Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 15: Lima Pilar

Sementara Bella pergi ke kelas pagi ini, aku mengikuti Elizabeth ke aula. Momen itu adalah ketika kami berpisah, pergi ke tempat tujuan kami masing-masing. Elizabeth melirik sedikit, memberi peringatan padaku yang sekiranya awam dan tidak mengerti banyak hal. Dia berkata, "Dengar, kau cukup diam dan perhatikan lima pilar. Jangan lakukan apa pun yang semakin memperburuk keadaan."

"Se-semakin memperburuk? Apakah suasananya memang buruk sejak awal?" Aku memiringkan kepala dan bertanya. Tapi Elizabeth mengacuhkannya. Pertanyaan barusan tidak terlalu penting sampai tidak harus dijawab, ya?

Lokasi aula tepat di ujung lorong. Ada dua penjaga yang tubuhnya besar, mereka berdiri tegak di depan pintu. Tugas mereka adalah menjaga ruangan, khawatir ada orang yang tidak berkepentingan bisa masuk.

Kami sampai, kedua penjaga langsung memastikan identitas kami termasuk surat perizinan. "Aku sudah tahu tentang Elizabeth dan dua kesatria miliknya. Tapi siapa kau?" Salah satu penjaga bertanya padaku.

Eh, aku tidak tahu. Aku harus jawab apa? Aku datang ke sini sebagai apa? Kalau salah jawab, ini bisa jadi masalah? Oi Elizabeth, kau bertanggung jawab dalam situasi ini, 'kan?

"Dia adalah tamu undangan dari pihak saya, namanya Akihiko. Dia juga sudah lengkap kalau masalah perizinan bukan?" Elizabeth menanggapi penjaga selagi aku berpikir. Aku selamat ... kupikir aku akan tamat.

"Ah, benar. Maafkan sikap kami yang lancang. Pelantikannya segera dimulai. Silakan masuk dan tempati tempat kalian masing-masing." Mereka membukakan pintu aula yang besar. Membuat ruangan besar nan terang di dalamnya bisa terlihat dari luar. Sangat bercahaya dan megah, ada banyak hadirin di dalamnya.

"Kau duduk di tribun atas. Itu adalah tempat para tamu. Ingat, jangan lakukan apa pun yang menimbulkan masalah." Pesan singkat dari Elizabeth sebelum pergi ke pusat ruangan. Hei, memangnya aku terlihat seperti pembuat onar? Kenapa dia sampai waspada seperti itu? Tapi terlepas dari itu, ruangan ini sangat megah!

Meski ini aula, ukurannya terlalu besar. Desain ruangannya juga kelewat megah. Para tamu dipersilakan duduk di bagian tribun atas. Sementara prosesi akan berlangsung di bagian bawah. Seperti, stadion bola dalam ruangan tertutup. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Selain itu, mengenai suasana di ruangan ini, tidak ada kata yang lebih cocok daripada mewah. Kami sebagai tamu melihat prosesi dari atas. Di pusat ruangan yang besar ini, ada karpet bundar yang berwarna merah mencolok. Di situlah orang-orang penting berdiri.

Dewan pelantikan memasuki ruangan, mereka kemudian duduk di kursi yang telah disiapkan. Dewan pelantikan, mereka adalah para guru yang terlibat dalam pelantikan ini. Alih-alih mengenakan seragam guru, itu tidak terlihat sama sekali. Yang terlihat hanya jubah putih panjang hingga kaki. Jubah itu menutupi bagian dalam, aku tidak bisa melihat apa yang mereka pakai di balik jubah.

Ada delapan dewan yang terlibat dalam acara pelantikan kali ini. Mereka duduk berjajar dalam satu deret, menghadap para pilar dan ketua komite. Aku melihat semua prosesi itu dari tribun atas. Hebat, semuanya bisa terlihat dari atas sini. Aku tidak perlu mendongak karena ada orang lain yang menghalangi.

Para pilar hadir dengan penampilan mereka yang eksentrik. Mereka dikawal oleh orang kepercayaan mereka masing-masing dan mereka mendapat julukan sebagai kesatria. Ternyata, orang kepercayaan Elizabeth, mereka adalah Lucy dan Chloe. Elizabeth ada di antara mereka, berdiri sejajar dengan para pilar. Menghadap ke dewan pelantikan yang duduk berderet di depannya, mereka memberi hormat.

Ini lebih rumit dari yang aku kira ....

Salah satu dewan yang duduk di tengah. Dia memberi pertanyaan dengan suaranya yang serak. Dia mulai berkata, "Para peserta pelantikan yang terhormat. Sebelumnya saya ingin bertanya. Untuk apa kalian datang ke ruangan ini hari ini?"

Mendengarnya, salah satu pilar mengangkat tangan. Dia adalah gadis cantik yang tubuhnya tinggi. Selain itu, postur tubuhnya sempurna! Seperti postur tubuh seorang tentara atau prajurit. Tidak ada postur yang bungkuk atau lemas. Dia terlihat seperti gadis yang perkasa.

Meski ia mengenakan seragam putih abu-abu, ada baret putih di atas kepalanya. Baret itu menghiasi rambutnya yang hitam panjang dan diuraikan sampai pinggang. Ada ban lengan yang berperan sebagai identitasnya selaku pilar. Dia adalah pilar bahasa.

Pilar bahasa berkata, "Biar saya jawab pertanyaan dewan barusan. Tujuan kita berkumpul di sini hari ini. Adalah untuk minum teh bersama dan mengakrabkan diri, 'kan?" katanya tegas dan cukup percaya diri. Dari suaranya saja, aku bisa tahu. Itu adalah suara yang dipenuhi ketegasan formal dan kedisiplinan.

Para dewan terkejut. Itu bukanlah jawaban yang diinginkan. Yang tergambar dari ekspresi dewan saat ini adalah, apakah orang ini sedang bercanda? Membuat dewan yang awalnya bertanya sampai menanggapi, "Tidak, bukan itu jawabannya."

"Eh?" Gadis pilar bahasa itu kebingungan. Apa yang ia pikirkan sekarang, seharusnya jawaban itu sudah benar. Dia menoleh ke belakang. Melihat laki-laki gagah yang berdiri tepat di belakangnya, pilar bahasa berkata, "Glenn, ini tidak sesuai dengan yang kau katakan."

Laki-laki gagah yang dipanggil Glenn, dia memberi respons, "Duh Nona Inara ... padahal aku hanya bercanda saja semalam. Kau tidak seharusnya menarik kesimpulan semudah itu." Respons yang diberikan sangat santai. Membuat gadis yang dipanggil Inara nampak kesal, kemudian kembali menghadap dewan dan bicara.

"Maaf, izinkan saya menarik kalimat saya barusan. Ini kesalahan saya karena terlalu cepat mengambil kesimpulan," kata Inara sambil membungkukkan badan.

Serius, dia ini sedang tidak bercanda loh ....

"Tidak apa. Sekalian saja saya katakan. Hari ini, kita berkumpul di ruangan ini untuk mengadakan prosesi pelantikan. Bisa dipahami?" Kalimat dewan barusan, itu ditutup dengan pertanyaan apakah Inara sudah paham? Inara hanya mengangguk sebagai isyarat kalau dirinya sudah paham.

Setelah Inara diam, pilar yang lain angkat suara. Dia berkata dengan ketus, "Sungguh, pelantikan ini hanya membuang waktuku saja. Aku harus mengejar jam pertama loh. Sekarang ini, kelasku akan belajar fisika. Kalian mau membuatku tertinggal sampai sejauh apa???" Dia adalah gadis dengan ban lengan fisika sebagai identitasnya.

Gadis itu memiliki rambut hitam yang dikuncir kanan kiri. Membuat penampilannya terlihat santai dan ceria, tapi sedikit seram ketika marah. Wajahnya imut, meski dia siswa SMA, tubuhnya tidak terlalu tinggi. Gadis itu adalah pilar fisika, dia baru saja protes karena waktunya banyak terbuang.

"Saya bisa selesaikan dengan cepat. Jadi tolong dengan amat sangat, jangan menyela pembicaraan." Sekali lagi, dewan memberikan respons atas protes yang kurang berkenan. Benar sih. Protes yang diberikan barusan, itu cukup kasar dan tidak sopan. Tidak seharusnya dia protes dan mempermasalahkan urusan pribadinya.

Setelah suasananya mulai kondusif dan tenang. Muncul suara gadis dengan tujuannya untuk provokasi. "Aku masih tidak terima. Kenapa gadis kotor sepertinya bisa jadi ketua komite? Yah, mungkin saja, karena pengaruh ayahnya, dia bisa menempati posisi itu. Dasar sampah." Kalimat lainnya keluar, tapi ini yang paling pedas. Itu keluar dari mulut gadis yang membawa kipas lipat. Gadis dengan aura intimidasi dan menekan sekitarnya. Dia adalah gadis yang tampak ganas, dengan ban lengan kimia di tangannya.

Elizabeth merasa tidak nyaman. Meski kalimat barusan tidak menyebut nama. Tapi jelas, Elizabeth paham kalau kalimat itu ditujukan bagi dirinya. Membuat Elizabeth memastikannya dengan bertanya, "Kalimat barusan, apakah itu untukku, Aqila?" tanya Elizabeth tegas dan kesal.

Sadar kalau target sindirannya kesal, gadis yang dipanggil Aqila tersenyum senang. Dia menutupi senyum lebarnya dengan kipas lipat yang terbuka. Kemudian mengatakan kalimat yang semakin memancing amarah.

"Kenapa? Padahal aku tidak menyebut namamu loh. Tapi syukurlah. Sepertinya, kau sudah sadar tentang seberapa kotornya dirimu itu." Nada bicaranya benar-benar yang terburuk. Dia seperti merendahkan Elizabeth di depan banyak orang. Tidak peduli dengan apa yang ia ucapkan. Tidak peduli dengan apa yang lawan bicaranya rasakan. Dia tetap mengatakan apa yang ia pikirkan.

"Kau menyebut diriku kotor, minta maaf!" Elizabeth sudah tidak terkendali. Dia meluapkan seluruh emosinya hingga seisi ruangan menjadi tegang. Aqila hanya mengernyitkan alis dan tidak peduli. Mengabaikan amarah yang telah ia pancing sendiri.

Merasa diabaikan, Elizabeth mengatakan perintahnya untuk yang kedua kali. "Minta maaf!" Tidak kalah menyeramkan saat marah, Aqila menutup kipas lipatnya dengan cantik seraya berkata, "Kalau begitu, apa kau mau minta maaf karena sudah dilahirkan? Dasar wanita najis." Terbawa kesal, Aqila mengembalikan amarah Elizabeth dengan pertanyaan. Pertanyaan kasar yang akan lebih baik jika tetap dia pendam.

Gadis Kotor Pemuja Kedisiplinan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro