9
Ren bukanlah orang yang peka, dia masih mencoba menarikku yang mematung dengan wajah pucat pasi. Desisan jengkelnya tak berhasil membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. Mataku masih mengikuti salah satu dari pengguni ruangan di sisi kananku yang kuasumsikan sedang berjalan kemari, karena dia juga ikut serta menatapku. Seorang perempuan berperawakan tinggi dengan wajah oriental dan rambut pirang. Aku ingat, dia adalah orang pertama yang menyambutku di tempat ini. Aku juga ingat, tentang apa yang dia lakukan padaku bersama tiga robot miliknya di kamar rawatku.
Itu bukan sesuatu yang baik untuk diingat, tapi ketika aku menatap matanya, aku tak bisa menolak ingatan itu. Aku barangkali punya kemampuan hebat dalam menyelami mata, ketika aku menatapnya dalam beberapa detik, sangat mudah buatku tersesat ke dalamnya. Aku tidak tahu rahasia apa yang tersimpan dalam benda bulat itu.
Aku masih terseret arus ingatan tentang kekejaman perempuan itu sampai sebuah suara feminin menarikku dengan lebih kejam ke dunia nyata.
"Hai, Ren." Begitu panggilnya.
Dia tahu-tahu sudah ada tak jauh dariku.
Aku terhuyung ke samping, memilih melepas cengraman Ren di tanganku untuk meraih dinding kaca. Menunduk dengan tangan lain di lutut untuk menyangga beban, kepalaku rasanya mau pecah, tapi walau begitu, telingaku masih bekerja dengan baik. Suara itu ... berbeda.
"Aku tidak kesini untuk mengunjungimu, wanita tua." Ren mengatakan itu dan kembali menarikku. Dia tidak mempertanyakan kenapa wajahku jadi pucat, dengan pupil mata mengecil dan bergetar. Pandangannya lurus ke depan sementara aku menyorot horor perempuan berjas saat aku berlalu melewatinya. Wajahnya, sama sekali berbeda dengan wanita yang sebelumnya kutatatap matanya. Dia terlihat lebih tirus dengan dagu agak terbelah. Dia juga terlihat lebih muda.
Matanya bahkan berubah jadi coklat!
Hanya model dan warna rambutnya yang sama dengan 'dia'.
Ada apa dengannya? Ah! Tidak! Ada apa denganku?
Apa mataku yang bermasalah? Apakah ini karma karena menguntit Orion? Atau otakku terlempar dari kepala saat pelatih memukulku?
"Datanglah ke markas, nanti malam!" serunya.
Aku menoleh lagi kebelakang, perempuan itu sedang melambaikan tangan ke arahku—ke arah Ren.
Kudengar Ren menggerutu kesal, "Menyebalkan!"
Masih diteror ingatan buruk, aku mengedarkan pandangan dengan liar. Mencoba menemukan manusia berambut pirang lainnya. Tidak ada.
Aku tidak berhasil menemukannya.
Sebelum mengalihkan pandangan ke depan, aku kembali menilik perempuan yang menyapa Ren tadi. Sedikit berharap wajahnya berubah jadi 'orang itu', siapa tahu aku bisa melayangkan pukulan barang sekali saja untuk membalas perbuatannya padaku. Tapi sisi lain diriku yang dikendalikan rasa ngeri, mengharapkan sebaliknya.
Perempuan itu masih di sana, dengan wajah yang sama dengan sebelumnya.
Aku tidak tahu harus senang atau marah.
Aku berniat memalingkan wajah ke depan dan mulai memperbaiki jalanku yang sedari tadi bergantung pada tarikan Ren. Tapi cowok berambut merah itu sudah lebih dulu kehilangan kesabarannya. Dan yang dapat ditebak dari kepribadiannya, dia menyentakku, lagi.
"Apa yang mengganggumu, sih?! Kita harus segera mencari bocah itu!" semburnya marah.
Dia menarikku lebih kencang lagi, aku tidak bisa mengimbanginya dan akhirnya tersandung kakiku sendiri. Tubuhku sudah dalam proses tersaruk ke depan saat Ren melepas tangannya dan membiarkanku terjatuh melewatinya. Sialnya, kami sudah berada di ujung lorong, dan aku dengan kecepatan penuh menubruk dinding.
Tubuhku jatuh terduduk di persimpangan lorong dengan sangat menyakitkan. Kepalaku berdenyut seakan jantungku berpindah ke sana. Bokongku juga tak kalah sakit, aku harap tulang ekorku baik-baik saja.
Ren tidak bereaksi melihatku mengaduh kesakitan sambil mengutuknya. Malah dia bersandar ke dinding dan memperhatikanku seakan aku orang paling remeh yang pernah dia temui. Dia benar-benar mengajak ribut. Senyumnya itu ... sangat mengesalkan.
Mengacuhkan rasa sakit untuk beberapa saat, aku menumpukan tangan ke lantai lalu bangkit.
Tanganku sudah terkepal dan siap kuhantamkan ke rahang tirusnya, tapi sesuatu menginterupsiku.
"Ren?" Sebuah suara mengalun pelan.
Aku memutar kepala, lalu mendapati Orion sedang berjalan kemari.
Kami sudah ketahuan, permainan berakhir dan kami harus kabur dari Orion kalau-kalau dia mau mendamprat kami.
Tapi sebelum aku melangkahkan kaki sedikitpun, Ren berbisik, "Ketemu lagi, nanti." Lalu dia menghilang.
"Ren!" panggilku marah.
"Dia selalu sepengecut itu."
Aku tidak tahu apa yang bisa kuceritakan lagi selanjutnya. Orion cuma diam setelah memintaku untuk mengikutinya. Kami menyusuri lagi lorong yang sebelumnya kulewati bersama Ren. Kami juga naik lift lagi, kali ini berhenti di lantai dua belas.
"Mau kemana?" tanyaku saat kami kembali terjebak di lorong-lorong.
"Ke markas." Dia berkata tanpa melirikku.
Dari jalan yang kami lalui, sepertinya kami menuju ke ruang umum—andai denah lantai ini sama dengan denah lantai lainnya.
Benar saja, kami sampai di depan dua daun pintu besar yang di atasnya terdapat plang bertuliskan "ruang umum".
Kami masuk tanpa halangan berarti. Biasanya, di ruang umum akan ada petugas—lebih tepatnya pemindai yang akan memverifikasi indentitas para Fox, kalau kau tidak berasal dari lantai itu, maka kau akan otomatis tertolak.
Itu tidak terjadi di sini.
Orion menuntunku sampai ke salah satu sisi ruangan, kulihat dia menyapukan tangan ke dinding, lalu sebuah lorong muncul dari sana. Keren! Itu seperti ruang rahasia.
"Ayo!" ajaknya. Aku ragu-ragu melangkahkan kaki ke lorong yang lebih gelap itu.
Ujung lorongnya tidak semenyeramkan itu. Di sana agak terang dengan lampu neon berbagai warna. Terlihat meriah dengan beberapa orang yang sedang bersantai di lantai berlapis matras. Ada beberapa juga yang sedang sibuk dengan hologram mereka.
"Bos!" Seorang lelaki mengangkat tangan sambil menatap kami. Rasanya aneh melihat seorang lelaki bertubuh besar dan kekar memanggil Orion yang hampir sekurus Ren dengan sebutan 'bos'.
"Itu anggota barunya?" Dia bertanya sambil melempar semacam kartu ke lantai lalu tertawa sambil menggumamkan kata, "aku menang". Dia sepertinya sedang bermain kartu yang kalau tidak salah namanya poker bersama lelaki lainnya.
"Ya," jawab Orion lugas. Dia berjalan di antara matras-matras yang berjejer di sisi dinding. Sesekali ada beberapa fox yang menyapa, lebih banyak yang tidak perduli. Saat kami sampai di sebrang ruangan ini, sebuah pintu lagi terlihat. Itu tampak mencolok karena neon ungu yang menghiasinya.
Orion menyuruhku memasukinya, tapi aku tiba-tiba menjadi sangat ragu tentang itu. "Ren bilang, bukan hal bagus untuk direkrut olehmu."
Mode formal:
Silahkan tinggalkan jejak (人 •͈ᴗ•͈)
Mode nirakhlak:
MASIH ADA YANG INGAT SAYA? AUTHOR YANG MENELANTARKAN KALIAN BERBULAN-BULAN? KEMUDIAN KEMBALI CUMA DENGAN 969 KATA DOANG?!
Mode pasrah:
Saya siap dibantai dengan omelan kalian ༎ຶ‿༎ຶ
Sesi curhat manja:
Setelah hampir dua bulan menghilang dari muka bumi oren ini, saya ragu kalau ada yang nyariin saya dan, ekhem, kangen dengan saya.
Nah jadi, kemarin aku sempet ngalamin writer's block. Yah, walau berkali-kali ikut penggalakan mengenai, "Witer's block itu mitos!", atau, "Witers's block itu jelmaan males!", tetapi tetep aja aku nda bisa ngehindari ini (╯°□°)╯︵ ┻━┻
Cukup sulit sampe akhirnya aku bisa nampakin diri di sini sambil nyodorin part yang ndak sampe seribu kata. Bahkan, aku ngerasa kalau part ini kayak nda ada intinya gitu. Setelah baca, apakah kalian juga ngerasa begitu?
Maka dari itu, saya siap dibantai kritik dan saran dari kalian. Barangkali kalian ngerasa makin kesini, work ini makin membosankan. Atau terlalu pendek ಥ_ಥ
Itu bakal sangat membantu aku banget.
Tapi terlepas dari itu, kalau kalian baca curhatan ini sampe selesai, aku berterima kasih banget, sih.
Udah panjang ternyata sesi curhatnya ༎ຶ‿༎ຶ
Mari kita akhiri ini, di sini.
Semoga hari kalian menyenangkan (つ≧▽≦)つ
Catatan kaki:
Setelah berkali-kali lupa berapa bintang yang biasa saya taruh buat mengakhiri setiap part. Aku akhirnya bikin ... pembatas? (Aku nda tahu namanya) Itu lho, gambar yang ada di atas.
Aku lihat banyak penulis lain yang begitu, jadi, aku yo ngintil wae.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro