Trip to Hell #1 - Let's Gooo!!
(Name) POV
.
Tak terasa, berhari - hari sudah berlalu, dan meski aku takut akan segala kemungkinan apapun itu yang akan terjadi kali ini---akhirnya tiba juga hari itu.
Hari pertama study tour.
Seperti biasa, pagi - pagi maid-ku sudah membangunkanku(karena kalau aku yang bangun sendiri pasti bakal kebablasan). Segera melaporkan sarapan sudah siap dan sebaiknya aku langsung mandi atau kalau tidak aku akan terlambat. Meski aku tergoda untuk menarik selimut lagi dan berusaha koma kalau perlu, tapi instingku berkata kalau aku tak bangun sekarang juga semuanya akan kacau. Jadi dengan setengah terkantuk - kantuk, kuseret kakiku ke kamar mandi dan segera kuguyur kepalaku dengan seember air dingin.
Hari ini Ayah juga sepertinya akan berangkat kerja lebih siang, sehingga ia menawarkan diri untuk mengantarku. Aku mengiyakan saja, hitung - hitung untuk menghabiskan waktu bersamanya. Sudah lama kami tidak jalan bersama atau sekadar bersantai di rumah sebagai keluarga. Tapi entah kenapa, pagi ini Ayah lebih diam dari biasanya. Mungkin pekerjaannya sedang banyak. Matanya tampak tidak fokus dan dia bahkan tidak mengajakku bicara sama sekali.
Aku mengaduk sarapanku dengan bosan. Sepiring nasi uduk spesial buatan Ayah yang tentu saja keasinan. Gak habis pikir kenapa masakan Ayah selalu keasinan. Tahu - tahu ponselku bergetar, ada pesan masuk. Kuintip sedikit, dan nama yang muncul di layarnya membuatku langsung menyambarnya.
2 new messages
Hokuto-kun: Jangan lupa hari ini study tour (Name). Kuharap kau sudah bangun dan bersiap menuju stasiun sekarang.
Hokuto-kun: (Name), kebetulan hari ini Ayahku juga akan ke stasiun yang sama. Kami akan pergi bersama, d-dan---mungkin kalau kau tak keberatan, m-m-m-maukah kau b-bb-be-ber-berangkat bersama kami?? Jangan salah paham, Ayahku yang minta ingin bertemu denganmu. Dan jangan mikir yang aneh - aneh tentang kenapa dia mau bertemu denganmu!!
Aku menyeringai tanggung membaca pesannya yang kelewat OOC itu. Pertama, untuk pesan pertamanya. Tahu saja dia kalau aku takkan bisa bangun dengan usahaku sendiri. Lalu pesannya yang kedua, kenapa pula dia sengaja menulisnya seolah dia gagap begitu. Dan sejak kapan sahabat berwajah datarku ini jadi tsundere. Sepertinya pagi ini semuanya lagi dalam mode OOC. Aku segera mengetik balasannya, sambil melirik Ayah yang masih duduk khusyuk dengan tampang kuyunya.
(Name): Maaf Hokuto-kun, hari ini Ayahku yang akan mengantarku. Kurasa kita bertemu langsung saja di stasiun.
Hokuto: O-ooh... begitu.... yasudah kalau memang begitu jadinya. Baiklah, hati - hati (Name). Jangan sampai ada yang tertinggal. Sampai jumpa di stasiun.
Seketika alisku berkerut setelah membaca pesannya. Kenapa dia terdengar kecewa??
"(Name), sudah sarapannya nak?? Sebaiknya kita berangkat sekarang kalau kau tak mau menyusul dengan kereta berikutnya." Kata Ayah, padahal piringnya sendiri belum tersentuh sama sekali. Aku segera melirik jam, memang benar, tinggal setengah jam lagi sebelum waktu berkumpul. Berhubung stasiun keberangkatan memang agak jauh dari rumahku, buru - buru aku menyuap nasi uduk itu dan berusaha menelannya.
Ayah memerhatikanku makan dalam diam, pandangannya jatuh ke ponselku yang masih tergeletak di meja makan.
"Tadi siapa yang meneleponmu?? Maeda??" Tanya Ayah, tumben - tumbennya menyinggung topik itu. Aku menelan nasi udukku, menggeleng.
"Itu Hokuto-kun, dia mengingatkanku untuk tidak telat. Dia juga mengajakku untuk berangkat bareng, tapi kutolak. Dan dia tidak meneleponku, hanya mengirimkan pesan." Jawabku singkat. Kumakan tempe orekku dalam sekali suap, lalu segera menghabiskan teh manis hangatku.
"Hmm... begitu." Gumam Ayah, lebih terdengar kepada dirinya sendiri dibanding menanggapi jawabanku tadi. Aku meletakkan gelasku di meja, mengelap bibirku.
"Yuk, aku sudah selesai." Aku segera berdiri menyambar tasku, tersenyum pada Ayah yang entah kenapa makin tampak kuyu. Ayah membalas senyumku lemah, mengambil kunci mobilnya yang sudah disiapkan.
"Yuk."
Udara pagi yang dingin segera membungkusku. Kurapatkan sweater tebalku yang sengaja kupakai hari ini untuk menggantikan kardiganku. Daun - daun yang mulai menguning memang memberikan kesan kalau sekarang sudah fevernya musim gugur. Ayah membuka pintu mobil, mempersilahkanku masuk.
Perjalanan diisi dengan sama heningnya seperti sesi sarapan tadi. Aku menoleh malas keluar jendela, memperhatikan jalanan yang mulai ramai diisi anak sekolahan. Seketika teringat dengan perjalanan singkatku bersama Mikejima-senpai kemaren. Ayah fokus menyetir, bahkan bisa dibilang terlalu fokus. Matanya menatap serius jalanan, tidak sekalipun berusaha melirikku.
15 menit berlalu, gedung stasiun keberangkatan segera menyambut kami. Ayah membawaku segera ke lobi, Ayah memang hanya akan mengantarku, tidak menungguiku. Mobil berhenti sempurna di depan lobi. Aku bisa melihat Hokuto-kun dan Ayahnya juga sudah sampai, keduanya sedang berbincang akrab di tangga menuju peron stasiun.
Aku mengambil tasku, memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal. Ayah tetap fokus pada jalanan.
"Baiklah... aku pamit dulu ya Yah. Sampai ketemu 3 hari lagi." Kataku, menoleh kepadanya. Ayah balas menoleh, tersenyum tipis padaku.
"Iya, selamat bersenang - senang."
Aku mengangguk pelan, masih merasa aneh dengan sikapnya pagi ini. Mungkin Ayah kerasukan sifat galaknya Itsuki-senpai atau bagaimana. Eh tapi, kalau Itsuki-senpai lebih cerewet lagi sih dibanding ini. Sambil nyengir memikirkan senpaiku itu, aku segera turun dari mobil dan berniat berlari menyapa Hokuto-kun.
Tapi suara Ayah segera menghentikanku.
"(Name)."
Kakiku yang sudah siap berlari langsung kaku berhenti. Aku menoleh kaget. Ayah yang masih duduk rapih dengan sabuk pengamannya di kursi pengendara, menatapku serius. Aku menelan ludah. Suaranya yang memanggilku barusan juga terdengar sangat serius, hingga membuatku tertegun.
"I-iya...??"
Ayah menatapku sebentar, sebelum akhirnya menatap Hokuto-kun di kejauhan.
"Kau.... baik - baik saja di sekolah??"
"Eh??"
Refleks aku berseru kebingungan. Maksudku, random sekali topiknya. Lagipula Ayah kan juga sudah sering bertemu teman - temanku baik yang seangkatan maupun yang beda tingkat. Ayah bisa melihat dengan jelas tanpa kuberitahu kalau kehidupan sekolahku baik - baik saja.
Yah, diluar beberapa kegilaan lainnya.
"Maksud Ayah, kau dan teman - temanmu baik - baik saja kan?? Tidak ada yang menindasmu kan??" Tanyanya sekali lagi. Matanya menatapku khawatir. Aku ikut menoleh ke Hokuto-kun, yang rupanya sudah menyadari kedatanganku. Wajahnya memerah samar, berusaha melambaikan tangannya padaku. Ayahnya, Seiya-san, cengar cengir lebar di samping putranya itu.
"Tidak." Jawabku langsung, menatapnya tersenyum.
"Teman - temanku, seperti yang Ayah lihat sendiri, mereka semua teman - teman yang baik. Yah, meski agak aneh sih kadang - kadang---mereka juga tak segan menolongku. Selalu berusaha membantuku sebisa mungkin. Meski kadang emang bikin risih dan sebal sih, tapi aku tahu mereka menyayangiku---" aku menggapai tasku yang tadi kuletakkan di lantai, lantas menggendongnya. Tatapanku kembali kepada Hokuto-kun yang ternyata sudah disamperin sama Subaru-kun dan Souma-kun. Keduanya juga melihatku, Subaru-kun melambaikan tangannya heboh sementara Souma-kun tersenyum lebar, mengangguk padaku.
"---dan aku menyayangi mereka."
Ayah mengerjapkan matanya sebentar mendengar jawaban tegasku itu. Untuk pertama kalinya pagi ini, akhirnya ia tersenyum lebar padaku.
"Baguslah kalau begitu. Ayah senang."
"Iya... aku juga. Errr, ngomong - ngomong aku pergi sekarang yah. Takut telat." Kataku sambil melirik arlojiku cemas. Tinggal 5 menit lagi waktu berkumpul. Sagami-sensei di kejauhan juga sudah menghampiri ketiga temanku tadi, menimpuk mereka satu - satu dengan gulungan buku tulisnya. Seiya-san tertawa puas, akrab menyapa Sagami-sensei. Ayah menatapku lama, menjulurkan tangannya dan menepuk kepalaku.
"Selamat bersenang - senang. Hati - hati di Kyoto." Katanya sebagai salam penutup. Aku mengangguk, tersenyum lebar.
"Iya!!"
Aku melambaikan tanganku, mobil Ayah dengan cepat segera meninggalkan lobi stasiun, meninggalkanku seorang diri. Meski percakapan kita pagi ini agak tidak seperti biasanya, aku lega ia kembali normal seperti Ayah yang biasanya.
Aku menggendong tasku, berlari kecil menuju ketiga cowok tadi yang ternyata masih setia menungguiku. Entah kemana perginya Sagami-sensei, mungkin sudah masuk ke peron stasiun. Seiya-san sendiri masih bergabung bersama mereka. Subaru-kun langsung memelukku hangat begitu aku sampai, mengusap - usapkan kepalanya ke kepalaku. Souma-kun masih dengan senyum lebarnya, inisiatif membawakan tasku.
"Pagi, (Name)-dono, hari ini cerah ya."
"Err... cerah sih, tapi yang jelas jauh lebih cerah wajahmu." Jawabku sambil tersenyum tanggung. Entah kenapa wajah Souma-kun lebih ekstra glowing pagi ini. Apalagi dibumbui senyum polos ikemennya itu. Double combo. Souma-kun hanya menatapku bertanya - tanya, tentunya tidak mengerti betapa mematikannya pesonanya pagi ini bagi hati perempuan yang lemah. Untung saja aku sudah kebal dengan pesonanya(untuk tidak bilang pesona semua idol yumenosaki). Hokuto-kun batuk - batuk sok - sok gugup, menyapaku juga.
"Pagi (Name), akhirnya kau sampai yah."
"Yah, kalau aku belum sampai aku tidak akan berdiri bersama kalian disini." Jawabku garing. Subaru-kun masih ndusel - ndusel, memelukku lebih erat. Aku menepuk kepalanya pelan.
"Pagi Subaru-kun, kau tak mau menyapaku??"
"Cium dulu. Aku kangen (Name)-chan."
"Gak boleh, gak muhrim." Jawabku sambil mendorong wajahnya. Tentunya Subaru-kun tidak sakit hati. Balik memelukku dari belakang. Seiya-san yang memerhatikan kami sedari tadi menautkan alisnya. Senyam senyum sendiri melihat tingkah kami.
"(Last Name)-san akrab sekali yah dengan anak - anakku."
"Eh, tentu saja... kita kan teman sekelas." Jawabku, bingung kenapa semua ayah pagi ini mempertanyakan keakrabanku dengan teman - temanku. Seiya-san kali ini mengusap dagunya, melirik putra satu - satunya yang berdiri di sampingku.
"(Last Name)-san juga akrab sama Hokuto kan yah... ah... I see.." katanya berspekulasi sendiri. Senyumnya yang semakin lebar justru membuatku semakin menyeringai tanggung. Subaru-kun tentu tidak peduli, kali ini udah balik berebut tasku dengan Souma-kun. Hokuto-kun masih dengan batuk - batuk gugupnya, segera menghalangi ayahnya dariku dan menarikku segera.
"Udah ah gak usah yang aneh - aneh. Aku pamit dulu. Gak usah telepon kalau gak perlu." Pamit Hokuto buru - buru dengan nada sedingin es. Kebalikan dengan mukanya yang merah padam. Seiya-san akhirnya menyerah, tertawa, dan melambaikan tangannya pada kami.
"Ayahmu tumben lebih kalem." Komentarku sedikit. Aku mengeluarkan tiketku, menempelkannya di sensor. Hokuto-kun menyusul di belakangku, menghela napas super duper ekstra ultimate lelah.
"Udah gak usah pedulikan orang tua itu... daripada itu, kau dekat juga dengan ayahmu." Katanya berusaha mengganti topik. Sehelai daun jauh ke atas rambut silkynya itu. Refleks tanganku mengambilnya, tersenyum lebar.
"Tentu saja, beliau orangtuaku satu - satunya." Aku membuang daun yang kupungut tadi. Balik menatap Hokuto-kun. Menelengkan kepalaku.
"Kamu demam??"
"Eh?? Apa??" Jawabnya gugup. Maksudku---beneran gugup. Wajahnya sudah sempurna memerah sekarang. Bahkan kalau misalkan aku disuruh milih mana yang lebih merah---muka Hokuto-kun sekarang atau rambut Mao-kun, kurasa aku takkan bisa memilihnya. Kuletakkan tanganku di dahinya, yang langsung ditepisnya dengan panik.
"Apaan sih, gak usah pegang - pegang..." serunya misuh - misuh sambil menjauh 2 meter. Sangat tidak Hokuto-kun sekali. Baru saja aku mau menghampirinya lagi giliran dahiku yang ditahan dari belakang.
"Bener, (Name) emang gak boleh megang jidat cowok manapun selain aku."
"Ralat---aku pun juga tak sudi memegang jidat senpai kalau tidak perlu." Balasku sambil menyingkirkan tangan tadi. Sena-senpai sudah berdiri di belakangku, berkacak pinggang ala emak - emak, menatap galak Hokuto-kun.
"Inget yah, kamu gak boleh deket - deket sama semua anak nyebelin itu selama kamu pergi. Gak boleh gandengan, gak boleh pelukan, harus jaga jarak minimal 5 meter. Jangan sampe kamu disentuh oleh mereka."
"Senpai ngaca dulu plis, lagian ngapain pula senpai disini?? Gak ke sekolah??" Kataku sambil menginjak kakinya. Sena-senpai yang udah kelewat biasa mendapat injakan kakiku balas mendelik, menjitak kepalaku.
"Jangan ngawur, aku ada kerjaan. Kebetulan aja berangkat dari stasiun yang sama." Jawabnya yang tentu saja terdengar super meragukan. Aku menaikkan satu alisku, menatapnya curiga. Tapi pelototan matanya yang mengatakan jangan-tanya-atau-aku-ikut-beneran-ke-Kyoto-nih membuatku bungkam dan memilih memercayainya saja.
"Oya, Sena-sama rupanya disini juga." Suara familier lainnya tiba di telinga kami, yang sayangnya---membuatku auto merinding disko. Rupanya Sena-senpai juga menyadari reaksiku karena tangannya segera bergerak melindungiku. Yuzuru-kun berdiri di dekat kami, tersenyum arif seperti dirinya yang biasanya.
"Pagi, (Last Name)-san, akhirnya tiba juga yah hari study tour kita." Katanya sambil menyipitkan matanya. Aku menelan ludah, buru - buru menepiskan bayangannya beberapa hari lalu yang masih menghantuiku.
"I-iya... ngomong - ngomong yang lain dimana??" Kataku susah payah mengeluarkan suaraku. Sena-senpai merapatkan pegangannya, hampir memelukku.
"Kalau anda menanyakan Hidaka-sama... dia baru saja berlari ke peron, sedang menghitung barang bawaan bersama Kanzaki-sama. Akehoshi-sama sendiri sudah masuk kereta bersama Narukami-sama dan Kagehira-sama. Karena (Last Name)-san sendiri yang belum hadir, jadi saya berniat menjemput anda." Jawabnya lancar, membuatku sadar kalau aku sudah ditinggal yang lain. Tatapannya yang hangat seketika berubah tajam melihat Sena-senpai yang makin erat memelukku.
"Sena-sama, sebaiknya anda lepaskan pegangan anda. Tentunya tidak sopan bukan memeluk seorang perempuan di tempat umum??" Tembaknya seolah dia habis amnesia dan melupakan apapun yang telah ia lakukan padaku. Sena-senpai tentu saja tidak mau kalah, balas menatap galak.
"Kau yang seharusnya menjaga jarak dari (Name), aku tak tahu ada apa diantara kalian tapi sekali lihat semua orang juga tahu kau membuatnya tak nyaman." Sinisnya. Yuzuru-kun tetap tersenyum, meski begitu tatapannya semakin memicing tajam.
"Lepaskan Sena-sama---"
"Aku gak apa - apa." Sambarku cepat begitu melihat Yuzuru-kun akan menghampiriku dan Sena-senpai. Ini masih pagi dan hal terakhir yang kuinginkan adalah digelandang petugas stasiun ke kantor polisi terdekat karena membuat keributan. Gak terbayangkan kalau kedua cowok ini sampai berantem. Aku memisahkan diri dari Sena-senpai, tersenyum lemah.
"Aku baik - baik saja senpai.... senpai tak perlu khawatir." Kataku. Sena-senpai tentu tak percaya, menatapku sangsi. Tapi melihat kilat mataku yang semakin cemas, akhirnya dia mengalah, menghela napas.
"Baiklah. Aku percaya. Selamat bersenang - senang di sana." Katanya akhirnya, mengacak - acak rambutku. Aku mengaduh, tentunya dengan tangannya yang besar rambutku auto berantakan. Sebelum aku refleks berseru protes, senyumnya yang tulus menyambutku, membuatku bungkam seketika.
"Aku tak berbohong waktu aku bilang khawatir. Pastikan kau jaga dirimu baik - baik yah. Aku gak ingin melihatmu pulang dengan luka sana - sini. Kau boleh bersama Naru-kun--dia pengecualian. Aku percaya padanya. Nah, sana berangkat. Sudah ditungguin sama yang lain." Sena-senpai sekali lagi meletakkan tangannya di kepalaku, tapi kali ini ia mengelus rambutku, tersenyum.
Sejenak aku terpesona. Lupa dengan fakta bahwa aku seharusnya sudah kebal dengan pesona mereka.
"Senpai....."
"Hmm??"
"Senpai aneh kalau tiba - tiba baik begini." Komentarku sambil menggosok lenganku merinding. Senyum Sena-senpai langsung lenyap, digantikan wajah merah kepiting rebusnya dan jitakan berikutnya di kepalaku.
"Dasar gak tahu diri. Udah dibaikin malah ngelunjak. Gak tahu apa aku yang tampan dan sempurna ini lagi---"
"HEH!! SENA-KUN!! NGAPAIN KAMU DISINI??!!" Teriakan galak dari peron itu menghentikan drama kami. Kunugi-sensei berjalan dengan kecepatan luar biasa sambil menghampiri kami. Wajahnya yang udah muram jadi tambah muram melihat sosok Sena-senpai. Sena-senpai rupanya sama terkejutnya, langsung tancap gas.
"Sial!! Ketahuan juga!!"
Oh, rupanya dia memang bolos sekolah.
Karena sepertinya sudah tidak ada yang diomongin lagi, kuputuskan untuk bergabung dengan yang lain di kereta. Yuzuru-kun sempat terdiam di tempatnya, menatap Sena-senpai yang berhasil ditangkap Kunugi-sensei. Setelah memicingkan matanya sejenak, dia pun segera menyusul berjalan di sampingku.
"(Last Name)-san, biarkan saya yang membawanya---"
"Aku bisa sendiri." Sambarku cepat. Menjauhkan tasku dari tangannya yang terjulur. Yuzuru-kun mengernyitkan dahinya, tak menduga aku akan menolak. Aku sendiri berdeham, jadi tak enak padanya karena reflek sialanku ini.
"Ini... gak berat. Aku bisa bawa sendiri. Lagipula mana tasmu??" Kilahku berusaha mengalihkan topik. Yang segera kusesali karena itu pertanyaan bodoh. Yuzuru-kun butler teladan, salah satu anak paling rajin yang pernah kukenal. Aku berani bertaruh dia sudah tiba di stasiun sejak pagi, bahkan menawarkan diri membantu petugas stasiun kalau perlu. Apalagi dia anak yang praktis, aku yakin bawaannya hanya satu tas dan dia sudah memasukkannya ke dalam kereta.
"Tak perlu mengkhawatirkan saya, (Last Name)-san. Barang bawaan saya sudah saya letakkan di dalam kereta sejak tadi." Jawabnya sesuai dugaanku. Tangannya kembali terjulur, berusaha mengambil tasku.
"Karena itu, biarkan saya---"
"Udah kubilang gak usah!!" Seruku agak keras. Tak sengaja tanganku menepis tangannya, menimbulkan bunyi tertampar yang keras. Beberapa orang menoleh ke arah kami. Hokuto-kun dan Souma-kun yang sepertinya mencari kami, baru saja keluar dari pintu kereta, tertegun melihat pemandangan di hadapan mereka.
Yuzuru-kun di luar dugaan, juga tampak terkejut. Wajahnya sejenak tampak terluka---meski kekecewaannya hilang dalam sekejap. Aku menelan ludah. Sepertinya aku sudah kelewatan.
Aku bukan pendendam, tapi aku masih tidak bisa melupakan apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Aku tak tahu apa yang merasukinya---tapi satu hal yang kutahu: tindakannya membuatku tak nyaman. Berbeda saat Morisawa-senpai menyatakan perasaannya padaku waktu itu. Saat itu aku menghindarinya karena aku tak menduga hal itu akan terjadi. Tapi kali ini... agak berbeda.
Aku bisa merasakan ada sesuatu, dan sesuatu itu membuatku benar - benar tak nyaman.
Melupakan fakta kalau kita teman sekelompok, juga bahwa seharusnya aku meminta maaf padanya, aku segera berbalik badan dan berlari kecil memasuki kereta. Souma-kun ingin mencegatku, tapi dicegah oleh Hokuto-kun. Mungkin Hokuto-kun berpikir tidak baik kalau mereka langsung ikut campur tanpa bertanya lebih dulu. Yuzuru-kun terdiam di tempatnya, matanya mengekoriku yang sudah grasak grusuk berusaha mencari yang lainnya.
Begitu aku berjalan masuk, sosokku segera menemukan Mao-kun yang sedang mengangkut tas teman - teman sekelompoknya. Rupanya ia juga menyadari kehadiranku. Wajahnya seketika menjadi cerah begitu menemukanku.
"Ah, (Name)-chan!! Tak kusangka kita satu gerbong. Kukira kita takkan bertemu sampai nanti malam di penginapan---"
Kalimatnya segera berhenti, karena aku sudah beranjak memeluknya.
"KAHSKAKAKSKA (NA-NAME)-CHAAAN?!?!?!?" Giliran Mao-kun yang sekarang memerah. Panik karena aku tiba - tiba memeluknya. Aku tidak menghiraukan, menghela napas panjang di pelukannya, lantas menepuk punggungnya pelan.
"Mao-kun.. kenapa sih.... temen - temenmu nyebelin semua..." keluhku, padahal temen - temennya ya, temen - temenku juga. Mao-kun tak menjawab, tangannya terangkat di udara, bingung harus diapakan. Balas memelukku---atau mendorongku menjauh dan segera kabur ke gerbong paling belakang sambil teriak - teriak. Arashi-kun tentunya tahu apa yang harus ia lakukan, cengar cengir sendiri asik memfoto kami berdua. Mika-chan di sebelahnya menutup matanya, mungkin merasa ini bukan adegan yang patut dilihatnya. Lain halnya dengan Subaru-kun yang manyun ekstra dan Makoto-kun yang baru saja memunculkan diri di TKP dan malah ikut panik.
Aku melepaskan pelukanku, merasa sudah terisi kembali energinya. Mao-kun tentunya kehabisan energi(?), sudah gemetar memerah sempurna begitu mata kami saling bertemu. Aku tersenyum senang, menepuk kedua pipinya---yang justru membuatnya makin panik.
"Makasih Mao-kun, kamu memang penyelamatku." Kataku, terdengar salah di berbagai level.
"Tunggu, tunggu---sebenarnya ada apa??!!" Serunya kelewat gak nyante, masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Karena aku juga bingung, aku cuma mengangkat bahuku dan beranjak menghampiri Arashi-kun dan Mika-chan. Mao-kun jatuh terduduk di kursinya. Makoto-kun dengan simpatik menepuk - nepuk bahunya, sedangkan Koga-kun yang akhirnya juga muncul berbaik hati memberikan sebotol air minum.
Arashi-kun tersenyum puas begitu aku sampai, menyimpan ponselnya kembali.
"Belum berangkat aja udah ada asupan. (Name)-chan emang the best deh." Katanya girang sendiri sambil mencubit pipiku. Aku menepisnya ringan sambil menggumam sebal, dengan naturalnya duduk di samping Mika-chan, yang posisinya persis di sebelah jendela. Mika-chan yang tak menyangka aku akan melakukan itu(dia memang akhir - akhir ini rasanya takkan menyangka apapun yang kulakukan), langsung meloncat kecil dari duduknya. Aku menoleh, tersenyum padanya.
"Pagi Mika-chan, kita duduk bareng yah!!" Seruku sambil melambaikan tiketku. Disitu tertera nomor kursiku, yang memang bersebelahan dengan kursinya. Wajahnya tampak memerah, meski begitu senyumnya akhirnya tercetak lebar di wajahnya.
"Iya!! Mohon bantuannya (Last Name)-san!!" Balasnya riang. Melihat temanku yang polos ini(dan beruntung pula aku akan duduk bersamanya selama kurang lebih 2 jam ke depan), kekhawatiranku akan perjalanan ini sedikit berkurang. Aku meregangkan tubuhku, ikut melihat pemandangan di luar jendela.
Tak berapa lama kemudian, pengumuman bahwa kereta akan segera berangkat terdengar melalui speaker. Para siswa lainnya yang masih berhamburan disana - sini, segera merapihkan diri dan duduk di kursi masing - masing. Rupanya Mao-kun dan Koga-kun duduk di samping kami. Aku melambaikan tangan pada mereka sambil nyengir, yang dibalas wajah memerah Mao-kun dan Koga-kun yang menatapnya dengan tatapan are-you-kidding-me.
Sementara itu....
"Ke-kenapa kita jadi duduk sebelahan ya...." Makoto-kun mengerjapkan mata bingung, menatap Yuzuru-kun di sebelahnya yang sudah duduk tegak ala - ala militer lagi latihan. Yuzuru-kun seperti biasa, tersenyum arif nan bijaksana, membungkuk kecil pada Makoto-kun.
"Sepertinya karena jumlah anggota kelompok kita yang tidak genap... meski begitu, saya senang bisa duduk bersama Yuuki-sama. Mohon bantuannya selama study tour ini." Katanya sopan, yang segera disambut lambaian tangan kikuknya Makoto-kun. Yah, kurasa kalau mereka berdua takkan ada masalah besar yang terjadi.
"Hokke hokke!! Apa menurutmu aku bisa masuk ke dalam kuil Kinkakuji??!!"
"Kalau kau rela menghabiskan sisa masa mudamu di penjara, kurasa bisa saja." Balas Hokuto-kun kalem, yang tentunya tidak digubris Subaru-kun. Subaru-kun sudah melupakan segala hal yang terjadi pagi ini(yang tentunya mudah dilupakannya karena semua itu tidak ada hubungan dengannya), sibuk mengoceh kembali soal berapa koin yang akan ditemukannya nanti, seperti apa tempat penginapannya, Daikichi yang ditinggalkan di rumahnya dan berharap ibunya takkan memanjakannya, dan Tuhan-tahu-apa-lagi-yang-ada-di-kepalanya itu. Hokuto-kun sendiri masih sibuk batuk - batuk, berusaha meredamkan debar jantungnya yang kalau orang lain dengar mungkin disangka lagi serangan jantung.
"Tentu saja, beliau orangtuaku satu - satunya."
Wajah Hokuto-kun kembali bersemu merah, bayangan kejadian tadi pagi masih terngiang di ingatannya.
Dan mungkin.... kemungkinan kejadian lain saat study tour nanti.
Apa aku..... bisa mengatakannya...??
"Araaa~~!! Rambutmu ternyata lembut sekali Souma-chan!! Kamu pake perawatan apa??"
"Senang mendengarmu bertanya Narukami-dono!! Keluarga Kanzaki sudah sejak generasi - generasi sebelumnya menggunakan minyak kuda untuk merawat rambut kami. Kebetulan aku bawa satu botol untuk perjalanan ini, apakah mungkin Narukami-dono mau mencoba?? Kurasa Narukami-dono sangat memperhatikan penampilannya."
"Hmmmm---itu terdengar menarik. Kita lihat saja nanti!!" Seru Arashi-kun sambil mengacungkan jarinya, yang dibalas Souma-kun dengan sama semangatnya.
"Senang bisa sekelompok denganmu Narukami-dono!!"
Aku yang mendengar percakapan mereka hanya bisa menyeringai. Pasangan yang tak terduga, tapi kurasa mereka akan akur - akur saja. Baru saja aku menyambar majalah di hadapanku, tahu - tahu tempat dudukku bergoyang. Dan sekejap kemudian---kereta kami sudah meluncur mulus di atas rel, siap menempuh sekian kilometer menuju Kyoto.
"Nee nee, Koneko-chan."
Tentu saja, Sakasaki-kun tidak bisa menunggu barang semenit untuk tidak menggangguku. Kebetulan sekali dia duduk di belakangku, segera memunculkan kepalanya di balik kursiku dan Mika-chan. Aku menoleh malas, mendapati wajahnya yang tampan sudah cengar cengir lebar menatapku. Di sampingnya pucuk kepala Adonis-kun terlihat, ia menaikkan badannya sedikit, tatapannya bertemu denganku.
"Pagi (Last Name)-san, aku harap kau tak lupa sarapan sebelum berangkat." Sapanya. Tentunya tidak lupa akan petuahnya bahwa protein itu sangat bagus buat tubuh siapapun yang ia temui. Aku nyengir, berharap bisa menjawab pertanyaannya melalui ekspresi wajahku. Tatapanku berubah malas lagi begitu bertemu dengan Sakasaki-kun yang masih kekeuh dengan senyum mencurigakannya itu.
"Kenapa??" Sahutku galak. Sakasaki-kun pura - pura sakit hati, ia mencondongkan kepalanya lagi, berbisik padaku.
"Nanti malam, gimana kalau aku mampir ke kamarmu dan kita habiskan malam yang menyenangkan bersama♡."
"Tidak terima kasih aku berani mempertaruhkan seluruh kekayaanku demi bisa tidur tenang tanpa gangguan kalian selama study tour." Balasku tanpa menyia - nyiakan sedetik pun dan langsung mendorong kepalanya menjauh. Sakasaki-kun tertawa, akhirnya mengalah dan duduk rapih kembali di kursinya. Meski aku yakin dia akan kembali menyolek - nyolekku dan menggangguku lagi dalam kurang dari lima menit ke depan.
Akhirnya aku menyandarkan tubuhku ke senderan kursi, memperhatikan pemandangan gedung - gedung dan perumahan yang berlalu cepat di jendela. Mika-chan menawarkan permennya padaku, yang dengan senang hati kuterima.
Sebentar lagi pemandangan gedung dan perkotaan itu akan berganti dengan pedesaan dan sawah - sawah yang menguning. Mungkin pula kita akan menembus hutan, dan kalau cuacanya cerah, mungkin kita bisa menikmati pemandangan gunung Fuji secara langsung. Padahal kita hanya akan pergi ke kota yang jaraknya tidak begitu jauh, tapi entah kenapa dadaku dipenuhi semangat yang berbeda dari biasanya.
Aku hanya berharap---semoga ini akan jadi perjalanan yang menyenangkan.
~~~~~~
HEYOOOO!!!
EHE
EHEHE
HEHEHEHEE
KAGET KAN---//YHA
Sebuah event lama yang jarang terjadi, author apdet dua chapter sekaligus dan SAATNYA BERANGKAT STUDY TOOOUR IYEEEEYYY~~!!
Terakhir author jalan - jalan sama sekolah itu kalau gak salah setahun lalu pas banget sebelum pandemi, tapi jalan - jalannya ke kapal perang buat motivasi training dan itupun gak nginep :"DD Tapi gak papa yang penting jalan - jalan ya gak ehe--//yha
Meski sekarang keadaan belum memungkinkan untuk kegiatan sekolah apapun, semoga dengan membaca fanfic ini jadi bisa sedikit terhibur yaa~~
Ngomong - ngomong kalian udah pada sekolah offline belom?? Author sih belum, tapi beberapa temen - temen author udah pada tatap muka. Bagaimanapun keadaan kalian, semoga sehat selalu dan jangan lupa tetap terapkan protokol kesehatan dimanapun kalian berada yaa!!
Another event besar dalam hidup (Name) akhirnya datang juga. Disaat para bucin(??)ini mempersiapkan rencana mereka, akankah ada perkembangan dalam hubungan mereka?? Keinginan yang terwujud?? Atau justru akan ada episode menyakitkan dalam perjalanan singkat ini?? Kita lihat sajaa~~☆☆
Gak terasa musim gugur di cerita ini udah mau abis yah hwhw siap - siaplah kalian untuk drama di musim dingin juga fufu 😎😎
Btw btw, author udah pernah ke Kyoto loooh~~//gak ada yang nanya//jadi selagi author menulis ini kurasa author juga akan nostalgia eheee moga moga bisa kita semua bisa kesana lagi!! Aamiin!!
Oh iya, untuk tidak membingungkan siapa bersama siapa, author bakal kasih list kelompok study tour di bawah ini!!
Kelompok 5:
- (Name)
- Hokuto
- Subaru
- Yuzuru
- Arashi
- Mika
- Souma
Kelompok 6:
- Mao
- Makoto
- Natsume
- Adonis
- Koga
- Ritsu
- Shota(dia muncul di episode festival sekolah!!)
Dan kalau kalian tanya kelompok 1, 2, 3, 4, dan lainnya siapa..... anggap aja mereka semua tokoh figuran---//plak
Sekali lagi, terima kasih banyak telah membaca sampai sini dan sampai ketemu di chapter berikutnyaaa~~☆☆
Babaaay~~☆☆
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro