Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Makan Siang Bersama

"Oke," ucap Sena spontan. Ia masih terpaku menatap Mita.

"Oke?" ulang Mita heran karena Sena begitu cepat memberikan keputusan kepadanya.

Sena menganggukkan kepalanya cepat. "Iya, aku oke," tutur Sena dengan kesadaran yang berangsur kembali. Ia mengusap tengkuknya yang sama sekali tidak gatal lalu menurunkan pandangannya, mengganti objek dengan layar ponselnya.

"Enggak mau lihat yang lain dulu, Mas?" Mita menunjuk ke arah beberapa kebaya pilihannya  yang sedang dipegang oleh dua orang pegawai toko.

Sena hanya melirik ke arah beberapa kebaya pilihan Mita, lalu menatap kembali ke arah Mita singkat dan kembali fokus pada ponsel di tangannya seraya menggelengkan kepala. "Enggak deh, itu saja!" tutur Sena datar.

Mita menganggukkan kepalanya, ia pun kembali ke ruang ganti untuk mengganti kebaya yang ia kenakan dengan baju miliknya tadi.

"Mbak ini kebayanya, calon suami saya setuju yang ini," tutur Mita menyerahkan kebaya yang baru saja ia lepas kepada si penjaga toko yang saat ini juga berada di dalam ruang ganti.

"Baik," jawab si pelayan toko berjalan keluar ruangan ganti.

Sementara itu, Mita masih sibuk merapikan penampilannya di dalam ruang ganti sembari merapikan sedikit riasan wajahnya. Setelahnya, Mita berjalan keluar dari ruang ganti menghampiri Sena yang saat ini tengah berdiri di depan kasir.

"Ini barangnya, Tuan. Terima kasih."

Sena menerima sebuah paper bag besar yang berisikan sepasang baju pengantin yang telah dipilih oleh Mita. Ia lantas menarik lengan Mita dan mengajaknya pergi dari sana.

"Ayo, kita harus segera ke toko cincin,"  ajak Sena.

Mita melepaskan tangan Sena, ia mengernyitkan dahinya, menatap heran ke arah Sena. "Memangnya Mas Sena sudah pilih baju pengantin?" tanya Mita yang tak habis pikir.

"Sudah, saya ambil baju pasangan dari kebaya yang kamu pilih." Sena melangkahkan kakinya berjalan keluar butik dengan santai.

Mita masih diam di tempat, otaknya sibuk mencerna perkataan dari Sena. "Hah! Kapan dia cobainnya? Perasaan tadi aku ganti bajunya juga sebentar kan ya?” batin Mita terheran-heran.

"Apa dia gak cobain bajunya? Dia beneran ikut sama pilihan aku?" batin Mita dengan wajah bersemu merah karena berpikir jika Sena begitu menurut kepadanya.

Sena hendak menuju ke area parkir, tapi ia merasa janggal ketika tak mendengar suara langkah kaki yang mengikutinya. Ia segera menoleh dan benar saja. Ia tak menemukan Mita di belakangnya.

"Astaga! Apa yang dia lakukan?" tuturnya kesal. Sena menggelengkan kepala seraya menghembuskan nafas kasar melihat Mita yang masih berdiri di tempat.

Sena membalikkan tubuhnya lalu berjalan ke dalam butik lagi dan menghampiri Mita yang masih terdiam di tempat.

"Mita! Kamu ngapain masih disana!" seru Sena yang membuat Mita tersadar dari lamunannya.

"I-iya, Mas." Mita tersenyum kikuk, ia segera melangkahkan kaki keluar butik, mengikuti langkah kaki sang calon suami.

Sena membuka kunci mobilnya, masuk ke dalam mobil dan melempar asal paper bag di tangannya ke arah jok penumpang, diikuti kemudian oleh Mita yang  masuk ke dalam mobil dengan wajah yang masih bersemu merah, sesekali ia mengulum senyum mencuri pandang ke arah Sena yang sedang fokus menyetir mobil.

"Kenapa gadis ini senyam senyum tidak jelas?" batin Sena yang sebenarnya memperhatikan Mita dari lirikan ekor matanya.

"Apakah ada yang salah dengan perlakuanku?" desisnya dalam hati. "Jangan-jangan dia salah mengartikan sikapku!" imbuh Sena dalam hati.

"Ahh sudahlah Sena! Itu urusan dia!" batin Sena memupus semua pemikiran-pemikirannya tentang Mita.

Sena menghentikan mobilnya di sebuah toko perhiasan dan meminta Mita segera turun dari mobil karena sang ibu sudah menunggunya disana sejak tadi.

"Turunlah! Mami sudah menunggu kita di dalam."

Mita sedikit terkejut dengan perkataan sang calon suami. Ia buru-buru mengeluarkan cermin dari dalam tasnya, memastikan penampilannya benar-benar rapi barulah ia menyusul sang calon suami yang lebih dulu turun dan masuk ke dalam toko.

“Selamat datang, Tuan Arsena,” sapa seorang pegawai toko yang nampak sudah sangat akrab dengan Sena.

“Mami mana?” tanya Sena.

“Nyonya ada di dalam, Tuan,” jawab si pegawai toko.

Mita yang berdiri di belakang Sena hanya diam, memperhatikan percakapan antara sang calon suami dengan si pegawai toko. Begitu sang suami melangkahkan kaki, ia kembali membuntutinya.

“Masuklah! Mami sudah menunggumu di dalam sana,” tutur Sena menunjuk sebuah ruangan yang terletak di ujung lorong tak jauh dari tempat mereka berdiri saat ini.

“Mas Sena tidak ikut ke dalam?” tanya Mita heran.

Sena menggelengkan kepalanya cepat. “Aku gak bisa kasih pendapat, dari pada kamu tambah pusing lebih baik kamu memilih sendiri saja,” jelas Sena dengan nada suara yang sedikit ketus.

Sena meninggalkan Mita begitu saja, berjalan ke arah sofa yang terletak di sebuah ruangan dengan pembatas kaca yang terletak tepat di samping ruang yang ditunjuk oleh Sena tadi. Mita menghela nafas panjang, ia mengusap dadanya lalu melangkahkan kakinya perlahan untuk mendekat ke arah ruangan yang telah ditunjuk Sena.

Tok tok tok

“Masuk!” seru seseorang dari dalam ruangan.

Mita membuka daun pintu, ia melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan, terlihat disana ada sang calon ibu mertua sedang duduk di sofa bersama dengan wanita yang usianya ia kisarkan tak jauh beda dengan sang calon ibu mertua. Mita menyapa dengan ramah keduanya lalu mencium punggung tangan mereka secara bergantian sebagai rasa hormat.

“Selamat siang, Tante,” sapa Mita lembut.

Senyum manis Mita merekah, mata coklatnya berbinar membuat wajah cantik Mita semakin terpancar. Ia kemudian duduk di sofa kosong yang ditunjuk oleh sang calon ibu mertua.

“Kok, panggil Tante sih, Sayang? Mami dong,” protes Nia mengerucutkan bibirnya.

Wajah Mita memerah mendengar permintaan Nia, ia menundukkan kepala sambil mengangguk-anggukkan kepala. “Ah iya, maaf, maaf, Mita belum terbiasa, Mi,” tutur Mita mengulum senyum.

Nia terkekeh melihat ekspresi lugu sang calon menantu, ia pun mengusap lembut lengan Mita dan meminta Mita untuk bersikap santai. “Its ok, Sayang. Gak apa-apa kok, Mami hanya bercanda, Mit, kamu yang santai ya?”

“Oh iya, kamu kesini sendirian, Sayang?” tanya Nia memastikan karena tak menemukan keberadaan sang putra disana.

“Enggak kok, Mi, tadi ada ke sini sama Mas Sena, tapi Mas Sena bilang capek jadi dia memilih menunggu aku di ruang samping,” tutur Mita sedikit berbohong karena ia tak mungkin mengatakan jika Sena memang sengaja menyuruh Mita untuk memilih cincin sendiri.

Nia memutar bola matanya lalu berdecak kesal mendengar ucapan Mita. “Anak itu benar-benar!”

“Ya sudah, kamu langsung pilih saja ya? Mana cincin yang sekiranya kamu suka.” Nia meraih sebuah tab yang tergeletak di atas meja lalu memang buka galeri dan menyodorkannya kepada Mita.

“Nah ini contohnya,” Nia menunjukkan beberapa foto yang ada di dalam tab tersebut.

Mita meraih tab itu lalu melihat-lihat gambar cincin pernikahan disana, tak butuh waktu lama, ia langsung menunjuk sebuah gambar sepasang cincin pernikahan berwarna putih dengan desain yang simpel kepada sang mertua.

“Mita pilih ini saja bolehkan, Mi?” tanya Mita hati-hati.

“Tentu saja, Sayang.” nia melihat gambar yang dipilih oleh Mita. Ia tak menyangka jika calon menantunya hanya memilih cincin sederhana seperti itu diantara banyaknya pilihan cincin yang mewah disana.

“Kamu yakin pilih ini, Sayang?” tanya Nia memastikan.

Mita menganggukkan kepalanya. “Iya, Mi. Mita pilih yang itu saja simpel,” tuturnya.

“Ya sudah, Mami akan pesankan ini untuk kalian.”

Di sela obrolan mereka seorang anak laki-laki tiba-tiba masuk begitu saja dan berhambur memeluk Mita yang membuat mereka yang sedang asyik mengobrol  terkejut.

“Mama ….” Dafin terlihat girang dan memeluk Mita dengan erat.

Mita membalas pelukan Dafin, mengusap kepala Dafin lembut lalu menciumnya. Mita mengendurkan pelukannya, meraih tubuh Dafin lalu membawanya ke atas pangkuannya. “Kamu baru pulang sekolah, Sayang?” tanya Mita lembut yang diangguki oleh Dafin.

Usai memilih cincin pernikahan Nia mengajak Mita, Sena dan Dafin untuk makan siang di sebuah restoran yang tidak jauh dari toko perhiasan. Mereka hanya cukup jalan kaki menyeberangi jalan di depan toko perhiasan agar sampai di restoran tersebut.

Dafin menolak untuk digendong, ia ingin berjalan dengan digandeng oleh Mita dan Sena seperti yang selama ini ia lihat ketika kedua orang tua temannya mengantar atau menjemputnya di sekolah. Sena menuruti keinginan Dafin, mereka kini berjalan beriringan dengan tangan yang setia bergandengan berjalan menuju restoran.

Sesampainya di dalam restoran mereka langsung mencari tempat duduk dan memesan makanan. Dafin duduk di pangkuan Mita, ia terlihat begitu manja layaknya manja kepada ibu kandungnya sendiri, pun dengan Mita yang terlihat begitu sabar menghadapi Dafin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro