Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 37

Aku bisa merasakan atmosfer tak nyaman di suite room hotel milik Tuan Nathan. Tatapan Mom dan Dad terus menyorot tajam ketika Zander dan orang tuanya memberitahu mereka soal kehamilan.

Zander bahkan masih dalam masa pemulihan usai keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi dan mendapat perawatan intensif cukup lama di rumah sakit. Namun, masih sempat-sempatnya dia ingin membahas soal ini dan meminta orang tuanya untuk segera membicarakan pernikahan kami dengan orang tuaku.

Tak ada kata atau pun omelan keluar dari mulut Mom. Tak pula Dad meluncurkan kalimat kemarahan. Namun, keheningan mereka justru terasa lebih menakutkan.

Aku hanya bisa menunduk, memilin-milin jemari, laksana seorang terdakwa yang tengah pasrah menanti keputusan hukuman. Meski Zander duduk di samping, mengusap-usap punggungku, tetap saja tak bisa memberikan keberanian yang kuinginkan.

Kekecewaan atau kemarahan kadang tak perlu diucapkan dengan kata-kata. Karena, pada kenyataannya keheningan jauh lebih mampu dalam mengungkapkan itu semua.

Aku hanya mengerti satu hal kini. Omelan orang tuaku akan lebih melegakan daripada mendengarkan keheningan mereka saat ini.

"Mom, Dad, mohon maafkan aku."

Untuk ke sekian kali, kembali kuucapkan kalimat itu. Cairan bening hangat mengumpul di mata, sebagian bergulir perlahan, tanpa suara. Aku menguatkan genggaman tanganku, seakan berharap cukup bisa memberikan rasa sakit agar kesadaran tak hilang dari diri.

Betty berdeham. "Mmm, kurasa yang dibutuhkan anak-anak kita sekarang adalah solusi saat ini. Walau bagaimana pun, kita ...."

"Apa yang bisa kami harapkan dari Zander?" Suara Mom terdengar sangat pelan untuk bisa dikatakan sedang marah atau murka. Ia seperti seorang yang terlalu lelah untuk berbicara.

Usapan tangan Zander di punggungku terhenti. Aku tahu apa yang ia rasakan saat ini.

"Apa maksudmu, Martha? Zander adalah adik Zane, putra kami satu-satunya kini yang masih hidup."

Kuangkat wajah sedikit saat mendengar nada kesedihan di nada suara Betty. Tuan Nathan tercenung di sampingnya.

"Aku paham, janji adalah janji. Zane telah tiada, seharusnya tak masalah jika memang perjodohan antara keluarga kita tetap dilanjutkan. Namun, apa jaminan bahwa Zander bisa bertanggung jawab terhadap hidup Lea, putri kami satu-satunya? Zander bahkan tak bisa mengurus hidupnya sendiri."

"Edward, aku mengerti soal keraguanmu terhadap Zander. Soal itu, aku berjanji akan mengurusnya. Aku dan Betty tak keberatan jika harus mengambil alih soal tanggung jawab ...."

"Aku tak butuh tanggung jawabmu dan Betty, Nathan. Ini soal putramu. Kita semua tahu bagaimana dia. Kini ditambah masalah pekerjaannya ... yang sebelumnya. Ini ...," Dad mengembuskan napas panjang, "tanpa bermaksud kasar, tapi ini sangat mengecewakan dan memalukan."

"Putriku tak pernah melakukan kesalahan yang kotor seperti ini. Kenapa, kenapa putra kalian mengotorinya ...?" Mom mulai terisak.

"Kami minta maaf atas kesalahan putra kami. Namun, saat ini yang terpenting adalah bagaimana mengatasi masalah kehamilan Lea, bukan?"

"Ini bukan sekedar masalah kehamilan, Nathan!" sergah Dad. "Ini soal jaminan! Apa yang bisa dijaminkan oleh putramu untuk masa depan putriku?! Jika hanya soal kehamilan, aku bisa menyuruhnya menggugurkannya!"

"Tidak!" teriak Betty dan Zander bersamaan. Mereka saling pandang.

"Aku tak setuju jika Lea harus menggugurkan kandungannya," ujar Zander tegas. "Aku tak akan menerima itu!"

Betty ikut mengangguk tanpa ragu. "Aku juga menentang ide itu."

"Lalu apa? Haruskah Lea menikah dengan Zander yang seorang mantan ...." Mom seakan kesulitan menyebutkan kata selanjutnya. "Aku tak mau menyebutkan kata kotor itu!"

"Zander bahkan tak punya pekerjaan tetap. Ia bisa melakukan apa?" imbuh Dad.

"Aku sudah bilang, aku akan mengurusnya sampai kalian merasa puas dengan putraku. Sampai kalian rela memberikan putri kalian padanya. Kumohon, demi persahabatan kita, Edward, beri putraku sebuah kesempatan, sebagaimana aku pun mencoba memberikannya satu hal yang sama."

Mom dan Dad saling melirik tanpa kata untuk beberapa lama. Mereka seakan tengah berkomunikasi melalui mata.

Apa Mom dan Dad sedang berpikir untuk memaafkanku? Tolong, Tuhan. Aku akan melakukan apa pun jika benar begitu, meniatkan diri untuk memperbaiki semua, kembali menjadi putri kebanggaan mereka.

Kuremas semakin kuat jemari-jemari tangan sambil menunduk, menunggu dalam harap-harap cemas. Kali ini, Zander pun turut menggenggam jemariku.

"Kami tak bisa membiarkan Lea kembali ke rumah."

Pilinanku terhenti. Genggaman Zander di jemari pun melonggar kini. Ucapan itu seakan terngiang di telinga berkali-kali. Aku menatap Mom dan Dad dengan pandangan mengabur oleh air mata. Semua kata-kata yang seharusnya siap kulontarkan, kini kembali tertelan sia-sia.

"Maksud suamiku, tidak untuk saat ini," koreksi Mom.

Apa maksudnya? Aku memandangi mereka penuh kebingungan.

Betty dan Tuan Nathan seolah memiliki kebingungan yang sama. Keduanya saling bertukar pandang sebelum sama-sama mengalihkan tatapan pada mereka. "Lalu?"

Mom menatap Dad. Lelaki itu mengangguk, seakan memberi isyarat, menyerahkan keputusan padanya.

"Kalian yang akan mengurus Lea dan Zander, tetapi tidak dengan memberikan atau meminjamkan harta atau uang kalian pada mereka, sampai keduanya bisa membuktikan diri bahwa mereka bisa bertanggung jawab dan memperbaiki semua kesalahan. Jika kami puas melihat hasilnya nanti, kami akan menerima mereka," ujar Mom tegas.

Tuan Nathan dan Betty termangu sejenak. Mereka menoleh ke Zander dan aku.

"Kalian sudah dengar itu?" tanya Tuan Nathan.

"Ya, aku dengar," sahut Zander, kembali meremas jemariku, "dan aku siap bertanggung jawab atas hidupku dan Lea, juga anak kami kelak dengan usahaku sendiri. Aku akan bekerja keras semaksimal mungkin, agar kalian bisa bangga dan menerima kami kembali."

"Kami hanya akan melihat bukti, bukan cuma kata-kata tak pasti," sahut Daf seraya bangkit dari kursi, diikuti Mom. "Kami permisi." Mereka pun pergi, menyisakan keheningan dan sisa isakku yang mengeras.

Tuan Nathan terdengar menghela napas. "Itu berarti, kalian tidak bisa tinggal di rumah peternakan atau di hotel ini."

"Lalu mereka akan tinggal di mana, Nathan?" Suara Nyonya Betty mulai serak kini, saat ia beralih ke sofa yang kududuki bersama Zander, turut mengelus-elus lembut punggungku.

"Mom, kau lupa, aku masih punya rumah danau yang kubeli bersama Simon. Sementara ini, kami akan tinggal di sana bersama mereka sambil aku mengurus usahaku sendiri."

Aku mendongak, menatapnya dengan mata basah. "Usaha apa?"

"Kau ingin melanjutkan ide restoran itu?" tanya Tuan Nathan.

Mataku melebar. "Restoran?"

Zander mengangguk, menatapku sebelum beralih ke Tuan Nathan. "Seperti yang telah kubicarakan sebelumnya denganmu, Dad. Aku sudah membeli dan mengambil alih sebuah restoran tua di Vermont.

"Aku membeli itu dengan uang tabunganku sendiri, yang dulu dipinjam untuk membeli rumah danau dan sudah dikembalikan oleh Simon, ditambah dari hasil kerja sama kami dalam usaha bar."

"Dari mana kau mendapat uang tabungan itu?" tanyaku penasaran.

Zander tersenyum. "Dari hasil pekerjaan serabutanku, paruh waktu, bahkan dari bisnis kecil-kecilan bersama teman-temanku. Sebagian besar memang berasal dari hasil pekerjaanku di klub. Namun, apa pun sebutannya, aku tetap menganggap itu sebuah pekerjaan."

Aku mengerti kini. Tak ada niat untuk menghakimi, yang terpenting apa yang akan kami jalani nanti.

"Bagaimana kau menemukan soal restoran itu?" tanya Betty heran.

"Simon memberitahuku bahwa pemilik restoran tua itu telah meninggal dan anak-anak mereka tak bisa meneruskan usaha orang tuanya tersebut karena mereka semua tinggal di kota dan negara lain, sehingga memutuskan menjualnya. Simon dan Sam akan membantuku cara mengurusnya."

Tuan Nathan menatapnya kecewa. "Jadi, kau tak butuh ajaran dari kami, orang tuamu soal bisnis dan makanan? Kenapa aku merasa, kau telah membuangku, Zander?"

Betty dan aku tertawa kecil mendengar itu. Isakku kini mereda. Kurasakan elusan tangan Zander di rambut kini. Mata kami pun bertemu.

"Tentu saja aku mengharapkan bantuanmu soal bisnis, Dad. Itu sebabnya aku membicarakannya denganmu waktu itu. Kau yang terbaik. Aku akan selalu butuh bantuanmu dan Mom.

"Kalian akan selalu menjadi orang tuaku sebagaimana kalian selalu menerima kekuranganku sebagai putra kalian. Meski jika kalian membuangku, aku akan selalu datang pada kalian."

Betty meraih tangan Zander, memberinya genggaman kuat. Ia terlihat sangat terharu.

Tuan Nathan mengangguk. "Ya, apa pun yang terjadi, kita akan selalu menjadi keluarga."

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro