CHAPTER 19
Dia benar-benar marah? Apa ia akan mengadu pada orang tua kami? Bagaimana hubungan Zane dengan Zander nanti?
Pikiranku kembali kacau. Aku sungguh bodoh. Tidak seharusnya kuperlakukan Zane seperti itu. Lelaki itu berhak mendapat penjelasan. Ya, itu dia.
Aku bergegas melangkah ke kamar hendak mengambil ponsel, tetapi sebuah ketukan menghentikan langkahku. Kubalikkan tubuh, kembali menuju pintu.
Saat pintu kubuka, Zane terlihat di depanku. Raut wajahnya seperti seorang yang tengah membawa beban berat.
"Apa kau ... bisa ... menghubungi Z?" tanyanya terbata-bata.
Aku menggeleng bingung. "Bukankah kau yang bilang akan menghubunginya untuk menjemputku?"
"Dia tak menjawab ... panggilanku meski kucoba ... berkali-kali. Ini ... bukan kebiasaannya."
Tubuhku menegang, tetapi aku berusaha tetap bersikap tenang. "Aku belum menyimpan nomor Zander." Kulihat raut wajahnya yang tampak terkejut. "Ia tak pernah menelepon ke ponselku."
Ya, Zander dan aku memang belum pernah berhubungan lewat ponsel secara pribadi. Namun, kami sudah melakukan hubungan intim beberapa kali.
Aku tak mungkin memberitahu Zane saat ini mengenai hal itu, bukan? Yang jelas, ia kini terlihat lebih tenang. Mungkin dia mengira Zander tak cukup dekat denganku.
"Kalian tak pernah mengobrol lewat ponsel? Ah, apa ia belum punya nomormu? Seingatku, aku sudah memberitahunya."
Ia terlihat bingung, atau mungkin pura-pura? Entah.
Lelaki itu segera menyadari pandanganku yang mengawasinya. "Oh, mungkin Z lupa menyimpan nomormu. Ia kadang suka begitu. Maksudku, Z selalu lebih sering menghafal dan menyimpan nomor penting di otaknya, terutama untuk keluarga. Menyimpan di kontak ponsel baginya itu tidak cukup aman."
Aku mengerutkan kening. "Tidak aman? Apa itu berhubungan dengan klubnya?"
Raut wajah Zane kini berubah murung. "Kau sepertinya sangat perhatian dengan adikku. Aku tidak tahu, apakah ...."
Ini saatnya untuk memperbaiki kesalahanku tadi. Meski itu membuat aku merasa buruk karena harus membohongi Zane.
"Tidak bisakah aku peduli pada calon adik iparku?"
Mata Zane pun berbinar. "Ah, maafkan sikapku sebelumnya. Aku ... entah apa yang terjadi. Mungkin aku sedikit lelah."
Entah kenapa aku tiba-tiba merasa iba pada Zane. Ia lelaki baik. Tak seharusnya kubohongi seperti ini.
"Kau tak mau masuk dulu?"
Ia tersadar. "Oh, sebentar. Aku akan coba hubungi mamaku dulu."
Dia pun segera menjauh. Mungkin ia tak mau pembicaraan masalah keluarga mereka terdengar olehku.
Kuputuskan membiarkan pintu terbuka, lalu berbalik kembali ke meja makan. Selera makanku telah hilang. Jadi, aku mendudukkan diri sambil meraih minuman di meja.
Aku terus berpikir sambil menyesap minuman. Kenapa Zander tak bisa dihubungi? Apa dia benar-benar tak menyimpan nomor kontakku atau menghafal dan menyimpannya di otak saja seperti yang dikatakan Zane tadi?
Jika memang demikian, bukankah itu berarti Zander menganggap aku bagian dari keluarga? Atau hanya sekedar salah satu di daftar orang penting baginya? Kemungkinan buruknya, dia memang lupa menyimpan nomorku.
Ke mana dia? Kenapa Zane tak bisa menghubunginya? Apa yang dibicarakan begitu rahasia dengan Betty sampai ia harus menjauh saat ingin menghubunginya, terkesan tak ingin aku mendengar obrolan mereka?
Apa mungkin itu berhubungan dengan Nyonya Black atau Klub The Wild? Keluarganya tahu soal hubungan Zander dengan mereka?
Aku menaruh gelas minuman ke meja. Tanganku kini memijit kedua pelipis sambil memejamkan mata.
Kepalaku menoleh cepat saat mendengar langkah Zane yang tergesa-gesa. "Hei, bagaimana ...."
"Apa yang terjadi saat kalian bersama Z seharian tadi?" potongnya dengan raut wajah terlihat panik.
Tubuhku pun sontak menegang. "Tidak ada. Dia hanya mengajak aku dan Lulu ke bar dan rumah danau Simon, bertemu putranya, lalu aku diajak menemui Sam. Kami pulang saat ia bilang kau meneleponnya untuk segera membawa kami kembali ke hotel."
"Aku tak meneleponnya." Ia menggeleng-gelengkan kepala seraya menatapku intens. "Ada yang terjadi setelah itu?"
Otakku mulai kusut. "Tidak ada. Dia ... mengantarku sampai depan hotel, lalu pergi begitu saja ... tanpa mengatakan apa pun. Kukira ia mungkin ... terburu-buru untuk pulang. Jadi, aku tak terlalu memikirkannya." Aku mengerjapkan mata saat menyadari reaksi Zane. "Dia belum tiba di rumah?"
Zane menggeleng lagi. Wajahnya semakin tampak tegang kini. "Mamaku bilang Zander belum kembali, bahkan tak memberi kabar sama sekali."
"Mungkin dia mampir ke suatu tempat?" Aku mencoba tetap bersikap tenang meski jantungku berdentum tak karuan.
"Tanpa memberi kabar, tanpa menjawab telepon?" Zane kembali menggeleng tanpa melepaskan pandangan dariku. "Itu bukan kebiasaannya. Ia memang kadang tak pulang dalam jangka waktu lama, seperti beberapa hari, juga pernah seminggu atau lebih, tetapi ia selalu memberi kabar dan menjawab teleponku."
Ia mulai mondar-mandir sambil mengerutkan kening. Dia mengangkat tangannya yang masih memegangi ponsel.
Jarinya terlihat sibuk menggulir saat ia menatap layar ponsel. Mungkin itu daftar nama kontak.
Ia sepertinya menekan sesuatu sebelum menaruh ponsel di antara mulut dan telinga. "Halo."
Dia menelepon siapa? Polisi? Atau mungkin, papanya?
"Simon, maaf mengganggumu. Kau masih menyimpan nomor kontak Sam? Bisakah kau mengirimkannya padaku?"
Ia diam sejenak, mungkin sedang mendengarkan Simon yang berbicara. "Bukan, aku tak sedang ingin mencari masalah dengannya. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu. Ini sangat penting."
Zane mengerang sambil mengusap satu mata, hingga ke pelipis kirinya. "Apa Z menghubungimu setelah ia membawa Lea pulang?"
Kepalanya menggeleng lemah saat mendengarkan jawaban Simon. "Tidak. Lea sudah kembali ke hotel, tetapi dia tak pulang ke rumah. Aku tak bisa menghubunginya. Awal-awal kuhubungi, tidak diangkat. Saat aku telepon lagi, sepertinya sudah dinonaktifkan."
Aku makin menegang. Tubuhku mulai gemetar memikirkan berbagai kemungkinan.
"Baik. Terima kasih. Aku akan mengabarimu nanti."
Tanda pesan masuk berbunyi. Zane segera membukanya tanpa ragu. Ia menekan sesuatu dan kembali mengangkat ponsel, menaruhnya lagi di antara mulut dan telinga.
"Halo, Sam. Ini aku, Zane Zack." Ia melirik ke arahku sekilas, lalu memberi kode permisi sebelum melangkah menjauhiku.
Lagi-lagi percakapan rahasia. Kenapa aku tak boleh tahu? Itu cukup membuatku gusar karena tersiksa oleh rasa penasaran.
Dari ekspresi wajah Zane saat berbicara dengan Sam, aku bisa menyimpulkan, mereka sepertinya tengah bersitegang. Apa yang mereka bicarakan?
Jangan-jangan yang kupikirkan benar. Ini semua berhubungan dengan Nyonya Black atau Klub The Wild.
"Jangan mengajari aku bagaimana cara menjaga calon tunanganku! Aku hanya ingin kau mencari tahu keberadaan adikku apakah ia ada di klub atau tidak! Tanya teman-teman gigolomu yang lain! Jika terjadi sesuatu pada Z, kau akan berurusan denganku!" Zane segera memutus kontak. "Dasar keparat!"
Ia tersadar saat bertemu tatap denganku yang tengah memandanginya dalam tatapan lebar dan kebingungan. "Jangan cemas. Semua akan baik-baik saja."
Itu lebih tepat sebagai kalimat penenang untuk dirinya sendiri. Karena, aku sedikit pun tak percaya jika semua akan baik-baik saja.
Apa tadi yang dia katakan? Gigolo? Astaga.
"Gi ... golo ...." Mulutku tanpa sadar meloloskan kata itu. Aku mungkin menambahkannya dengan tatapan syok saat ini ke arah Zane.
Ia menghela napas, lalu duduk di meja makan, di hadapanku. Dia seakan menimbang-nimbang. "Papaku tak tahu soal ini. Jadi, kumohon kau berjanji, berhati-hati untuk jangan sampai ia tahu."
Otakku masih tak mampu berpikir. "Apa ... maksudmu?"
"Z anggota The Wild. Itu merupakan klub rahasia yang setahuku dimiliki oleh wanita simpanan seorang ketua gangster yang cukup berbahaya di Amerika, Rose. Sam yang mengenalkannya pada Rose atau Nyonya Black, nama si pemilik klub. Saat itu, Z berusia sekitar tujuh belas tahun, sedangkan aku masih sibuk kuliah saat itu. Kau tahu, kami beda umur tiga tahun.
"Aku mengetahui itu saat ia menceritakannya padaku. Aku sangat marah, tetapi tak berdaya begitu mendapat teror dari para anak buah Rose.
"Menurut Sam, saat aku bertanya padanya, Rose sangat menyukai dan menggilai Z. Ia bahkan tak membiarkan pelanggan-pelanggannya menyewa Z. Z hanya miliknya sendiri. Aku takut dan tak tahu harus melakukan apa. Aku sangat kuatir akan terjadi sesuatu tak hanya padaku, tetapi juga mama dan papaku, juga Z.
"Aku baru berani memberitahu mamaku setelah beberapa bulan kemudian ketika ia mulai curiga melihat kebiasaan Z yang kerap tak pulang. Karena tak ingin membuatnya kuatir, tadinya aku hanya mencoba membohonginya, dengan mengatakan Z menginap di rumah danau temannya, Simon.
"Namun, lama-lama dia mulai curiga saat melihat beberapa ... kondom ... yang disembunyikan Z di saku jin. Adikku itu lupa telah menyimpannya di sana. Mamaku menemukan benda-benda itu saat hendak mencucinya. Ia juga semakin heran dengan setumpuk uang yang ditemukannya di tas Z. Mamaku pun menginterogasiku, bertanya apakah aku mengenal pacar Z.
"Z memang sedikit lebih liar dan bebas daripada aku. Ia tipe pemberontak meski dulu sangat dekat denganku dan Mom. Dia keras kepala, tak suka diatur dari sejak kecil. Saat Z memutuskan sesuatu, tak ada yang bisa mengubahnya. Aku bahkan pernah heran, ia bisa memiliki beberapa teman yang berbeda umur cukup jauh dengannya.
"Mom memarahiku yang tak bisa mengawasi adik satu-satunya dan bertanya apakah aku yang memberinya uang untuk membeli alat-alat pengaman sebanyak itu dan juga yang ditemukannya di tas. Ia terus mencecarku. Kau tahu bagaimana mamaku, bukan?
"Aku memberitahunya. Lea, mamaku sebenarnya wanita yang cukup tangguh, tetapi tak setangguh itu untuk menghadapi Rose. Kami mencemaskan hal yang sama.
"Sam pun semakin sulit aku temui sampai aku memutuskan berhenti mencarinya. Aku tahu, ia pun mungkin memiliki kesulitan dan ketakutan yang sama."
Aku hanya mengangguk tanpa kata, tetapi telinga terus fokus mendengarkan Zane yang kembali bercerita. Perasaanku sungguh tak karuan, ditambah jantung penuh dentuman meriam. Meski pikiran berkecamuk penuh tanya, tetapi kukunci mulut untuk tetap diam.
Zander sudah menjadi gigolo sejak usia tujuh belas tahun? Astaga. Itukah yang menjadi rahasia keahliannya dalam bercinta? Itu alasan kenapa ia seakan mahir dan begitu menguasainya?
Nyonya Black atau Rose adalah simpanan ketua gangster yang cukup berbahaya? Zander terlibat dengan wanita itu?
Z adalah gigolo kesayangan Nyonya Rosa yang tak mau dibagi dengan pelanggan-pelanggannya? Siapa pun tahu itu artinya apa!
Lea, kau melibatkan dirimu dengan sebuah masalah dan bahaya yang besar!
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro