Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Semena-Mena

Sena menjadi gusar ketika tahu istrinya saat ini magang di perusahaannya. Entah mengapa ia ingin sekali mengetahui di divisi mana sang istri ditempatkan, bagaimana pun juga ingin tahu dimana dan apa saja yang dilakukan oleh istrinya itu. Tanpa berpikir panjang Sena menelepon bagian recruitment dan bertanya tentang dimana saja anak magang di tempatkan.

"Empat orang perempuan ditempatkan di divisi pemasaran dan dua laki-laki di divisi adsministrasi gudang, Pak," jelas seseorang dari sambungan telepon.

Tanpa berkata-kata dan menanggapinya Sena mematikan sambungan telepon, ia dengan cepat melangkahkan kakinya keluar ruangan menuju lift yang akan membawanya ke lantai empat tempat divisi pemasaran berada. Dan benar dugaannya. Ia melihat Mita disana bersama teman-temannya sedang bekerja dengan beberapa karyawan pria yang terlihat menggodanya. Dan yang lebih membuatnya kesal Mita justru terlihat menanggapi dengan baik karyawan-karyawan pria tersebut seolah tak menyadari ada maksud terselubung di dalamnya.

"Sial!" desisnya dalam hati.

Sena melangkahkan kaki pergi, ia kembali menuju ke ruangannya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia sungguh kesal dengan Mita yang bersikap baik kepada pria lain selain dirinya.

"Awas saja! Aku akan menghukumnya nanti!" geram Sena.

Sena kembali menyalakan komputernya, mencoba kembali memfokuskan dirinya dengan pekerjaan. Namun, pikirannya dipenuhi dengan rasa kesal dan amarahnya kepada Mita. Sena memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya dan memilih pulang lebih awal.

"Mau kemana lu?" tanya Surya yang melihat Sena meletakkan beberapa berkas di mejanya.

"Gue mau balik duluan, ada urusan. Tolong lu kerjain ini dulu," tutur Sena seraya melangkahkan kaki pergi.

"Tumben! Kenapa sih? Urusaan apaan, wey?" cecar Surya penasaran.

Sena tak menanggapinya, ia melangkahkan kaki cepat keluar dari ruangan Surya dan segera masuk ke dalam lift. Sena meminta supir kantor mengantarnya pulang.

"Antarkan saya pulang, Pak!" titah Sena kepada salah seorang supir.

"Baik, Tuan."

Sena sampai di rumah tepat ketika Dafin selesai makan siang. Sena menghampiri Dafin lalu menggendongnya masuk ke kamar Dafin.

"Papa kok sudah pulang?" tanya Dafin polos.

"Pekerjaan Papa sudah selesai, jadi Papa pulang," jawab Sena asal.

"Ini waktunya tidurkan? Ayo kita tidur siang."

"Papa mau nemenin Dafin bobok siang?" tanya Dafin polos.

Sena menganggukkan kepalanya dan tersenyum yang membuat Dafin melompat kegirangan. "Yeay! Makasih ya, Pa."

"Sama-sama, Sayang."

Hari ini, Sena menggantikan posisi Mita menjaga dan menemani Dafin mulai dari tidur, makan, mandi dan bermain sehingga Dafin senang.

Jam menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit, Mita menghembuskan nafas kasar. Ia sudah menebak jika ia akan dimarahi oleh Sena sampai rumah nanti.

"Tamat sudah riwayatku! Aku pasti akan dimarahi habis-habisan nanti!" ucapnya dalam hati.

Dengan tubuh lelah dan perasaan bersalah, Mita melangkahkan kaki perlahan masuk ke dalam kamar yang sudah menjadi kamar dirinya dan Sena. Sebenarnya niatnya ingin meminta maaf lebih dulu sebelum Sena marah karena pulang terlambat, tetapi apa yang ia takutkan benar-benar terjadi Sena lebih dulu memarahinya.

"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?" cecar Sena dengan tatapan tajam.

Dengan tubuh yang bergetar Mita memberanikan diri untuk membuka suara. "Maaf, Mas tadi kan aku sudah bilang kalau aku mulai hari ini magang. Dan aku gak tau kalau ternyata anak magang juga ikut lembur."

"Kenapa gak mengirim pesan? Apa kamu lupa siapa dirimu sekarang dan bagaimana tugasmu! Apa perlu ku perjelas lagi, hah?" bentak Sena yang sudah tak bisa menahan emosinya.

Mita menunduk, setetes air mata jatuh di pipinya. Sungguh Mita benci sekali dengan suara lantang dan nada kasar, karena itu sangat menyakiti hatinya dan membuatnya terlihat lemah.

"Maaf, Mas. Saya salah karena lalai akan tugas saya hari ini, besok saya akan mengundurkan diri dari tempat magang saya saja. Maafkan saya." Mita berucap dengan suara terbata karena menahan tangisnya. Sungguh ia tak ingin memperlihatkan air matanya di depan Sena.

Tanpa menunggu respon dari Sena, Mita langsung ke luar dari kamar Sena dan masuk ke dalam kamar Dafin.

"Mama," panggil Dafin kegirangan. Ia berlari lantas memeluk kaki Mita.

Mita mengusap air matanya, ia lantas meraih tubuh mungil Dafin dan memeluknya erat. "Maafin Mama ya, Sayang karena pulang terlambat."

Dafin menganggukkan kepalanya lalu tersenyum manis. "Enggak apa-apa kok, Ma."

"Dafin, sudah makan?"

"Sudah, Ma."

"Baiklah, kalau begitu Dafin tunggu disini dulu ya? Mama mau mandi dulu," tutur Mita lembut.

Mita mendudukkan Dafin di atas ranjang, ia kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelahnya, ia menemani Dafin belajar lalu membacakan buku dongeng Dafin hingga Dafin tertidur.

Mita menyelimuti tubuh Dafin, mengunci pintu kamar Dafin, mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur. Ia duduk di pinggiran ranjang sembari menangis mengingat akan suara bentakan Sena kepadanya.

Tok tok tok

Suara pintu di ketuk dari luar tapi Mita tak menghiraukannya. Mita menghapus air matanya. Ia memilih membaringkan tubuhnya di samping Dafin dan menutup rapat telinganya. Mengabaikan suara Sena yang memanggilnya dari luar.

"Itu pasti Mas Sena, sebaiknya aku biarkan saja. Aku sedang tidak ingin bertemu dengannya," gumam Mita.

Mita menyelimuti seluruh tubuhnya, menutup kepalanya dengan bantal lalu berusaha memejamkan matanya. Benar saja, tubuh yang lelah membuat Mita dengan cepat terlelap tidur.

"Sial! Dia sengaja mengabaikanku!" desisnya dari luar pintu.

Sena berjalan kembali ke kamarnya, melempar tubuhnya di atas ranjang dengan mulut yang  terus mengomel.

"Hah! Sebaiknya aku tidur saja!" desisnya kesal.

Sena membenarkan posisi tidurnya, ia memejamkan matanya, mencoba untuk tidur tetapi tidak bisa. Mata masih saja terjaga.

"Apa aku tadi terlalu kelewatan ya ngomongnya?" tanya bermonolog dengan dirinya sendiri.

"Tidak-tidak! Itu salah dia sendiri! Kenapa juga tidak mengirim pesan kepadaku dulu," ucap Sena membuat pembenaran akan sikapnya.

Sena terus bermonolog dan mencari pembenaran atas dirinya sendiri hingga tanpa sadar matanya terasa berat dan ia terlelap tidur.

Keesokan paginya, Mita bangun kesiangan sehingga tidak sempat memasak, ia segera mandi lalu berganti pakaian. Kemudian membangunkan Dafin, memandikannya serta mendandaninya seperti biasa.

"Sayang, ayo kita berangkat. Dafin makannya di mobil saja ya? Mama suapin Dafin di jalan," tuturnya yang disetujui oleh Dafin.

Mita menggendong bocah kecil itu menuruni anak tangga, menyiapkan makanan yang akan ia suapkan kepada Dafin di dalam mobil lalu berpamitan kepada Sena yang sedang sarapan disana.

“Permisi, Mas. Saya mau berangkat kerja sekalian mau antar Dafin ke sekolah,” ucap Mita mencium punggung tangan sang suami kilat tanpa menatap wajahnya.

Panas! Itu yang dirasakan oleh Sena kala kulit tangannya menyentuh dahi sang istri. Sena langsung meraih lengan sang istri dan menghentikan langkahnya yang membuat Mita mau tidak mau membalikkan badan.

“Ada apa, Mas?” tanyanya datar.

“Hari ini kamu tidak boleh kemana-mana!”

“T-tapi Mas?” ucap Mita dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.

Marah pasti, kesal apalagi, tapi pikiran terberat Mita adalah magangnya, sudah pasti perusahaan sebesar itu tidak akan mentolerir dirinya lagi jika hari ini tidak masuk tanpa sebab. Dan itu tandanya dirinya harus merelakan mengulang untuk mencari tempat magang yang baru.

"Bagaimana dengan Dafin? Saya sudah terlanjur janji sama dia," ucap Mita mencoba bernegosiasi.

“Hari ini dia akan berangkat dan pulang dengan saya dan kamu!" Sena menuding ke arah Mita dengan sorot mata tajam.

"Kamu tidak boleh kemana-mana," lanjut Sena.

Mita memejamkan matanya sejenak, ia pasrah sekarang meski sungguhnya ia ingin sekali marah dengan Sena tetapi dia tak bisa melakukannya. Ia memilih diam dan menuruti apa yang Sena ucapkan saja.

“Oke.” Mita menganggukkan kepalanya.

Dengan tubuh yang mulai terasa tidak enak, Mita berjongkok, ia mensejajarkan wajahnya dengan wajah Dafin, ia mengusap lembut pipi Dafin lalu mendaratkan sebuah kecupan pada dahi dan kedua pipi Dafin.

“Sayang, hari ini ke sekolahnya sama Papa dulu ya? Maafkan Mama gak bisa nganterin kamu ya, Nak.”

“Iya, Ma.” Dafin menganggukkan kepalanya mengerti.

"Anak pintar." Mita mengecup sekeli lagi pucuk kepala Dafin sebelum dirinya pergi.

Tanpa berucap apapun Mita membalikkan badannya hendak melangkahkan kaki menaiki anak tangga. Namun lagi-lagi Sena menghentikannya.

"Tunggu!" seru Sena.

"Apa lagi, Mas?" tanya Mita dengan mata berkaca-kaca menahan air matanya untuk jatuh.

"Masuk ke dalam kamar kita dan beristirahatlah disana! Kamu tahu apa konsekuensinya jika tak menurutinya kan?" tutur Sena dengan nada yang mengimintidasi. Sena meraih tubuh Dafin lalu berlalu pergi.

"Ishh!" desis Mita kesal.

Dengan langkah lemah Mita menaiki anak tangga menuju ke kamar Sena lalu membaringkan tubuhnya yang saat ini terasa lemas sekali ke atas ranjang, pandangannya berubah menggelap dan dia tak sadarkan diri saat ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro