Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 28

Saat makan malam tiba. Aku memilih hanya fokus pada makanan. Tak sekali pun mataku melirik ke arah Zander.

Dia duduk di sebelah Tim. Bocah itu berhadapan denganku. Simon ada pada posisi di ujung meja, diapit kanan dan kiri oleh Zander dan Luciana.

Suasana sangat hening, hanya terdengar bunyi sendok, garpu, dan pisau yang sesekali berdenting saat beradu dengan piring. Wajah Luciana terlihat kaku. Simon pun sama.

Apa pembicaraan antara keduanya memanas? Mereka berdebat dan bertengkar? Entah.

Tim melirik dan mengamati kami semua. "Ada apa dengan kalian? Dad, kau bertengkar dengan Lulu? Z, kau bermusuhan dengan Lea?"

Aku tersedak seketika, terbatuk-batuk sebelum buru-buru mengambil air minum. Mataku pura-pura tak melihat ke arah Tim dan Zander.

"Seharusnya kau bertanya kepada Lea, Tim. Kenapa dia terus mengabaikan dan menghindariku sejak kedatangannya ke Vermont?"

Aku menyorotkan mata ke arah Zander sambil menaruh gelas minuman ke meja. "Bukannya kau yang mengabaikanku?"

"Kau melakukannya lebih dulu. Kau bahkan tak menginap di rumahku, malah memilih di hotel."

"Aku hanya mengikuti orang tuaku. Mereka yang ingin menginap di sana!"

"Lalu kenapa kau ke sini, bukannya menginap di rumah peternakan? Kau takut padaku?!"

"Buat apa aku takut padamu! Memangnya kau merasa kau adalah penjahat yang perlu kutakuti?!"

"Kau mengira kecelakaan Zane adalah ulahku? Kesalahanku?!"

"Memangnya kau berpikir seperti itu?!"

"Wow, wow, kuharap tidak akan ada yang memulai perang melempar makanan saat ini. Aku susah payah memasak untuk kalian semua."

"Memangnya siapa yang menyuruhmu memasak, Simon?! Aku?! Salahkan aku saja!"

"Lulu, aku tak bermaksud begitu!"

"Kau berpikir aku menyusahkanmu, bukan?!"

"Tidak! Itu hanya perasaanmu saja!"

"Kenyataannya begitu! Kau memutuskan semua sendiri tanpa berunding denganku! Kau pikir aku hanya anak kecil yang tak bisa diajak bicara?!"

Tim berdeham. "Tolong pelankan suara kalian. Ada anak kecil malang di sini yang hanya ingin menyelesaikan makan malamnya dengan tenang."

Aku kembali melanjutkan menyendok sup. Mataku melirik ke samping. Lulu pun terlihat fokus kini pada supnya.

Simon memotong-motong irisan daging panggang dengan kasar, lalu melahapnya penuh emosi, seakan makanan itu telah melakukan dosa besar padanya. Zander ... entah. Aku tak mau melihat lelaki itu.

Aku tak sanggup duduk di sana lebih lama. Kuletakkan sendok ke pinggir mangkuk, lalu berdiri. "Maaf, aku sudah selesai."

"Kau belum menghabiskan makan malammu, Lea," tegur Zander.

"Memangnya itu urusanmu?" sahutku tanpa menoleh, terus melangkah ke lantai atas.

Aku baru sampai di ujung tangga lantai atas, saat kudengar langkah kaki cepat menyusul di belakang. Belum sempat menoleh, Zander telah menarik lenganku dan memaksa mengikutinya memasuki kamar yang ia biasa tempati. Tempat kami bercinta saat pertama kuinjakkan kaki di rumah ini.

Ia melepaskan cekalan, lalu menutup dan mengunci pintu. Matanya menyorotkan tatapan penuh amarah. "Kau tidak bisa menyalahkanku atas apa yang terjadi pada Zane! Kau pikir aku tak merasa bersalah dan tak menderita karena kehilangan kakakku?"

"Kau tahu persis apa yang terjadi. Jika kau tak menghancurkan ponselnya, ia tak perlu repot mampir membeli ponsel baru!"

Ia mengerutkan kening. "Kau tahu soal itu? Dia menceritakannya padamu?"

"Ya!" Aku menentang tatapannya dengan berani kali ini. "Zane dan aku saling terbuka. Tidak ada rahasia di antara kami. Berbeda dengan kau! Berapa banyak yang kau sembunyikan dariku?! Apa saja kebohonganmu?!"

"Lea! Aku sudah menceritakan semua padamu! Bukankah kemarin kita baik-baik saja? Kau bahkan bilang akan memberiku kesempatan?!"

"Itu sebelum aku tahu apa yang kau lakukan pada Zane! Kau membuatnya seolah dia yang bersalah padamu! Kau lah yang mencuriku darinya! Kau yang membuat aku mengkhianati dan menyakitinya!"

Zander menangkupkan kedua tangannya ke wajahku. "Lea, dengar. Aku memang salah saat itu. Aku tahu seharusnya tak melakukan itu pada saudaraku. Aku menyayanginya. Ia tahu itu. Kecelakaan Zane bukan ulahku. Aku tak mungkin membunuh kakakku sendiri. Aku bahkan tak pernah ingin menyakitinya. Aku bersumpah, Lea. Aku akan menyelidiki ini."

Aku menepiskan kedua tangannya dari wajah. "Seakan kau bisa saja. Sejak kapan kau bertanggung jawab atas masalah yang kau timbulkan? Zane telah melakukan banyak hal untukmu!"

"Aku tak memungkiri fakta itu! Dia memang lebih baik dariku! Tapi dia melakukan hal-hal baik bukan demi diriku, tetapi untuk dirinya sendiri!"

"Dia melindungimu! Menjagamu! Bahkan ia mengambil alih tanggung jawab yang kau tinggalkan seenaknya!"

"Apa maksudmu?" Mata Zander mengerjap memandangiku.

"Kau meninggalkanku tanpa kata begitu saja! Kau tak tahu bagaimana ketakutanku dan hanya Zane yang bisa menenangkanku! Kau di mana saat itu?! Oh, ya." Aku tertawa seperti orang tak waras. "Kau sedang sibuk melayani seorang wanita tua!" Mataku menyorot tajam ke arahnya.

"Aku sudah katakan padamu soal itu. Itu terpaksa untuk melepaskan diri darinya! Aku melakukan itu demi dirimu, Lea!"

"YOU F***ED HER!" Napasku tersengal usai meneriakkan kalimat itu sekuat tenaga. "Mau bagaimana pun aku menerimanya, tetap saja bayangan saat kau melayaninya terus ada di pikiranku!"

Zander diam. Namun, matanya tak lepas dariku. "Lalu kenapa kau terlihat masih menikmati saat bercinta denganku kemarin, Lea?" Ia tertawa sinis kemudian. "Oh, aku lupa menanyakan. Kau menikmati saat bercinta dengan siapa? Aku atau Zane?"

Tanganku seketika mendarat di pipinya. Kami sama-sama terkejut. Namun, aku segera menguasai diri.

"Setelah kau pergi kemarin, aku bercinta dengan Zane untuk pertama kali. Ia tak pernah menyentuhku sebelumnya. Dia lelaki paling baik yang pernah kukenal." Suaraku terdengar bergetar saat mengucapkan itu.

Aku menatap Zander nyalang. "Zane tidak seperti kau yang menghamili calon tunangan kakaknya sendiri!"

Kubalikkan tubuh, berniat melangkah cepat meninggalkan ruangan. Namun, baru sempat membuka kunci pada pintu, Zander kembali menahan dan membalikkan diriku untuk menghadapnya.

"Apa barusan yang kau katakan? Menghamili? Bayi di perutmu ... anakku? Bukan anak Zane?" Matanya menatap horor padaku. Ia seakan tak sadar telah mencengkeram kedua bahuku.

"Apa pedulimu? Kau tak akan memilikinya. Orang tuaku tak mungkin menerima bayi dari hasil perbuatanmu. Aku akan membuang ini dariku. Selamat, kau sudah menghancurkan masa depanku yang seharusnya bersama kakakmu, Zander Zack."

Suaraku terdengar sangat dingin. Aku bahkan tak percaya kata-kata itu bisa keluar dari mulut begitu saja.

Zander terlihat sangat syok. Ia tak bisa berkata apa pun. Mata lelaki itu terus menatap penuh horor padaku.

Aku bahkan bisa melihat tangan lelaki itu kini gemetar dan lemas saat dia menurunkannya perlahan. Air mata terlihat mengalir ke pipi Zander kemudian. Ia kini menatap kosong seolah telah kehilangan jiwa dan kesadaran.

Tak pernah kulihat ia membeku seperti itu. Sempat muncul perasaan ingin memeluk dan memberinya ketenangan. Namun, aku justru melakukan sebaliknya. Kubuka pintu, lalu pergi meninggalkan Zander tanpa sepatah kata apa pun lagi.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro