Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Face

Dalam Danganronpa hanya ada dua pilihan, mati atau bertahan. Manusia bermuka dua dan manusia berotak licik sudah menjadi teman sehari-hari bagi mereka yang terjebak di sana. Terbangun dalam keadaan ingatan yang berubah begitu pula dengan tempat sekitar. Boneka yang menyebut dirinya kepala sekolah dengan nama Monokuma meminta mereka untuk saling membunuh dengan dalih agar mereka bisa lepas dari kekangan gedung terkunci.

Rantaro mengetuk sandaran kursi yang ia jadikan tumpuan dagu, duduk terbalik pada kursi dari cara duduk yang benar. Menatap gadis di hadapannya kesal lantaran tak dihiraukan. Hari ini tanggal 13 Februari berarti besok adalah hari yang pemuda itu tunggu. [Name] tak ingin meladeni walaupun ia tahu.

"Tidak mau." Rantaro menenggelamkan kepalanya pada sandaran kursi, mencoba mengerti dengan jawaban sang gadis perihal keinginannya. Ia kembali memperhatikan [Name] yang sibuk mengobrol dengan Kaede.

Suara kencang Oma membuat pemuda bersurai hijau itu mengerutkan alis, kesal lantaran terlalu berisik. Ruang makan terdengar berisik karena suara anak-anak yang saling sibuk berdiskusi. Monokuma berseru pada speaker, memberi tahu bahwa jam makan malam telah selesai. Saling melangkah ke arah kamar masing-masing tanpa tahu apa yang akan terjadi esok hari. Gadis itu tersenyum, mengingat bahwa bakatnya belum diketahui oleh siapapun. Ini sangat menguntungkan, ia tak rugi berbohong saat pertama kali bertemu dengan yang lain.

❅❆❅

Ia tertawa, Tsumigi mengikuti. Ini memang rencananya, tapi tak salah bukan jika saling bekerja sama seperti ini? [Name] suka permen, oleh karena itu dia memintanya dari jauh-jauh hari untuk Valentine dan akhir segalanya. Gadis itu tersenyum, lalu melambaikan tangan tanda berpisah dengan perempuan berambut biru dengan kacamata tersebut. [Name] tidak perlu takut rencananya gagal, bakatnya terlalu sempurna malahan. Ia hanya perlu meminta persediaan dan membuat bumbu tambahan dalam racikan terencana. Tsumigi Shirogane menjadi jawaban atas semuanya.

Derap langkah terdengar berirama dalam sunyinya koridor, ia tak perlu takut akan suara yang terdengar hingga kamar lain, semua orang telah tidur karena itulah peraturan yang ada. Mengetuk pintu secara perlahan, menyerukan nama sang pemuda agar ia tahu bahwa sang gadis bukanlah ancaman. Rantaro membukakan pintu lalu tersenyum kala melihat gadis dingin tsundere itu sedang berdiri di hadapannya. Mempersilahkan sang gadis masuk tanpa rasa curiga, [Name] hanya tersenyum malu-malu saat memasuki kamar Rantaro.

Lelaki bermarga Amami tersebut hanya terkekeh lantaran mendengar suara [Name] yang terbata-bata.

"I–ini untukmu!"

Menyodorkan sebuah permen rasa melon pada Rantaro. Situasi yang terkesan lucu tapi tawa tak bisa keluar dari bibir sang pemuda, baginya kejadian [Name] ingin melakukan hal seperti ini adalah hal langkah, hingga diri tidak terpikir darimana gadis itu mendapatkan permen?

Permen diambil oleh Rantaro, "Terima kasih."

[Name] berlari ke arah pintu, "Sayonara." Gadis itu menutup pintu, menghiraukan raut lelaki bersurai hijau yang mengernyit heran.

Rantaro membuka bungkus permen lalu memakannya, menerawang ke langit-langit kamar setelah merebahkan diri pada atas kasur. Bertanya pada diri sendiri tentang ingatan masa lalu, tak banyak yang ia ingat selain hubungan sepasang kekasih antara dia dengan [Name]. Memikirkan bagaimana bisa ia berpacaran dengan [Name] yang pada dasarnya memiliki sifat tak menentu. Kadang gadis tersebut bersikap dingin padanya, kadang pula bersikap begitu pemalu hingga diri mengira bahwa [Name] adalah perempuan yang sangat tsundere. Namun, rasa senang lantaran mendapat perhatian dari pujaan hati membuat Rantaro menepis kuat-kuat pikiran negatif dengan kuat-kuat.

Gadia dengan surai hitam tersebut mengubah raut wajah, berjalan tanpa suara derap langkah. Tersenyum kala indra pendengar menangkap suara derap langkah yang terdengar sayup-sayup. Menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah mengendap-endap. [Name] mulai berjalan kembali ke arah kamarnya tanpa senyum yang tak pernah lepas sedikitpun. Bukankah semua sudah berjalan sesuai rencana?

❅❆❅

Suara langkah kaki saling beradu, berlari ke arah tempat yang baru saja diucapkan Monokuma pada monitor. Nafas terengah-engah, terbelalak kaget saat netra mendapati seorang pemuda tergeletak dengan darah tergenang. [Name] terduduk, tubuh lemas ketika indra penglihatan melihat tubuh kaku telah terbaring. Mengusap air mata mencoba untuk menengkan diri. Kaede mendekat, mengelus punggung sang gadis mencoba menenangkan. Air mata tak berhenti, hati kosong tanpa meneriaki apapun. Tapi mimik wajah mewakili sesuatu kebohongan tanpa menimbulkan kecurigaan. Ia menangis pilu tapi tidak dengan perasaan yang bersorak gembira. Suasana pada perpustakaan sedikit ricuh, anak-anak yang masih tersisa saling melirik satu sama lain. Wajah begitu pucat lantaran takut akan menjadi korban selanjutnya. Bagi mereka kematian bisa saja datang kapan saja, tanpa mereka tahu.

Saihara mengelilingi perpustakaan rahasia, sang detektif mencoba mencari bukti yang ada. Melihat ke sana kemari. Mengecek tubuh Rantaro yang terbaring, mencoba mencari tahu sebiasa mungkin apa penyebab kematian sang pemuda.

Beberapa menit telah berlalu, [Name] masih tak bisa berhenti menangis. Kaede hanya bisa menatap kasihan pada sang gadis, tak bisa membantu sama sekali. Posisi mereka sama, tidak butuh semangatpun pasti akan tetap mati. Semua anak yabg masih tersisa di game Danganronpa berjalan menuju lift, pergi ke ruang diskusi. Tempat di mana mereka akan saling berdiskusi sekaligus berdebat perihal siapa pembunuh yang sedang bersembunyi dan berbohong dengan ketenangan hati.

Monokuma memulai diskusi, menyimak dengan santai perdebatan yang terjadi. Beberapa tuduhan tertuju pada [Name], gadis itu hanya menangis dan melawan dalam sela tangisan. Kaede mencoba membela, menjadikan hubungan sepasang kekasih antara [Name] dan Rantaro sebagai dalih. Bakat sang gadis yang tak bisa mempermudah melakukan pembunuhan—dilihat dari keadaan mayat Rantaro—membuat mereka agak ragu untuk menuduh perempuan itu. Memangnya cara seperti apa yang bisa dilakukan gadis dengan bakat melukis?

"Aku melihatnya keluar dari kamar Amami-san semalam!"

Pemuda itu berteriak kala Saihara mulai mendesaknya dengan bukti yang ia temukan. Membuat dirinya kalap, lalu refleks berteriak.

"Aku hanya datang membawa buah apel sekaligus mengucapkan hari valentine." Ia membalas teriakan sang pemuda, mengusap air mata yang tak berhenti menetes. Menutupi kenyataan dengan kebohongan, membiarkan mereka percaya begitu saja. Lelaki itu berkeringat dingin, mencoba membela diri tapi tak bisa. Pada malam itu ia tidak sadar bahwa bungkus permen masih berada di sana. Tetapi, gadis dengan bakal aktor cilik tersebut tak mau kalah, dia sudah lebih dulu menghapus semua bukti, termasuk sampah plastik bekas permen batangan.

Saihara memegangi dagu, sedikit pusing dengan keadaan yang terjadi. Tuduhan pada sang pemuda dengan wajah pucat itu tak berhenti, membuat Monokuma geram lantaran tidak mendapat jawaban yang tepat. Kaede berteriak meminta agar tuduhan jatuh tepat pada sang pemuda, Tsumigi ikut menanggapi dengan anggukan. Saihara ingin menyela semuanya tapi sudah terlambat, pemuda itu menatap kaget ke arah monitor dengan tulisan game over bersamaan dengan animasi dalam bentuk game. Pada monitor, terlihat mereka yang terbunuh.

[Name] yang sejak tadi menunduk mengangkat wajahnya, tersenyum seperti sedang menikmati sesuatu. Wajahnya merona tapi bukan karena malu. Kaede membelalakkan mata, tak percaya bahwa semua ini adalah ulah sahabatnya sendiri.

Mereka semua ditarik, dibawa ke tempat mereka akan dibunuh. Sesuai peraturan yang ada, jika salah memilih pelaku mereka akan mati. Gadis itu melambaikan tangannya kala melihat teman-temannya yang masih tersisa mulai disiksa secara perlahan oleh Monokuma. Mata dengan warna [eyes color] itu berubah layaknya putaran Hitam-Putih, menjadi bukti bahwa [Name] telah jatuh dalan keputusasaan dan tak akan pernah bangkit lagi. Tsumigi terlihat biasa saja dengan apa yang ia terima, gadis berkacamata dengan surai biru gelap itu sudah lebih dulu menikmati nikmatnya membunuh dan bermain pada nyawa manusia.

"Sayonara."

Ia berbalik ketika mata melihat mayat teman-teman lamanya. Pikiran memutar waktu lalu, dimana dirinya memberi racun digovin pada permen sebelum dia berikan pada Rantaro.

[Name] sudah mulai jatuh dengan perlahan sejak kecil, lalu memuncak ketika dirinya dibawa ikut dalam game Danganronpa. Keadaan ketika dia dipaksa menjadi aktor membuat diri mau tak mau menurut kala tahu bahwa tidak bisa melawan sama sekali. Gadis itu dulu begitu pengecut, namun hilang ketika diri sudah jatuh dalan keputusasaan. Harapannya telah hilang sejak kecil tapi dia masih bisa bertahan, lalu benar-benar hancur kala netra menangkap rumah yang sudah kotor tanpa ada keberadaan adik perempuannya. Sang adik adalah penyemangat [Name] yang membuat ia bisa bertahan hidup tanpa melakukan kejahatan sedikitpun.

Gadis tersebut tertawa, menikmati perasaan nikmat kala sadar diri baru saja membunuh banyak orang. Ia keluar dari gedung sekolah, ditemani Monokuma. Membunuh banyak orang sekaligus menyalurkan setiap keputusasaan kepada banyak orang. Mengajak mereka menikmati apa yang dia nikmati. Menghancurkan harapan lalu memberi hadiah keputusasaan. Membawa orang-orang yang sudah terjebak dalam penjara keputusasaan saling berkelana mengitari rasa suka tanpa duka.

Terlatih melakukan banyak mimik wajah, tapi berakhir dengan satu ekspresi. Ia merona bukan karena malu, tapi layaknya orang-orang penikmat kegiatan panas. Pada hari valentine gadis itu merasakan rasa manis yang menyeruak dalam tubuh tanpa tahu banyak orang menderita karena dirinya. Manis seperti permen, tapi pahit ketika lidah tak merasakannya lagi.

–fin–

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro