Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 4

Aku memberontak hebat, bahkan mencoba menjambak rambut Zander sekuat tenaga. Namun, jemarinya malah justru bergerak liar merayapi paha.

Tanganku berusaha sebisa mungkin menghalanginya. Lumatan lelaki itu justru makin menggila. Ditambah lagi, bibirnya kini mulai merayapi bagian leher.

Saat aku bersiap membuka mulut untuk berteriak. Ia kembali menyumpalku dengan bibir serta lidah yang bermain liar. Kakinya bahkan mulai bergerak lincah membuka pangkal paha.

Tak lama kurasakan jemarinya memasuki bagian bawah rok, menelusuri sisi paha, hingga menyelusup ke dalam celana. Pekikanku tenggelam dan tertahan dalam lumatan bibir serta amukan lidah Zander.

Aku panik dan segera berpikir ingin menggigit sekuat mungkin bibir atau lidah bajingan itu. Namun, sialnya, ia sudah lebih dulu melepaskan diri dariku.

Napasku terengah-engah saat menegakkan punggung, menghadapinya dengan tatapan penuh kemarahan. "Kau memang iblis! Tak tahu malu! Bajingan! Keparat!"

Ia hanya mengedipkan mata. "Itu baru awal, Little Pet. Pikirkan apa yang kukatakan tadi. Aku serius." Wajahnya kini mendadak berubah dingin, tanpa seringai. Rahang lelaki itu bahkan mengeras. "Percayalah, aku bisa melakukan lebih dari itu, lagi, lagi, dan lagi."

Aku berusaha mengatur napas sekaligus menenangkan jantungku yang berdetak cepat tak beraturan. Kutatap belakang punggung Zander saat ia berbalik dan melangkah menuju pintu.

Dia membuka pintu dan menutupnya tanpa menoleh lagi. Tinggallah aku mengempaskan tubuh yang terasa lemas ke kasur kembali.

***

"APA?!"

Kujauhkan ponsel beberapa detik saat Luciana memekik histeris dari seberang sana sebelum menempelkannya kembali ke telinga. "Sungguh takdir yang gila, bukan? Perenggut kesucianku adalah adik calon tunanganku."

"Astaga, Lea. Lalu, kau akan bagaimana?"

Aku mengembuskan napas perlahan. Mataku memejam. "Entahlah, Lulu. Aku sebenarnya ingin menolak perjodohan ini, tetapi melihat sikap Z itu, aku malah ingin melawannya. Aku bahkan tak yakin bisa menolak perjodohan dengan Zane jika melihat antusias Mom dan Dad tentang calon menantunya yang terlihat sempurna itu."

"Kau sudah mengenal Zane?"

Mataku kembali membuka. "Tentu saja belum. Ini pertama kali aku bertemu dengannya. Aku hanya melihat dari sikap Dad dan Mom yang sangat memuja Zane, ditambah lagi dengan dukungan Tuan Nathan selaku papanya, tentu saja bisa kuyakini Zane sosok yang jauh lebih baik daripada adiknya itu."

"Jika memang demikian, aku mendukungmu untuk bersama Zane. Dengar, selama kau bisa membuatnya menempel padamu, Zander akan merasakan siksaannya. Itu jika ia benar seperti yang kau bilang tadi, besar kemungkinan Zander menyukaimu."

"Jadi, menurutmu aku harus mendekati dan memikat Zane?" Aku teringat sesuatu. "Ah, tapi aku sudah melakukan kebodohan dengan memberinya ancaman sebelumnya saat salah mengira bahwa ia adalah Z. Menurutmu, dia akan percaya jika aku menyetujui perjodohan dan beralasan mendekatinya karena suka?"

"Lelaki kadang bisa menjadi idiot saat berhadapan dengan gadis yang sangat mereka sukai. Aku yakin, dia akan mempercayaimu jika kau bisa meyakinkannya dengan serius."

Aku memilin-milin beberapa helai rambutku dengan telunjuk beberapa saat. "Baiklah, aku akan mencobanya."

"Semoga berhasil!"

"Ya. Kuharap begitu. Dengar, aku harus pergi. Sepertinya Mom memanggilku. I'll give you a ring again later."

"Baiklah. Kabari aku kapan saja."

Kumatikan kontak sebelum melemparkan ponsel ke kasur. Aku bergegas merapikan penampilanku beberapa saat di depan kaca, lalu buru-buru menuju keluar pintu kamar.

"Kalea!"

Kakiku melangkah cepat menuruni tangga. "Ya, Mom! Aku segera turun!"

Zane menyambutku dengan senyuman hangatnya begitu aku tiba di ujung tangga. "Lea, kami pamit dulu."

Aku berusaha memasang senyuman termanis dan teramahku padanya. "Oh, cepat sekali? Kukira kalian akan menginap."

"Aku ingin begitu, tetapi Zane harus mengurus sesuatu di hotel," sahut Tuan Nathan. "Zane sering sibuk mengurus pekerjaannya di kantor hotel, Lea. Oh, kau datang saja berkunjung nanti saat liburan musim panas ke tempat kami agar bisa lebih mengenal Zane dan kami semua."

"Tentu, itu ide yang bagus!" sambar Dad. "Seminggu lagi liburan musim panas, bukan?"

Aku menelan ludah sebelum mengangguk. "Ya."

"Nah, tepat sekali! Lea akan ke sana nanti menghabiskan liburan dengan mengenal calon tunangannya sebelum pesta pertunangan bersama keluarga di akhir bulan nanti," imbuh Mom.

Aku tersentak. "Akhir bulan? Bulan ini?"

"Iya." Mom menatapku intens. "Lebih cepat tentu lebih baik, bukan?"

Tuan Nathan tertawa riang. "Tentu, tentu. Kapan saja. Semakin cepat, memang akan lebih baik."

"Kuharap Lea tak akan merepotkan kalian di sana nanti," ujar Dad.

"Aku yakin Lea tak akan merepotkan." Zane mengukir senyuman ramah menawannya.

Zander yang berdiri di sampingnya justru menyeringai. "Jangan kuatir, aku akan menjadi pengawal yang baik saat calon tunangan kakakku berlibur di rumah kami, Tuan Edward."

Dad dan Mom tertawa, begitu juga yang lain. Hanya aku yang paham arti kata-kata lelaki busuk itu.

"Baiklah, kami permisi dulu. Sampai nanti, Lea."

Aku menganggukkan kepala dan tersenyum sesopan mungkin pada Tuan Nathan dan Zane. Mereka berbalik dan melangkah menuju keluar pintu diikuti oleh Mom dan Dad.

Zander berjalan paling akhir, beriringan denganku. Ia bahkan sengaja mendekatkan diri hingga kami seakan berjalan berdempetan.

"Jangan lupa apa yang telah kukatakan sebelumnya, Little Pet. Aku menunggumu di Vermont."

Aku memilih tak menjawab bisikannya. Kupercepat langkah agar segera menyusul Zane dan Tuan Nathan yang tengah mendekati mobil mereka.

"Tunggu! Zane!"

Zane sontak menghentikan gerakan membuka pintu mobil. Ia segera menoleh ke arahku dengan raut wajah antusias.

Aku mengabaikan Zander, bahkan Mom dan Dad saat setengah berlari menghampiri Zane. Napasku sedikit terengah begitu tiba di hadapannya.

Tanpa ragu, aku menghadiahkan kecupan ringan ke pipinya. "Tunggu aku saat liburan musim panas. Aku ingin mengenalmu lebih dekat."

Zane terperangah beberapa saat. "Kau serius? Bagaimana dengan ...."

"Lupakan kata-kataku sebelumnya," bisikku dengan cepat di telinganya. "Itu hanya salah paham. Aku akan jelaskan nanti kapan-kapan. Aku sudah memikirkan ulang dan aku yakin dengan apa yang kuinginkan."

Really, Lea? Sejak kapan kau mulai pintar berbohong?

Aku mengabaikan suara hatiku atau apalah itu. Tak ada waktu untuk mundur sekarang.

Zane menatapku beberapa saat seraya memberikan senyuman termanisnya. "Tentu, Lea. Aku mengerti dan senang mendengarnya. Datanglah kapan saja kau mau. Aku akan menunggumu."

Tuan Nathan juga sempat terlihat kaget, tetapi kemudian tertawa senang sambil menoleh ke arah Dad dan Mom. Ia memberitahu mereka dengan kode tangan dan gerak bibir tentang apa yang baru saja kulakukan. Tentu saja itu membuat Mom dan Dad ikut tergelak penuh semangat bersamanya.

Aku tak perlu melihat ke belakang untuk mengetahui apa yang dilakukan Zander. Bisa kurasakan bulu kudukku meremang, seakan merasakakan tatapannya yang mengerikan.

Aku berbalik saat Zane dan Tuan Nathan telah menaiki mobil. Kulihat Zander melangkah cepat, bahkan hampir menubrukku. Wajahnya sangat terlihat dingin, begitu kaku.

Aku bisa menyamakan apa yang kulihat dengan ekspresi salah satu psikopat di True Crime. Kami sempat beradu tatap beberapa saat ketika ia berjalan melewatiku.

Tak ada kata-kata apa pun yang terucap dari lelaki itu lagi sampai ia membuka pintu kabin mobil dan memasukinya. Aku berbalik kembali untuk menatap kepergian mereka. Namun, tatapan menusuk Zander sekilas sebelum menutup pintu kabin kembali, seakan mampu memberitahu, perang kami baru saja dimulai.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro