Let's be Festive!! #2 - Love Confession(??!)
(Name) POV
.
"FWAAAAAAH!!" Seruku sambil menyeret kakiku ke belakang kelas. Mataku menangkap ada sebuah bangku yang menganggur. Dengan cepat tanpa banyak cincong langsung kucuri bangku itu dan menjatuhkan kepalaku ke atasnya. Adonis-kun yang baru mau mengantarkan makanan keluar dari dapur, mampir sebentar untuk menepuk kepalaku. Mungkin maksudnya memberikan semangat. Aku mengacungkan jempol sebagai terima kasih.
Hari sudah siang. Waktu berlalu dengan terlalu cepat. Tahu - tahu saja dalam waktu setengah jam sudah tercipta antrian di kelas kita. Bahkan kita sampai harus menarik siswa lainnya yang sempat tidak bersalah menjadi korban dengan menjadi maid cadangan. Untung saja kita punya kostum maid tambahan(Aori-chan memberikan beberapa sebagai hadiah). Dan dalam sekejap kelas kita mengambil alih kepopuleran atraksi di festival Yumenosaki.
Tentu saja baik aku maupun Subaru-kun tetap bersaing seperti perjanjian kita diawal. Kita bahkan membuat taruhan siapa yang paling banyak berhasil mencuri hati pelanggan dia akan dimasakkan makan siang oleh Souma-kun selama seminggu. Souma-kun yang tiba - tiba terseret dalam masalah kita hanya bisa pasrah mengikuti dan berharap kita seri atau gak usah mencuri hati siapapun. Untungnya Makoto-kun gak terlibat dan justru dia yang banyak mencuri hati pelanggan. Sepertinya dia yang akan memenangkan kompetisi ini.
Tentu saja kesuksesan kelas kita tidak lepas dari jasa - jasa tim promosi kita alias Hokuto-kun, Sakasaki-kun, dan kawan - kawan. Bayangkan. Kombinasi dua cowok tampan dan kejam seperti mereka. Mana ada hati cewek bahkan cowok sekalipun yang tidak akan jatuh ke dalam tipu daya mereka??
Tentu saja ada. Aku contohnya. Sepertinya aku memberikan perbandingan yang terlalu mustahil. Yasudahlah.
Intinya, shift-ku hari ini pun akhirnya selesai juga. Aku jatuh terduduk menepi di dapur. Souma-kun yang sudah berganti dengan kostumnya berjongkok di sampingku dan menepuk - nepuk punggungku simpati. Aku tersenyum menghargainya. Lebih karena akhirnya dia berdamai juga dengan kostumnya. Adonis-kun juga sudah berganti ke mode tampannya. Suara Hokuto-kun dan Sakasaki-kun terdengar. Tugas mereka sudah selesai. Saatnya kita berganti peran.
Meski sudah siang, aku belum mendengar kabar apapun dari siapapun. Aku tidak bisa menyalahkan siapapun juga, karena sejak tiba di sekolah aku tidak bisa menyentuh ponselku barang sedetik pun. Sekarang saja saking lelahnya aku bahkan malas sekali mengganti kostumku dengan baju olahraga. Subaru-kun yang menyusulku lebih memilih jatuh di lantai dibanding di kursi. Hokuto-kun dan Sakasaki-kun masuk ke dapur. Mendapati kami berdua yang sudah kehilangan tenaga.
"Kalian kenapa?? Capek amat." Komentar Sakasaki-kun yang membuatku ingin sekali menjegal kakinya. Beruntung sekali dia, karena aku sudah kehilangan selera untuk menyia - nyiakan tenaga. Hokuto-kun menyodorkan botol air mineral padaku dan Subaru-kun.
"Otsukare. Kalian sudah bekerja dengan baik." Katanya yang membuatku terharu. Langsung saja aku menyambar botol yang ia berikan dan menenggaknya dengan puas.
"Thanks Hokuto-kun. Kalian juga sudah bekerja dengan sempurna." Balasku setulus mungkin sambil tersenyum. Hokuto-kun tampak memerah malu, lantas ia membuang wajahnya.
"Bu-bukan masalah besar..."
"Bagaimana promosi kita?? Keren kan?? Aku bisa mendengar kalau hampir semua orang yang kita lewati membicarakan kelas kita." Kata Sakasaki-kun dengan sok sambil ikutan duduk di kursi. Subaru-kun menyeret tubuhnya, lantas menjatuhkan kepalanya ke pangkuan Sakasaki-kun. Sakasaki-kun tentu saja risih. Tapi Subaru-kun sudah terlampau bodo amat dan malah santai melepas jepitannya.
"Yah, setidaknya promosi kalian sukses membuat kita hampir mati." Balas Subaru-kun sarkas. Sakasaki-kun menimpuknya tak terima. Aku dan Hokuto-kun sontak tertawa. Subaru-kun menepis santai. "Selanjutnya giliran kita yang akan membunuh kalian."
"Oh iya, ngomong - ngomong Maeda takkan datang hari ini, (Name)??" Tanya Hokuto-kun tiba - tiba. Mendengar pertanyaannya mendadak aku kembali mengingat semuanya. Buru - buru aku menyambar ponselku dan mengecek layarnya. Dadaku sedikit berdebar begitu aku membuka halaman utama. Sedetik kemudian, jantungku seolah berhenti berdetak.
Nihil. Tak ada satu kabar pun dari siapapun. Aku menutup ponselku tanpa suara. Sepertinya Hokuto-kun menyadari gelagatku karena dia menepuk bahuku.
"Semuanya baik - baik saja (Name)??" Tanyanya. Aku menoleh padanya, berusaha tampak normal.
"Ku-kurasa... toh dia sedang sibuk di sekolahnya. Jadi kurasa aku tak bisa menyalahkannya." Jawabku pelan. Bisa kurasakan suaraku yang bergetar ketika menjawabnya. Hokuto-kun tak mengatakan apa - apa. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Untungnya Subaru-kun dan Sakasaki-kun tidak mendengarkan percakapan mereka karena mereka sibuk membahas cuaca hari ini.
Aku melepas aksesorisku sambil berusaha mendamaikan hatiku. Tiba - tiba saja Hokuto-kun menggenggam bahuku. Membuatku memekik kaget. Subaru-kun dan Sakasaki-kun menoleh. Hokuto-kun sudah menatapku serius. Entah kenapa wajahnya semakin memerah.
"A-anu, (Name), maukah kau melihat---"
"Ah, (Name)-chan, ada yang mencarimu." Tiba - tiba Makoto-kun membuka tirai, menghentikan pembicaraan kami. Dia satu - satunya diantara kami yang tidak merasa akan mati dan berbaik hati melanjutkan shiftnya hingga sore. Kami semua bergantian menoleh padanya. Belum sempat aku berpikir siapa yang mencariku, jawabannya sendiri sudah datang.
Arashi-kun muncul dengan senyum manisnya di belakang Makoto-kun. Berikutnya muncullah Mika-chan dengan wajah malunya. Sungguh tamu yang tak terduga. Melihatku, Arashi-kun langsung berseru semangat.
"Kyaaa~~~!! (Name)-chan!! Bajumu manis sekali!!" Serunya lantas lompat masuk diantara kita semua. Aku sih tak keberatan. Sejujurnya kehadirannya yang menghangatkan suasana lumayan menghiburku. Jadi sebagai teman yang baik aku balas memeluknya yang sudah memelukku erat dengan pekikan girang.
"Jadi, pasti (Name)-chan free kan setelah ini??" Tanyanya penuh muslihat sambil mengedipkan matanya. Aku terdiam sebentar. Aku tidak yakin apakah Darling akan beneran datang atau tidak. Tapi melihat keadaan sekarang, sepertinya dia belum akan datang. Jadi aku mengangguk pelan.
"Sepertinya."
"Baguslah!! Kalau begitu kelilinglah dengan Mika-chan!!" Jawab Arashi-kun langsung. Aku terdesak. Subaru-kun lebih terdesak. Hokuto-kun kaget melepaskan tangannya. Mika-chan makin memerah malu. Arashi-kun sendiri yang telah menumpahkan tinta ke air jernih tetap tersenyum manis seolah itu bukanlah apa - apa.
"Kenapa?? (Name)-chan setelah ini tak ada kerjaan lagi kan??" Tanyanya dengan nada yang yakin sekali. Aku tak menjawab. Hanya mengerang pelan.
Menganggap eranganku sebagai persetujuan, Arashi-kun langsung menggandengku dan menyerahkanku pada Mika-chan yang masih grogi.
"Kalau begitu, kalian berdua bersenang - senanglah~~!!"
"Tu-tunggu dulu Narukami!!" Hokuto-kun akhirnya memotong setelah dari tadi diam saja. Kami sekali lagi berhenti sejenak. Hokuto-kun masih memerah malu, tapi tampaknya dia tidak takut sedikitpun.
"Aku, aku juga akan ikut dengan mereka!!" Serunya tak kuduga. Gantian aku yang kaget. Sejujurnya aku tidak masalah kalau jalan dengan berapa orang pun. Baru saja aku mau mengiyakan, Mika-chan merentangkan tangannya. Mulutku urung membuka.
"..... nggak bisa." Jawab Mika-chan pelan. Tapi siapapun masih bisa mendengarnya. Hokuto-kun tampak ingin protes. Subaru-kun yang memperhatikan kami sedari tadi akhirnya membelalakkan matanya. Entahlah, kelihatannya seperti ia baru saja menyadari sesuatu. Ia ikut bangkit untuk protes, tapi Arashi-kun mengambil alih semuanya.
"Kau mendengarnya Hokuto-chan, Mika-chan bilang tidak bisa." Katanya kalem, tapi entah kenapa terdengar agak dingin. Aku menelan ludah. Meski aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi aku bisa merasakan dengan jelas kalau ada semacam permusuhan disini. Hokuto-kun dan Subaru-kun tampak kehilangan kata - kata. Lebih karena dikuasai keterkejutan. Arashi-kun mendorong punggungku dan Mika-chan keluar dari dapur. Sebelum benar - benar keluar, dia balik badan sebentar. Tersenyum pada orang - orang yang tersisa.
"Aku mengerti perasaan kalian, Hokuto-chan, Subaru-chan. Tapi aku yakin kau pun mengerti perasaan Mika-chan. Maaf saja. Ini pertandingan. Dan kami tak berniat sekalipun untuk mengalah demi yang lain."
Eh??
Yang tadi itu.... maksudnya apa??
"Narukami!! Oy!!" Hokuto-kun berseru panik. Tapi Arashi-kun sudah membawa kami keluar kelas. Aku menelan ludah. Sejujurnya agak kaget dengan drama barusan. Mika-chan sendiri tidak terlihat terguncang dengan kejadian barusan. Arashi-kun menghembuskan nafas puas, menepukkan tangan lentiknya dengan gembira.
"Nah sekarang!! Kalian pergilah bersenang - senang!!"
"Eh?? Arashi-kun?? Kau tak ikut??" Tanyaku kaget. Kukira ini semua adalah ide Arashi-kun dan Mika-chan hanya diseret - seret untuk ikutan. Arashi-kun menggeleng. Ia mengetuk - ngetuk arloji di tangannya.
"Aku sibuk. Maaf ya (Name)-chan. Tapi aku yakin akan lebih menyenangkan jika bersama Mika-chan saja." Katanya, lagi - lagi sambil mengedipkan mata. Aku mengangkat bahu. Baiklah. Aku tak masalah dengan siapapun.
Aku menoleh pada Mika-chan untuk pertama kali. Ia masih tampak gugup. Terbata - bata menyapaku.
"A-ah, siang (Last Name)-san..."
"Siang Mika-chan. Gak usah tegang gitu!!" Seruku sambil menepuk bahunya yang sepertinya justru membuatnya semakin tegang. Arashi-kun tampak puas melihat kami, lantas akhirnya dia pun betulan pergi.
"Kalau begitu aku pamit dulu ya!! Selamat bersenang - senang~~!!" Serunya sambil berlari kembali ke kelasnya. Aku balas melambai dengan santai. Mika-chan balas melambai dengan gugup.
"Baiklah..." kataku sambil berkacak pinggang. "Aku bahkan belum mengganti pakaianku, tapi kurasa itu bukan masalah. Tak ada salahnya menikmati festival sampai ke akar - akarnya. Jadi..." aku mengulurkan tanganku padanya. Mika-chan berjengit kaget. Menatapku dengan matanya yang melebar. Aku menelengkan kepala sambil tersenyum santai.
"Jadi, kau mau melihat apa??"
Mika-chan menelan ludah gugup. Ia pun menyambut tanganku.
"Baiklah."
Dia balas menggenggam tanganku.
"Ayo kita ke rumah hantu!!"
~~~~
"FUHAHAHAHAHAHAHA!!" Tawaku dengan puas. Mika-chan di sebelahku duduk dengan sebal sambil mengunyah crepes yang tadi kami beli. Sekarang kami sudah ada di taman, sedang bersantai sambil mengisi perut kami yang tadi terkuras di rumah hantu. Terkuras karena tawa sih sebenarnya. Mika-chan yang sejak awal sudah merona sekarang jadi merah padam karena kutertawakan habis - habisan. Ah, maafkan aku Mika-chan. Tadi memang lucu sekali.
Tadi kami ke rumah hantu buatan anak kelas 1-B. Katanya Tenma-kun yang mengundangnya. Aku agak skeptis saat dia membawaku ke lingkungan kelas 1. Meski saat inspeksi kemarin aku hanya mampir ke kelas 1-A, setidaknya aku masih tahu kalau anak kelas 1 benar - benar serius dengan festival ini. Benar saja, dekorasi rumah hantu mereka benar - benar serius. Auranya saja sudah terasa bahkan sejak kita menginjakkan kaki di koridor lantai satu. Mika-chan menggenggam tanganku gugup. Aku menoleh khawatir.
"Yakin beneran mau masuk??"
Dia ngangguk dengan kekeh. Yasudahlah. Akhirnya setelah mengantri selama sekitar 10 menit akhirnya masuk juga kita.
Benar saja. Mereka memang benar - benar serius dengan rumah hantu mereka. Baru saja tiga langkah Mika-chan sudah menjerit. Padahal kita belum ketemu siapa - siapa. Hanya karena dia menginjak kertas dan mengira itu hantu aku harus menenangkan jantungku karena kaget akan teriakannya.
Selanjutnya tentu saja lebih heboh lagi. Mika-chan diwajibkan harus menjerit jika bertemu siapapun yang menakuti kami. Bahkan kalaupun itu cuma sekadar Sengoku-kun yang menyalakan senter di wajahnya. Aku yang sebenarnya juga takut bahkan tak sempat berseru karena udah keburu disamber jeritan Mika-chan. Perjalanan rumah hantu itu memakan waktu yang lebih lama dari yang seharusnya. Dan ketika kita sudah benar - benar keluar, aku langsung terbahak - bahak dan Mika-chan menatapku sebal tapi tak mampu berbuat apa - apa.
Akhirnya demi menghiburnya, aku pun membawanya ke luar dan membelikannya crepes dari salah satu stand. Tapi itu tetap tak mampu menghentikanku untuk tertawa dan akhirnya jadilah kami menenangkan diri di salah satu bangku.
"Itu curang (Last Name)-san. Tadi (Last Name)-san juga ketakutan kan??!!" Serunya protes. Aku masih dengan sisa - sisa tawaku, mengelap air mataku saking gelinya.
"Tentu saja aku takut!! Tapi Mika-chan menjeritnya gak santai banget!! Kan kan, pfft--ahahaha!!" Seruku lagi. Mika-chan merengut sebal. Akhirnya memilih menghabiskan crepesnya saja daripada meladeniku. Aku menghela nafas, berusaha menghentikan tawaku.
"Haaah....." hembusku. Akhirnya aku bisa melihat suasana festival dengan lebih baik. Hari sudah mulai menjelang sore. Sinar matahari sudah tidak sepanas sebelumnya. Tapi keramaian tak surut - surut juga. Justru semakin banyak orang yang datang. Aku bersenandung pelan. Setidaknya suasana hatiku sudah lebih baik dari sebelumnya. Aku sudah tidak merasa kesepian lagi.
Tanpa kusadari Mika-chan sedang menatapku lamat - lamat dari tadi. Crepes nya terlupakan sejenak. Dia terpana melihatku yang ditimpa sinar matahari sore. Dia mengepal tangannya erat. Akhirnya memberanikan diri membuka mulutnya.
"A-anu..."
"??"
Aku menoleh. Menatapnya lebih baik. Kembali lagi Mika-chan yang malu - malu. Dia menunduk malu. Lantas menggumam pelan.
"Itu.... kamu terlihat manis dengan kostummu....." pujinya.
Aku terdiam sejenak. Meski akhirnya tersenyum senang lalu menggenggam tangannya. Mika-chan menoleh panik. Tidak mengira aku akan melakukan itu. Aku menyeringai lebar.
"Aku juga suka, ngeliat Mika-chan yang malu - malu kalau lagi sama aku!!" Balasku ringan. Apa adanya. Tapi sepertinya efeknya pada Mika-chan benar - benar sesuatu. Mika-chan memerah sempurna. Lantas membuang mukanya. Bahkan dari jarak sedekat ini pun aku bisa mendengar suara detak jantungnya.
Mika-chan memang benar - benar manis. Bukannya aku.
Aku terkekeh puas melihat tingkahnya. Tatapanku jatuh pada crepesnya yang terabaikan. Karena aku sedang senang, isengku pun terbit.
"Bagi ya crepesnya~~!!"
"Eh??"
Tanpa persetujuan siapapun aku sudah menggigit sebagian crepesnya Mika-chan. Mika-chan makin panik. Melihatku dan crepesnya bergantian. Aku mengunyahnya dan menelannya. Langsung saja aku berseru senang.
"Enak!!"
"Hmm?!"
"Crepesnya enak Mika-chan!! Terima kasih sudah membiarkanku mencobanya!!" Seruku lagi. Mika-chan K.O. sudah. Ia bersender pada bangku dengan pasrah. Aku tertawa puas melihat reaksinya. Baru saja aku mau melanjutkan keisenganku, tahu - tahu saja sepasang lengan dengan sudah tega memelukku---ralat---mencekikku dari belakang.
"(NAME)-CHAAAN~~☆☆!!"
"Oh. Sudah sehat Tsukinaga-senpai??" Balasku dingin. Tsukinaga-senpai lanjut memelukku lebih erat. Terkekeh riang.
"Tadi Sena membalutkan perban pada kakiku!!" Lapornya. Aku menghembuskan nafas pelan.
"Baguslah kalau begitu. Sepertinya senpai semangat sekali ya." Balasku datar. Sekejap kemudian sebuah bayangan lewat diatasku. Aku tertegun. Berikutnya Tsukinaga-senpai sudah jongkok di depanku dan menatapku tak percaya.
"Tentu saja aku semangat!! Sena sebentar lagi akan manggung!!" Serunya tak terima.
Katakan, aku tidak akan pernah percaya bahwa makhluk yang tadi baru saja melompatiku adalah makhluk yang sama dengan kakak kelas yang kugendong tadi pagi karena keseleo kakinya.
Eh, tunggu.
Manggung....??
"Ah!! Ketemu!! Mou Leader!! Jangan lari - lari sembarangan!! Tongkatmu ketinggalan nih!!" Seruan Tsukasa-kun terdengar. Aku menoleh ke belakang. Terlihat Tsukasa-kun dan Ritsu-kun yang berlari ke arah kami sambil membawa - bawa tongkat. Sepertinya benda itu yang seharusnya menemani Tsukinaga-senpai saat ini. Tapi hey, makhluk seenerjik ini kurasa tak butuh penopangan siapapun bahkan ketika lehernya patah.
Kesampingkan soal itu, mendadak aku langsung berdiri dengan terkejut.
"Manggung??!!"
"Iya. (Name)-chan gak tahu??" Tanya Tsukinaga-senpai sambil menelengkan kepala. Aku tak sempat menjawab bukan karena gak tahu. Tapi karena aku baru saja ingat sesuatu.
Astaga!! Morisawa-senpai kan kemarin mengajakku menontonnya!! Tadinya aku berencana mengajak Darling. Tapi berkat beberapa kejadian tak terduga hari ini, aku benar - benar sama sekali lupa tentang itu. Untung saja Tuhan diatas sana berbaik hati mengirim makhluk - makhluk ini untuk mengingatkanku.
Ritsu-kun yang kewalahan karena berlari tadi tiba di sampingku dengan nafas terengah - engah. Baru saja ia berniat untuk istirahat sebentar, tanganku sudah menahan niat mulianya itu dan menepuk bahunya keras - keras.
"Eh?? Master??"
"Bawa aku kesana!!"
"Eh??"
Kali ini bukan cuma Ritsu-kun, Tsukasa-kun dan Tsukinaga-senpai yang sedang berdebat soal tongkat pun juga ikut menoleh. Aku menyambar lengan Tsukasa-kun dengan cepat. Si korban sendiri hanya bisa memekik kaget. Aku langsung berlari menuju arah lapangan di balik gedung sekolah.
Aku tahu dimana konser itu akan diadakan. Beberapa hari lalu aku melihat panggung besar di belakang gedung. Aku tak berpikir tentang apa - apa waktu itu. Tapi berkat ajakan konser itu, juga kehadiran mereka yang mendadak disini, akhirnya aku paham dimana mereka akan konser.
Tsukasa-kun yang tak bisa memberi jawaban hanya bisa ikut berlari bersamaku. Menyusul kemudian Tsukinaga-senpai yang mengalah, nurut menggunakan tongkatnya(meski tetap berlari bersama kami), juga Ritsu-kun yang berbaik hati menguras energinya sedikit lagi. Ikut berlari meski suara nafasnya mirip kucing yang kejepit pintu. Miris.
Mika-chan?? Entahlah. Sepertinya dia masih berkelana di dunia sana.
Dalam waktu singkat kita sudah tiba di lokasi. Bahkan dari kejauhan saja sudah terdengar keributan yang mereka buat. Aku menatap keramaian dengan takjub. Meski ini cuma festival, aku terlalu meremehkan. Kelas 3 ternyata serius sekali dengan festivalnya. Lihatlah. Para penonton yang berkumpul bahkan sudah bisa menyamai keramaian yang akan ada saat biasanya DreamFes diadakan. Tata letak panggung dan pencahayaan benar - benar sempurna. Aku takkan percaya meski Hasumi-senpai yang bilang padaku kalau Kunugi-sensei mengijinkan mereka semua memakai ini. Mereka terlalu serius.
Tak dipungkiri, kita sudah agak telat datangnya. Kita sampai bertepatan dengan munculnya Mikejima-senpai. Lengkap dengan kostum koboynya, juga suara lengkingannya, dia masuk ke arena panggung sambil melemparkan mikorofonnya dengan percaya diri.
"Minnaaa!! Siap untuk bersenang - senaaaang~~??!!"
"SIAAAAAAAP!!"
Para penonton kompak menyerukan jawabannya. Aku terpana dibawah panggung. Beberapa orang di sekitarku menatapku aneh, segera menyingkir. Mungkin mereka heran melihat kostumku. Atau mungkin mereka hanga ilfeel dengan keberadaan tiga cowok di sekelilingku yang sudah kehabisan nafas dan terkapar tak berdaya.
"Haah... hahhh.... sampai... juga...."
"Pa-panggungnya..... haah... benar - benar.... hahh.... jauh...."
"Uchuuu.... haah....."
Well, setidaknya mereka masih baik - baik saja. Kurasa.
Perhatianku seketika tersita oleh sorakan berikutnya. Aku menoleh kembali ke arah panggung. Jauh diatas sana, member selanjutnya masuk dengan penuh karisma. Siapa lagi kalau bukan Sena-senpai. Dia memakai semacam jaket denim dan celana jins hitam yang robek - robek. Benar - benar beda dengan imagenya yang biasanya. Dia bahkan juga memakai anting di telinganya dan beberapa cincin. Rambutnya juga diberi semacam gel kurasa.
Tanpa sengaja mata kita bertemu. Kurasa dia menyadari kehadiranku. Gugup, aku melambaikan tanganku. Maksudku ingin memberi semangat. Tapi sepertinya efeknya malah sebaliknya. Sena-senpai mendadak kehilangan seluruh karismanya. Jatuh keserimpet gulungan kabel dengan tidak santainya. Lapangan mendadak hening sebentar. Untung saja, berkat bangkitnya Sena-senpai yang keren(meski dengan hidung berdarah dan wajah memerah), suasana kembali meriah.
Mungkin seharusnya aku tidak usah melambai tadi.
Member sisanya pun masuk. Siapa lagi kalau bukan Morisawa-senpai dan Kaoru-senpai. Keduanya juga mengenakan kostum yang sebelas dua belas dengan Sena-senpai. Kaoru-senpai tak melewatkan kesempatan, langsung tebar pesona kepada para cewek - cewek. Yang tentu saja langsung dibalas jeritan lainnya. Di sisi lain Morisawa-senpai hanya balas melambai pada para penonton. Kurasa dia jauh lebih tenang dari yang kukira.
Lagi - lagi pandangan yang tak sengaja bertemu. Kurasa kalau itu Morisawa-senpai, takkan terjadi apa - apa. Jadi aku melambai padanya. Dia agak membeku sebentar, meski selanjutnya ia membuang muka dan kembali fokus dengan para penonton.
Oke, kurasa memang seharusnya aku tidak usah menyapa siapapun.
Mikejima-senpai---sang center dari segala center---sudah meraih miknya kembali dan berseru lantang.
"Semuanya siap untuk membangkitkan semangaaaat??!?!!"
"SIAAAAAP!!"
Kuharap dia tidak mengulangi kalimat semacam itu lagi.
Doaku terkabul. Musik intro mulai terdengar. Sedikit lebih mellow dari yang kukira. Para penonton kembali bersorak dengan penuh semangat. Mikejima-sensei menunjuk langit---entah menunjuk siapa---dan berteriak sekuat tenaga.
"DENGARKAN!! 'LOVE SO SWEET' OLEH ARASHI YANG AKAN DIBAWAKAN OLEH KELAS 3-A!!"
"WAAAAAAI!!"
Tunggu, mereka serius mau menyanyikan lagu itu??!!
Sepertinya mereka serius karena sekejap kemudian Mikejima-senpai dan Kaoru-senpai sudah berduet dengan indahnya. Tak mau kalah, Sena-senpai dan Morisawa-senpai juga mengeluarkan suara terbaik mereka, menyambung bait yang tadi dinyanyikan. Suasana mendadak hanyut, larut dalam nyanyian mereka. Beberapa penonton sudah mengangkat ponsel mereka. Menyalakan senternya dan menjadikannya sebagai pengganti lightstick. Kami semua pun menyanyi bersama, meramaikan suasana.
Aku yang berniat menikmati semuanya, tentu saja ikut menyanyi. Meski tentu saja aku agak meragukan pilihan lagu mereka. Masa iya nyanyi mellow tapi kostumnya segitu meriah?? Tapi terserah merekalah. Mungkin saat mereka bermusyawarah menentukan lagu, Hasumi-senpai sang perfeksionis diikat di pojok ruangan dan akhirnya hanya mereka sajalah yang menentukan. Tentu saja, keberadaan Tenshouin-senpai tak berpengaruh banyak karena ia pasti akan terbawa arus oleh keempat rame ini.
Aku bertepuk dan bersorak sebanyak dan sekencang yang aku bisa. Diluar ketidak harmonisan yang mereka buat, setidaknya penampilan mereka benar - benar sempurna. Memang tak salah memilih mereka untuk maju. Sesekali Mikejima-senpai melakukan semacam atraksi dengan melemparkan mikrofonnya lagi - lagi(sampai - sampai aku berharap bukan Kaoru-senpai yang akan dilempar selanjutnya). Kaoru-senpai tak henti - hentinya menebar pesona. Meski dikalahkan oleh karisma Sena-senpai sepenuhnya, yang berusaha membayar pertunjukkan memalukannya tadi. Anehnya, Morisawa-senpai tidak mendominasi.
Ia hanya ikut bernyanyi dengan raut wajah seriusnya. Bahkan saat ia berusaha melakukan fanservice, aku bisa menangkap siluet kakinya yang goyah dan hampir saja membuat kakinya keserimpet. Berkat itu, aku jadi tak bisa menikmati lagu - lagu selanjutnya. Bahkan ketika Tsukinaga-senpai, Tsukasa-kun, dan Ritsu-kun membuat semacam piramid manusia dan membuat koor mereka sendiri untuk Sena-senpai, mataku tetap terpaku pada Morisawa-senpai.
Gak mungkin. Pasti tidak mungkin.
Masa.... dia gugup dengan pembicaraan kami nanti??
~~~~
Konser sudah selesai. Matahari sudah hampir tenggelam.
Para pengunjung memadati gerbang sekolah. Saatnya bagi mereka untuk pulang ke rumah masing - masing. Menceritakan pengalaman seru mereka kepada keluarga dan teman. Atau bahkan berniat lagi untuk kembali keesokan harinya. Kelas - kelas mulai berbenah diri. Saling berangkul dengan gembira, mensyukuri hasil hari ini. Mungkin di kelasku mereka sudah menggelar pesta makan mie yang kesekian. Tapi aku tidak bisa ikut. Aku sedang berlari kesana kemari. Mencari sosok Morisawa-senpai.
Kembali ke saat setelah konser selesai.
"(Name)!!" Seru Sena-senpai sambil turun panggung dengan secepat kilat. Sesuai janjiku dengan Morisawa-senpai, aku langsung menuju belakang panggung begitu konser selesai dan penonton berbubaran. Tiga cowok yang setia menemaniku tadi pun juga ikut. Sena-senpai dengan wajah gembiranya langsung lompat memelukku.
"Kyaaa!! Aku senang!! Kamu datang!! Kamu datang untuk menontonku kan!!?? Gimana gimana??!! Aku keren kan!!??"
"Senpai, jangan ketularan Arashi-kun dan memekik seperti itu kumohon." Balasku dingin sambil menjauhkan wajahnya. Tapi Sena-senpai tak peduli dan tetap menjabarkan pidato mengharukannya soal kedatanganku ke konsernya selagi aku mengelap sisa mimisannya tadi.
Saat itu turunlah Mikejima-senpai dan Kaoru-senpai. Entah kenapa Morisawa-senpai tak kelihatan dimanapun. Mikejima-senpai yang melihatku ikutan menghambur ke arahku dan melemparkan topinya.
"(Last Name)-saaaan!! Bagaimana??!! Keren kan tadi??!!"
"Keren kok senpai." Balasku seadanya. Tapi Mikejima-senpai tetap senang dengan jawabanku. Ia mengacak rambutku dan tertawa.
"Nah, kau pasti ada urusan kan dengan Chiaki-san??"
"Eh?? Senpai tahu??" Balasku tak terduga. Mikejima-senpai hanya tersenyum misterius. Sena-senpai yang menyadari ada yang aneh dengan kalimatku, langsung membeku dan seketika berubah jadi patung serbuk gergaji. Mungkin merasa sakit hati. Tapi aku tak sempat peduli. Aku langsung menyongsong ke arah Mikejima-senpai.
"Anu!! Kalau boleh tahu, dia kemana ya?? Kenapa dia tidak turun sama kalian??" Tanyaku langsung. Lebih karena aku sudah capek dan ingin cepat - cepat pulang. Jadi ingin segera mengakhiri semua urusan hari ini. Mikejima-senpai menyuruhku merapat. Aku menurut, mendekat padanya.
"Ia berpesan padaku untuk tidak mengatakan padamu kemana ia pergi." Bisiknya. Aku terkejut, menatapnya tak terima. Mikejima-senpai yang tak merasa terancam, tetap tersenyum. Ia mendekat lagi padaku.
"Tapi ia berkata bahwa tempat itu mirip dengan tempat terakhir kali kalian berbicara serius."
Hmm??
Kali ini aku menatapnya bingung. Mikejima-senpai tak menjawab apa - apa. Hanya tersenyum lebar seperti biasa. Di belakangku, anggota Knights minus Arashi-kun sedang berusaha menguatkan Sena-senpai.
Aku meletakkan tanganku di dagu. Berusaha berpikir. Aku tak yakin ingat kapan terakhir kali kami berbicara serius. Percakapanku dengannya terlalu dipenuhi ketidakseriusan tiap harinya. Hanya beberapa kali dalam hidupku aku berbicara serius dengannya. Waktu Sena-senpai menembakku, waktu dulu aku jatoh ke kali saat SMP, waktu aku curhat soal teman - teman sekelasku, waktu di pantai...
AH!!
Pantai!!
Mendapat ilham, aku langsung menjentikkan jariku. Sepertinya aku punya gambaran dimana Morisawa-senpai sekarang. Tanpa menghabiskan waktu lebih banyak lagi, aku kembali membawa kakiku berlari.
"Arigatou Mikejima-senpai!! Sepertinya aku tahu tempatnya!!" Seruku. Mikejima-senpai mengacungkan jempolnya. Balas beteriak.
"Semoga berhasil (Last Name)-san!!"
"Thanks!! Oh iya!!" Aku berhenti sebentar. Balik badan. Di kejauhan tampak Sena-senpai yang masih dikipasi oleh Tsukasa-kun. Sekali lagi aku berteriak.
"Sena-senpai!!"
Sena-senpai yang merasa terpanggil olehku kembali menjejak bumi. Dia menoleh kesana kemari. Mungkin mencari sosokku. Aku melambaikan tanganku tinggi - tinggi. Akhirnya dia menoleh juga kearahku. Aku tersenyum lebar.
"Etto... meski aku datang karena diundang Morisawa-senpai, tapi aku senang menonton pertunjukkannya!! Senpai keren sekali!! Semangat yah!!" Teriakku sejelas mungkin.
Begitu saja, Sena-senpai langsung memerah hebat. Aku tertawa melihat reaksinya. Tapi aku harus kembali ke tujuan awalku. Aku tak punya banyak waktu lagi. Jadi aku meninggalkan Sena-senpai yang terpaku dengan sisanya dan berlari sekuat tenaga menuju tempat yang kuperkirakan.
Matahari semakin condong ke arah barat. Aku memaksakan kakiku untuk terus memacu diri. Nafasku terengah - engah. Disaat seperti ini barulah aku bisa memaki sekolah ini yang aku yakin luasnya cukup untuk dijadikan stadion bola. Tapi aku takkan menyerah. Entah kenapa batinku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Morisawa-senpai. Dan aku yakin itulah yang akan dia bicarakan padaku.
Kakiku mulai melambat begitu memasuki sebuah taman yang sepi. Aku melangkah dengan pasti. Mengabaikan angin malam yang menelisik di sela - sela bajuku. Membuatku agak kedinginan. Pintu di depanku tertutup rapat. Tapi aku ingin percaya bahwa Morisawa-senpai ada di baliknya. Jadi tanganku bergerak memutar knopnya, dan membawaku masuk ke dalam ruang ganti.
Ini ruang ganti yang menuju ke kolam. Sudah lama sejak terakhir kali aku masuk ke ruang ganti sini. Taman tadi adalah taman rahasia yang tak sengaja kutemukan kali itu. Aku menemukan jalan khusus kesana sekitar beberapa bulan lalu. Aku melewati ruang ganti yang gelap, dan akhirnya membuka pintu keluar.
Cahaya senja hampir hilang sepenuhnya. Bulan semakin terlihat jelas di atas sana. Beberapa bintang mulai berkelip - kelip, menghiasi malam yang baru saja datang. Air kolam terlihat tenang, tanpa riak satupun.
Dan Morisawa-senpai berdiri di tepi kolam.
Tebakanku benar. Aku langsung berderap keluar ruang ganti dan tanpa ba bi bu menghampirinya dengan ganas.
"MO-RI-SA-WA-SEN-PAI!!" Bentakku tanpa ampun. Morisawa-senpai balik badan dengan kaget. Aku langsung menimpuknya dengan sepatuku, yang membuatnya semakin berseru tak percaya.
"(Name)-chan??!!"
"KALO MANGGIL ORANG TUH YANG BENER!!" Lanjutku dengan ganas. Morisawa-senpai auto bungkam. Tak lanjut membela diri.
"SENPAI GK TAHU HAH??!! AKU UDAH SUSAH - SUSAH LARI - LARI KE KONSER TAPI DICUEKIN??!! TRUS APA - APAAN, KATANYA DI BELAKANG PANGGUNG, TAPI KENAPA MALAH ILANG??!! UNTUNG AJA MIKEJIMA-SENPAI NGASIH HINT KLO ENGGAK MUNGKIN SENPAI UDAH JAMURA KALI NUNGGU DISINI---" jeritku habis - habisan. Tanganku bergerak - gerak dengan liar, menjambak Morisawa-senpai. Morisawa-senpai semakin kalut, bingung harus menjelaskan bagaimana.
"Te-tenanglah (Name)-chan!! Aku manggil kamu kesini supaya gak ada yang denger!!"
"Ya tapi kan petunjuknya gak usah gitu juga kali!! Kalo aku ke laut gimana??!! Mau tanggung jawab aku jamuran disana??!!" Balasku dengan marah. Morisawa-senpai masih diam, tapi dia menatapku lamat - lamat.
"Maaf (Name)-chan, aku tidak bermaksud seperti itu." Katanya. Demi melihat matanya yang benar - benar menatapku menyesal, mendadak amarahku lenyap. Tanganku turun dari rambutnya, menyeringai tertahan, sedikit merasa bersalah.
"Ma-maaf senpai...."
"Tak apa, aku juga minta maaf." Katanya sambil tertawa lemah. Aku ikut tertawa, meski tak tahu sebenarnya menertawakan apa. Kami berdua berdiri bersebelahan, menatap kolam yang airnya beriak karena terpaan angin malam.
"Naa, (Name)-chan."
"Hmmm??"
Aku menoleh. Morisawa-senpai mengambil sebuah kerikil di ujung kakinya, melemparkannya sembarang ke dalam kolam.
"Kau pernah bilang kan aku boleh menyuarakan apapun yang ada di pikiranku??" Tanyanya sambil berbalik menatapku. Aku menelengkan kepala sebentar. Berusaha mengingat.
"Ah!! Iya. Jadi ini beneran masih ada kaitannya dengan yang di pantai itu??" Tanyaku. Morisawa-senpai mengangguk. Dia melemparkan kerikil berikutnya ke dalam kolam. Membuat suara kecemplung yang menenangkan.
"Sekarang aku akan menyuarakannya."
"Iya??"
Entah kenapa firasatku mengatakan ini bakal jadi sesuatu yang tak beres. Mendadak aku jadi tak tenang. Morisawa-senpai menoleh padaku. Tersenyum dengan misterius.
"Aku suka padamu."
Oh begitu.
Eh--
EEEEEEEEEHHH?!?!?!
"Maaf selama ini aku menyembunyikannya. Aku hanya tak tahu bagaimana mengungkapkannya. Kau tahu, beberapa bulan terakhir aku memikirkannya. Maksudku, tak mungkin juga kan aku menikung Maeda. Tapi, tapi aku pikir, sebaiknya aku menyuarakannya. Kupikir, entah bagaimana, aku harus mengeluarkannya. Loh (Name)-chan---" Morisawa-senpai terpaksa menghentikan pidato mengharukannya. Menoleh panik padaku yang sudah gemetaran. Itu tak salah. Aku benar - benar gemetaran. Mendadak aku jatuh terduduk. Menatapnya tak percaya.
"U-uso...." gumamku. Menyadari bahwa kondisi mentalku sudah di titik mengkhawatirkan, Morisawa-senpai pun mendadak panik.
"A-AH MAAF (NAME)-CHAN!! A-AKU TAK BERMAKSUD--"
"NGGAK PAPA!!" Teriakku kelepasan. Langsung aku bangkit dari dudukku dan tanpa ba bi bu langsung berlari kembali ke ruang ganti.
"(Na-Name)-chan??!!" Seru Morisawa-senpai tak percaya. Sekarang dia yang mentalnya mengkhawatirkan.
Aku masih tak mengerti apa yang terjadi. Aku sungguh harus mencerna apa yang baru saja terjadi. Tapi apapun itu, aku harus kabur dari sini. Aku harus pergi dari sini.
Sayang, takdir berkata lain. Kakiku yang masih mengenakan sepatu maid yang licin mendadak terpeleset di ubin sebelah kolam. Sial!! Kenapa mendadak ubinnya licin sih??!! Perasaan selama ini keset keset aja dah. Kenapa harus sekarang??!!
Selanjutnya kudapati tubuhku melayang bebas ke arah kolam. Sepersekian detik sebelum aku jatuh, Morisawa-senpai berusaha menarik tanganku.
"(Name)-cha---AKH!!"
BYUUUR!!
Sepertinya usahanya menyelamatkanku gagal. Kita berdua tercebur tanpa ampun ke dalam kolam. Astaga, kuharap tak ada yang melihat kejadian memalukan tadi.
Malam sudah datang. Bulan diatas bersinar penuh. Entah kemana perginya awan - awan diatas sana. Festival hari pertama baru saja selesai dengan pencapaian fantastis.
Dan sepertinya masalah baruku baru saja dimulai.
~~~~
-To be continued-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro