Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

WITD 12. HUTAN HINA

Yusril terdiam, ketika keduanya saling memandang. Tatapan tajam itu seketika berubah menjadi teduh, kedua tangan yang semula mengepal pun kini perlahan melonggar, sampai tak sadar kakinya sudah melangkah mendekat ke arah seseorang di depannya.

"Bagaimana bisa? Siapa kamu sebenarnya?"

Pertanyaan itu muncul bersamaan raut wajah heran yang diperlihatkan lawan bicara di depannya. Sudah hampir setengah jam Yusril diam. Pemuda itu bahkan tak peduli bahunya terdorong beberapa kali oleh orang-orang yang melewatinya. Ia juga tak takut dimarahi karena menghalangi orang yang hendak masuk atau keluar.

Yusril hanya tahu, kalau dia sedang memandang seorang anak manusia dengan kedua mata yang mulai memerah karena perih. Kedua tangannya terulur dan langsung meraih tubuh orang di depannya dengan cepat, sampai si pemilik terkejut bahkan tidak berkutik sedikit pun. Dia hanya diam, membiarkan Yusril meletakkan dagunya di atas bahu ramping juga tubuh mungil itu.

"Kenapa kamu muncul, setelah saya di sana hampir gila menghadapi para penyusup asing menembus perbatasan?" katanya pelan.

Dia tidak lagi pedulikan seru orang-orang yang memanggilnya pemuda gila karena sikapnya yang terkesan kurang ajar. Yang Yusril tahu, di depannya adalah gadis cantik dengan sejuta rahasia untuknya.

Sejak ia mengenal gadis itu, Yusril pernah berbagi kisah, mengenai Mandala adik kecilnya yang sangat manis. Ia juga tidak pernah melewati satu kata pun untuk menggambarkan sosok Mandala. Namun, saat peristiwa malam itu datang semua berubah seketika.

Penduduk berhamburan keluar dari rumah mereka, pusat kota tak lagi bisa menjadi tempat bersembunyi karena banyak gedung juga kedai yang hancur. Begitu pun dengan kendaran yang tinggalkan begitu saja di tengah jalan, semua seperti mimpi dalam semalam. Sementara Yusril hanya bisa diam, melihat kotanya porak poranda. Ia tidak memikirkan yang lain saat itu, di kepalanya hanya Mandala. Hanya anak itu yang harus dia selamatkan. Tetapi, baru tiba di depan pagar rumah, kedua orang tuanya sudah tergeletak tak bernyawa.

Ia hanya pemuda biasa saat itu. Ia juga hanya seorang anak sulung yang tidak peduli sekitar kecuali Mandala, adik kesayangan Yusril yang tidak pernah lepas dari pantauannya. Ia hanya pemuda yang punya hati sebelum semua bahagianya dirampas begitu saja. Hingga, jiwa baiknya seakan keluar digantikan dengan amarah setiap kali DEMANIA kacau.

Yusril selalu berpikir DEMANIA hanya kota sejahtera dengan harta juga penduduk yang makmur. Tidak pernah terpikir kalau kota itu akan mati karena manusia gila juga kurang ajar. Sebagian gedung di kota itu nyaris tak berpenghuni, setiap malam Yusril terjaga, mengingat kotanya saat itu semakin sepi. Berdiri di atas gedung tinggi dengan sebelah tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana sudah menggambarkan kemarahannya. Tatapan tajam tak pernah lepas dari sosok Yusril.

Ia sudah seperti iblis, saat DEMANIA terancam, tangannya bergerak melewati  para penyusup menggunakan pisau kecil sebagai senjata kesayangannya. Berlari kesetanan sambil berteriak hingga meninggalkan cairan merah berbau.

Tubuh tegapnya selalu berbalik saat jerit kesakitan orang -orang yang hampir mati tergeletak di atas jalanan kota DEMANIA. Seringai tipis terlihat di wajah penuh jejak merah, juga kemeja yang dikenakannya selalu tak selamat dari noda merah. Ia tidak pernah lupa, bahkan ia juga ingat setiap malamnya akan ada bisik gila selalu mengganggu.

Kini, bisik itu seakan hilang saat ia menemukan gadis manis yang kini sudah mendorong tubuhnya ke belakang. Gadis itu menatap kesal ke arah Yusril yang terdiam menatapnya tanpa berkedip. Sementara gadis itu melangkah maju dan berdiri tepat di depan Yusril. Tubuhnya yang sedikit pendek membuat gadis itu sedikit mendongak untuk menatap wajah ketus Yusril yang jarang tersenyum itu.

"Tubuhmu gagah, tapi otakmu sungguh kecil. Aku rasa ada iblis dalam dirimu sampai membuatmu berhalusinasi begini. Ingat Tuan. Ini GRATINDA. Siapa pun tahu kota ini penuh pujian."

Yusril menggeleng pelan, ia pun berkedip ketika mendengar suara itu tidak sama seperti yang ia dengar sebelumnya. Ia kembali memandang saat kedua matanya melihat sekitar. Ia masih berdiri di tempat yang sama dengan pakaian yang sama.

"Aku rasa otakmu tak hanya kecil, tetapi juga jantungmu yang mati. Lihat, dirimu menyedihkan."

Yusril memajukan wajah, ketika gadis itu menunjuk ke arahnya. Kedua mata tajam itu seakan sedang membaca sesuatu yang ia lihat dari gadis di depannya. Setelah itu ia pun kembali menegakkan tubuh, lalu pergi meninggalkannya begitu saja.

"Dasar gila!"

Yusril dengar tetapi ia abai. Ia tak perlu membuang waktu, karena apa yang dicarinya sudah ada di depan mata. Meninggalkan kota dengan berjalan cepat membuat beberapa orang melihatnya sampai heran. Belum lagi baju yang ia kenakan sudah tak serapi sebelumnya. Kemeja putih ia keluarkan, dasi yang bertengger di lehernya sudah ia lepas dan ia lempar begitu saja ke sembarang.

"Saya tahu kamu ada di kota ini Mandala, saya yakin kamu di sini."

Sambil berjalan batinnya terus menyerukan nama Mandala. Ia tak mungkin salah dalam mengenali adiknya. Tanpa sadar, seseorang berjalan mengikutinya dari belakang, melihat ke kiri dan ke kanan seakan takut ada yang melihat. Sementara Yusril sudah berjalan jauh di depan.

"Sial, ke mana perginya dia?"

Seperti kehilangan jejak, orang itu berhenti di samping gedung yang tak begitu ramai pengunjung. Melihat sekeliling tak ada sosok Yusril yang melintas hingga sebuah balok kayu melayang di belakang kepalanya membuat orang itu tergeletak begitu saja.

"Sudah kubilang jangan mengikuti ke mana aku pergi. Dasar bodoh." 

Gumamnya. Namun, ketika hendak berbalik terdengar suara tembakkan beruntun dari lawan arah, membuat Yusril tersentak, ia memandang lurus pada sekumpulan manusia berseragam serba hitam di sana sambil memegang senjata masing-masing. Di balik sana ia juga bisa melihat dengan jelas ada seseorang yang datang melewati orang-orang berseragam itu. 

"Kupikir, kamu pemuda bodoh tak punya hati, ternyata aku salah."

Yusril mengerutkan kening, ia berdiri tetapi sebelah tangannya ia sembunyikan di balik tubuh. Membuat lawan bicaranya menaikkan sebelah alis dengan kedua tangan dilipat di depan dada.

"Kamu ternyata tak lebih dari iblis berhati."

"Hanya gadis gila sepertimu yang mau bermain menggunakan tangan halusnya untuk menyentuh noda."

Gadis itu tertawa, ia mengulurkan tangan kirinya ke samping, meminta sesuatu dari salah satu dari pasukan berseragam. Tatapannya masih sama, menatap lurus ke arah Yusril yang kini sudah bersiap dengan sengaja kesayangannya.

"Apa aku perlu mengatakan kalau semua kota sama?"

Yusril terkekeh, ia membiarkan gadis itu melangkah mendekatinya. Sedang para pasukan berseragam sudah bersiap dengan senjata yang mengarah pada Yusril.

"Kupikir, hanya hutan hina yang membedakan kota ini dengan kota lain."

"Oh ya?"

Gadis itu merasa kesal dengan jawaban Yusril yang terkesan seperti meremehkan, tanpa aba-aba sebuah peluru lewat begitu saja sampai menembus lengan baju Yusril hingga baju putih itu berubah merah. Sementara Yusril hanya melirik saja, tetapi kedua matanya sudah memerah menahan amarah, belum lagi sebelah tangan memegang pisau kesayangannya semakin erat. Ia kembali menatap gadis di depannya tanpa takut mati.

"Terluka. Apa itu sakit?"

Yusril menggeleng pelan, membiarkan gadis itu menikmati hidupnya setelah berbalik dan kembali bergabung bersama pasukan berseragam, sedangkan dirinya sudah melangkah setengah berlari mendekat ke arah sekumpulan pasukan berseragam. Satu per satu orang-orang tergeletak usai terkena pisau kesayangan Yusril. Gadis itu hanya diam memandang orang-orangnya sudah tak bernyawa. Hanya tinggal dirinya dengan sebuah pistol  yang ia genggam sambil berlari mengejar Yusril yang sudah menjauh.

Tetapi, suara tembakkan saling bersahutan membuat gaduh dan seluruh penduduk kota pun berhamburan ke mana-mana. Ada yang bersembunyi ada juga yang  menjadi korban karena tertembak. 

"Lari yang kencang Askara, kota ini akan musnah."

"Tidak! Saya yakin Mandala ada di sini."

Sepanjang jalan suara bisik itu kembali muncul, tangannya yang semula bersih kini berubah merah kering dan berbau begitu pun pisau kecil di tangannya.

"Aku sudah katakan kota ini hina dan ini hanya halusinasi drimu."

"Apa," katanya pelan lalu berbalik memandang seluruh kota yang sudah berubah menjadi hitam.

Pepohonan rindang juga daun-daun mati berjatuhan ke tanah. Ia memandang sekitar kemudian berlutut sambil menancapkan pisaunya ke atas tanah kering di hutan tersebut.

"Aku sudah katakan, kamu tidak akan bisa keluar dari sini Askara."

"Berhenti brengsek, keluar lo!"

"Haha... Apa aku akan menuruti kamu Askara?"

"Askara sudah mati! Dia sudah mati!"

Harusnya Yusril tidak lengah, harusnya ia tidak memikirkan siapa pun sebelum berlari tadi, tetapi langkah kakinya seakan tak mau berhenti sampai tak sadar sudah memasuki hutan GRATINDA yang dikabarkan penuh keributan di dalamnya.

Kepalanya tertunduk, darah segar di lengan kirinya dibiarkan mengalir begitu saja, napasnya pun terdengar berat karena menahan sakit.

"Askara sudah mati!" gumamnya pelan sebelum kesadarannya menghilang bersama kabut.

⚓⚓

Hallo, Yusril kembali apa kabar? Semoga selalu sehat ya. 🥰

Jangan lupa tinggalkan jejak supaya aku makin semangat nulisnya see you di next chapter 😊

Publish, 26 September 2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro