What If: Julius dihidupkan kembali oleh Elfaria
A/N:
Ide ini aku dapetin pas tau Scaramouche-Zhu Ran sama Julius satu seiyuu, ehe
.
.
.
Jasadnya dibaringkan di lantai ruang Magia Vander Albis Vina. Elfaria memasamg wajah sedih kala melihat kondisi jasadnya, ada rasa ragu yang muncul di dalam hati. Ragu jika tidak berhasil menggunakan mantranya, jantung Julius sudah hancur.
"Kalau begini tidak ada pilihan lagi selain mengubah seluruh tubuhnya."
"Will pasti sedih melihat temannya menjadi korban."
Elfaria memukul lantai menggubakan tongkatnya, kemudian lingkaran sihir berwarna biru muncul dari bawah jasad Julius.
"Aku meneteskan air mata padamu, wahai es selimutilah tubuh ini, kembalikanlah tubuh ini ke bentuk semula, sembuhkan lukanya, hilangkan darah yang telah menetes,"
Elfaria mengarahkan tongkatnya ke langit.
"dari hari ini dan seterusnya tubuh ini bukanlah tubuh manusia lagi, melainkan wadah bagi roh baru, Roh Es Yang Agung dengarkanlahku, pinjamkanlah aku kekuatanMu, berikan tubuh ini kehidupan."
Bersamaan dengan mantra diucapkan jasad yang berlumuran darah kembali ke semula, luka di bagian dada sembuh, noda darah di baju juga wajah hilang.
Setitik cahaya kecil turun dari langit ke atas tangan Elfaria. Cahaya kecil mengkristal menjadi batuan, lalu Elfaria meniupkan cahaya yang sudah menjadi batuan kristal, bersamaan dengan hembusan angin kristal itu menjadi serpihan dan masuk ke dalam jasad Julius.
"Ingatanmu akan semuanya tetap ada, kamu masih bisa merasakan sakit, sedih, marah, senang seperti halnya manusia, tetapi tubuh ini bukanlah manusia lagi. Ketika kamu membuka matamu, kamu bukanlah Julius Rainburg lagi."
Elfaria mengetukkan tongkatnya ke lantai, lingkaran sihir lenyap seketika.
"Apa berhasil?"
Elfaria menunggu beberapa saat, tak lama Elfaria dikejutkan dengan gerakan mendadak dari jasad yang dia "perbaiki".
Tubuh itu menegak, nafas berat keluar dari mulutnya, dan menoleh pada Elfaria dengan wajah panik.
"Elfaria-sama?! Apa yang terjadi?!"
"Hmmm ... kamu sudah mati."
"Aku mengerti soal itu." Julius bangkit berdiri.
"Intinya tubuhmu itu bukan lagi manusia, tapi kamu masih bisa bertindak seperti manusia, memiliki emosi, bisa makan, minum dan bernafas."
"Ini ... Elfaria-sama yang melakukannya?"
"Ya, Will bersedih, aku tidak mau itu." Elfaria berjalan mengelilingi Julius sembari memperhatikannya dari atas sampai bawah. "Tapi aku tidak bisa membiarkanmu bersama dengan mereka lagi, aku ingin kamu mengawasi mereka dari jauh, dan jangan sampai mereka tau keberadaamu," katanya sembari tersenyum dan menyilangkan kedua tangannya di belakang punggung.
"Hari ini Julius Rainburg sudah mati, aku akan memberikanmu nama baru." Elfaria berhenti tepat di depan Julius. "Namamu sekarang adalah Yuusha Albis Vina," katanya dengan penuh percaya diri. "Kalau ada yang bertanya soal dirimu jawab saja kamu adalah salah satu dari klonku."
"Oh iya karena namamu Julius, jadi namamu ditulis Juusha tapi dibaca Yuusha, gimana? Bagus 'kan?"
Aku tidak mengerti Elfaria-sama memiliki selera nama yang sangat jelek ..., batin Julius.
Elfaria memberikan tongkat sihir Julius kembali kepada yang punya. "Kamu bisa menggunakan sihir tanpa tongkat sihir, kamu bisa pergi."
Julius menerima tongkat sihirnya dari Elfaria. "Jadi ... aku harus mengawasi dan melindungi mereka tanpa mereka tau?"
Elfaria mengangguk. "Malam ini di Plaza St.Viola."
Elfaria menjentikkan jarinya, sebuah jubah putih dengan hiasan garis emas di bagian tudungnya. Elfaria memakainkan jubah itu pada Julius, ditambah topeng warna putih dengan bagian mata warna hitam.
"Kalau begini kamu sudah seperti pahlawan misterius!" Elfaria membusungkan dada. "Topeng dan jubah itu yang kubuat secara khusus untung menangkal sihir."
"Selamat bekerja Julius--bukan Yuusha."
"Iya ... terima kasih atas semuanya ...."
Julius membalikkan badan ke luar dari ruangan. Dia masih tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi, tetapi dia ingat betul bahwa dia sudah mati, diserang oleh pembelot menggunakan sihir hitam.
---
Julius mengikuti perkataan Elfaria, dia sekarang berada di Plaza St.Viola, sekarang Julius sedang berdiri di atap sebuah toko, dari tempatnya sekarang dia bisa melihat Will dan Lihanna.
Selama beberapa menit Julius berdiri, tidak ada aneh dengan sekitar tetapi di detik ini dia melihat Ema berjalan membawa buket bunga di tangan.
Will dan Lihanna memulai percakapan dengan Ema sampai akhirnya seorang perempuan berpupil hitam ke luar dari dalam diri Ema, dari yang Julius lihat sepertinya perempuan hitam itu memiliki sihir untuk mengendalikan orang dan perempuan itu mengendalikan Ema dengan sihir hitamnya.
Julius ingin menghampiri Lihanna dan Will, dia menahan dirinya, dia harus menjaga jarak, jikalau dia harus membantu, dia hanya bisa membantu dari tempatnya berdiri saat ini.
Julius mengambil tongkat sihirnya, merubah tongkat sihirnya menjadi sebuah busur.
Julius membuat anak panah dari es, dia bersiap untuk meluncurkan anak panah itu. Julius mengarahkan panahnya agak ke atas.
"Wahai panah ikatlah pergerakannya dengan kekuatan agung ini," Julius melepas anak panah, "Ice Rain."
Anak panah yang tadinya cuman satu melipat gandakam diri di langit, menghujani perempuan hitam itu, panah yang menancap di sekitar perempuan itu menyebarkan esnya sampai membekukan seluruh kaki perempuan itu.
Will sempat terkejut, mencari asal muasal panah itu dan dia melihat Julius di atas atap.
"Lihanna, siapa orang itu yang di atas atap?"
"Orang? Aku tidak melihat siapapun, lebih baik tetap fokus menangkap--melenyapkan perempuan itu."
"Ba--baik."
---
Setelah kejadian itu Julius mengawasi dari jauh, tidak peduli apakah Will dan Lihanna berhasil mengalahkan perempuan hitam itu, itu bukan urusannya, sekarang dia cuman disuruh untuk mengamati Will dan kawan-kawan dari jauh.
Dirinya yang sudah bukan manusia, tidak merasakan kantuk dan kerjaannya hanya menyelinap ke dalam wilayah fraksi petir dan duduk di atap asramanya.
Habisnya Elfaria menyuruhnya untuk lebih fokus ke Will, kalau dia sampai ketahuan oleh pemimpin fraksi petir tinggal bilang "disuruh sama Elfaria-sama" walaupun tidak akan semudah itu.
Malam ini Julius memilih untuk jalan-jalan sambil menunggu matahari terbit, menurutnya hal ini tidak salah, lalu kalau ada yang menyerangnya lagi, dia tidak akan mati.
Langkahnya terhenti, tiba-tiba disekitarnya muncul lingkaran api, kali ini Julius merasakan panasnya api.
Julius mendongakkan kepala, dia melihat 5 orang mengelilinginya.
"Ada perlu apa denganku?"
Julius berakting agar tidak ketahuan.
"Kamu! Kamu yang kemarin malam membantu aku dan Lihanna kan?"
"Ya."
"Kamu ... beneran Julius? Seperti kata Will?" tanya Lihanna agak ragu
"Salah, Julius Rainburg sudah mati."
"Jangan bohong, Kiki tau sihir Julius seperti apa."
"Sudah kubilang, Julius Rainburg yang kalian kenal itu sudah mati, kalian lihat sendiri dengan mata kepala sendiri."
Decihan kecil keluar dari mulutnya, si anak gagal ini ga bisa aku bohongin kah? Sial. Tangan kanannya mengepal erat tetapi sedetik kemudia kepalan itu mengendur.
"Kalian tidak percaya kalau yang kalian sekarang lihat itu orang lain?" tanyanya sembari melepas topeng dan membuka tudung jubahnya.
"Wajah ... rambutnya ... mirip Julius ...." Nafas Colette tercekat, kedua matanya berkaca-kaca.
"Mungkin dia emang mirip saja ...." Sion memilih untuk tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Setiap orang memiliki aura sihir bawaan yang berbeda, tapi dia memiliki aura sihir yang mirip dengan Julius." Wignall.
"Dan mawar biru identik dengannya." Lihanna.
"Julius syukurlah kamu tidak apa-apa!" seru Will dengan wajah riang bercampur lega.
Julius menghembuskan nafas lelah. "Sudah kubilang orang yang kalian kenal itu sudah mati, Elfaria-sama memanggilku Yuusha Albis Vina, klon manusia yang dibuat Elfaria-sama."
Julius benci harus berakting seperti ini, tetapi dia harus melakukannya, mereka tidak perlu tahu apa yang sudah terjadi padanya, meksipun sekeras apapun mengelak Will akan tetap mengangapnya sebagai Julius Rainburg.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro