BAB 7: Hukuman Terbaik Untukku?
Gadis berambut pirang dan panjang, dengan lagaknya seperti tuan putri, dia duduk di kursi empuk yang sepertinya berperan sebagai pusat ruangan. Gadis itu menyandarkan dagunya di punggung tangan, kemudian bicara dengan tegas.
"Akihiko Hayate. Sebagai tuan putri, aku akan menjelaskan hukuman untukmu. Pertama, kau harus ditangguhkan dengan pacarmu selama satu minggu. Kemudian selama kurun waktu itu, aku akan mengawasi kalian berdua. Tentu saja, statusku selama mengawasi kalian. Aku akan berstatus sebagai pacarnya Akihiko."
Mendengar perkataannya, membuat Bella meluapkan emosi secara spontan. Seperti, tidak perlu berpikir dulu untuk melupakan amarah di ruangan ini. Dia bisa marah karena ini memang tidak bisa diterima. Aku juga setuju dengan pemikiran Bella yang seperti itu.
"Ha! Aku ini pacarnya loh! Kenapa kau bisa seenaknya begini? Memangnya kami melakukan apa!?" Bella menunjukkan protes yang tegas ya ... aku senang sih. Tapi, ini akan semakin buruk jika kita terbawa emosi. Aku menepuk bahunya pelan, memberi isyarat mata agar dia tetap tenang. Bella menurut dan kembali duduk. Meski begitu, ia masih menyimpan kesal dengan melipat kedua tangannya di dada. Pipinya menggembung, itu menggemaskan. Tapi bukan saatnya untuk terpesona. Aku bisa melihat wajah cantiknya nanti dalam berbagai ekspresi. Untuk sekarang, yang penting masalah ini selesai.
Lagian, Apa-apaan, tindakannya sedikit tidak jelas, menurutku. Apakah masalah tadi separah itu? Juga, dia ini siapa? Pengawas kedisiplinan? Kalau iya, ini sedikit masuk akal, meski dia berlebihan. Lalu akhir kalimatnya ... apakah status pacar benar-benar dibutuhkan? Fungsinya apa? Dalih pengawasan dengan status pengawas sebagai pacar.
Ini juga menimbulkan pertanyaan bagiku. Kenapa sidangnya di ruang kepala sekolah? Seharusnya, jika dia memang pengawas kedisiplinan, ruangannya pasti bukan di sini. Terus kepala sekolah juga tidak ada! Kursi yang gadis pirang itu duduki, itu kursi kepala sekolah, 'kan? Tindakannya lebih berani dari yang kuduga.
"A-anu ... ka-karena kami siswa kelas satu. Ka-kami kurang mengerti situasinya. Ini juga hari kedua kami di sekolah. Ba-bahkan, kami juga belum mengenal siapa dirimu."
Matanya melirik tajam. Seperti, dia mendapati kata-kata yang kurang berkenan dari kalimatku barusan. Gawat, apakah aku salah bicara? Aku sudah menelaah kalimat barusan. Tapi sepertinya, itu cukup sopan. Hanya sedikit kikuk karena aku gugup. Gadis berambut pirang, dia memberikan respon ketus dan dingin.
"Dirimu? Yah, melihat tindakan kalian yang tidak sopan. Sepertinya kalian memang tidak tahu apa-apa. Sampai memanggilku tanpa sebutan hormat, kupikir kalian sudah tidak berakal. Lucy, tolong jelaskan pada mereka."
Asisten yang ia panggil Lucy membungkukkan badan. Lagaknya seperti seorang pelayan. Tapi dia mengenakan seragam SMA putih abu-abu. Gadis yang dipanggil Lucy, dia memberikan hormat penuh dan kesediaan dirinya untuk menjalani perintah tuan putri. Yaitu, perintah untuk menjelaskan situasi dan identitas tuan putri. Lucy langsung memulai penjelasannya untuk kami.
"Beliau adalah Tuan Putri Elizabeth. Ketua Komite kedisiplinan. Sekaligus, beliau adalah putri kepala sekolah SMA ini, SMA Apollo. Meski beliau adalah ketua komite kedisiplinan, Nona Elizabeth tidak punya hak untuk menilai tingkat kedisiplinan seorang siswa. Beliau hanya memiliki wewenang untuk menahan siswa mencurigakan, membiarkan pilar menilainya, lalu menentukan hukuman yang pas untuk tahanan."
Ada kejanggalan dari penjelasan itu. Aku harus segera memastikannya.
"Be-berarti. Ini tidak sah, 'kan? Habisnya, orang yang kalian sebut sebagai pilar, mereka belum menilai kami. Lagian siapa itu pilar?" tanyaku sedikit kikuk pada mereka. Sebenarnya ini berat. Tapi jika aku tidak bicara, masalah ini akan semakin besar. Lalu karena gadis ini adalah komite kedisiplinan, hukumannya pasti bisa mempengaruhi reputasi siswa terutama diriku! Bayangkan, hidup tiga tahun di SMA sebagai siswa dengan riwayat masalah. Kemungkinan mendapatkan teman, tidak akan ada. Hal itu pokoknya jangan sampai terjadi.
Asisten yang mendapat titah untuk bicara, dia masih Lucy sejak tadi. Gadis bersuara lembut itu menjawab, "Benar! Ini tindakan sepihak. Saya tidak bisa menerimanya."
Itu adalah jawaban yang aneh dan membuat pembicaraan semakin runyam. Maksudku, dia ini berpihak pada Elizabeth atau siapa? Dari kalimat barusan, dia seperti menentang tindakan tuannya. Membuat Elizabeth mempertanyakan kesetiaan Lucy saat ini juga.
"Tunggu! Memangnya kau di pihak siapa!?" tanya Elizabeth lantang dan ketus. Jika Lucy memang asistennya, seharusnya, dia mendukung Elizabeth baik itu benar maupun salah.
"Tentu saja, saya di pihak Nona Elizabeth," jawab Lucy sopan sembari membungkukkan badan. Dia benar-benar memberikan hormat pada Elizabeth. Entah bagaimana hubungan mereka, ini membuatku merinding.
"Tapi, perkataan barusan tidak mencerminkan dirimu yang berpihak padaku." Elizabeth membalasnya dingin. Dia sama sekali tidak melihat wajah Lucy saat bicara dengannya. Seperti, membuang muka saat bicara dengan lawan bicaranya.
"Tidak, saya sadar kalau tindakan Nona Elizabeth salah. Karena itu saya ingin mengoreksinya. Sebagai pelayan, saya tidak ingin tuan saya mengambil jalan yang salah," jelas Lucy cukup panjang dan sopan. Dia meletakkan tangan kanannya di dada, sebagai bentuk perkataannya yang sepenuh hati dan jujur.
Pembicaraan ini jadi berat ... lagian dia benar-benar pelayan ternyata! Kupikir, dia hanya bawahan gadis berandalan di sekolah ini. Eh, Elizabeth tidak terlihat seperti berandalan sih. Malah, dia ini ketua komite kedisiplinan. Statusnya tinggi dalam lapisan kasta di sekolah. Apalagi, dia ini putri kepala sekolah. Sama seperti Bella yang merupakan putri kepala kontrakan. Aku tidak bisa macam-macam dengan mereka.
"Lupakan saja! Masalah kesetiaan, bisa aku tanyakan nanti. Untuk sekarang, kita harus fokus pada hukuman dua orang ini." Elizabeth mengubah topiknya langsung. Sambil mengernyitkan alisnya karena menahan kesal, dia melihat kami yang duduk di kursi ruangan dalam keadaan tegang. Tapi, topik itu ditentang secara langsung oleh Bella.
"Hukuman? Tapi, orang yang kalian sebut sebagai pilar belum menilai kami! Seharusnya masih terlalu cepat untuk menentukan hukuman," protesnya diselimuti emosi sampai terbawa suasana. Posisi duduknya berubah menjadi berdiri karena terbawa kesal.
Dalam keadaan panas dan tidak bagus seperti ini, apa yang harus kulakukan? Aku bisa melihat jiwa otoriter dari gadis bernama Elizabeth itu. Juga, Bella sudah tidak bisa menahan emosi. Memangnya, kalimatku memiliki bobot untuk mengubah suasana? Kurasa tidak.
BRAK!
Pintu ruangan dibuka dari luar. Sepertinya, tenaga keras telah digunakan untuk membuka pintu itu. Sampai menggebrak dan menimbulkan suara keras. Orang yang datang, dia pasti sedang emosi.
"Pagi-pagi begini apa yang sedang kalian ributkan sih? Aku bertanya padamu loh, Elizabeth." Sosoknya diperlihatkan bersandar pada pintu yang masih terbuka. Tangannya terlipat di dada, seperti refleks yang alami, menjelaskan kalau dia tidak suka dengan keadaan ini.
Ekspresinya dingin, itu mengintimidasi. Kalau digambarkan, dia adalah gadis dengan seragam putih abu-abu, sama seperti kami. Menggunakan kacamata untuk penderita rabun jauh. Rambutnya hitam mulus, kemudian diikat dengan gaya kuncir ekor kuda. Terlepas dari semua itu, ada satu aksesoris yang sepertinya adalah identitas unik. Itu adalah ban lengan yang ia kenakan. Ban lengan berwarna hitam, ia kenakan di lengan kanan, kemudian bertuliskan pilar matematika.
Tunggu, dia ini, seorang pilar? Pilar yang memiliki wewenang untuk menilai tingkat kedisiplinan siswa? Tampaknya, ini lebih seram dan unik dari yang aku pikirkan. Sulit untuk mengerti bagaimana detilnya.
Elizabeth menanggapi pertanyaannya. Pertanyaan yang menanyakan kenapa ribut sekali? Padahal masih pagi. Alih-alih menjawab dengan alasan, Elizabeth malah menanggapinya dengan tidak ramah.
"Aku sepertinya tidak ingat. Kapan aku pernah mengundang dirimu ke ruangan saklar eh, maksudku sakral seperti ini, Baragasaki?"
Tadi ... dia itu salah kata, 'kan? He ... wibawanya langsung jomplang drastis tuh. Wajahnya juga merah, dia pasti sedang malu bukan main. Mendengar tanggapan dingin dari Elizabeth, gadis yang dipanggil Baragasaki merespons, "Ja-jangan panggil aku dengan sebutan Italia seperti itu! Su-sudah kubilang, 'kan! Me-meski nama asliku adalah i-itu. Aku minta kalian untuk memanggilku Saki!" Gadis pilar yang dipanggil Baragasaki, dia nampak malu hingga wajahnya merah. Ekspresi dingin dan mengintimidasi seperti tadi, itu semua pergi ke mana?
Masalah ini akan semakin rumit sepertinya. Jika orang yang disebut pilar sudah datang, maka dia akan menilai kami. Bagus jika dia menilai kami tidak bersalah. Tapi, jika dia sampai menilai bahwa kami bersalah, aku akan bernasib dengan hukuman. Selain itu, aku akan ditangguhkan dengan Bella selama satu minggu. Belum lagi, aku akan diawasi oleh gadis bernama Elizabeth itu!!! Parahnya lagi, status Elizabeth selama mengawasi diriku, dia akan berstatus sebagai pacarku. Kenapa aku harus mengalami semua ini!
Apakah ini selalu dialami oleh siswa SMA?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro