulang Haru. papa kira Haru tidur jadi papa simpen Haru di kasur. Pas Haru buka mata, Haru melihat papa sedang duduk menangis di sofa dan meminta maaf pada mama kalau papa bikin Haru jatuh dan papa ga bisa jagain Haru. papa menangis karena Haru, dan Haru gak mau buat papa nangis.."
Astaga..
Aku sudah tidak kuat lagi..
Kalau Haru terus menerus bercerita, aku mungkin akan benar-benar menumpahkan semua air mataku.
"Haru pernah bilang pada Jino tante.. Haru mau jadi anak pintar dan baik.. biar papa selalu tersenyum dan bahagia."
Haru tersenym mengucapkannya, tetapi air mataku justru turun dengan deras sekali.
Dengan cepat ku raih kembali tubuhnya dan ku peluk sekencang-kencangnya.
Haru yang malang..
Demi tuhan! Dia masih empat tahun, tapi sudah begitu pintar dan sudah sangat begitu tegar.
Aku mengerti sekarang, dia mencoba menjadi anak yang baik untuk membuat ayahnya bahagia dan Reno, mencoba menjadi ayah yang baik untuk membuat anaknya bahagia.
Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini.
Perasaan ingin memeluk mereka berdua saat ini juga. Ingin melepaskan beban mereka berdua, dan ingin menorehkan senyum pada bibir mereka berdua.
Tuhan..
Aku belum pernah meminta sesuatu yang begitu ku inginkan padaMu..
Tapi sekarang, dengan setulus hatiku aku ingin memintanya padamu..
Aku ingin mereka berdua selalu bahagia. Itu saja..
******
Aku terbangun saat mendengar lagu Let It Go yang aku yakini berasal dari tab Haru yang berada di meja. Dengan cepat aku meraihnya dan melihatnya. Video calling dari Reno. Astaga!! RENO ? PAPA HARU?
Dengan cepat aku menyambar kerudungku dan memakainya dengan asal kemudian menerima telpon itu.
"Hai Sha.." Suara yang ku dengar pertama saat membuka mataku pagi ini. OMG! Jantungku mendadak berdebar tak karuan dan mataku tiba-tiba saja mengerjap dengan tak percaya. Pupil mataku menatap lurus pada seseorang yang muncul pada layar tab. Kaos oblong putih, rambut berantakan khas bangun tidur, muka yang masih pucat, dan suara parau yang.. astagaaaa.. sexy!! Betapa besar anugerah Tuhan, duda beranak satu ini kenapa begitu asdgdjgsfm sekali?? Tenang Sharen.. tenaaannng.. tenangkan diri..
"Sha? Kamu melamun?" aku benar-benar ingin berteriak dengan begitu kencang setiap dia memanggilku dengan sebutan SHA!! Kalau bisa sih aku ingin bernyanyi padanya, bilang kalau 'I Love the way you call my name oh baby..' kesananya gak tau lagi soalnya itu lagu Thailand. Eh baiklah, kembali pada papanya Haru.
"Eh, maaf pak. Sedikit gak konsen, saya baru bangun.." Aku tersenyum tipis padanya. Ia menganggukkan kepalanya.
"Iya, saya tahu. Mana Haru?"
Haru? aku melirik Haru yang masih tertidur pulas di sampingku.
"Masih tidur pak, ini kan masih jam lima." Aku menatap kesal pada Reno. Memang iya, ini masih jam lima pagi dan duda tampan yang satu ini sudah menelpon pada jam segini. Kalau saja dia menelpon orang yang sudah menikah, mungkin mereka sedang melakukan serangan fajar. Untung saja ia menelponku.
Reno tidak menjawab ucapanku, ia malah menatapiku dengan seksama. Hah? Ada apa?
"Mau liat Haru? nih.." Aku mendekatkan tab itu pada wajah Haru yang tengah tertidur dengan damai dan menariknya kembali sehingga tab tersebut mengarah kembali padaku. Reno masih tidak merespon apa-apa, ia masih memperhatikan sekitarku. Kenapa sih?
"Kamu tidur di ruang tamu Sha?"
Satu detik...
Dua detik...
Tiga Detik...
Ruang tamu? Iya, aku dan Haru memang tidur di ruang tamu semalam.
Eh, ruang tamu?
ASTAGAAAA..
"Saya kan udah bilang Sha, kamu tidurnya di kamar sama Haru. kok kalian berdua malah tidur berdua di ruang tamu? Kan dingin. Nanti Haru masuk angin, terus kalian tidur pake apa? Kasian Haru nanti dia sakit badan. Kamu gimana sih, katanya saya harus percaya sama kamu. Tapi kok kamunya malah begitu, masa saya enak-enak tidur disini pake kasur sementara Haru dilantai tidurnya."
Nah loh, dia marah. Astagaaa, kalau aku punya mata batin mungkin aku bisa melihat sebuah tanduk runcing berwarna merah dan asap di hidung juga telinga Reno saat ini.
Dia benar-benar marah, dan menatapku dengan garang.
"Okay maaf pak, saya salah.." Kalau terdesak begini memang seharusnya mengakui kesalahan saja. Lalu, melakukan pembelaan. Oke, dimulai..
"kemarin sore Haru nangis karena papanya yang tidak berpamitan dulu padanya, Haru kira kemarin bapak ninggalin dia. Dan yah, nangisnya lama sekali pak. Dia sempet gak mau makan, dan dengan susah payah akhirnya berhasil saya bujuk. Masalah terbesarnya adalah dia juga gak mau tidur, katanya mau nunggu telpon dari bapak yang waktu kita telpon hp nya gak aktif. dan sampe jam setengah Sembilan malem Haru tetep gak mau tidur, maunya main terus sama saya. Sampai pada akhirnya, waktu kita main di sofa dan nonton TV, Haru ketiduran. Badannya berat, saya gak sanggup kalau harus gendong sampai kamar bapak. Jadinya saya membawa matras yang ada di tumpukan mainan Haru dan memindahkannya kesini. Jadi Haru tidur diatas matras tebal yang menjamin kalau dia gak akan sakit badan. Selimutnya juga tebal, dia gak akan masuk angin." Ucapku seraya menunjukkan matras dan selimut itu padanya.
Aku tidak berbohong, sungguh. Tidak sedikitpun aku berbohong, kemarin sore setelah menangis dahsyat memang Haru susah dibujuk, dan siapa suruh duda satu anak itu ponselnya tak bisa dihubungi. Kalau mau menyalahkan atas tidurnya Haru di ruang tamu, Reno ya harus menyalahkan dirinya sendiri. Karena dia ikut andil dalam siatuasi yang membuat tertidurnya Haru di sofa.
"Ah, ya..kemarin saya langsung ke lokasi dan ponsel saya mati."
Kan.. makanya jangan sewot duluan!
"Ya sudah, nanti malem jangan tidur disitu lagi. tidur di kamar aja."
"Iya pak.."
"ponsel kamu mati? Saya barusan telpon dan gak aktif."
"Kalau malam sampai pagi memang suka saya matiin."
"Oh..begitu. ya sudah, kalau Haru sudah bangun nanti kamu tolong telpon saya ya? pakai tab ini aja lagi."
"Iya pak.."
"Oh ya Sha.."
"Ya?"
"Saya sudah bilang, jangan panggil saya bapak. Saya kan ga setua itu, saya masih 27 tahun. Panggil saya Reno aja."
Dan layar menjadi gelap. Sambungan Video call kami berakhir.
Aku mengerjapkan mataku, agak sulit sebenarnya kalau memanggilnya Reno. Ya, rasanya canggung sekali.
Dan apa tadi? Umurnya 27 tahun? Haa.. jangan bercanda! Haru sudah 4 tahun, kalau ayahnya 27 tahun, berarti kurang lebih ia menikah 23 tahun? Muda sekali! Dan aku sekarang sudah 24 tahun tetapi pacar saja belum ada? Mati aja lah lu ren.. ck! Miris sekali..
********
Tepat pukul jam delapan pagi ketika aku sedang membereskan rumah, Haru terbangun dan ia langsung menghampiriku.
"Tantee!" Pekiknya. Ia berlari ke arahku dan aku berjongkok untuk meraihnya ke dalam pelukanku lalu menggendongnya.
"Halo Haru, tidurnya nyenyak?" Tanyaku. Haru mengangguk.
"Nanti malam, tidur di depan TV lagi ya tante?" Haru mengucapkannya dengan sangat polos. Waduh, bisa di amuk masa kalau Haru tidur disana.
"Hmm.. nanti malam tidurnya di kamar ya?" Bujukku. Bibir Haru maju beberapa centi. Ia sempat terdiam tapi kemudian menganggukkan kepalanya.
"Nah, sekarang Haru mandi dulu ya? setelah itu sarapan."
"Iya tante!"
Haru memekik kegirangan lalu turun dari pangkuanku dan berlari ke arah kamarnya. aku tersenyum dan mengikuti Haru.
"Tante, airnya kuku ya. biar seger.."
"Hangat kuku?"
"Iyaa.. hangat kuku." Sahutnya. Aku tersenyum dan masuk kedalam kamar mandi lalu mengisi bath tub untuk Haru mandi.
Saat aku keluar dari kamar mandi,Haru tengah meloncat-loncat untuk membuka lemari. Aku menghampirinya dan membukakan pintu lemarinya untuknya.
"Mau pakai baju apa sayang?" Tanyaku. Haru terdiam dan berpikir sejenak.
"Baju popeye tante!" Telunjuk Haru menunjuk ke arah tumpukan baju pada rak kedua di lemarinya, Aku mengambil baju yang ditunjuk oleh Haru.
"Okay, sekarang mandi ya?"
"Haru mau mandi sendiri." Pintanya. Aku menganggukkan kepalaku.
"Okay, Haru boleh mandi sendiri. Tidak keramas ya?" dan ia menggangguk kemudian masuk ke kamar mandi. Aku mengikutinya dan membantunya melepaskan semua pakaiannya setelah itu keluar untuk menyiapkan pakaian Haru.
Langkahku terhenti begitu mataku menatap dengan jelas suasana kamar Reno saat ini. kemarin aku belum sempat memperhatikannya karena sibuk mengurusi Haru yang menangis. Semalam sampai tadi pun, aku belum menginjakkan kaki masuk kamar ini dan saat ini baru benar-benar berada disini dan memperhatikan seluruh ruangan.
Di sudut kiri dekat jendela, ada sebuah meja yang ku yakini sebagai meja kerja Reno karena di atasnya ada laptop dan beberapa berkas-berkas lalu di belakangnya terdapat sebuah rak buku. Di sampingnya lagi ada sebuah walk in closet yang besar, yang berisi baju-baju miliknya, kurasa.
Sementara di sudut sebelah kanan, itu adalah Zona nya Haru. semua bernuansa kartun dan banyak tempelan tempelan stiker juga beberapa boneka yang melingkar. Membuat kamar ini terlihat seperti kamar anak-anak.
Whoaaa.. Reno, dia memang sesuatu sekali. Menyulap kamarnya sebagai kamar Haru dan juga ruang kerjanya. Semua ini pasti untuk memastikan bahwa ia bisa menjaga Haru saat mengerjakan pekerjaannya di rumah.
Aku kembali pada lemari Haru dan mengambil keperluan Haru lalu meletakannya di atas kasur.
Kalau dipikir-pikir, semua baju Haru tertata dengan baik dan begitu rapi. Apa Reno yang membereskan semuanya?
"Tante! Haru sudah selesai." Suara Haru dari dalam kamar mandi membuatku terperanjat. Aku segera meraih handuk dan mmenghampiri Haru kemudian melilitkan handuknya di tubuhnya.
Setelah memakai handuk, Haru berjalan mendahuluiku menuju ranjang dan mengambil bajunya lalu menyodorkannya padaku.
Aku memakaikannya bajunya. Baju bergaya popeye dengan topinya dan juga kerah besarnya. Karena Haru perempuan, model bajunya adalah rok dan begitu menempel pada tubuhnya, Haru benar-benar seperti popeye sungguhan. Lucunyaa..
"Selesai. Sekarang kita sarapan ya?" Ucapku. Haru menganggukkan kepalanya.
Ia berjalan lebih dulu keluar kamar sementara aku merapikan dulu bekas mandinya. Setelah selesai, aku menyusul Haru ke ruang tamu.
Anak itu sudah duduk sambil memegang tab nya dan memutar lagu twinkle twinkle. Aku tersenyum kemudian meraih tubuhnya dan memindahkannya ke kursi meja makan.
Semalam Haru bilang ingin makan roti yang lucu, dan aku mengambil beberapa helai roti dan keju slice kemudian membawanya ke dapur.
Di dalam kulkas ada beberapa sayuran, tetapi Haru bilang ia tidak suka sayuran. Tapi mungkin wortel ia akan suka.
Aku memutuskan untuk meraih wortel dan kembali ke meja makan untuk mengambil beberapa selai.
"Tante nyanyi!" Pekik Haru. aku tersenyum. Lagu twinkle twinkle sudah selesai dan kini berganti menjadi lagu alif ba.
Aku menyanyikannya seraya memotong roti, membentuknya menjadi bulat lalu membersihkan wortel dan merebusnya.
Haru menganggukkan kepalanya dan menggoyangkan kakinya disana.
Aku tertawa, lucu sekali ketika Haru sedang bernyanyi.
"Hamzah yaa.." Suaranya lebih keras ketika lagunya sampai akhir. Aku bertepuk tangan dari dapur dan Haru berteriak senang.
Suara Ringtone Let it go sekarang terdengar, disusul dengan suara Haru yang berteriak. "PAPAAAAA."
"Hai sayang.."
Ah, sepertinya papa nya menelpon.
"Haru sedang apa?"
"Haru sedang konser, papa! Tadi Haru mandi sendiri, pakai air kuku."
"Air kuku?"
Aku mengintip sekilas ke arah Haru. anak itu menganggukkan kepalanya dengan antusias, tetapi ayahnya mengerutkan keningnya.
"Hangat kuku Haru.." Aku berteriak, meralat ucapan Haru.
"Iya, Hangat kuku papaa." Ucap Haru. aku tersenyum dan kembali pada pekerjaanku dan tetap mendengarkan mereka.
"Oh, hangat kuku.. hmm sayang, lihat! Papa ada dimana?"
"Pantaiii!!"
"Iya, papa lagi di pangandaran. Lihaaaat, ombaknya besar!"
"Haru mau ke pantai, papa!! Haru mau ke panadaran."
"Hahaha pangandaran sayang."
"Panadaran.."
"Pangandaran.."
Senyumku tiba-tiba saja tertarik ketika mendengar suara obrolan mereka disana. Dunia Reno adalah Haru dan dunia Haru adalah Reno. Mereka menjadi satu, dan.. mendengarnya saja membuatku bahagia.
"Oh iya, katanya Haru kemarin menangis ya?"
"Iya. Papa jahat! Papa tinggalin Haru.."
"Eish! Gak boleh bilang begitu. Papa kemarin buru-buru sayang,Harunya juga tidur. Kalau Haru dibangunin kan Haru suka marah sama papa."
"Hehehe."
"Besok papa pulang ya, Haru gak boleh nakal."
"Haru baik papa, Haru gak nakal.."
"Bagus.. anaknya siapa?"
"Anaknya papa Ilhaaaaam!!"
"Aiissshhhh.."
Aku mendengar Reno menggeram menahan kesal. kenapa? Dia tidak suka dipanggil Ilham?
"Papa Reno."
"Iyaa.. papa Renoo.."
"Nah, begitu dong. Sudah ya? nanti papa telpon lagi."
"Iya papaa.."
"L.O.V.E!!" ku dengar Haru tiba-tiba saja bernyanyi lagu itu. Kemudian suara tawa terdengar di seberang sana.
"I love you with you love me.." Reno melanjutkan lagunya dengan suara bahagia dan Haru bersorak karenanya.
"Besok kita nyanyi lagi ya sayang? Dah.. papa sayang Haru."
"Haru juga sayang papaa!"
Dan sambungan mereka terputus. Aku memutuskan untuk menghampiri Haru dan anak itu menatapi tab nya dengan wajah yang muram.
"Haru kangen papa.." Suaranya bergetar. Astaga! Tidak, jangan menangis dulu. Kalau menangis nanti dia gak mau makan lagi.
Dengan cepat segera ku sodorkan Roti bulat yang berwujud wajah tersenyum pada Haru.
"Sarapan datang.. Princess!" ucapku. Sengaja mengucapkan kata Princess Karena kemarin Reno juga mengatakan itu pada Haru.
"Tante.. Rotinya lucuuu.."
Haru menatapku seraya tertawa. Alhamdulillah, terselamatkan juga sarapannya.
******
Karena kegiatan sarapan yang lebih lama membuatku harus datang ke daycare lebih siang dan itu artinya aku terlambat.
Di daerah rumah Reno tidak ada angkutan umum dan aku terpaksa menelpon taxi tetapi taxi pun lama sekali datangnya sehingga dengan sangat amat terpaksa aku membawa Haru naik ojek. Peduli bagong kalau papanya marah, yang penting aku sampai tepat waktu. Meskipun ujung-ujungnya tetep telat juga.
Begitu sampai di Daycare semua bunda-bunda menatapku dengan senyuman mereka yang menggoda. Aku tahu darimana senyuman itu berasal! Tentu saja dari aku yang masuk menggendong Haru dan dari obrolan Pak Ohan yang kebetulan kemarin katanya melihat aku bersama dengan Haru dan Reno.
Whoa.. gosiiip, udah kayak wabah demam berdara aja. Gampang menyebarnya.
Haru saat ini sedang bermain bersama anak-anak lain di dalam sementara aku sibuk membereskan semua data-data siswa baru yang mendaftar. Untuk saat ini aku bisa kosentrasi bekerja, untung saja tidak lagi mengasuh seperti dulu. Hanya mengurus Agni saja. Itu pun hanya memperhatikannya sedikit karena ia tidak seperti bayi yang harus selalu ku gendong kemana-mana.
Seharian ini ketika ponselku aktif, semua pesan yang masuk adalah dari papanya Haru yang terus menerus mengingatkan aku untuk melakukan hal ini dan itu, mengingat hal satu dan hal yang lainnya kemudian menurti kemauan Haru yang begini dan begitu.
Benar-benar tak habis fikir pada bapak yang satu itu!
Kalau dia mau bekerja ya sudah, bekerja saja. serahkan semuanya padaku, bukankah dia yang meminta pertolonganku untuk menjaga Haru? terus kenapa dia bertindak seolah-olah aku itu babby sister yang diambil dari yayasan dan tidak tahu apa-apa mengenai anaknya. Pukul aku saja lah paaak, pukul. Ganteng ganteng kok bawel banget!
Ponselku berbunyi lagi. tuh kan.. hanya karena aku tidak membalas dua pesannya, ia langsung menelponku begini?
"Ya, halo.." Ku putuskan untuk mengangkat telpon darinya.
"Sha, kok kamu gak bales sms saya." Aku memutar mataku saat mendengarnya. "Saya lagi banyak kerjaan pak.."
"Lah terus bagaimana Haru?"
"Haru lagi main sama anak yang lain pak.."
"Dia sudah makan siang? Kamu bekalin dia atau kamu kasih makan siang yang di sediakan daycare?"
"Saya kasih Haru nasi padang!"
"APAAA?!!"
Mampus lo! Gue kerjain.
"Ya ampun Sha, banyak lemaknya itu. Masa anak kecil kamu kasih itu sih."
"Aduh pak, maaf saya bercanda."
"Loh, kamu malah bercanda!"
Aku menarik ponselku dari telingaku. Ini bapak satu, dia kenapa?
"Saya disini jauh sama Haru dan saya benar-benar khawatir sama dia. Kamu kok malah becandain saya?"
NANANANANANA~
"Sharen?"
"Iya.. maaf pak. Saya tadi bercanda. Abisnya bapak sih. Siapa suruh nanyain keadaan Haru tapi kesannya malah kayak terror saya. Kalo bapak suami saya, serem kali pak.."
"Serem bagaimana? Memangnya kamu gak mau punya suami kayak saya?"
LOOHHH..
TUNGGU DULU...
Aku kembali menatap ponselku datar.
Hahaha.. gak mau? ya MAU LAH!
Siapa yang gak mau sama pemilik hotel berwajah tampan bersuara lembut berperilaku ramah dan terpuji!!
Tapi masalahnya, bapak yang satu ini sangat bawel mengenai anaknya. Yakin deh, ibu tiri manapun akan kalah olehnya. Belum sempat nyiksa anaknya, eh udah kesiksa bapaknya. Hahahaha
"Sha?"
Ya ampun.. aku melamun.
Dengan cepat ku dekatkan kembali ponselku pada telingaku.
"I.. iya pak?"
"Saya sudah bilang loh semalam, kamu panggil saya Reno saja."
Dalam hatiku tiba-tiba saja aku merasa bersorak kegirangan. Astaga astagaaa.. panggil sayang pun aku mau. demi apa!!
"Ekhm.. agak canggung sebenernya. Saya lebih suka panggil bapak.."
Hening sejenak..
"Tapi saya coba deh.. Reno.."
"Nah, gitu lebih baik Sha.."
Ah.. yeah.. S H A ..
Really! I love the way you call my name!!!
- TBC –
Tadinya mau dilanjut sampai hari ke empat bersama Haru tapi kepanjangan dan aku tiba-tiba saja tidak kuat /?
Jadi sampai disini dulu haha
di mulmed lagu alif ba nya yah, siapa tau mau nyanyi bareng XD
karena aku rada aneh dan gasrek jadi ya begini lah ya ceritanya.. -___-
Selanjutnya Reno pov yah..
Dan maaf di part ini POV nya campuran.. semoga kalian gak bingung sama pemindahan POV nya..
Terimakasih untuk yang tetap setia membaca dan vote dan juga komen..
Aku sayang kaliaaaan :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro