Writetober 2024 Day 19: Quality Time
"Siapapun tolong aku~ ...," rengek Will saat kerah seragamnya ditarik dari belakang oleh anak sulung Keluarga Ulster menjauh dari Colette dan Kiki yang tadi sedang berjalan beriringan bersamanya.
Meskipun kedua tangan sudah merentang meminta pertolongan, Colette hanya melihatnya dan Kiki loncat dari pelukan Colette mengejar pemiliknya. Colette prihatin dengan nasib Will, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun selain berdoa Will bisa melanjutkan hidupnya dalam keadaan utuh.
Sion menyeret paksa Will ke gedung tempat yang biasa mereka gunakan untuk ujian sihir dan juga berlatih.
Sesampainya di sana Sion melempar Will ke lantai dan Sion menarik tongkat sihirnya, mengarahkan ujung tongkatnya ke wajah Will.
Dengan wajah garang ia berkata, "Bertarung denganku."
"Kenapa?"
"Tidak usah banyak tanya, tarik pedangmu."
"Pedangku ada di loker ...."
Tanpa berkata apapun, Sion melemparkan pedang milik Will dari balik punggungnya. Will menangkap pedangnya ke dalam pelukan, tetapi ekspresi wajahnya masih menunjukkan keraguan.
"Cepat."
"Harus banget?"
"Aku menagih janjimu."
Berpikir Sion tidak akan melepaskannya dengan mudah, terpaksa Will mengikuti keinginannya. Will bangkit berdiri, menarik pedang dari sarungnya dan memasang kuda-kuda. Sion menyeringai, inilah yang ia tunggu-tunggu, ia bisa menghajar Will sepuasnya menggunakan sihirnya.
Mengalahkannya dalam pertarungan.
"BERSIAPLAH MENERIMA SERANGANKU!"
"Ya."
Will cukup terkejut saat melihat deretan lingkaran sihir muncul dari samping kiri dan kanan Sion, ajakan bertarung itu beneran serius, Will sempat mikirnya hanya sparring biasa, tanpa harus serius seperti ia melakukan ujian remedial Pak Edward.
Bola api yang melesat mengarah padanya ditebas dengan mudah oleh pedangnya dan mulai berlari ke arah Sion sembari terus menghindar dan menangkis dari serangan api Sion, saat Will sudah dekat dengan Sion, Sion reflek memutar badannya untuk menghindar, mengaktifkan sihirnya saat itu juga, dari tongkat sihirnya menjulur cambuk api, melilit kaki kiri Will dan melemparkannya ke udara.
Disaat Will berada di udara Sion mengerubungi Will dengan lingkaran sihir merah.
Bola api yang keluar dari lingkaran sihir secara beruntun terus ditangkir oleh Will sekuat tenaga, bola api yang meneyrang dari belakang berhasil melukai Will, ketika Will sudah terkena sekali, serangan Sion selanjutnya tidak bisa ditangkis dan mengenainya sebanyak 3 kali. Meskipun sudah terkena serangan Will masih bisa mendarat dengan selamat dengan pedang tertancap ke lantai.
"Hah ... hah ... Sion kuat sekali ... aku sampai kelelahan begini ...."
"Tentu saja, aku akan mengalahkanmu di sini, anak gagal."
Keduanya tersenyum.
Will menarik pedangnya yang menancap dan berlari dengan sangat cepat menuju Sion, Sion juga merapalkan mantra, ketika kalimat terakhir dari mantra selesai diucapkan. Will sudah berada di hadapannya ujung bilah pedangnya bersampingan dengan leher Sion, seketika lingkaran sihir yang muncul di ujung tongkat Halcon milik Sion lenyap.
Ujung tongkat sihirnya tepat di depan wajah Will.
Pertarungan berakhir seri.
"Seri ... ya?" tanya Will pada Sion.
"Hmph."
Keduanya menurunkan tangan bersamaan.
"Mau duduk dulu?" tanyanya sembari menunjuk ke sisi ruangan.
"Kalau itu yang kamu mau," katanya sembari berjalan ke arah yang Will tunjuk.
Keduanya duduk di bawah jendela, menyandarkan punggung ke tembok, mengistirahatkan tubuh, mengisi kembali tenaga. Diam-diam Sion memperhatikan Will, wajahnya, wajah yang menampakan energi positif dan selalu terpasang senyum lebar. Kedua pipinya memerah, segera Sion mengalihkan pandangannya.
"Ada apa Sion?"
"Tidak ada apa-apa."
"Beneran?"
"Ya."
Pandangan Will pindah ke Kiki, mengelus-elus badan Kiki dengan lembut, melihat itu eskpresi wajah Sion menjadi cemberut.
"Oi."
"Apa Sion?" Perhatian Will kembali pada Sion, tak lupa dengan ekspresi cerianya yang selalu berhasil membuat pemanggilnya jengkel tak karuan.
Mata merah menyala bagai ruby itu memandang kesal manik ungu sewarna amethyst yang polos.
"Lihat ke arahku."
"Jangan melihat yang lain selain aku."
"Hanya padaku."
Will mengangguk. "Kalau itu yang Sion mau."
Sion membenturkan dahinya pada dahi Will pelan, jarak pandang keduanya sangat dekat.
"Dan tidak melupakanku lagi."
"Aku tidak mengerti apa yang Sion maksud, tapi aku akan berusaha."
Ekspresi Sion melembut, mengecup bibir Will.
Will tentu saja terkejut.
"Si ...Sion?!" Wajahnya merah padam. "A-apa yang ...?!"
Reaksinya lucu, ucapnya dalam hati. Sion mendapatkan sebuah ide untuk menjelaskan hal ini. "Itu ucapan terima kasih dariku dan aku kasih tau kamu, hanya aku yang boleh melakukan itu padamu."
"He?"
"Lupakan saja dan jangan katakan soal ini pada siapapun."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro