Trip to Hell #5 - Tikung Menikung
(Name POV)
.
"Ngghh....."
Aku menggeliat pelan dalam tidurku. Sinar matahari yang menelisik masuk melalui jendela---oke, sepertinya aku mau sok - sokan puitis tapi kenyataannya di depanku sekarang jendela kamar kita sudah terbuka lebar dan sinar matahari tanpa ampun menyilaukanku dan berusaha membangunkanku. Aku membalik badanku malas menghadap arah sebaliknya. Enak saja membangunkanku, emangnya matahari gak tahu apa betapa lelahnya aku sejak kemaren??!!
Oke, dia memang gak tahu.
Singkat cerita, setelah begadang bersama Natsume-kun kemaren, aku dihadapi oleh kenyataan bahwa aku tak punya tempat untuk tidur selain di samping Mao-kun yang tentu saja tidak tahu menahu tentang tujuan jahat(??)temannya tersebut. Karena aku masih baik dan tidak ingin dia jantungan begitu besok bangun tidur, jadinya aku menggeser tidurnya menempel dengan Adonis-kun yang tidur paling dekat dengannya, sementara aku menggeret futonku sendiri sedekat mungkin dengan tembok.
Tentu saja berkat rasa lelah ekstra yang tak tahu diri aku bisa tertidur dengan cepat. Dan sepertinya hari ini aku bangun lebih siang dari biasanya karena kelelahan. Entah kenapa yang lain tidak membangunkanku.
Aku mengucek mataku, berusaha mengumpulkan semua pikiranku dan mungkin kalau beruntung aku bisa menatanya. Tanganku terjulur berusaha meraih ponsel yang kemaren sengaja kuletakkan di dekat futonku----dan entah kenapa alarmnya juga tidak berbunyi membangunkanku. Namun baru saja lenganku bergerak ingin keluar dari futon, sesuatu yang ukurannya tak kurang tak lebih seukuranku menghalangi tujuan mulia lenganku tersebut.
"Hmm??" Aku berusaha membuka mataku lebih lebar, berhubung aku masih setengah sadar dan tidak aware akan lingkunganku. Entah kenapa benda di depanku ini terasa hangat dan bergerak pelan naik turun. Itu berarti dia bernapas. Aku masih berpikir hewan apa lagi yang mau menggangguku setelah menghancurkan kamarku kemaren ketika surai - surai rambut merah magenta yang berantakan mulai masuk pandanganku dan seketika itu juga aku sempurna terbangun.
Di depanku, terbaring Mao-kun yang masih tertidur lelap. Namun untuk semakin menyempurnakan semuanya....
Dia hanya berjarak 5 senti darikuu!!!
Panik aku langsung memundurkan diri, tapi ternyata lengannya dengan kuat memelukku jadi meski aku ingin menjauh sejauh kutub utara dan kutub selatan, apa daya aku hanya bisa mundur tidak lebih dari 3 senti. Kepalaku berusaha melongok dari balik futon, dan ternyata kamar kami sudah kosong melompong. Bagaimana pula mereka tidak sadar dengan posisi kami yang serba ambigu dan serba salah dalam berbagai level ini. Sekali lagi aku berusaha menggeliat keluar, tapi tiba - tiba Mao-kun bergerak dan mengerang pelan.
"Nggh... Ritsu.... jangan ganggu aku...."erangnya pelan sambil mengeratkan pelukannya. Sebisa mungkin aku menahan pekikanku. Kepala Mao-kun sekarang sudah rebah dalam pelukanku, kembali tertidur.
DEMI TUHAN SESEORANG TOLONG AKU DARI SITUASI INIII!!
"Mao-kun!! Mao-kun!! Bangun!!" Seruku dengan nada suara sestabil mungkin karena aku ingin Mao-kun segera bangun dan melepasku tapi di saat bersamaan aku tak ingin sampai ada yang tahu dan malah salah paham(meski aku yakin Natsume-kun sudah memprediksi semua ini). Mao-kun tidak juga bangun, malah semakin memelukku. Refleks tanganku tak sengaja terangkat dan memukulnya panik. Mao-kun langsung mengaduh. Aku terkesiap di luar kesadaran.
"Itta-ta.... Ritsuu... kalau mimpi jangan bawa - bawa mukul aku juga dong..." gumamnya lagi - lagi menyebut nama Ritsu-kun dan membuatku mulai penasaran sebenarnya seberapa sering mereka tidur bersama. Akhirnya Mao-kun mulai mengerjapkan matanya. Kepalanya ia dongakkan---yang membuatku panik dan memukulnya lagi. Mao-kun kali ini benar - benar berseru, panik menjauhkan dirinya dariku.
"Ritsu!! Sebenarnya kamu kenapa sih---" serunya sambil mengusap kepalanya yang menjadi korban pukulanku. Aku ingin membalas menyuruhnya segera bangun saat tatapan kita akhirnya bertemu. Mao-kun terdiam. Aku mengerjapkan mata serba salah, sementara wajah Mao-kun perlahan mulai memerah.
"Emm, Mao-kun, aku akan sangat menghargaimu kalau kau bisa melepaskanku sekarang??" Pintaku entah kenapa malah jadi kalimat tanya. Sepertinya pikiran Mao-kun baru saja terlempar ke luar angkasa(??) karena tatapannya berubah menjadi kosong dan ia masih tidak bereaksi atas situasi terkini. Aku melambaikan tanganku di depannya, siapa tahu membantu gitu kan. Sedetik kemudian Mao-kun langsung tersadar dan melompat bangun dari tidurnya dengan super duper tidak santainya.
"(NA-NA-NAME)-C-CHAN?!?! KE-KENAPA KAMU ADA DI FUTONKU??! INI MIMPI??!! PASTI MIMPI!! KE-KENAPA K-K-KITA TIDUR BERSAMA---"
"ITU PERTANYAANKU BODOH DAN INI FUTONKU!! DAN TOLONG JANGAN TEREAK - TEREAK BEGITU KALAU KAU TIDAK MAU DISERET KE MASALAH BERIKUTNYA!!" Seruku panik ikutan berteriak sambil melempar bantalku sekuat tenaga. Bantalnya telak mengenai wajah baru bangun tidur Mao-kun, membuatnya terpental terjatuh lagi. Aku memekik kaget. Mao-kun mengaduh untuk kesekian kalinya, mengusap kepalanya kesakitan.
"Dan aku juga akan mengapresiasi kalau kau tidak menyiksaku sepagi ini (Name)-chan...." erangnya kesakitan sambil memegang kepalanya yang entah sudah berapa kali kusiksa pagi ini. Aku menyeringai tanggung. Bukan salahku juga kan kalau aku panik menemukan dia tertidur dalam futon yang sama denganku. Demi kerang ajaib aku masih punya harga diri!!
"La-lagian mana bisa aku diem saja waktu kau memelukku begitu!!" Belaku sambil merapatkan yukataku yang tadi dilonggarkannya. Wajah Mao-kun semakin memerah mendengar kalimatku. Ia menunjukku panik, balas berseru.
"Ta-tapi kan aku yang paling gak tahu kenapa kita jadi tidur bersama!! Bukankah seharusnya kamu tidur di ruang tamu??!!"
"Salahkan Natsume-kun tentang itu!! Dan aku sudah mengusahakan supaya kita gak tidur deket - deket tahu!!"
"Na-'Natsume-kun'??!! Sejak kapan kamu panggil dia make nama depan?!?!"
"Mao-kun!! Fokus!! Kenapa kita jadi ngebahas dukun sialan itu??!!"
"Tapi apa hubungannya dia sama semua ini??!!"
"AAARRRGHH CERITANYA PANJANG!! UDAH KENAPA KITA JADI TEREAK - TEREAKAN BEGINI!! Udah kita lupakan saja semua ini dan cepet bangun sebelum yang lain menemukan kita----"
Tok. Tok. Greek---
"Pagi (Name)-chaan!! Kata Natsume kamu masih tidur karena kecapekan habis kemaren, jadi tidak ada yang berani membangunkanmu. Makanya kita jemput (Name)-chan buat sarapan bareng - bare........" Subaru-kun yang memang sudah ahli masuk saat situasi tidak tepat mendadak membeku begitu menemukan kita yang duduk berhadapan dengan baju berantakan dan saling menunjuk satu sama lain. Di belakangnya muncul Hokuto-kun dan Souma-kun---yang segera saling menutup mata masing - masing. Subaru-kun terdiam sebentar dengan senyuman paling mengerikannya yang dia miliki. Aku sama Mao-kun kompak mengerjapkan mata masing - masing, menurunkan tangan kita.
"Pa-pagi Subaru~ Hari yang cerah yaa~" sapa Mao-kun dengan sangat canggung dan entah kenapa dia memilih pilihan paling membosankan itu untuk mencairkan suasana aneh ini. Aku pelan ikut melambai pada mereka, memberanikan diri menyapa sambil mengingatkan diriku bahwa aku tidak salah dan jika ada yang patut disalahkan maka orang itu tak lain tak bukan adalah Natsume-kun.
(Natsume: *kesandung* *jatoh* *nampan makanannya nimpa kepalanya* Adonis: *kaget*)
"Pa-pagi juga Subaru-kun.... Hokuto-kun... S-Souma-kun... maaf ya kalian sampai harus menjemputku seperti ini..." kataku juga dengan ekstra canggung yang tentu saja tidak membantu apa - apa dalam situasi ini. Subaru-kun tetap diam membatu dengan senyumannya yang entah kenapa semakin lama semakin mengerikan. Oke, kalau dibiarin gini terus, yang ada kesalah pahamannya akan melahirkan kesalah pahaman baru lalu akan menyulut kesalah pahaman lainnya dan satu - satunya hal yang paling tidak kubutuhkan pagi ini adalah adanya masalah baru.
Jadi tanpa memedulikan setting kita yang sudah terlalu memusingkan, buru - buru aku berdiri dari dudukku dan langsung berderap menghampiri teman - teman sekelompokku itu. Subaru-kun yang tidak menduganya tentu saja langsung kembali ke mode terkejut. Tapi aku sudah keburu menggaet lengannya---juga menarik baju kedua ikemen polos itu yang masih setia melindungi kesucian masing - masing.
"Mao-kun kita duluan ya~~!! Maaf untuk yang tadi dan jangan lupa sarapan kalau kau tidak mau telat untuk kegiatan selanjutnya!!" Seruku sambil melambaikan tangan pada Mao-kun yang mendadak merasa ditinggalkan. Sambil menyeret ketiga temanku, buru - buru ku berjanji dalam hati kalau apapun yang terjadi hari ini aku bersumpah akan membalas semua perbuatan Natsume-kun.
(Natsume: *kepeleset jatoh lagi* Arashi: *jerit panik*)
"Err.... (Name)-chan, aku bisa jalan sendiri kok, gak perlu digeret - geret terus." Kata Subaru-kun akhirnya memecah kegiatan seret menyeretku itu. Menyadari kalau kami sudah berjalan cukup jauh dari TKP, akhirnya aku melepaskan cengkramanku. Hokuto-kun dan Souma-kun kompak terbatuk - batuk, membenarkan baju mereka. Sepertinya tadi aku terlalu keras menarik baju mereka. Lain halnya dengan Subaru-kun yang ternyata masih dalam mode serius dan kembali menatapku curiga.
"Tadi di dalem lagi ngapain sama Sari??"
Meski lagi gak minum, mendadak aku langsung keselek mendengar pertanyaan kelewat lurusnya itu. Gelagapan aku berusaha mengambil sikap. Tenang, (Name). Kamu tidak salah. Ingat. Kalau ada orang yang patut disalahkan tak lain dan tak bukan adalah Natsume-kun seorang.
(Natsume: *jatoh untuk kesekian kalinya* Seisi kantin: *sweatdrop*)
"Errmmm... lagi gak ngapa - ngapain??" Jawabku coba - coba. Sial. Subaru-kun tetap menatapku lurus - lurus dengan tatapan seriusnya itu. Aku menyeringai pasrah. Maksudku, apa lagi yang bisa kujelaskan dari keadaan ambigu tadi?? Masa aku harus mengarang cerpen dulu kalau tadi kita itu habis perang silat berusaha ngusir tawon yang masuk??
"Isara tidak melakukan apa - apa padamu kan, (Name)??" Lain halnya dengan Subaru-kun dengan kadar kecurigaannya yang sudah level maksimum, Hokuto-kun justru menatapku khawatir. Ia memegang lenganku dengan wajah paling cemasnya. Aku menelan ludah, memikirkan jawaban paling pas untuk situasi ini. Souma-kun juga sudah mengeluarkan katana-nya yang ternyata sudah ia bawa - bawa sepagi ini, menatapku sama cemasnya.
"Tenang saja (Name)-dono!! Saya akan membasmi semua makhluk yang berani mengganggu (Name)-dono!!"
"Stop!! Stop!! Jangan merencakan pembunuhan dengan kasual di sini!!" Seruku panik menghentikan ketiga temanku itu. Aku menghela napas. Tersenyum berusaha tetap tenang sambil menatap ketiganya.
"Tadi itu..... kecelakaan sedikit. Yah, karena kita tidur sekamar, kurasa satu atau dua kecelakaan tidak akan terelakkan.... sebagai info, ini bukan salahku, maupun salah Mao-kun. Ini semua salah Natsume-kun, kalau kalian ingin menyalahkan seseorang. Dan ya, Mao-kun juga tidak melakukan apa - apa terhadapku...." jelasku sambil merangkum semua jawaban pertanyaan mereka. Ketiganya tetap terdiam. Souma-kun menurut, memasukkan katana-nya kembali ke dalam sarungnya. Hokuto-kun dan Subaru-kun saling menatap sedikit terkejut, lantas balik menatapku.
"Sejak kapan kau panggil Sakasaki dengan nama depannya??"
"Iya, bukannya biasanya (Name)-chan manggilnya make nama belakang??"
"Dan kenapa kalian juga salfok sama bagian itu...." desahku tak habis pikir. Sepertinya berita kalau aku dan Natsume-kun sudah mengganti nama panggilan kita jauh lebih penting dari apapun yang terjadi hari ini. Yah, bagus juga sih. Setidaknya perhatian mereka sudah teralihkan dan aku juga sudah tidak selera untuk membahas kejadian tadi. Tanpa menunggu reaksi atau pertanyaan lainnya, aku langsung menggamit lengan Hokuto-kun dan menyeretnya kembali.
"Udah ah, aku laper. Yuk buruan sarapan." Kataku, sambil membenarkan genggamanku pada tangan Hokuto-kun. Hokuto-kun yang tak menyangka akan digandeng langsung bersemu merah, balas merapatkan jemarinya.
"U-um..."
"Curang!! Aku juga mau gandengan sama (Name)-chan!!" Sela Subaru-kun sambil menggaet tanganku yang satunya lagi. Ia meleletkan lidah penuh kemenangan pada Hokuto-kun, yang langsung menggerutu kesal. Souma-kun yang tertinggal di belakang, berlari kecil menyusul kami.
"(Name)-dono!! Aku juga mau dong!!"
"Tapi tanganku cuma dua??" Balasku bingung. Sepertinya itu tidak membuat Souma-kun kehabisan akal karena ia sudah menggenggam tali yukataku yang sedikit terjuntai dari belakang. Aku menghela napas. Tersenyum melihat kelakukan teman - temanku itu.
"Yaudah yuk!!"
Lalu mereka pun tertawa senang. Ah sudahlah. Setidaknya melihat wajah bahagia mereka sudah amat sangat membantu moodku. Tanpa sadar aku pun ikutan tersenyum. Perjalanan menuju kantin pun kembali dilanjutkan sambil ditemani cerita Subaru-kun tentang mereka yang main UNO di kamar dan Souma-kun yang gak pernah menang.
Sesampainya kami di kantin, ternyata sebagian besar kelompok lain sudah selesai makan. Sepertinya aku benar - benar kesiangan tadi. Aku melirik ketiga cowok itu, yang sudah sibuk mengobrol mencari meja yang kosong. Kalau misalkan mereka sengaja menjemputku dulu sebelum sarapan, itu berarti mereka rela memundurkan jadwal mereka demi diriku. Sedikit terharu, aku mengikuti Souma-kun yang mengajakku untuk segera mengambil makanan. Tapi kenapa hanya mereka bertiga, bukankah seharusnya kita makan sekelompok??
"Ara?? (Name)-chan??"
Aku menoleh.
Arashi-kun dan Mika-chan berdiri di belakangku. Sepertinya keduanya sudah selesai makan karena Mika-chan tambak membawa sekotak susu. Di belakang mereka juga berdiri Yuzuru-kun, dengan tatapan paling terkejutnya yang ia miliki.
"Ah!! Pagi, Arashi-kun, Mika-chan, Yuzuru-kun. Maaf ya aku telat bangunnya!!" Seruku sambil membungkuk pada mereka. Bagaimana pun juga aku telah mengacaukan jadwal kelompok kami, meski waktu sarapan memang masih tersisa. Arashi-kun dan Mika-chan malah saling menatap bingung, lalu menatapku balik seolah aku ini baru saja turun dari Mars atau bagaimana. Yuzuru-kun tetap dengan ekspresi terkejutnya, namun bisa kulihat raut masam pelan - pelan tesirat dari pancaran matanya.
"(Name)-chan... baru mau makan??" Tanya Arashi-kun, entah kenapa tampak bingung. Aku mengangguk perlahan, menelengkan kepalaku.
"Iya?? Aku baru bangun soalnya. Tadi dijemput sama Subaru-kun dan yang lain." Jawabku. Sepertinya jawabanku tidak memuaskan karena lagi - lagi keduanya saling tatap. Tapi kali ini semakin bingung. Mika-chan menatapku, balik bertanya.
"Tapi bukannya tadi mereka bilang mau ketemu sama Kunugi-sensei karena ada urusan??"
"Hah?? Enggak kok.... mereka datang menjemputku tadi...." kataku, perlahan memahami kalau ada kesalahan komunikasi disini. Mewakili Arashi-kun dan Mika-chan yang masih belum menangkap situasi, akhirnya Yuzuru-kun membuka suaranya.
"Tadi pagi sebelum mereka keluar kamar, Akehoshi-sama bilang kalau mereka ada keperluan sebentar dengan Kunugi-sensei, dan katanya kita tidak perlu menunggu mereka maupun (Last Name)-san, karena Anda telah sarapan terlebih dahulu sebelum kami...." jelas Yuzuru-kun dengan nada masamnya. Aku menelan ludah. Akhirnya mulai memahami apa yang terjadi.
"Itu, aku...." gumamku, bingung harus menjelaskan seperti apa. Tahu - tahu sebuah lengan sudah merangkul bahuku, menarikku dari situasi canggung ini. Aku menoleh. Senyum Subaru-kun langsung menyambutku, ia membalik badanku dan langsung mendorongku ke arah meja makan.
"(Name)-chan jangan lama - lama, nanti kita beneran telat loh~"
"Akehoshi-sama." Panggil Yuzuru-kun tegas, berusaha menghentikan kami. Kukira Subaru-kun akan acuh saja dan tidak memedulikannya, tapi ternyata ia mau berbalik dan menghentikan langkahnya. Langkahku juga ikut terhenti, aku menatap keduanya khawatir.
"Apa maksud Anda berbohong pada kami??" Seru Yuzuru-kun langsung. Subaru-kun balas menatap Yuzuru-kun santai, mengangkat bahunya.
"Maaf, tadi aku memang sengaja berbohong."
"...!! Anda---"
"Maaf saja Fusshi, tapi disini strategi juga bermain." Kata Subaru-kun yang mulai tidak kumengerti. Subaru-kun tentu menyadari gelagatku karena tangannya langsung bergerak menutup kupingku. Meski begitu, dengan bantuan melihat gerakan bibir Subaru-kun, samar - samar aku bisa mendengar apa yang selanjutnya Subaru-kun katakan.
"Kita tidak akan segan - segan untuk melakukan apapun."
Yuzuru-kun melebarkan matanya kesal, sungguh tidak seperti dirinya yang biasa. Arashi-kun juga menutup mulutnya terkejut, menatap Subaru-kun tak percaya. Mika-chan menatap kita semua khawatir. Aku ingin membuka suara untuk memecah keheningan yang terasa berat ini, tapi Subaru-kun sudah memutuskan untuk meninggalkan lokasi dan langsung menarikku pergi.
"Subaru-kun, tadi itu---" seruku berusaha memanggilnya. Dari situasi yang kutangkap tadi, sepertinya Subaru-kun berbohong soal menjemputku dan menutupinya dengan mengatakan kalau mereka harus menemui Kunugi-sensei. Tapi kenapa pula mereka harus berbohong?? Bukankah mereka bisa terus terang kalau akan menjemputku??
Subaru-kun hanya menoleh sekilas padaku, tersenyum misterius.
"Sudah, soal itu tak usah (Name)-chan pikirkan. Yang penting sekarang kita sarapan dulu biar gak pingsan pas jalan - jalan nanti." Katanya ceria sambil menepuk rambutku. Aku cemberut, menatapnya menyelidiki. Tapi Subaru-kun benar - benar kukuh menutup mulutnya. Tidak membocorkan satupun informasi yang kuinginkan.
Entah apa alasan mereka bertengkar seperti itu, dan entah kenapa pula mereka tidak mau aku mengetahuinya. Apa jangan - jangan ini menyangkut soalku, makanya mereka tidak ingin aku tahu?? Tapi masalahnya kalau aku yang jadi persoalan, memangnya apa lagi yang bisa dipertanyakan dari keberadaanku disini??
Aku menoleh ke belakang, dan ternyata ketiganya masih berdiri menatap kami. Arashi-chan akhirnya hanya tersenyum miris sambil balik badan, yang langsung disusul oleh Mika-chan yang benar - benar tampak khawatir. Yuzuru-kun masih berdiri dengan tampang kesalnya, sebelum akhirnya mendecih keras dan berjalan ke luar. Aku menelan ludah. Sudah cukup. Aku tidak bisa pura - pura tidak melihat semua ini.
Pasti ada sesuatu yang terjadi.
~~~~~
"(Last Name)-san."
"EH COPOT YA RABBI MASYA ALLAH---" Seruku kelewat gak santai sambil refleks jongkok dengan pose paling tidak keren sedunia. Lain denganku, Yuzuru-kun yang berdiri kalem di samping pintu kamar masih tetap tampan berkarisma tanpa sedikitpun terpengaruh oleh kekagetanku barusan. Ia menatapku normal---maksudku---sudah tidak sungut - sungut sebal menyeramkan seperti tadi pagi. Di koridor hanya tinggal kita berdua, karena tadi aku sudah menyuruh Mao-kun dan yang lain untuk duluan saja, dan aku pun juga tidak melihat anggota kelompokku yang lain.
"A-Ada apa Yuzuru-kun?? Kamu yang disuruh jemput aku sekarang kah??" Tanyaku berusaha kalem sambil beranjak dari posisi jongkokku. Yuzuru-kun tidak langsung menjawab, ia hanya tersenyum tipis sedikit misterius sambil menyerahkan ponselnya. Aku menatapnya bingung, menerimanya dengan setengah hati sambil melihat apa yang terpampang di layar ponselnya.
"Kita akan langsung berangkat ke Pasar Nishiki." Jelasnya, sambil menunjuk layar ponselnya yang ternyata menampilkan peta kota Kyoto. Aku manggut - manggut. Pasar Nishiki memang salah satu tujuan kita hari ini--dimana hari ini adalah kegiatan bebas per kelompok. Meski begitu, seharusnya kita ke Pasar Nishiki setelah keliling - keliling sejenak di distrik yang khusus menjual manisan jepang. Entah kenapa tidak ada yang memberitahuku soal ini.
"Hmm, oke deh. Trus, yang lain dimana??"
"Kebetulan mereka semua sudah terlebih dulu pergi ke sana. Saya sengaja tinggal supaya bisa memiliki waktu berdua dengan Anda, (Last Name)-san."
"Waktu berdua?? Memangnya kenapa??" Seruku, tak sengaja langsung memasang batas yang sudah kubuat selama ini terhadapnya. Mendadak aku teringatkan kalau seharusnya sekarang aku menjauhinya. Yuzuru-kun tentunya sudah menduga reaksi pedasku tersebut karena senyumnya sudah menghilang.
"Saya.... ingin minta maaf. Saya sadar kalau sikap saya telah membuat (Last Name)-san tidak nyaman. Maaf saya sengaja memaksakan diri untuk mengambil waktu Anda, tapi kalau tidak seperti ini masalah kita tidak akan pernah selesai." Katanya sambil meraih ponselnya kembali. Aku menatapnya sangsi. Yuzuru-kun sudah tersenyum kembali, mendekatkan wajahnya padaku.
"Jadi, apa Anda berkenan memaafkan saya, (Last Name)-san??"
Suaranya yang bergema di lorong memang terdengar lembut seperti dirinya yang biasa, namun entah kenapa aku samar bisa merasakan sebuah keyakinan dan maksud lainnya yang terselip di suaranya juga tatapan matanya. Aku langsung mengalihkan tatapanku. Menahan diri untuk tidak mengatakan hal jahat lainnya.
"......memangnya aku punya pilihan apa??" Kataku, akhirnya. Yuzuru-kun tampak sedikit terkejut mendengar jawaban jujurku. Aku maju, mengambil tangannya yang tergantung dan memaksakan diriku untuk menjabatnya.
"Aku masih tidak nyaman atas sikapmu saat itu, tapi aku juga tidak mau lama - lama berantem denganmu. Apalagi kita sekelompok, itu akan menyulitkan semuanya." Lanjutku. Secara tidak langsung mengatakan kalau aku bersedia memaafkannya. Kuberanikan diri mengintip wajahnya, dan ternyata Yuzuru-kun sudah tersenyum senang. Begitu lebarnya sehingga aku terpana.
Yuzuru-kun akhirnya tertawa senang, menepuk puncak kepalaku. Aku masih tertegun, tak percaya bisa melihat wajah senangnya di saat seperti ini.
"Baiklah, terima kasih banyak (Last Name)-san, saya senang sekali." Katanya, kali ini benar - benar terdengar senang dengan tulus. Tanpa menunggu reaksiku, Yuzuru-kun pun balik badan dan langsung berjalan menuju lobi utama.
"Yuk, kita pergi."
Aku menghela napas. Buru - buru menguasai diriku sendiri dan langsung menyusul langkahnya.
Begitu sampai lobi, sudah tidak ada lagi bayangan siswa Yumenosaki dimanapun, jadi sepertinya mereka semua sudah pergi menuju destinasi masing - masing. Sesuai kata Yuzuru-kun, teman - teman kelompok kami pun juga tidak kelihatan. Sejauh ini apa yang Yuzuru-kun katakan ternyata benar. Kami sama - sama beranjak menuju halte bus terdekat. Pasar Nishiki seharusnya tidak begitu jauh, tapi tentunya itu bukan jarak yang bisa dicapai dengan kaki. Sambil menunggu bus, aku pun mengecek ponselku yang belum kusentuh sejak pagi.
"Ah sial---" seruku refleks. Beberapa calon penumpang yang juga menunggu di sampingku menoleh, sedikit terganggu dengan pilihan kataku barusan. Aku tersenyum malu, membungkuk sedikit pada semuanya. Yuzuru-kun yang juga menyadari seruanku barusan, menaikkan alisnya padaku.
"Ah enggak, ternyata ponselku mati total. Padahal kemaren sudah kuisi ulang daya baterainya..... ah sudahlah. Toh masih ada Yuzuru-kun. Nanti saja pas pulang kuisi lagi." Jelasku setengah sebal sambil memasukkan kembali ponselku ke dalam tasku. Disaat bersamaan, ternyata ponsel Yuzuru-kun malah berdering. Baru saja aku mau bertanya siapa yang menelepon---siapa tahu Himemiya-kun gitu kan, kangen kali---dengan secepat kilat Yuzuru-kun justru mematikan panggilan tersebut. Seolah itu belum cukup, jarinya dengan gesit juga langsung men-silent ponselnya. Aku melihat semua gerak - geriknya, dan mendadak rasa curiga yang sudah kubuang perlahan mulai naik lagi.
Apa keputusanku untuk memaafkannya tadi.... sudah benar??
"Ah, tadi bukan apa - apa kok (Last Name)-san. Hanya panggilan salah sambung." Sepertinya Yuzuru-kun juga sudah menduga kebingunganku karena ia langsung menjawab secara otomatis---seolah memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Aku mau membuka mulutku lagi, bertanya apakah tadi jangan - jangan adalah Hokuto-kun atau Subaru-kun, tapi niatku kalah cepat oleh bus yang ternyata sudah datang dan berhenti di halte bus tempat kami menunggu. Semuanya langsung berdiri, mengantri rapih memasuki bus. Mau tidak mau aku pun ikut berdiri, terpaksa menelan rasa penasaranku yang terlanjur menjalar.
Duh, kenapa aku jadi curigaan begini sih?? Apa karena aku masih kesal sama Yuzuru-kun?? Ah tapi kan kita tadi sudah minta maaf. Apa karena kejadian tadi pagi?? Karena diam - diam mereka bertengkar tentang hal yang tidak aku ketahui?? Tapi kalau begitu kesannya jadi aku hanya berpihak pada Subaru-kun, padahal aku sendiri belum paham masalahnya apa.
Benar, aku tidak boleh curiga hanya dengan pemikiranku sendiri. Itu tidak sopan. Apalagi Yuzuru-kun sudah memberanikan diri untuk meminta maaf secara langsung kepadaku. Dan aku yang sudah memaafkannya tidak punya hak lebih lanjut untuk terus berprasangka buruk kepadanya seperti ini.
Benar.
Jangan curiga berlebihan, (Name).
Tidak boleh berprasangka buruk.
Tapi kalimat yang terus kuulang - ulang di kepalaku itu makin lama justru semakin tidak bisa kupercaya, makin tidak bisa kupegang, begitu akhirnya kita berdua sampai di halte bus terdekat menuju Pasar Nishiki, dan aku tidak melihat satupun murid berseragam Yumenosaki di sini, maupun dalam radius 200 meter di sekitar kami.
Yuzuru-kun masih sibuk mengecek ponselnya, saat akhirnya aku memberanikan diri menarik ujung bajunya. Yuzuru-kun menoleh, menatapku bingung. Aku menelan ludah. Ayo, atur ekspresimu, (Name). Aku tahu kamu curiga, tapi jangan sampai itu terlihat jelas dan malah menyinggung perasaan Yuzuru-kun.
"Dimana yang lain?? Kok aku tidak melihat siapa - siapa??"
Ternyata yang keluar hanya pertanyaan standar saja. Tapi entah kenapa aku gemetaran sekali menanyakannya. Aku mencengkram lengan baju Yuzuru-kun lebih kuat, menatapnya cemas.
"Benar kan, mereka menunggu kita disini??" Seruku, tak sengaja terlalu keras sampai beberapa orang di sekitar kami menoleh. Yuzuru-kun menatapku lama, sebelum akhirnya menurunkan tanganku dari lengan bajunya.
"........curang."
"Hmm?? Yuzuru-kun?? Benar kan seharusnya kita kesini??"
"(Last Name), kau curang sekali."
Deg.
Aku refleks menarik tanganku kembali. Menatapnya dengan kadar keterkejutanku paling tinggi hari ini. Yuzuru-kun sudah menatapku masam, tersenyum tidak senang. Aku menatapnya setengah takut, mundur selangkah.
"Yuzuru-kun??"
"Memangnya segitu pentingnya Akehoshi, Hidaka, sampai kamu bela - belain untuk selalu bersama mereka, gitu?? Harus banget ya nempel terus seharian??" Hilang sudah Yuzuru-kun yang biasanya. Bukan. Bukan itu. Bukan itu yang kurasakan. Rasanya.... justru inilah Yuzuru-kun yang seharusnya. Perasaan Yuzuru-kun yang sebenarnya. Entah apa yang terjadi, aku tidak mengerti. Aku menatapnya marah, tersinggung mendengar kalimatnya.
"Apa maksudmu?? Itu gak ada hubungannya sama bagaimana seharusnya kita ketemu sama yang lain sekarang. Katakan, dimana mereka?? Mendengar kalimatmu aku tahu kau tahu dimana mereka berada." Tantangku balik. Yuzuru-kun menatapku tajam, ia mengeluarkan ponselnya, dan tanpa menunggu sedetik pun ia langsung melemparkannya sekuat tenaga ke jalan raya. Aku memekik kaget. Bersamaan dengan itu sebuah mobil melintas dan langsung melindas ponsel tersebut. Aku tertegun. Aku balik menatap Yuzuru-kun, yang tentu saja tidak sedikit pun menyesal atas tindakannya barusan.
"Cukup. Memangnya harus mereka terus yang kau bahas??"
"Yuzuru-kun!! Fokus!! Kenapa kamu jadi begini??"
"Selalu saja Trickstar, atau tidak anak - anak lainnya. Aku tahu kau memang dekat dengan yang lainnya, tapi itu menyebalkan. Memangnya apa bagusnya anak - anak seperti mereka?? Apa bagusnya?? Mereka cuma bocah ingusan, orang - orang bodoh yang tidak tahu apapun tentang dunia. Kenapa kau selalu memperhatikan mereka?? Aku tak mengerti. Kalau cinta sampai bisa membuatmu bodoh seperti ini, aku tidak akan pernah sudi---"
"HENTIKAN!!"
Jeritku sudah kehabisan kesabaran. Orang - orang yang lewat langsung menghentikan langkah mereka, menatap kami terkejut. Aku menatap Yuzuru-kun tidak terima. Benar - benar marah. Andai saja kita tidak sedang di tempat umum, mungkin aku sudah menamparnya sejak tadi. Aku maju mendekatinya, langsung mencengkram kerah bajunya kasar. Yuzuru-kun tidak sedikitpun terkejut, ia justru menatapku sama marahnya sambil menahan kepal tangannya.
"Aku tidak tahu apa yang merasukimu, tapi kalau kau sekali lagi mengatakan hal - hal jahat mengenai teman - temanku...." Mati - matian aku menahan jeritanku, berusaha merendahkan nada suaraku. Aku mendorongnya kasar, membuatnya mengenai tiang halte bus.
"Aku sendiri yang akan membuatmu tidak pernah bisa bicara lagi selamanya." Kataku, geram sekali. Menatapnya rendah. "Sekalipun kau juga, temanku."
Yuzuru-kun tidak berkomentar apa - apa, hanya terdiam di posisinya.
Sudah. Aku tidak ingin berurusan lagi dengannya. Peduli amat dengan study tour. Peduli amat dengan kegiatan kelompok. Aku tak sudi melihat wajahnya lagi. Aku langsung membalik badan cepat, ingin segera pergi dari situ. Tapi tiba - tiba sebuah tangan menahan kedua lenganku secara tiba - tiba. Aku terkejut, tak menyangka akan hal tersebut. Refleks aku mendongak, dan kedua mata biru yang dibatasi lensa kacamata tebal langsung balas menatapku.
"Kau pasti produser pertama paling dibanggakan Yumenosaki bukan??" Katanya, sambil tersenyum lebar yang terlihat sangat tidak natural. Tapi di saat bersamaan, terlihat sangat charming. Demi melihat wajah yang amat kukenali itu, hilang sudah rasa marahku, seketika digantikan oleh rasa terkejut tak tertahankan.
"I-Ibara---"
"Yuzuru, kau jahat sekali sampai membuat gadis secantik ini marah seperti itu. Sepertinya kau tetap tidak punya manner sama seperti saat kita dulu di kamp militer ya??" Pemuda berkacamata itu beralih menatap Yuzuru-kun yang sama terkejutnya denganku---meski dengan esensi yang amat sangat berbeda. Wajah Yuzuru-kun yang sudah kesal berubah menjadi lebih kesal, ia beranjak menghampiri kami. Tangannya terjulur berusaha meraih lenganku.
"Lepaskan (Last Name)-san."
"Oho, tidak bisa Yuzuru. Justru kau---yang seharusnya jauh - jauh darinya." Pemuda itu langsung menutupiku dari Yuzuru-kun. Ia mendorongku pelan, yang langsung ditangkap oleh lengan lainnya.
"Jahat sekali memang, anak itu!! Tidak bisa dipercaya!! Bagaimana mungkin ia berlaku tidak pantas pada lady seperti itu??!! Emang Eichi-kun gak becus milih anak!!"
"Ohii-san..... memangnya kau punya hak untuk komentar seperti itu?? Yah, bukannya aku tidak setuju sih...."
"....... kau tidak apa?? Tadi kau tampak marah sekali padanya. Apa dia membuatmu kesal??"
Aku menoleh terpana pada ketiga cowok yang sudah menangkapku itu. Andai saja tidak dalam situasi menyebalkan seperti ini, sudah pasti aku akan menjerit - jerit kesenangan dan auto pingsan di tempat. Tubuhku gemetar saking tidak percayanya. Kini berdiri melindungiku, tiga member dari Eden, grup Idol terkenal yang tentu saja tidak ada yang tidak tahu tentang mereka. Tomoe Hiyori, Sazanami Jun, Ran Nagisa, juga Saegusa Ibara yang sekarang berhadapan langsung dengan Yuzuru-kun. Semua orang di sekitar kami langsung berseru - seru heboh, tak menyangka akan bertemu grup idol fenomenal itu di tengah jalan kota Kyoto. Dan aku, kini sudah gemetar berada di antara mereka.
Astaga.... apa yang baru saja terjadi??!?!
~~~~~~~
HELLO HELLO HELLO SEMUANYAAAA~~!!!
EHE.
HE.
HE.
HEHEHE.
Kaget gak---//gak.
AKHIRNYA AKHIRNYA AKHIRNYAAAA EDEN DEBUT DI FANFIC INI GES YEEEEEYYY!!!
*sfx tepuk tangan*
Gak kerasa yah hwhw tadinya author rencananya gak mau masukin mereka ampe epilog nanti(*dihajar*), tapi karena Madara ama Papa Seiya juga udah debut, whay not gitu mereka juga ikut muncul ehe. Habis habis, author bikin ceritanya jauh sebelum jaman mereka debut secara official di gamenya 😭😭😭 Jadi kepada para EdenP disini yang diam - diam berharap oshinya keluar makasih ya sudah mau setia menunggu hwhw ( ;∀;) 🙏
Author pribadi dulu takut banget sama Eden//gmn. Apalagi waktu ngeliat kartu pertama mereka di era '!'. Kek... gak tahu... takut aja ( ;∀;) mana author waktu itu bucin banget sama Trickstar jadi auto tidak meng-like Eden HAHA(*dihajar EdenP*). Trus dulu author emg anaknya males banget baca story game//yha//makanya gak sempet kenalan(??)ama mereka. Tapi sekarang setelah kenalan baik - baik sama mereka ternyata mereka semua anaknya lucu - lucu dan jadilah sekarang Eden salah satu unit favorit author hehe~
Akan bagaimana peran mereka di cerita ini?? Nantikan saja yha~~☆☆
Lalu untuk mengganti suasana akhirnya autho apdet hari Senin yeey(padahal aslinya ngebut ngerjain makanya pas minggu gak kekejar//yha). Nah karena biasanya ini fanfic menemani kalian sebelum sekolah, sekarang anggep aja fanfic ini sebagai selingan setelah sekolah atau kerja seharian ya gak ya gak ehe//plak. Pokoknya, semoga kalian menikmati chapter kali ini juga~~!!
Trus, maaf ya, author itu gak jago bikin orang berantem soal percintaan, makanya disini berantem sama Yuzurunya udah kayak mau tawuran--//gmn. Emang dasar authornya jomblo sih makanya gak punya pengalaman hiks (`;ω;´) Tapi siapa tahu kalian malah jadi ikutan tegang ya gak ehe//yain aja thor.
Oke deeh~~☆☆!! Segitu dulu untuk meet and greet(?)kali ini!! Terima kasih sudah membaca chapter kali ini, dan sampai jumpa di chapter selanjutnyaa~~☆☆!!
Sampai babaaay~~☆☆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro