PART 1 | Angkot Hijau Pengusik Hidupku - Reno
Aku mengemudikan mobilku di sekitar jalan Setiabudhi. Setiap hari bahkan setiap saat jalanan disini selalu ramai dan macet. Sekarang masih jam 10 tapi matahari sudah begitu panas menyengat, ditambah aku berada ditengah kemacetan! Padat merayap. Ya tuhan.. Untung saja ini hari libur! Nah justru ini hari libur, jalanan semakin macet !
Mobilku berhenti lagi. Jalanan masih begitu padat dan penuh. Aku melirik ke kursi di sampingku. Tersenyum kecil melihat bidadari kecilku yang tertidur di Car seat nya. Tidurnya begitu damai, aku sangat menyukai bagaimana ia tidur. Tentu saja! Saat dia bangun begitu memusingkan, hahaha . Ayah macam apa aku sebenarnya.
Namanya haru.. Haruna Isnaini Putri Renova, dia putri kecilku. Satu-satunya pasokan udaraku, sumber nafasku, dan pusat hidupku. Usianya sekarang menginjak 4 tahun. Tepatnya 1 bulan lagi.
Aku menghela napas. Ulang tahunnya yang sebelumnya selalu diwarnai oleh tangisannya. Bagaimana tidak, semua teman-temannya yang hadir selalu bersama ayah dan ibunya. Sementara bintang utama dalam pesta, hanya bersamaku. Ayah yang sampai kapanpun tak akan bisa menjadi ibu baginya. Tak terasa air mataku menetes. Aku seorang pria, seorang ayah! Tapi inilah kelemahan terbesar dalam hidupku. Wanita cantik yang menjadi pusat semestaku, yang memberikanku bidadari kecilku meninggal setelah koma selama sepuluh hari pasca melahirkan Haru. Aku hanya sempat menciumnya dan mengucapkan beribu terimakasih karena perjuangannya, ia tersenyum, mengucap syukur dan memejamkan mata. Ia belum menggendong bayinya, belum melihat betapa cantiknya putri kami. Ia hanya terus terpejam selama sepuluh hari, dan akhirnya ia benar-benar terpejam. Untuk selamanya. Dan saat itu juga aku kehilangan semestaku.
Aku mendengar suara klakson yang memekikkan telingaku. Ah, aku hampir lupa. Ini dijalan, ditengah kemacetan dan aku malah melamun dan meratapi nasibku! Ya tuhan.. Sudah cukup. Aku lalu menginjak kembali gas ku dan mulai fokus kembali pada jalanan didepanku. Entah memang aku yang kurang fokus, entah jajaran mobil disini bertambah banyak. Rasanya jalanan semakin padat dan merayap. Sementara suara klakson bersahutan dari sana sini. Bagus! Telingaku bisa sobek saat ini juga.
Dalam kekesalan dalam diriku aku mengedarkan pandanganku ke sekitarku. Tak sengaja, aku melihat sesuatu yang menghangatkan hatiku sekaligus menohok hatiku. tepat di depanku ada sebuah angkot jurusan ledeng. Tidak, tidak. Bukan itu fokus utamaku. Wanita dan seorang anak kecil yang duduk di pojok menghadap kaca dan menunjuk nunjuk ke arahku yang membuat fokusku begitu tajam sekarang.
Anak kecil itu berdiri dalam rangkulan wanita yang aku tidak tahu itu ibunya atau siapanya. Dia tersenyum senang seraya menunjuk-nunjuk ke arahku. Oke mungkin ke arah depan, aku saja yang ge-er mengira mereka menunjukku. Wanita itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tangannya menutupi atas kepalanya yang kepanasan. Sementara anak kecil itu kini semakin senang dengan berloncat-loncat dan tertawa. Pada akhirnya si wanita melepaskan tangannya, membiarkan wajahnya tersorot matahari lalu mengikuti arah yang ditunjukkan si anak kecil dan tersenyum kemudian mencium pipinya. Entah kenapa tiba-tiba bibirku tertarik ke samping, mereka masih tersenyum dan aku disini malah membalas senyuman mereka seperti orang gila. Angkot di hadapanku kembali maju, dan aku kembali menancap pelan gas ku sembari tetap fokus pada objek satu satunya di hadapanku. Angkotnya berhenti lagi. Dan aku ikut berhenti.
Kali ini si wanita itu mengucapkan sebuah kata-kata yang membuat anak kecil itu kembali melompat-lompat dan melambai-lambaikan tangannya padaku. Ralat! Maksudnya ke arahku. Di ikuti oleh wanita itu yang melambai-lambaikan tangannya lalu tersenyum. Seolah-olah ia berkata 'itu papa ikut di belakang kita, dadah ke papah nak. Dadaaah' dan dengan bodohnya aku membalas lambaian tangan mereka. Ha!
Gila ! Ini gila! Ya tuhan Renooo.. Makan apa sebenarnya aku tadi. Whooh.. Kenapa rasanya di dalam sini.. Ah tidak! Ini mungkin hanya bentuk simpati, hanya kerinduanku yang belum pernah merasakan bagaimana membesarkan anakku bersama istriku. Ya.. Benar. Tapi, mungkin akan lengkap sekali hidupku jika punya ibu untuk anakku. Apalagi wanita itu, dia cantik, dan dia berjilbab. Poin plus nya adalah dia begitu menyukai anak kecil. Mungkin tidak sulit untuk mendekati Haru. Ohoho MARENO ADZANUL SAPUTRA ! Apa yang kau pikirkan ! Kenapa kau Malah berpikir yang tidak-tidak ! Bisa saja anak kecil itu anaknya dan suaminya duduk di sebelahnya, atau paling tidak bisa saja suaminya yang mengendarai angkotnya. Juragan angkot mungkin.
"Pah," sebuah suara mengagetkanku. Aku menoleh. Oh Haru! Sayangku, terimakasih.. Kau sudah menyadarkanku dari pikiran pikiran macam macam ini.
"Ya sayang?" aku menjawabnya. Sekaligus mengucap syukur dalam hati karena anakku bangun tepat pada waktunya.
"Haru haus" ucapnya seraya mengucek matanya pelan.
"Oh sebentar, papa ambil minum Haru dulu" ucapku yang kemudian menarik tas bekal haru dan mengambil Tupperware bergambar miliknya lalu menyodorkannya. Haru meminumnya dan aku kembali fokus menyetir ke depan. Dan angkot tadi rupanya sudah menghilang, tergantikan oleh mobil bak berisi domba domba adu. sial, aku benci itu.
***
Setengah jam kemudian, aku sudah sampai di Floating Market. Lembang.. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kakakku dan aku tidak mengerti kenapa mereka ingin merayakannya disini ! Di tempat seperti ini, ramai dan sesak oleh orang-orang dan dengan cuaca yang begitu panas. Hei, mereka bisa saja menyewa ballroom hotel, atau mungkin merayakan di hotel milikku. Ah tidak bisa, mereka sudah merayakannya tahun lalu di hotelku dan tidak mungkin jika mereka merayakannya lagi disana.
Aku menggendong haru dengan berselendang tas frozennya, menghampiri mereka yang sekarang tersenyum penuh arti padaku. Aku tahu persis apa yang akan mereka katakan saat aku mendekat.
"Eh, bapak rumah tangga"
"Repot ya pak gendong anak sambil bawa bawaannya"
"Makanya pak, cari istri. Atau paling tidak cari baby sitter"
Nah kan, mulai lagi mereka. Sejak Haru berumur 3 tahun mereka mendesakku untuk mencari ibu baru untuk Haru dan istri untukku, setidaknya mereka bilang akan lebih baik jika sebelum Haru masuk sekolah. Karena dunia sekolah sudah sangat rawan akan gosip pada jaman sekarang. Kasihan kalau haru nantinya banyak diejek karena tidak punya mama. Dan itu semua aku yakin karena pengaruh mereka yang terlalu banyak menonton sinetron!
"Gak usah serius gitu dong Ren, kita kan becanda. Abisnya kamu lucu" ucap Renita, kakakku.
"Ya ya ya. Aku tahu" tentu saja aku tahu. Mereka memang seperti itu. Tepatnya keluargaku, kami tak pernah berlarut dalam kesedihan. Cenderung berbagi tawa dalam canda, tentu saja sebagai pengalihan. Sebenarnya, mereka juga merasakan kehilangn yang begitu dalam. Terutama mama.
Aku sering sekali memergoki mama yang tengah menangis seraya memeluk Haru. Dan itulah yang membuatku tidak ingin tinggal bersama mama. Padahal sejak Nova istriku meninggal, mama menyuruhku tinggal bersamanya supaya ada yang mengurus Haru selama aku bekerja. Tapi hanya bertahan sampai 6 bulan. Ketika Haru berusia 6 bulan aku memutuskan untuk kembali ke rumahku. Sementara saat bekerja, aku menitipkan Haru pada Renita yang rumahnya hanya 2 blok dari rumahku. Tentu saja itu hanya sampai Haru bisa berjalan. Setelahnya, Haru selalu ku bawa ke tempat kerja. Untungnya aku yang punya kantor, jadi sebebasku lah mau ngapain. Hahaha ya tuhan mulai deh aku PD nya.
****
Acara mulai terasa membosankan menurutku, sementara Haru masih asyik kesana kemari. Ia berlari-lari di taman kelinci dan aku disini duduk memperhatikannya dari jauh.
"Melamun?" Papa mendekatiku. Ah, kurasa akan ada sebuah perbincangan yang panjang.
"Siapa bilang? Aku sedang mengawasi Haru" Gumamku, sementara papa tersenyum. Baiklah, aku anaknya jadi dia sudah tahu bagaimana sifatku.
"Satu bulan lagi Haru ulang tahun" Ucap papa. Aku mendengus. Nah, mulai kan. Aku tahu dengan jelas kemana arah pembicaraan ini.
"Ya, satu bulan lagi. Reno sudah mempersiapkan semuanya pa, kecuali wanita yang akan mendampingi Haru meniup lilin. Tidak, jangan tanyakan itu pada Reno"
"Papa kan hanya bilang Haru satu bulan lagi ulang tahun"
"Ya dan pembicaraan papa sudah pasti berhubungan dengan apa yang selalu mama bicarakan"
"Papa hanya berpikir memang sudah waktunya. Nova sudah meninggal dan kamu tahu dengan jelas dia tidak bisa lagi berada diantara kita. Jika kamu terus berlarut-"
"Pa, cukup. Reno tahu. Sangat tahu bagaimana perasaan mama dan papa yang menginginkan Reno menikah lagi dan Reno juga tahu bagaimana menyedihkannya hidup Reno saat ini. Tapi Reno benar-benar tidak mau gegabah untuk hal itu, Reno menyerahkan semuanya pada Tuhan. Biar Tuhan yang menentukan bagaimana selanjutnya. Reno hanya mengikuti scenario-Nya saja" Tukasku. Dadaku naik turun, menahan emosi. Papa pasti akan bilang kalau aku berlarut dalam duka dan kehilangan. Hey, siapa yang berlarut? Tanpa diberitahu pun aku tahu dengan sangat jelas kalau aku seorang duda. Kalau aku ditinggal mati oleh istriku dan aku tak akan pernah bisa lagi melihat istriku. Dia sudah meninggal, sudah berbeda alam dan sudah tidak ada hubungannya denganku. Cintaku memang sangat besar padanya tapi hanya bisa ku kubur dalam hati dan ku curahkan pada Haru-ku. Tuhan tahu aku mencintainya, dan Tuhan juga sangat tahu hacurnya hidupku saat dia pergi. Aku hanya bisa mengucap beribu do'a untuknya, untuk wanita terindah dalam hidupku. Wanita yang telah mengambil hidupku dan menggantinya dengan hidup baru yang lebih indah karena ada Haru.
Papa menepuk pundakku dan tersenyum lalu beranjak pergi meninggalkanku. Aku tahu dia mulai menyerah untuk berbicara denganku dan ini memang bukan saat yang tepat apalagi tempat yang tepat. Disini terlalu ramai dan tak cocok untuk membicarakan nasib. Terutama nasibku yang menjadi duda diusia muda. Siapa yang menyangka usiaku baru 27 tahun. Kalau melihat begini sepertinya aku cocok dengan wanita di angkot tadi, haha. Ya tuhan.. kenapa bayangan itu muncul lagi ? oh tidak-tidak. Tidak boleh.
Aku mengalihkan pandanganku, fokus kembali pada Haru yang masih berada ditaman kelinci. Eh tapi, tunggu dulu. Haru.. beberapa saat yang lalu dia masih disana, memegangi wortel. Tapi saat ini tidak ada siapapun disana. Astaga..
Haruuu.. anakku.
- TBC -
Assalamualaikum..
Bismillahirrahmanirrahim.. ini cerita pertama aku yang aku upload di wattpad, semoga ada yang berminat baca dan suka juga. Hehe
Cerita ini murni dari otakku, kalo ada yang sama mungkin kebetulan aja karena aku dapet ide ini waktu lagi nganter adek renang trus naik angkot duduk dibelakang bareng keponakan XD
Whahaha tiba-tiba kepikiran gimana ya klo mobil blakang liatin sambil senyum senyum.. bhaaaaak
Dan jadilah cerita ini. Masih seger.. dan gaje mungkin. Sementara covernya masih seadanya nemu di google karena bingung juga. Aku paling gabisa bikin cover atau yaa gitu gituan.
Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan dan hargai tentunya. Terimakasih.. J
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro