WITD 11. RUANG DANSA
Diusir dari sebuah bar tak membuat Yusril menyerah, pemuda itu memilih berjalan menyusuri kota GRATINDA yang penuh dengan rahasia. Kota hina sejuta umat, padahal penduduk di sana tidak lebih banyak dari DEMANIA atau kota lainnya. Namun, bisa Yusril lihat kalau beberapa gedung di sana jauh lebih menarik minat penduduk untuk berkunjung.
Berbeda dengan kota Matriana, GRATINDA sedikit menyenangkan walau banyak hal yang membuat Yusril kesal, selain ada Tala, gadis anggun dengan topeng wajahnya, ia juga bisa melihat beberapa orang pemuda-pemudi tengah berdansa di beberapa jalan pusat kota.
Ada gedung berlantai dengan bentuk bangunan seperti musium kuno. Ada juga mini bar yang berdampingan dengan toko bunga segar. Tak hanya satu, tapi ada beberapa, belum lagi sebuah bangunan yang di sediakan untuk pangkalan becak dengan manusia sebagai pengendalinya.
Yusril menikmati perjalanan santainya, pemuda itu melangkah seolah ia adalah penduduk asli kota itu. Belum lagi caranya berpakaian guna menyesuaikan dengan penduduk lainnya. Mantel hangat, sepatu bots juga syal tebal telah melekat di tubuhnya. Tidak heran beberapa penduduk sempat meliriknya karena baru pertama melihat sosok Yusril yang tak biasa.
Yusril sendiri tak peduli, ia tetap menikmati perjalanan santai, meski tak begitu ingin. Sampai ia berhenti di sebuah gedung, di mana semua orang sudah ramai di dalamnya. Dapat Yusril lihat, ketika pintu gedung itu terbuka, kakinya ia bawa melangkah masuk melewati pintu besar yang akan tertutup kembali. Berdiri cukup lama, tak sadar kalau ada seseorang di sebelahnya sudah menyodorkan tangan kanannya di hadapan Yusril.
"Nikmati irama musik ini dan berdansa bersama, bagaimana?"
Meski terkejut, Yusril tidak memperlihatkannya, ia hanya menoleh lalu sedikit menunduk untuk melihat siapa pemilik tangan mungil dengan jari- jemari begitu lentik di hadapannya.
"Apa aku tidak boleh mengajak pria tampan sepertimu berdansa?"
"Kamu yakin ingin berdansa denganku?"
Senyum manis saat orang yang berdiri di sebelah Yusril menoleh, lalu menatap ramah ke arah pemuda itu. Sementara Yusril masih diam dalam posisinya. Tatapan dingin bibir terbungkam, membuatnya terkesan menakutkan. Belum lagi rambutnya yang sedikit panjang ia ikat.
"Aku rasa di sini hanya kamu yang berdiri di sebelahku, mana mungkin aku mengajak orang lain, kan?"
"Kamu begitu percaya diri, Nona."
"Aku hanya ingin membuktikan para pemuda gila yang berdiri di sudut sebelah kiri sana," ucapnya sambil menunjuk tiga pemuda yang berdiri di sudut kiri dekat dengan meja bar di ruangan itu.
"Ini ballroom, aku akan membuatmu menjadi istimewa," ucapnya lagi.
Yusril tertawa pelan. Ia menggeleng, lalu melirik pada pemuda yang kini menertawakan mereka. Tak lama, Yusril kembali menunduk, ia membisikkan sesuatu pada orang di sebelahnya, setelah itu pergi meninggalkan ruangan dansa tanpa pamit, sementara orang yang di sebelah Yusril hanya diam saja, tak tahu apa yang dibicarakan, setidaknya ia harus bersabar untuk menunggu.
Tidak begitu lama, Yusril pun kembali sudah dengan pakaian rapi menggunakan tuxedo, juga dasi kupu-kupu sebagai aksesoris. Pemuda itu terlihat tampan belum lagi rambut yang ditata rapi walau masih diikat ke belakang, menambah kesan tersendiri bagi gadis yang sejak tadi sudah menunggunya.
"Mari, aku temani langkahmu di ruangan ini." ucap Yusril saat tangan kanan kanannya ia ulurkan di depan gadis itu. Sedang sebelahnya lagi ia letakkan di balik tubuhnya, sambil sedikit membungkuk, kepalanya kembali terangkat.
"Cukup tampan, dapat dari mana pakaian mahal ini?" tanya gadis itu.
Setelah menerima tawaran dansa, mereka pun mulai mengarahkan langkah kaki mereka mengikuti irama musik juga kombinasi gitar yang dipetik membuat suasana ballroom itu semakin memukau. Terlihat beberapa pasang mata yang menyaksikan penampilan Yusril di sana tak berkedip sedikit pun.
Heran, takjub tetapi tidak sadar kalau sebenarnya Yusril telah mempersiapkan kejutan istimewa untuk mereka. Senyum licik terlihat sangat puas ketika beberapa pengunjung mulai diam di tempatnya.
"Kenapa wajahmu begitu mengerikan? Apa kamu mencari sesuatu di sini?" tanya gadis itu.
"Bagaimana bisa kamu menyamar sebagai orang lain?"
Pembicaraan yang terkesan seperti berbisik itu membuat semua yang memandang mereka penasaran, karena raut wajah Yusril tidak memperlihatkan kalau pemuda itu menikmati pesta malamnya.
"Bagaimana kamu tahu? Aku sudah berusaha menyembunyikan diri padahal."
"Kamu yang bodoh, menghindar dari pasukan berseragam saja tidak mampu. Katakan, bagaimana caranya aku melewati jalan setapak yang muram itu?"
Sebelah alis gadis itu terangkat, ia tertawa.
"Di sebelah gedung ini, ada toko bunga, beli lah bunga apa pun berwarna merah. Lalu letakkan bunga itu tepat di ujung jalan setapak sebelum kamu melewatinya."
Yusril diam, pemuda itu terus memandang wajah anggun gadis yang sudah ia putar tubuhnya mengikuti irama. Tangan kirinya ia letakkan pada pinggul gadis itu, sedang tangan kanannya ia gerakkan ke atas dan kebawah. Begitu pun dengan gadis itu, tangan kirinya ia letakkan di atas bahu Yusril, membuat mereka terlihat begitu dekat dengan kedua kaki yang sama-sama melangkah mengikuti irama seperti zig zag.
"Malam ini akan ada pertunjukkan, siapkan dirimu. Lalu pergi bersamaku."
Tepat saat musik berhenti, Yusril pun mengakhiri dansanya. Tak berselang lama, ia memilih pergi untuk yang kesekian tanpa pamit. Semua yang ada di sana memandang heran, sementara Yusril sudah berada di dalam sebuah mobil yang berhenti di depannya ketika ia keluar.
"Bagaimana pestanya?" tanya supir yang kini sudah membawa Yusril pergi dari tempat itu.
Tidak buruk, setidaknya GRATINDA masih memiliki udara bersih untuknya berjalan. Melihat banyaknya bangunan seperti musium, kembali mengingatkannya akan sebuah peristiwa malam saat DEMANIA sepi.
Bagaimana DEMANIA dan bagaimana peristiwa itu berlangsung Yusril tidak terlalu ingat jelas, ia hanya ingat kalau dirinya terjebak di dalam gudang sebuah toko. Banyak yang tahu peristiwa itu, tetapi Yusril sangat yakin kalau ia mendengar seseorang berbisik di tengah gelapnya ruangan dingin.
"Kamu tahu Askara, semua yang akan kamu lalui tak bisa membuatmu keluar dengan mudah. Ingat ini, pada malam yang sama, kamu akan kembali tanpa membawa apa pun."
Harusnya Yusril menutup rapat kedua telinganya. Harusnya Yusril membiarkan semua diam dan tidak perlu menyahuti apa pun saat itu. Namun, kesabaran yang tipis membuatnya hilang akal. Dalam gelap Yusril mencoba mencari siapa yang ada di sana bersamanya, tetapi bukan manusia yang ia temui, hanya embus angin yang masuk melalui celah seperti lubang kecil pada tembok.
Berulang kali berteriak, tak ada satu pun yang mendengar, ia sendirian, dan malam itu terasa begitu dingin. Isi kepalanya hanya mengingat Mandala, hingga kini hati dan pikiran itu masih memikirkan hal yang sama. Tak terasa perjalanannya telah sampai pada sebuah musium tua yang ada di pinggir kota GRATINDA. Karena melamun, ia tak sadar kalau beberapa kali supir mobil yang ia kendarai memanggilnya beberapa kali.
"Kenapa gedung ini sama seperti gedung sebelumnya?" tanya Yusril ketika dirinya melihat keluar melalui jendela mobil.
"Kota ini memiliki gedung dengan interior yang serupa. Setiap bangunan hampir semuanya sama di bagian depan. Yang membedakan hanya posisi juga jabatan," jawab supir itu tanpa menoleh atau melihat tatapan tajam Yusril dari balik spion.
Yusril tak menyahut, ia langsung keluar setelah membuka pintu mobil dan berdiri di sana membiarkan mobil yang ditumpanginya pergi.
Kedua mata tajamnya tak henti memandang lurus ke depan, seakan ada hal yang menyita perhatian pemuda itu sampai tak sadar kalau kedua kakinya sudah menginjak beberapa anak tangga agar dapat masuk ke dalam gedung itu.
"Pengunjung gila sepertimu lebih baik pergi!'
Yusril segera menoleh saat suara yang tak asing itu mencuri pendengarannya. Bahkan ia langsung bersembunyi di sudut gedung mencoba mencari tahu suara itu bukanlah suara yang sama ketika dirinya berada di bar.
Namun, jantungnya berdebar begitu cepat saat mengintip siapa pemilik suara yang tak asing itu, kedua matanya langsung melotot, ia hanya bisa memandang mencoba menetralkan semua hal yang dilihatnya saat itu.
"Kamu akan tamat dalam waktu dekat Askara.*
Yusril menggeleng kuat, lagi suara gila itu menganggu pendengarannya. Ia kesal setiap kali suasana hatinya sepi. Yusril hanya tahu kalau dunianya sedang kacau, ditambah sosok lain kini berada di hadapannya. Hanya pisau kecil sebagai andalan untuk mempertahan diri dari serangan musuh kurang ajar hingga kini masih ia cari keberadaannya.
"Kamu di sini, lagi?"
⚓⚓
Hallo, Yusril kembali. Apa kabar? Semoga selalu baik. Terima kasih sudah berkunjung, nggak lama cerita ini akan selesai, jangan sampai ketinggalan ya 🥰🥰 setelah ini akan ada hal yang seru yang akan Yusril kasih lihat buat kalian .
Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak supaya aku makin semangat nulisnya. See you di next chapter 💃💃💃
Publish, 23 September 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro