Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Eight

Nyanyian para jangkrik terdengar jarang juga sayup. Waktu menunjuk lewat tengah malam, saat sebuah ponsel berdering nyaring memecah keheningan malam.

Dengan mata terpejam, sebuah tangan mencoba meraih ponsel yang berada di nakas samping ranjang sisinya. Menggeser ikon hijau dengan mata yang belum benar-benar terbuka serta kesadaran yang masih belum utuh.

"Halo …." Suara serak khas orang bangun tidur terdengar bersamaan dengan ponsel yang ia tempelkan di daun telinga.
"Apa?!" Sesaat usai orang di seberang sana menyahut, tubuh si empunya ponsel menegak refleks hingga membuat denyutan pusing di kepala.

Suara orang di sebelahnya yang tidak bisa dikatakan pelan mau tidak mau membuat kenyamanan tidur Vanny terusik, sebelum akhirnya tersadar penuh. "Van," panggilnya lirih.

Ivan melirik Vanny sekilas. "Iya, saya segera ke sana."

"Dari kantor?" tanya Vanny yang ikut duduk. Perempuan itu menguap lebar. Masih amat sangat mengantuk. Sekitar lebih kurang dua jam yang lalu ia baru bisa terlelap usai memeriksa laporan akhir bulan kedai.

Kepala Ivan menggeleng setelah menutup telepon. "Mama. Mama masuk rumah sakit," beritahu Ivan dengan nada pelan.

"Ooo …." Mulut Vanny membulat sambil mangut-mangut, sebelum di detik selanjutnya memekik kaget. "Mama masuk rumah sakit?! Kenapa?! Rumah sakit mana?!" Tubuhnya yang tadi hampir berbaring, kembali tegak.

Ingin tertawa, tapi situasi tidak mendukung. Alhasil, Ivan hanya mengangguk lalu mengedikkan bahu. Pertanda 'iya' untuk pertanyaan yang menanyakan kebenaran ibunya masuk rumah sakit. Dan kedikan bahu untuk pertanyaan kenapa ibunya sampai bisa masuk rumah sakit. Karena ia hanya mendapatkan kabar tentang ibunya yang dilarikan ke sebuah rumah sakit tanpa penjelasan kenapa wanita yang begitu ia sayangi bisa masuk rumah sakit.

•••••

Lorong sebuah bangunan dengan aroma khas serta nuansa yang nyaris sama dengan bangunan serupa yang ada di daerah-daerah lain nampak sepi sejauh kaki melangkah. Hanya beberapa orang yang masih terjaga terlihat duduk bersandar di kursi tunggu depan tiap-tiap ruangan atau tenaga medis yang mendapat shift malam.

Langkah kaki yang menapak cepat terdengar bergema di sepanjang lorong menuju sebuah ruangan di mana seseorang yang ingin mereka lihat keadaannya, terbaring tak berdaya.

"Apa kata dokter, Pa?" Ivan tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan perihal kondisi sang ibu. Hatinya benar-benar khawatir akan sosok yang telah begitu baik dan memperlakukannya bak seorang ibu landung.

"Jantungnya kumat lagi," jawab Grady memberitahu.

Vanny melangkah mendekati brankar sang mertua. Mengusap pelan punggung tangan sosok perempuan yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu.

Kedua mata yang biasa menatapnya lembut penuh kasih sayang, kini tertutup dengan gurat wajah lelah yang tergambar . Meski hidup serba berkecukupan, tapi di balik kesenangan yang terpublikasikan tersimpan beban yang sulit diutarakan oleh lisan.

Setiap insan memiliki masalah hidup masing-masing. Vanny hanya berharap, ibu mertuanya bisa melewati cobaan hidup dengan kelapangan hati dan tetap senantiasa menebar senyum ketulusan. Karena Vanny tahu, ibu mertuanya wanita yang baik. Akan ada balasan manis dari benih kebaikan yang ditabur semasa napas berembus.

"Mama cepat sembuh, ya. Nanti kita coba resep barunya, Vanny," bisik Vanny dengan tubuh sedikit dibungkukkan. Bibirnya berada dekat dengan telinga Shinta.

Sebuah keberuntungan, Vanny dan Shintia memiliki hobi yang sama, yakti makan dan masak. Jadi, setiap kali bertemu, selalu ada di antara dua kegiatan tersebut yang mereka lakukan. Atau kalau tidak, ya belanja seperti 'nyonya-nyonya' besar.

Dari tempatnya, Ivan dan Grady menatap Vanny lamat-lamat. Sebelum akhirnya, Grady buka suara. "Papa yakin kamu tidak sebodoh itu, untuk menyakiti perempuan sebaik dan setulus Vanny," katanya dengan maksud mengungkit masalah beberapa waktu lalu.

"Ivan cukup pintar untuk menyia-nyiakan perempuan sebaik dan setulus Vanny," balas Ivan menyahut. Senyumnya merekah kecil dengan netra lurus ke arah dua bidadari penghuni hatinya.

•••••

"Punya mantu cantik begini kok, disimpen sendiri sih, Jeng?" celetuk salah satu teman arisan Shinta sambil melirik Vanny yang tengah duduk di sofa sambil mengecek beberapa laporan dari manejer kedai.

"Belum ada waktu kali dia, Jeng. Lihat, tuh! Di sela-sela jagain mertua aja, masih sempat kerja." Ibu lainnya menyahut sambil turut melirik ke arah Vanny.

"Masa sih, Jeng? Istri si Ivan emang sesibuk itu, ya?" Ibu lainnya lagi bertanya kepada Shinta. Meminta keterangan. Tidak mau saja, menelan bulat-bulat argumen yang disampaikan teman satu arisannya.

Shinta tersenyum tipis. "Nggak juga. Itu soalnya dia mau buka cabang kedai lagi, makanya sibuk nyiapin ini itu." Berusaha tidak memihak siapa pun, Shinta menjelaskan.

"Ya tapi masa, mertua lagi sakit tetap fokus kerja, sih?" Seorang ibu dengan rambut yang disanggul rapi berseloroh tanpa memikirkan bagaimana perasaan objek yang sedang digunjingkan.

"Ih, Jeng Isna jangan kenceng-kenceng. Kedengeran orangnya nanti, 'kan jadi nggak enak," bisik ibu lainnya yang tetap bergosip, tapi dengan menjaga perasaan orang lain.

"Lha? Emang kenyataan, kok. Iya nggak, Jeng Shinta?"

"Nggak seburuk yang kalian pikirin intinya," ujar Shanti menjawab lembut namun tegas. Sorot matanya kemudian mengarah lurus ke arah Vanny, yang ia yakini berusaha keras untuk memilih fokus ke pekerjaannya saja, daripada mendengar gosip tidak bermutu yang keluar dari mulut-mulut pedas ibu-ibu jaman now, yang sedikit banyak pasti akan mengusik hatinya nanti.

"Anak saya langsung resign dari kerjaannya pasca nikah. Toh, suami dia lebih dari cukup buat kasih dia uang belanja. Sekarang hidupnya, mah enak banget." Seolah belum puas, ibu yang diketahui bernama Isna kembali berkoar. Kali ini dengan menyombongkan 'kesuksesan' anaknya yang menjadi seorang nyonya rumah tangga.

"Eh, anak Bu Isna udah isi, belum"? Tiba-tiba, ibu-ibu memusatkan perhatian ke arah Bu Isna. Menunggu jawaban dari ibu satu itu.

Bu Isna langsung menunjukkan ekspresi bahagia. "Kemarin habis cek, dan positif. Suami dia senang banget, saya sama papanya juga. Mertuanya mah, jangan ditanya lagi. Mereka yang paling antusias nyiapin ini itu buat kelahiran baby yang padahal masih lumayan lama." Di akhir kalimatnya, Bu Isna terkikik pelan. Entah bagian mana yang lucu sampai membuat wanita tersebut terkikik pelan.

Jika obrolan sebelumnya masih bisa membuat Vanny sedikit fokus, tapi tidak untuk yang kali ini. Ia benar-benar kehilangan fokus. Bukan hanya fokus, tapi mood juga.

Ibu-ibu satu arisan mertuanya benar-benar sukses menjatuhkan mood Vanny ke dasar bumi dengan begitu kerasnya. Tanpa belas kasihan sama sekali.

Untuk ke sekian kalinya, Vanny merasa benar-benar bukan jodoh yang sebenarnya untuk Ivan.

•••••~WhiteRose~•••••

Up up up

Masih ada yang terjaga?

Atau mungkin memang harus begadang?

Suarany manaaa😄

Salam hangat,
RosIta

KalBar, 9 Nov 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro