Lyzance
A/N:
Ide ini aku dapetin pas baca Light Novelnya, ada sedikit spoilernya juga ya, ehe
Jadi info tentang Lyzance sama monsternya dari LN.
.
.
.
Baru saja beberapa langkah memasuki dungeon Will merasa pandangan matanya buram, padahal harusnya dia sudah terbiasa dengan kondisi dungeon yang gelap, Will tidak tahu kedua matanya tiba-tiba saja terasa sakit. Di tahun pertama saat memasuki dungeon tidak pernah terjadi apa-apa hanya sulit melihat saja karena gelap.
Will menyipitkan kedua matanya, pandangannya masih tetap buram. Saat Will masih berusaha untuk bisa melihat sampai mencoba menggunakan google pemberian Elfaria dan kacamata bulat pemberian ayah angkatnya tetap tidak merubah apapun.
Padahal ini masih berada di strata 1.
Alasannya ada di dungeon ini adalah mendengar perkataan Pak Edward dan Pak Workner ada monster dari strata bawah naik ke atas dan Will bermaksud untuk mengalahkan monster itu agar kalau ada murid yang masuk ke dalam dungeon tidak akan berhadapan dengan monter dari strata bawah.
Tiga temannya yang mengetahui Will sedang kesusahan langsung menggunakan sihir masing-masing untuk membantu Will.
Api menyala dari ujung tongkat sihir Halcon.
Setangkai bunga mawar biru yang menyala terbuat dari es yang mengkristal disematkan pada jubah Will.
Angin berhembus meniup kegelapan dari ujung tongkat sihir.
"Terima kasih, maaf merepotkan kalian."
Will tertawa renyah sembari menggaruk kepala gusar, rasnya sama seperti Sion dan Julius tetapi sampai saat ini "Penglihatan Gelap"nya sangat lemah, sedari awal dirinya emang yang paling beda dari yang lain. Will sangatmerasa bersalah telah merepotkan temannya.
"Hmph, aku sudah tau kelemahanmu itu sejak tahun pertama."
"Selama kamu memiliki bunga mawar pemberianku, itu akan memberikanmu cahaya untuk melihat lebih jelas di dungeon yang gelap ini."
"Terima kasih kembali."
Perjalanan mereka yang sempat terhenti kembali berlanjut, berbeda dengan sebelumnya, tangan kanan WIll sekarang dipegang tiga orang sekaligus, mereka tidak mengatakan apapun hanya menggenggamnya seperti niat untuk menuntunnya jalan. Will sempat meminta mereka melepaskan genggaman tangannya dan jawaban mereka bertiga adalah menolak permintaan Will bersamaan.
"Aku/Kami tidak ingin kehilanganmu." Sion dan Julius mengatakannya dengan ketus sementara suara Wignall lembut.
Padahal Kiki juga ikut bersama mereka, harusnya mereka bertiga tidak perlu sekhawatir itu.
"Kalian berlebihan, aku sudah terbiasa dengan dengan kondisi, suasana dungeon."
"Tutup mulutmu anak gagal jangan sombong kaya gitu."
"Aku tau soal itu, mending gerakin kaki lebih cepat aja."
"Tidak usah dengarkan mereka berdua Will, kami sepakat untuk mengajakmu."
Will tidak bisa menahan senyumnya, kehidupan sekolahnya runtuh ketika Elfaria naik ke menara, Will tidak menyangka akan membaik secepat ini dan mendapatkan teman baru walaupun ada dua orang yang kelihatannya tidak suka dengannya.
"Wignall, kita mau keliling Taman Kegelapan Abadi ini sampai kapan?"
"Satu orang lagi belum datang kan? Cewe bando itu ke mana?"
"Oh iya, Lihanna belum datang, mungkin kita bisa membersihkan monster-monster yang ada di sini selagi menunggu Lihanna."
Will baru tau Lihanna juga diajak karena yang mendatanginya tadi siang adalah Sion dengan mata tajamnya seperti orang marah dan nada ajakannya terdengar malas, tidak sudi dan juga tidak lengkap bersama siapa aja.
Wignall menaruh jari telunjuknya di depan mulut, meminta untuk tidak berisik sepertinya ada monster yang mendekat, Will pun merasakan ada hawa keberadaan di sebelah kanan, di langit-langit. Hening, tidak ada satu pun dari mereka yang bergerak, dalam keheningan telinga Wignall bergerak, telinganya mendengar suara retakan di lantai yang mereka pijak sekarang, saat Wignall berteriak untuk pindah tempat, retakan itu tepat di bawah kaki Will, Will tidak sempat untuk menghindari retakan itu.
Sion, Julius dan Wignall merentangkan tangan, mencoba meraih Will, tangan mereka tidak bisa menggapai tangan Will maupun jubahnya.
Will yang dikelilingi cahaya mawar biru jatuh ke dalam lubang gelap.
Wignall mengarahkan tongkatnya pada Will, berharap anginnya bisa membawa Will naik ke permukaan, di saat yang sama Lesser Gazer muncul di belakangnya, kelelawar raksasa bermata satu, terpaksa Wignall berfokus pada monster itu.
Sion meneriakkan Will dengan keras, air mata menetes.
Julius mengarahkan tongkatnya pada Will, yang bisa dilakukan olehnya hanya membuat bongkahan es yang cukup besar di punggung Will sebagai bantalan agar tubuh mungil itu tidak langsung membentur lantai.
Will memandangi tiga temannya seiringnya tubuhnya terus jatuh ke bawah, melihat Sion menangis mengingatkannya saat tahun pertama sekolah, Sion juga menangis saat mendengar Colette hilang. Will tidak ingin melihat Sion menangis lagi. WIll ingin menenangkan kekhawatiran temannya. Will membuka mulut.
"JANGAN PIKIRKAN AKU! AKU AKAN BAIK-BAIK SAJA! AKU AKAN SEGERA KEMBALI KE SANA!"
Will berteriak seolah tidak takut, dia takut, saat berteriak tadi dia mencoba untuk menyembunyikan suaranya yang bergetar juga rasa takutnya.
Aku takut, ucapnya dalam hati.
Bunga mawar pemberian Julius masih bercahaya, menemaninya di tengah kegelapan dalam kegelapan itu juga Will melihat gelang perak dengan ukiran sayap burung dan permata merah menyala--yang sepertinya mengandung kekuatan sihir. Will sudah tidak bisa melihat apapun di sekitarnya, gelap total seolah dirinya telah dimakan kegelapan.
Suara kristal berbenturan dengan batu bergema, bantalan kristal es dari Julius sudah pecah berkeping-keping. Will mendudukan dirinya, cahaya dari bunga mawar membantunnya untuk melihat permukaan lantai saat ini, yang sekarang Will pegang tekstur lantainya seperti rumput dan juga bunga yang bermekaran. Kiki bersamanya, Will merasa sedikit lega setelah tahu Kiki ada di sampingnya.
"Aku berada di lantai paling bawah ...?"
Will mendongakkan kepalanya, gelap, lubang yang membawa ke bawah sini pun tidak terlihat sama sekali.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tempat ini sangat gelap, menakutkan."
"Bagaimana caranya aku kembali ke atas?"
Di bawah sini, Will hanyalah setitik cahaya biru kecil, tak lama Will merasakan kantuk, energinya seperti dihisap sedikit demi sedikit. Tubuhnya kembali berbaring di rerumputan, meringkuk seperti janin dalam kandungan dan Kiki berbaring juga dekat kepala Will.
"Selamat tidur."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro