Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

WITD 4. PASUKAN BERJUBAH

Lantun musik klasik Carmen Habanera menggema di salah satu kafe yang ada di sudut kota saat Yusril melintas. Di sebelah kirinya seorang gadis terus melangkah bersama, tak lupa lengannya pun selalu dirangkul seakan takut kehilangan. Yusril biasa saja, walau sebenarnya ingin sekali melarikan diri dari sana.

"Abang, Abang tahu kalau Abang itu tampan, setiap gadis yang melihat Abang akan terpesona, aku juga sama," ucap Gadis itu. Entah sudah berapa kali gadis itu mengatakan dirinya tampan.

Yusril sama sekali tak menanggapi, sudah dua hari rasanya ia berada di sana setelah bangun dari pingsan karena tertabrak motor, itu yang ia dengar dari gadis di sebelahnya. Menghela napas berkali-kali sudah seperti mengambil oksigen lebih banyak karena habis.

"Abang, itu di sana! Ayo... Aku mau ke sana," ucap gadis itu tak lupa tangannya sudah ditarik, beruntung tidak tersandung.

Melihat antusias gadis di depannya mengingatkan Yusril tentang Mandala, ke mana adiknya itu. Ia diam tapi ia kesal dengan manusia kurang ajar yang telah membawa adiknya.

"Ini berapa Pak?" tanya gadis itu, sementara Yusril diam saja di belakangnya.

Mereka sudah berdiri di salah satu penjual gelang tradisional di kota itu, ramai seperti pasar, tetapi juga sunyi seperti tak ada penghuni. Yusril hanya melirik sekitarnya, dengan gaya menyebalkan dia menatap tajam pada setiap sudut bangunan-bangunan tua yang mulai berubah interiornya.

"Abang! Lihat, cantik tidak?" tanya gadis itu membuat Yusril menoleh karena tersentak. Ia mengangguk saja, tak tahu mau berkomentar apa, tapi melihat rona merah di pipi gadis itu membuat Yusril gemas sendiri.

"Abang suka lihat aku pakai ini tidak?" tanyanya.

Bukannya menjawab Yusril berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan gadis itu tanpa pamit. Membuat gadis yang masih memilih gelang itu berteriak sekuat yang ua mampu. Namun, pendengaran Yusril seakan tertutup, ia memilih terus berjalan mengikuti sosok yang sejak tadi dilihatnya beberapa kali saat melewati kedai makanan tradisional khas kota itu.

"Kenapa dia bisa di sini?"

Pikiran itu muncul, bahkan Yusril memilih menggunakan kemampuannya untuk bergerak lebih cepat. Ia sudah seperti serigala, melesat cepat menghiraukan suara kesal orang-orang yang ada di sana.

"Tunggu," pinta Yusril ketika dirinya sudah berada di depan orang itu.

Orang yang sejak tadi berlari ketakutan dengan menutup sebagian wajahnya menggunakan topeng.

"Di mana Mandala?" tanya Yusril. Dia sudah sejauh ini pun hanya nama itu yang disebut.

"Kamu mencari dia sampai kemari? Lucu sekali, dia tidak ada di sini, Askara."

Yusril masih diam, mendengar setiap kata yang keluar dari mulut kejinya membuat pemuda itu geram bahkan sudah siap untuk menghajar, sejak tadi pun kedua tangannya sudah terkepal kuat di dalam saku jaket yang dikenakannya.

"Ini kota berhantu, apa kamu tersesat? Lihat di sekelilingmu, apa kamu melihat manusia di sini?"

"Tutup mulut busuk itu. Katakan di mana Mandala!"

Seringai mengerikan terlihat jelas di wajah manusia yang tertutup topeng itu. Kedua matanya pun sudah memerah, tak heran ucapan Yusril membuat lawan bicaranya semakin kesal. Setiap sudut tembok tiba-tiba berubah menjadi hitam, banyak lumpur muncul dari sela-sela, Yusril tidak heran, ia juga tidak takut, ia hanya terkejut saat tembok di belakangnya mulai berubah.

Ini sudah seperti dimensi waktu. Itu yang dipikirkan Yusril saat tiba-tiba sebuah panah mengarah padanya. Dengan cepat tubuh tegapnya menghindar, belum sampai di sana, Yusril kembali dikejutkan oleh beberapa tulang belulang berserakan bahkan di bawah kakinya pun ada. Ia sedikit menyingkir, tak ingin merusak.

Tatapan mata tajamnya kembali mengarah pada manusia yang kini tengah asyik duduk di salah satu batu sambil bersandar manusia itu meludah. Menjijikan.

"Bagaimana? Terkejut? Kamu lupa Askara? Berapa nyawa yang sudah kamu hilangkan dari dunia ini? Tanganmu sudah kotor sekali, jadi berhentilah mencari adik manjanya itu."

"Iya, berhenti dan jadi pengecut kayak lo? Mimpi."

Tawa sumbang terdengar mengerikan di sana seakan instrumen Carnen Habanera kembali terputar dan mengembalikan semuanya seperti semula, tetapi Yusril tak melihat manusia yang sejak tadi berbicara dengannya.

"Di mana? Dia hilang?" gumam Yusril. Ia justru terkejut karena tangan halus sudah melingkar di lengan kanannya.

Yusril pun menunduk, menatap tangan itu lalu melirik ke sebelah kanannya. Di sana sudah ada gadis yang sama, ia pun melihat  sekitar, lalu menghela napas sebelum akhirnya pergi dari sana.

Sepanjang jalan Yusril hanya diam, beberapa kali dipanggil haya jawaban singkat yang ia berikan. Sementara gadis di sebelahnya sudah sangat semangat menceritakan banyak hal.

"Diam terus, Abang memikirkan apa?"

"Tidak ada. Hanya lelah."

Dusta Yusril membuat gadis di sebelahnya percaya saja, padahal pemuda itu tengah memikirkan manusia berjubah yang sejak tadi mengikutinya diam-diam. Ia tidak bodoh, ia yakin kalau sejak tadi ada seseorang yang bersembunyi untuk mengintainya.

"Apa aku tidak cantik memakai gelang ini, Abang? Aku akan lepas kalau gitu," ucap gadis disebelahnya sontak membuat Yusril menoleh dan menghentikan langkah.

Ia sedikit menunduk melihat wajah lesu gadis yang masih belum ia hafal namanya, baik, cantik, lembut, tetapi hatinya tidak merasakan apa-apa, berdebar pun tidak. Hanya heran yang bisa Yusril perlihatkan ketika kedua mata gadis di sebelahnya mulai berkaca-kaca.

"Kenapa?"

Baru ditanya gadis itu sudah menangis. Aneh, itulah yang ada di kepala Yusril saat gadis itu justru memeluk tubuhnya cukup erat. Terasa bergetar juga rasa takut yang bisa Yusril rasakan. Arah pandangnya ia alihkan pada beberapa orang yang kini berdiri tak jauh dari tempat mereka berada.

"Abang, mereka siapa?" lirih suaranya membuat Yusril yakin, kalau gadis itu tidak ada hubungannya.

"Tetap diam, jangan bergerak ke manapun." ucap Yusril.

Pemuda itu segera meraih senjata yang selalu ia bawa, beruntung ukurannya kecil jadi bisa dia taruh di dalam saku celana maupun jaket yang selalu ia kenakan.

"Lo lagi, apa masih kurang?"

"Jangan sombong kamu Askara, ini bukan kotamu."

Yusril terkekeh, ia tersenyum sinis dengan tatapan penuh kebencian."Tahu, tapi gue bukan pengecut kayak lo."

"Cih! Sombong sekali. Kamu hanya sendiri untuk melawan kami yang jauh lebih banyak."

Yusril menggeleng pelan, ia menunduk menatap tangan putih yang masih melingkar di pinggangnya. Ia pegang tangan itu seraya menghilangkan rasa takut gadis yang kini sudah berdiri di belakangnya untuk bersembunyi.

"Jangan lepas apa pun yang terjadi."

Gadis itu hanya mengangguk, ia tak tahu apa yang akan dilakukan Yusril, pemuda itu pun mencoba mengambil jarak dengan melangkah mundur. Tak yakin, tetapi sebelah tangannya sudah tergores oleh benda tajam entah dari sudut mana lawannya bertindak.

Darah segar pun mengalir dari balik jaket yang dikenakannya, terasa perih walau tak terlihat. Hal itu membangkitkan amarah Yusril, terlihat kedua matanya sudah memerah sebelah tangannya sudah mengepal bahkan genggaman pada senjatanya pun cukup kuat.

"Jangan buat noda, kalau hidup lo masih mau aman."

Begitu dingin dengan sorot tajam membuat beberapa orang berjubah itu sedikit takut, bahkan tanpa mereka sadari kaki Yusril telah melangkah maju, bersama gadis yang masih terus memeluknya erat.

"Ini untuk penebus dosa lisan."

Satu garis ia berikan pada musuhnya yang sok berani berdiri tepat di depannya. Tak peduli dengan dosa, sekali lagi Yusril akan bertindak karena ia tahu, kota ini sudah mati belasan tahun yang lalu.

"Satu."

Ucapnya pelan diiringi dengan senyum terbaiknya dalam membidik musuh. "Di mana Mandala?" tanyanya saat langkah kaki jenjang itu sudah berada tepat pada manusia berjubah dengan topeng di wajahnya.

"Aku sudah katakan, dia sudah mati!"

"Bohong!" Teriak Yusril tak lupa tangannya memberi tanda indah yang begitu pedih dibagian terpenting manusia bernyawa.

"Abang?" panggil gadis yang sejak tadi berada di belakangnya.

Yusril berbalik, ia menatap lekat wajah putih itu, bahkan gadis itu sudah memberi jarak setelah melepaskan peluknya.

"Terima kasih," ucapnya pelan.

Senyum di wajah mungil itu membuat Yusril terdiam, ada beberapa gores di bagian lengan dan juga kaki. Ia hanya terpaku dengan penampilan lusuh yang semula terlihat rapi.

"Lihat di sekitar Abang, mereka sudah tertidur cukup lama sampai tak lagi mampu bicara, mereka adalah jasad tanpa  tahu masalahnya apa. Abang  datang untuk mencari seseorang bukan?"

Yusril mengangguk, ia tak bohong, karena ia memang sedang mencari orang selain adiknya.

"Kota setelah ini akan jauh lebih mengerikan, tetaplah berhati-hati. Aku hanya ruh yang Abang selamatkan dari para pasukan berjubah itu. Mereka semua baik, sebelum dikhianati."

Yusril membatu seketika. Bahkan kedua matanya seolah tak mau berkedip, ketika tanah yang dipijaknya berubah menjadi hitam bahkan banyak pepohonan tumbang, juga gedung tinggi tak berpenghuni.

"Jadi ini, maksud dari kota gelap?"

"Benar, kamu sudah melintasinya, bagaimana? Banyak jasad di sana yang terbengkalai bukan?"

Yusril tahu, tapi ia tidak ingin menoleh sedikit pun. Ia yakin itu adalah bisik kegelapan seperti sebelumnya. Ia hanya ingin menemukan Mandala dan membunuh manusia kurang ajar yang berani memisahkan dirinya juga adik kecil kesayangannya.

⚓⚓

Hallo, kembali lagi sama aku dengan curhatan hati Yusril 🤭 terima kasih sudah berkunjung jangan lupa tinggalkan jejak agar aku makin semangat nulisnya.

Publish, 10 September 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro